Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008

(1)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

PERBEDAAN KANDUNGAN ASAM SALISILAT DALAM SAYURAN SEBELUM DAN SESUDAH DIMASAK YANG DIJUAL

DI PASAR SWALAYAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2008

Oleh

ESTER SIMATUPANG NIM. 051000040

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

2

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

PERBEDAAN KANDUNGAN ASAM SALISILAT DALAM SAYURAN SEBELUM DAN SESUDAH DIMASAK YANG DIJUAL

DI PASAR SWALAYAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2008

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : Ester Simatupang

NIM. 051000040

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Juni 2009 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr.Devi Nuraini Santi, Mkes Ir.Indra Chahaya S, MSi NIP. 132205389 NIP. 132058731

Penguji II Penguji III

Ir.Evi Naria, Mkes dr.Taufik Ashar, MKM

NIP. 132049787 NIP. 132303367

Medan, 30 Juni 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

dr.Ria Masniari Lubis, MSi NIP. 131124053


(3)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

ABSTRAK

Sayuran merupakan tumbuhan yang dapat dimakan sebagai pelengkap makanan karena mengandung vitamin dan mineral. Dalam budidaya sayuran tidak terlepas dari masalah hama dan penyakit tanaman. Dalam mengatasi masalah tersebut penggunaan bahan kimia untuk mempertahankan produksi sayuran sudah tak asing lagi seperti penggunaan asam salisilat. Asam salisilat sukar larut dalam air dan larut dalam air mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 2800C. Asam salisilat pada sayuran dosisnya memang kecil, tetapi jika dikomsumsi terus-menerus akan menyebabkan pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.

Penelitian ini merupakan penelitian survai yang bersifat deskriptif. Objek penelitian adalah sayuran yang dijual di pasar Swalayan Carrefour sebanyak 3 sampel yang kemudian diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Medan untuk mengetahui berapa residu asam salisilat pada sayuran dan air rebusan sebelum dan sesudah dimasak dengan metode titrasi. Hasil penelitian mengacu kepada PerMenKes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan.

Sayuran yang mengandung asam salisilat yang dimasak dengan suhu 600 C-800C mengalami penurunan kadar asam salisilat yakni pada sayur bayam 19,8-16 mg/Kg, sayur daun singkong 34,8-27,1 mg/Kg, dan pada sayur kangkung 21,1-16,6 mg/Kg. Sedangkan pada air seduhan terjadi peningkatan kadar asam salisilat dari suhu 600C-800C , yakni pada sayur bayam 24,9-27,1 mg/Kg, sayur daun singkong 39,2-45,8 mg/Kg, dan pada sayur kangkung 24,9-28,2 mg/Kg. Berdasarkan PerMenKes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 asam salisilat tidak diperbolehkan ada pada makanan.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada sedikit penurunan kadar asam salisilat pada sampel sayuran sebelum sayuran dimasak dan sesudah dimasak dengan air rebusannya dan sebagian besar asam salisilat hanya berpindah tempat yakni dari sampel sayuran ikut larut dalam air rebusannya, hal ini dikarenakan sifat asam salisilat yang sukar larut dalam air dan larut dalam air mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 2800C yang tidak mungkin tercapai dengan suhu pemasakan sayuran. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap sayuran jika sayuran dimasak dengan suhu 1000C yang biasanya digunakan ibu rumah tangga untuk memasak sayuran.


(4)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

4

ABSTRACT

Vegetable was the plants that can be consumable as food supplement because of it contained vitamin and minerals. The cultivation of vegetables are not separed to the pest and disease problems. In dealing with the problems, use of chemical agents is not a new issue to maintain the production such as salicilate acid. The acid is unsolvable in water but solvable in boiled water in which the boiling point is 2800C. In fact, the dosage of the acid is lower in vegetables, however, if they are consumed continuously result in hardness of the vessel wall and cancer of respiratory tract.

Thist study is a descriptive survey. The objects of the study included vegetables sold in Carrefour Department Store Medan consisting of 3 samples then examined in Balai Laboratorium kesehatan Medan to know how much the residual salicilate acid in the vegetables and the boiled water before and after cooked using a titration method. The result of the study referred to the permenkes RI No.1168/Menkes/PER/X/1999 regarding the supplemental foodstuff.

The vegetables containing the salicilate acid cooked at temperature ranging 600 to 800C reduced the content of salicilate acid especially in amaranth ranging 19.8 to 16 mg/Kg, cassava ranging 34.8 to 27.1 mg/Kg and frog ranging 21.1 to 16.6 mg/Kg. whereas in the boiled water, the content of salicilate acid increased from 600

to 800C, in amaranth ranging 24.9 to 27.1 mg/Kg, cassava ranging 39.2 to 45.8

mg/Kg and in frog ranging 24.9 to 28.2 mg/Kg. Based on the permenkes RI No.1168/Menkes/PER/X/1999, the salicilate acid is prohibited to contain in any food.

From the result of the study, it can be known that there is a slightly reduced content of the salicilate acid in the samples of vegetables prior to cook and after cooked with the boiled water and majority of the salicilate acid only displaced from the samples of vegetables solvable in the boiled water. It is due to the acid property that is unsolvable in water but solvable in the boiled water with the boiling point of 2800C that is impossible to reach with the cooking temperature of vegetables. It was needed to done the next survey about this, if the vegetables cooked at temperature 1000C as usually mother use to cook vegetable.


(5)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ester Simatupang

Tempat/Tanggal Lahir : Duri / 05 Desember 1986

Agama : Kristen

Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Anggota Keluarga : 6 (enam) orang

Alamat Rumah : Jl. Sejahtera Gg.Mawar No.2 Duri-Riau (28884)

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1993-1999 : SD Negeri 037 Air Jamban-Duri 2. Tahun 1999-2002 : SLTP Negeri 4 Mandau-Duri 3. Tahun 2002-2005 : SMA Negeri 10 Medan


(6)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

6

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul "PERBEDAAN KANDUNGAN ASAM SALISILAT DALAM SAYURAN SEBELUM DAN SESUDAH DIMASAK YANG DIJUAL DI PASAR SWALAYAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2008”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr.Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Ir.Indra Chahaya, Msi, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya serta dengan sabar memberikan bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.


(7)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

3. dr.Devi Nuraini Santi, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya serta dengan sabar memberikan bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Asfriyati, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.

5. Seluruh dosen khususnya Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam mengikuti perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pegawai dan karyawan khususnya kak Dian yang telah membantu kelancaran skripsi ini.

7. Dra.Norma Sinaga, selaku Kepala Bagian Toksikologi Laboratorium Kesehatan Medan yang telah meberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyempurnaan skripsi ini.

8. Orang tua tercinta, Ayah (R.Simatupang) dan Ibu (P.Sihombing) serta k’Rosa, b’Frengki dan adikku David yang senantiasa selalu memberikan kasih sayang, nasehat, motivasi, doa serta moril dan materil yang tiada hentinya kepada penulis. 9. Sahabat-sahabatku : Juli, Mena, Ayu, Kiki, dan Nova terima kasih atas

persahabatan, motivasi, doa dan kebersamaan kita selama ini.

10.Teman-teman satu PBL : b’Gibeon, k’Siti, Magdalena, Melvida dan Elina terima kasih atas kerjasama dan kebersamaan kita selama ini.

11.Seluruh rekan-rekan seperjuangan di Peminatan Kesehatan Lingkungan khususnya : Darwina, Efvi, k’Youlan, k’Ishari, b’Al, Inur, Gita, Dian serta


(8)

teman-Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

8

teman di FKM USU khususnya stambuk 2005, terima kasih atas kerjasama dan kebersamaan kita selama ini.

