Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rukun Islam terdiri dari lima komponen yang menjadi dasar Islam meliputi: Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan haji. Haji merupakan perjalanan religius menuju Baitullah Mekkah merupakan aktivitas kontinuitas yang selalu dilaksanakan setiap tahun dan jatuh pada bulan ke 12 Zulhijjah Hijriyah. Selain sebagai perintah agama, aktivitas ini terkesan unik karena walaupun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya, umat Islam selalu berbondong-bondong untuk sampai ke rumah Allah, bahkan dalam jumlah hitungan angka besar. Ibadah haji sebagai salah satu dari lima rukun yang mempunyai keunikan dan berbagai manfaat yang akan didapatkan. Haji hanya wajib bagi orang yang mampu melaksanakannya secara lahir dan batin. Lahir artinya dia mempunyai harta atau ongkos perjalanan yang relatif mahal, dan batin berarti harus sehat jiwa dan raga sehingga bisa melakukan semua rukun-rukun dan wajib haji secara sempurna. Seseorang yang melakukan ibadah haji tentu saja akan menemukan sesuatu manfaat pada dirinya secara pribadi. Selain itu, keunikan dalam ibadah haji akan terlihat di kala mengerjakan ibadah tersebut. Keunikan tersebut akan memunculkan manfaat yang luar biasa. Ini menunjukkan bahwa ketika orang muslim berkeinginan untuk menunaikan rukun Islam yang ke lima ini, 1 maka dia harus sehat jiwa dan raganya, serta mempunyai dana yang cukup untuk biaya perjalanan ataupun biaya bagi yang ditinggalkan. 2 Pelaksanaan ibadah haji bagi kaum muslimin ini banyak manfaatnya. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat al-Hajj [22]: 28 yang berbunyi:                      : ۲۲ Artinya: Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan sebahagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Q.S. al-Hajj [22]: 28 Ibadah haji dilaksanakan pada suatu tempat, yaitu Baitullah Rumah Allah. Rumah Allah adalah sebutan lain dari Ka’bah yang menjadi kiblat umat Islam seluruh dunia. Namun, satu hal yang tidak patut untuk dilupakan sehubungan dengan Ka’bah dan haji adalah Nabi Ibrahim. Selain sebagai pendiri agama hanif, 3 menurut sejarah, Ibrahim peletak batu pertama pembangunan Ka’bah dan pelaksanaan haji, karena hampir semua aktifitas dalam ibadah haji 1 Berdasarkan fenomena umum, di kalangan masyarakat muslim haji sudah masyhur sebagai rukun Islam kelima. Dalam hal ini, penulis tidak terlalu berpandangan pada hadits yang secara tekstual terdapat perbedaan letak redaksi haji. 2 Dalam kitab-kitab fiqh, bahkan sampai saat inipun kedua factor ini menjadi syarat mutlak bagi orang yang hendak menunaikan ibadah haji, lebih lanjut lihat, Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Cet. III libanon: Daar al-Fikr, 1983 3 Agama hanif adalah agama yang menganut paham satu Tuhan yaitu Allah. Lebih lanjut lihat, Khalil Abdul Karim, Hegemony Quraisy: Agama, Budaya dan Kekuasaan, Ter. Faisol Fatawi, Yogyakarta: LKIS, 2004, h. 110 mencerminkan perbuatan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar ketika beliau berada di sekitar Ka’bah. 4 Serta hampir semua informasi dari beberapa referensi menegaskan bahwa sejarah disyariatkannya haji berawal dari Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim adalah Nabi yang diutus untuk masyarakat Arab, jadi bukanlah suatu hal yang aneh jika penduduk Arab tetap membudayakan tradisi yang pernah diterapkan oleh kakek leluhurnya sampai diutusnya Rasul terakhir Muhammad saw. Itulah sebabnya mengapa haji sudah