BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Salah satu komponen kualitas hidup
manusia adalah kesehatan. Agar dapat hidup dengan baik dan sehat, manusia memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari Winarno, 1993.
Dalam undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992 disebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam
kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya pengamanan makanan dan minuman akan ditingkatkan untuk mendukung
peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna. Semua itu merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari makanan dan
minuman yang tidak memenuhi persyaratan mutu Depkes RI, 1992. Makanan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan mentahnya,
tetapi sebagian besar biasanya terlebih dahulu diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan lain Winarno,1980. Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang
memadai jumlahnya bagi masyarakat kota, peranan teknologi pangan sangat menentukan. Pada masa kini tidak lagi memungkinkan orang menggantungkan
kebutuhannya akan pangan hanya pada pangan segar hasil produksi setempat. Pangan yang diangkut dari daerah penghasilnya di pedesaan ke kota sering kali harus
menempuh jarak yang sangat jauh. Jika tidak diolah atau diawetkan, pada saat
Universitas Sumatera Utara
mencapai konsumen kebanyakan bahan pangan tersebut tidak layak lagi dikonsumsi Gaman, 1992
Tujuan pengolahan pangan adalah agar bahan menjadi awet dan praktis dalam penanganan. Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini banyak jenis makanan yang
mengalami berbagai proses mekanis dan kimia, baik dalam skala kecil maupun skala industri sehingga bahan pangan kehilangan kesegaran, dan sebagian atau sebagian
besar zat gizi yang terkandung di dalamnya hilang atau rusak. Kemajuan ilmu dan teknologi dapat juga membuat berbagai jenis makanan menjadi lebih awet, lebih
bergizi, lebih menarik dalam penampilan, lebih aman, lebih enak, serta lebih praktis bagi konsumen. Keamanan pangan adalah faktor yang sangat penting dalam
pemilihan makanan. Setinggi apapun nilai gizi yang dihasilkan dan senikmat apapun suatu hidangan, tetapi bila beracun atau tidak aman bagi kesehatan, tidak ada artinya
Winarno, 1993. Menurut Cahyadi 2006, peranan bahan tambahan pangan BTP khususnya
bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam
bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti
meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu. Salah satu jenis pangan yang membutuhkan pengawetan adalah daging.
Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk jangka waktu yang cukup lama agar kualitas dan kebersihannya tetap terjaga. Tujuan pengawetan
Universitas Sumatera Utara
adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur kapang, bakteri, virus dan kuman agar daging tidak mudah rusak Margono, 1993.
Biasanya nitrit banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan corned beef serta berbagai daging olahan lainnya Yuliarti, 2007. Tujuan
penggunaan nitrit dalam pengolahan daging ialah menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, mempertahankan warna merah daging agar tampil menarik,
dan juga sebagai pembentuk cita rasa Nurwantoro, 1999. Menurut Khomsan 2003, nitrit sebagai pengawet aman digunakan, namun
sekalipun aman perlu diperhatikan batas aman penggunaannya dalam makanan supaya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Konsumsi
nitrit yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan. Pada tahun 1989 terdapat kasus biskuit beracun yang menelan korban 38 jiwa manusia, akibat mengkonsumsi natrium
nitrit yang secara tidak sengaja ditambahkan kepada makanan karena kekeliruan. Pada daging kalengan corned, nitrit bisa digunakan dengan dosis 50 mgkg.
Pada awalnya nitrit dan nitrat digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada daging yang diawetkan. Belakangan diketahui, zat tersebut dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang sering muncul pada makanan yang diawetkan. Penggunaan nitrit dan nitrat semakin meluas seperti pada
pembuatan sosis, ham, dan hamburger. Bahan makanan yang tercemar oleh nitrit ataupun bahan makanan yang
diawetkan menggunakan nitrat dan nitrit dapat menyebabkan methemoglobinemia simptomatik pada anak-anak. Methemoglobinemia simptomatik telah terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
anak-anak yang memakan sosis yang menggunakan nitrit dan nitrat secara berlebihan Wahyudi, 2007.
Nitrit dalam jumlah besar dapat mengakibatkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh convultion, koma dan bila tidak segera ditolong akan
meninggal. Keracunan kronis menyebabkan depresi, sakit kepala dan gangguan mental Soemirat, 1994. Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk
mengetahui kadar kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan.
1.2. Perumusan Masalah