Akhirnya penulis barharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Medan, Juni 2009

penulis DAFTAR ISI

Halaman pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar isi ... vii

Daftar tabel ... x

Daftar lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pengertian sanitasi makanan dan minuman ... 6

2.2 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman ... 8

2.3 Sayuran ... 15

2.3.1 Pengertian Sayuran ... 15

2.3.2 Kandungan Gizi Sayuran ... 15

2.3.3 Manfaat Sayuran Bagi kesehatan... 16

2.3.4 Kategori Sayuran ... 17

2.3.5 Penanganan dan pengolahan Sayuran ... 18

2.3.6 Pemberantasan hama pada Sayuran ... 20


(9)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

2.4.1 Pengertian Bahan Tambahan Makanan ... 22

2.4.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan ... 22

2.4.3 Penggolongan Bahan Tambahan Makanan ... 23

2.4.4 Bahan Tambahan Makanan yang Diizinkan ... 23

2.4.5 Bahan Tambahan Makanan yang Tidak Diizinkan... 24

2.5 Asam Salisilat ... 25

2.5.1 Definisi Asam Salisilat ... 25

2.5.2 Kegunaan Asam Salisilat ... 26

2.5.3 Dampak Asam Salisilat terhadap Kesehatan ... 27

2.6 Kerangka Konsep ... 28

BAB 111 METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 29

3.2.2 Waktu Penelitian ... 29

3.3 Objek Penelitian dan Sampel ... 30

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.4.1 Data Primer ... 30

3.4.2 Data Sekunder... 30

3.5 Teknik Analisa Data ... 30

3.5.1 Alat-alat ... 30

3.5.2 Bahan ... 31

3.5.3 Cara Kerja Pemeriksaan Asam Salisilat sebelum sayuran dimasak ... 31

3.5.4 Cara Kerja Pemeriksaan Asam Salisilat sesudah sayuran dimasak ... 32

3.6 Pengolahan dan Analisa Data... 32

3.7 Definisi Operasional ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran Sebelum Dimasak ... 41

4.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ... 38

4.3 Hasil Pemeriksan kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan Sayuran Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ... 39

4.4 Jumlah Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran dan Air Rebusan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ... 39

4.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran Dimasak Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada Suhu 600C, 700C, Dan 800C ... 40


(10)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

10

4.6 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C,

700C, dan 800C ... 41

BAB V PEMBAHASAN ... 43

5.1 Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran Sebelum Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ... 43

5.2 Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan Sayuran Yang Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ... 44

5.3 Jumlah Asam Salisilat Pada Sayuran Dan Air Rebusan Setelah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ... 46

5.4 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran Dimasak Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada Suhu 600C, 700C, Dan 800C ... 48

5.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran Sebelum Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 53

6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA


(11)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Penyimpanan bahan makanan mentah ... 11 Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran

Sebelum Dimasak ... 37 Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan kuantitatif Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran

Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ... 38 Tabel 4.3 Hasil Pemeriksan kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan

Sayuran Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ... 39 Tabel 4.4 Jumlah Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran dan Air Rebusan

Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ... 40 Tabel 4.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran

Dimasak Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada Suhu 600C, 700C, dan 800C... 41 Tabel 4.6 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran

Sebelum Dan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C,


(12)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

12

Daftar Lampiran Lampiran 1. Foto Analisis Sampel Sayuran

Lampiran 2. Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 Tentang Perubahan Atas Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan

Lampiran 3. Perhitungan Kadar Asam Salisilat Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 6. Hasil-hasil Penelitian


(13)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Setiap orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka pemerintah telah mengusahakan berbagai cara dan upaya sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1992, yaitu menyelenggarakan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 yang dilakukan melalui beberapa kegiatan, dimana salah satu dari kegiatan itu adalah pengamanan makanan dan minuman (Depkes, 1992).

Yang dimaksud dengan pengamanan makanan dan minuman adalah terbebasnya makanan dan minuman dari zat-zat atau bahan yang dapat


(14)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

14

membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat tersebut secara alami terdapat dalam makanan atau dengan sengaja atau tidak sengaja tercampur kedalam makanan (Moehyi, 1992).