menjadi tradisi mereka sebelum Muhammad SAW diutus, salah satu manusia yang yang melestarikan ritual haji adalah Qushay. Qushay adalah orang pertama dari keturunan Quraisy yang merenovasi bangunan Ka’bah setelah Nabi Ibrahim, melakukan penjagaan terhadap Ka’bah, memberikan minuman dan penyambutan kepada para haji, mengharuskan kepada orang-orang Quraisy untuk mengeluarkan pajak serta memberikan minuman dan makanan bagi para haji dan yang melakukan Umrah, sebagaimana perintahnya membuat tungku api di gunung-gunung dan tempat-tempat tinggi di Muzdalifah agar perjuangan Quraisy terlihat dari Arafah. 5 Terlepas dari Ibrahim sebagai peletak batu pertama pelaksanaan haji, rupanya Qushay sebagai nenek moyang Rasulullah menjadikan haji sebagai salah satu alat untuk menopang legitimasi kekuasaannya. Itu artinya bahwa haji selain 4 Maulana Muhammad Ali, Islamologi, Ter. A. Kaelani, Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 1977, hal. 607. 5 Abdul Karim, Khalil, Hegemony Quraisy: Agama, Budaya dan Kekuasaan, Ter. Faisol Fatawi, Yogyakarta: LKIS, 2004, h. 110 menjadi tradisi masyarakat Arab dan warisan dari Nabi Ibrahim dipolitisir untuk menguatkan kekuasaan kaum Quraisy. Sekilas statemen ini mengindikasikan bahwa haji hanya sebagai alat untuk menjunjung kekuasaan suatu kaum tertentu. Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad Saw, demikian juga nabi-nabi yang lain mempunyai tugas yang sama yaitu menyampaikan keyakinan tentang satu Tuhan. Inilah yang menjadi alasan para ilmuan lebih berkenan untuk mengatakan bahwa Muhammad Saw bukan pendiri agama Islam, karena arti dari Islam sebenarnya adalah pemasrahan diri yang sempurna kepada Allah. 6 Di samping itu pula bahwa ibadah haji selain sebagai ibadah yang disyariatkan oleh Allah kemudian menyimpan beberapa aspek yang dijadikan pijakan oleh umat Islam itu sendiri. Aspek-aspek tersebut di antaranya: Aspek sosial, meliputi dimensi ekonomi, persaudaraaan Qurban. Aspek ibadah, meliputi hubungan vertikal dengan Tuhan. Dalam aspek sosial misalnya bahwa para penafsir sepakat dalam ayat 28 surat al-Haj dan 198 surat al-Baqarah ini adalah satu, yaitu tidak terlarang seketika mengerjakan haji itu disambilkan juga niaga, berjual beli, bahkan Hamka mengatakan di dalam kedua ayat itu mendapat kesan, bahwa sebelum “hari-hari tertentu” atau sebelum berbondong-bondong turun dari Arafah. waktu buat urusan yang lain, buat berniaga, buat mencari keuntungan masih ada, sebab sampai di Mekkah bukanlah tepat pada hari-hari tertentu itu, melainkan beberapa hari 6 Altaf Gauhar, Tantangan Islam, Bandung : Pustaka, 1995, hal. 3 lebih dahulu. Hari-hari yang terlarang itu tidaklah ada salahnya jika digunakan mencari keuntungan yang halal. 7 Ibadah haji yang terjadi pada dewasa ini terkesan hanya memiliki aspek ibadah saja 8 . Hal ini tentunya berbeda dengan apa yang dipahami oleh para penafsir klasik maupun modern, padahal manfaat dari segi duniawi dalam tafsir Misbah dikatakan memiliki banyak aspek, tetapi pada akhirnya mengatur umat manusia meraih kemajuan dan kemaslahatan bersama terlebih dalam segi ekonomi. Maka dari itu, sesuai dengan pemaparan di atas dan dengan berbagai persoalan terkait dengan ibadah haji, maka penulis menganggap penting mengangkat persoalan ibadah haji terlebih manfaatnya. Dalam hal ini persoalan- persoalan yang di atas semua terangkum dalam sebuah judul : Manfaat Ibadah Haji Telaah terhadap Surat al-Hajj:28.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah