41
Berdasarkan  hasil  analisis  tipologi  klassen  yang  tertera  pada  tabel  4.6  dapat dikelompokkan  dimana  kabupaten  Jember  yang  terdiri  dari  31  kecamatan  dibagi  4
kuadran  berdasarkan  pada  laju  pertumbuhan  ekonomi  dan  jumlah  produk  domestik bruto.  Hasil  klasifikasi  per  kecamatan  pada  tahun  2011  dapat  diperoleh  sebagai
berikut : a.
Kuadran I  : Kecamatan  yang  cepat  maju dan cepat tumbuh  dengan  kriteria rata- rata PDRB Per Kapita kecamatan yang lebih besar dari PDRB Per Kapita rata-rata
Kabupaten sebesar 5.293.598 dan pertumbuhan ekonomi rata-ratanya lebih besar
dari 6,49  meliputi Kecamatan Kaliwates, Sumbersari dan Patrang. b.
Kuadran  II :  Kecamatan  yang berkembang cepat namun  memiliki tingkat  PDRB dibawah  rata-rata  dengan  kriteria  rata-rata  PDRB  Per  Kapita  Kecamatan  lebih
kecil  dari  PDRB  Per  Kapita  rata-rata  Kabupaten  sebesar  5.293.598  namun pertumbuhan ekonominya lebih besar dari 6,49 meliputi Kecamatan Rambipuji,
Balung dan Arjasa. c.
Kuadran III : Kecamatan yang maju akan tetapi pertumbuhan ekonominya lambat dengan  kriteria  rata-rata  PDRB  Per  Kapita  Kecamatan  lebih  besar  dari  PDRB
rata-rata  Kabupaten  sebesar 5.293.598 dan pertumbuhan ekonominya lebih kecil dari  6,49  meliputi  Kecamatan  Puger,  Wuluhan,  Bangsalsari,  Ambulu,
Sumberbaru, Tanggul. d.
Kuadran  IV  :  Kecamatan  yang  relatif  tertinggal  dengan  kriteria  rata-rata  PDRB Per  Kapita  Kecamatan  lebih  rendah  dari  PDRB  rata-rata  Kabupaten  sebesar
5.293.598  dan pertumbuhan ekonominya  juga lebih rendah dari 6,49  meliputi Kecamatan  Kencong,  Gumukmas,  Silo,  Umbulsari,  Panti,  Sukowono,  Kalisat,
Jenggawah,  Semboro,  Tempurejo,  Ajung,  Ledokombo,  Sumberjambe,  Jombang, Mayang, Mumbulsari, Sukorambi, Pakusari dan Jelbuk.
4.2.2 Hasil Analisis Indeks Williamson
Besar  kecilnya  ketimpangan  PDRB  per  kapita  antar  kecamatan  akan memberikan  gambaran  tentang  kondisi  dan  perkembangan  pembangunan  di
42
Kabupaten Jember. Untuk memberikan gambaran yang lebih baik tentang kondisi dan perkembangan pembangunan daerah di  Kabupaten Jember akan dibahas  pemerataan
PDRB  per  kapita  antar  kecamatan  yang  dianalisis  dengan  menggunakan  indeks ketimpangan  Williamson.  Dengan  ketentuan  angka  indeks  ketimpangan  Williamson
semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil pula atau  dengan  kata  lain  makin  merata,  dan  bila  semakin  jauh  dari  nol  menunjukkan
ketimpangan semakin melebar. Berikut  kriteria  tingkat  ketimpangan  dari  indeks  Williamson  yang  dibagi
menjadi tiga, antara lain : a.
Apabila angka indeks  0,3 menunjukkan tingkat ketimpangan rendah b.
Apabila angka indeks 0,3-0,5 menunjukkan tingkat ketimpangan sedang c.
Apabila angka indeks  0,5 menunjukkan tingkat ketimpangan tinggi Berikut disajikan hasil perhitungan Indeks Williamson di Kabupaten Jember :
Tabel 4.7.  Hasil  Perhitungan  Indeks  Williamson  Kabupaten  Jember  Tahun 2006-2011
Tahun Indeks Williamson
2006 0,44
2007 0,44
2008 0,46
2009 0,45
2010 0,46
2011 0,48
Sumber : Lampiran 2-7 Berdasarkan hasil perhitungan indeks Williamson dapat diketahui bahwa dari
tahun  2006  sampai  dengan  tahun  2011  hasil  pembangunan  yang  berhasil  dicapai menghasilkan tingkat ketimpangan sedang karena berada pada kriteria antara 0,3-0,5
dari  tahun  2006  sebesar  0,44;  tahun  2007  sebesar  0,44;  tahun  2008  sebesar  0,46; tahun 2009 sebesar 0,45; tahun 2010 sebesar 0,46 dan tahun 2011 sebesar 0,48.
Dari  hasil  analisis  ini  terbukti  bahwa  tingkat  ketimpangan  di  Kabupaten Jember memiliki kecenderungan meningkat walaupun tidak signifikan. Selain itu juga
adanya perbedaan potensi sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusia turut
43
serta  berpengaruh  terhadap  ketimpangan  tersebut.  Belum  lagi  pola  pembangunan yang berbeda antar daerah di Kabupaten Jember.
Peranan  sektor  industri  pengolahan,  sektor  perdagangan,  hotel  dan  restoran cenderung  memperbesar  ketidakmerataan  pendapatan  antar  kecamatan.  Sektor
industri  pengolahan  maupun  sektor  perdagangan,  hotel  dan  restoran  hanya  berpusat pada  kecamatan  yang  masuk  dalam  daerah  yang  memiliki  fasilitas,  sarana  dan
prasarana  memadai.  Sedangkan  di  kecamatan  yang  masuk  daerah  yang  tertinggal masih  minim  akan  fasilitas,  sarana  dan  prasarana.  Masyarakat  di  sana  masih
mengandalkan sektor pertanian sebagai andalan di daerahnya.
4.2.3  Hasil Analisis Indeks Entropi Theil