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses dalam tubuh, perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk berbagai kepentingan dalam kehidupan manusia. Dalam menjalankan fungsinya sudah tentu makanan mengandung senyawa-senyawa zat gizi yang berguna bagi tubuh seperti karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan sebagainya (Depkes, 2000).

Makanan yang kita makan sehari-hari tentu saja juga mempunyai resiko menjadi tidak aman untuk dikomsumsi, karena kemungkinan dicemari bahan-bahan berbahaya seperti mikroba, bahan kimia atau benda-benda lainnya yang dapat meracuni, atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan terhadap bahan pangan, yang kemudian dikenal dengan nama bahan tambahan makanan (Syah, 2005).

Bahan Tambahan Makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2006).


(15)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Salah satu contoh komponen bahan makanan yang mengandung zat gizi seperti karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral adalah sayuran. Sayuran merupakan bahan pangan yang mudah didapat di berbagai tempat dan sangat penting bagi kita. Sangat penting karena kandungan vitamin dan mineral yang begitu lengkap dan bervariasi. Selain kandungan vitamin dan mineralnya, sayuran juga banyak mengandung serat yang melancarkan pencernaan. Sebagai bagian dari menu makan, sayuran juga dipercaya dapat menunda proses penuaan. Hanya saja masih banyak orang yang tidak suka mengkomsumsinya dengan berbagai alasan, padahal dengan berbagai kandungan vitamin dan mineral yang begitu lengkap serta bervariasi, sayuran merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi kita (Novary, 1997).

Budi daya sayuran tidak terlepas dari masalah hama dan penyakit tanaman. Dalam pemberantasan hama dan penyakit tanaman, menyemprot tanaman dengan bahan kimia seperti pestisida sudah dianggap sebagai keharusan untuk dilakukan. Bukan hanya pestisida saja, petani juga telah menggunakan asam salisilat untuk mengatasi hama tanaman dan untuk mengawetkan tanaman (Ambarita, 2008).

Dalam pemberantasan masalah hama dan penyakit pada sayuran pernah ditemukan kasus penggunaan asam salisilat pada produksi sayuran di daerah Bogor, Jawa Barat. Sebagian petani suka mencoba-coba menggunakan asam salisilat untuk mengatasi masalah hama dan untuk mengawetkan sayuran. Asam salisilat bukan pestisida namun digunakan pada sayuran yang salah satu fungsinya untuk memperpanjang daya keawetan. Biasanya sayuran yang disemprot asam salisilat berpenampilan sangat mulus, tak ada lubang bekas hama. Asam salisilat terserap


(16)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

16

tanaman dan meninggalkan residu dalam jaringan tanaman. Karena residunya ada dalam jaringan, maka asam salisilat tak akan hilang meskipun dicuci bersih. Kandungan asam salisilat berlebihan masuk kedalam tubuh akan menyebabkan pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan. Sebuah survei menyebutkan, asam salisilat pada sayuran non-organik jumlahnya enam kali lebih banyak dibandingkan sayuran organik (Mudjajanto, 2006).

Asam salisilat merupakan obat yang memiliki efek analgetik-antipiretik dan anti-inflamasi. Secara analgetik berguna untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem saraf pusat tanpa menekan kesadaran, secara antipiretik berguna sebagai obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan demam dan secara inflamasi berguna untuk menghilangkan inflamasi (pembengkakan) (Djamhuri, 1995).

Menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/XI/1999, salah satu bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan yaitu asam salisilat. Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan karena mempunyai iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan.

Bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk kedalam tubuh, maka, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan. Selain itu, dampak asam salisilat secara kronik dapat mengiritasi jantung dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin E1 dan E2 yaitu suatu senyawa yang dapat meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan


(17)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan mukosa lambung (siswandono, 1995).

Pasar swalayan yang ada di kota Medan sudah banyak yang menjual produk sayur-sayuran. Dari hasil penelitian Ambarita (2008) diketahui bahwa terdapat kandungan asam salisilat dalam beberapa sayuran yang dijual dibeberapa pasar swalayan di Kota Medan. Dari 20 sampel sayuran yang diperiksa, didapat 14 sampel sayuran yang mengandung asam salisilat. Dari hasil pemeriksaan secara kuantitatif, kandungan asam salisilat tertinggi terdapat pada sayur buncis sebesar 0,9115 g/kg dan kandungan asam salisilat terendah terdapat pada sayur kangkung sebesar 0,1933. Dari penelitian ini asal asam salisilat yang terdapat pada sayuran berasal dari penyemprotan yang dilakukan di pasar swalayan, hal ini dilakukan dengan alasan agar sayuran tetap awet, tetap segar dan tahan lama.

Berdasarkan sifat asam salisilat yaitu sukar larut dalam air dan dalam benzena, larut dalam air mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 2800C (Depkes RI, 1995), sedangkan suhu yang sering digunakan untuk memasak sayuran berkisar 60-820C (Simbar, 2008), maka alasan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap sayuran yang dijual di beberapa pasar swalayan di kota Medan untuk memeriksa apakah ada kandungan asam salisilat dalam sayuran tersebut sesudah sayuran tersebut dimasak, karena kemungkinan besar asam salisilat terserap tanaman dan meninggalkan residu dalam jaringan tanaman.


(18)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

18

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa terdapat kandungan asam salisilat dalam beberapa sayuran yang dijual dibeberapa pasar swalayan di Kota Medan, maka penulis ingin mengetahui kandungan residu asam salisilat pada sayuran sebelum dan sesudah dimasak, yang dijual di pasar swalayan tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbandingan kandungan asam salisilat sebelum dan sesudah dimasak yang terdapat dalam sayuran yang dijual di pasar swalayan yang ada di kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar asam salisilat pada sampel sayuran sebelum dimasak. 2. Untuk mengetahui kadar asam salisilat pada sampel sayuran setelah dimasak

dengan suhu 600C.

3. Untuk mengetahui kadar asam salisilat pada sampel sayuran setelah dimasak dengan suhu 700C.

4. Untuk mengetahui kadar asam salisilat pada sampel sayuran setelah dimasak dengan suhu 800C.

5. Untuk mengetahui kadar asam salisilat pada air rebusan sayuran pada suhu 600C, 700C, 800C.


(19)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

6. Untuk mengetahui penurunan residu asam salisilat pada sayuran sebelum dan sesudah dimasak dengan suhu 600, 700 dan 800C.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi konsumen untuk dapat memilih sayuran yang baik dan juga mengetahui kerugian apabila mengkonsumsi sayuran yang mengandung asam salisilat.

2. Bagi petani agar tidak menggunakan asam salisilat yang disemprotkan ke sayuran untuk mengusir hama.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sanitasi makanan dan minuman

Makanan dan minuman merupakan bahan pangan yang dibutuhkan oleh manusia yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Karena dari makanan didapatkan energi yang diperlukan untuk melangsungkan pelbagai faal tubuh. Makanan yang kita butuhkan tidak hanya untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik saja, melainkan juga untuk melindungi kesehatan (Azwar, 1996).

Secara umum, makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi (mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin dan mineral). Agar makanan sehat bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan. Agar makanan sehat maka makanan tersebut harus bebas dari kontaminasi karena makanan yang terkontaminasi akan menyebabkan penyakit. Dengan demikian, maka sanitasi makanan dan minuman menjadi sangat penting (Mukono, 2000).

Sanitasi makanan dan minuman merupakan usaha atau kegiatan yang ditujukan kepada kebersihan dan kemurnian makanan agar tidak menimbulkan penyakit, kemurnian yang dimaksud disini adalah murni menurut penglihatan maupun rasa (Depkes RI, 1992).

Sanitasi makanan dan minuman tidak dapat dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan dan minuman adalah usaha untuk mengamankan


(21)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

dan menyelamatkan makanan dan minuman agar tetap bersih, sehat dan aman. Berbagai hal yang dapat menyebabkan makanan jadi berbahaya bagi kehidupan, yaitu (Azwar, 2006) :

1. Golongan parasit

Golongan parasit yang mencemari makanan ialah amuba dan pelbagai jenis cacing. Dalam kehidupan sehari-hari ditemukan penyakit cacing, yang disebabkan karena termakan daging atau ikan yang mengandung telur cacing atau cacing, yang kurang atau tidak dimasak sebelumnya.

2. Golongan mikroorganisme

Berbagai jenis bakteri dan virus yang dapat menimbulkan penyakit melalui makanan.

3. Golongan kimia

Pencemaran makanan karena zat kimia, biasanya terjadi karena kecelakaan atau kelalaian. Adapun zat kimia yang sering mencemari makanan adalah antimony, arsen, cadmium, tembaga dan timah hitam. Dan bisa juga pencemaran dengan penggunaan bahan-bahan kimia ke dalam makanan dan minuman.

4. Golongan fisik

Pencemaran makanan yang disebabkan golongan fisik, misalnya bahan radioaktif. 5. Golongan racun (toksin)

Adanya racun dalam makanan dapat dibedakan atas dua macam, yakni:

a. Yang dihasilkan oleh mikro organisme yang hidup atau berada dalam makanan tersebut/toksin yang dihasilkan mikro organisme.


(22)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

9

b. Bahan makanan itu sendiri telah mengandung racun, yang karena tidak tahu, lalai atau dalam keadaan darurat, terpaksa dimakan. Contohnya kacang astor, cendawan, rhubarb (sejenis bayam).

2.2 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Pengertian dari prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman yaitu (DepKes RI, 2004) :

1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyimpanan bahan makanan 3. Pengolahan makanan

4. Penyimpanan makanan masak 5. Pengangkutan makanan 6. Penyajian makanan

2.2.1 Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan

Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008).


(23)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Selain itu, perlu dilihat sumber bahan makanan tersebut apakah diperoleh dari hasil pertanian, peternakan, perikanan, atau lainnya, sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadi kontaminasi atau pencemaran. Contoh, hasil pertanian tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau dengan insektisida.

2.2.2 Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan Kerusakan bahan makanan dapat terjadi karena : a. Tercemar bakteri karena alam atau perlakuan manusia

b. Kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan, benturan dan lain-lain

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).

Dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi syarat kesehatan.

b. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga :  Mudah untuk mengambilnya


(24)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

11  Tidak mudah membusuk dan rusak, untuk bahan-bahan yang mudah

membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin

 Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk riwayat keluar masuk barang dengan system FIFO (First In First Out)

Ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu (Depkes RI, 2004) :

1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 100 – 150 C untuk jenis minuman buah dan sayur.

2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 40 – 100 C untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.

3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 00 – 40 untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

4. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 00 untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

Penyimpanan bahan makanan mentah dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 2.1

Penyimpanan bahan makanan mentah Jenis bahan

Makanan

Lama penggunaan 3 hari atau kurang

1minggu atau kurang

1 minggu atau lebih

Daging, ikan, udang dan

olahannya -5

0


(25)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Telur, susu dan olahannya

50 sampai 70 -50 sampai 00 Kurang dari -50 Sayur, buah dan

minuman

100 100 100

Tepung dan biji-bijian

150 250 250

Sumber : Mukono,2000

2.2.3 Prinsip 3 : Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti prinsip-prinsip hygiene sanitasi (Depkes RI, 2004).

Tujuan pengolahan makanan agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera (Azwar,1990). Dalam proses pengolahan makanan, harus memenuhi persyaratan hygiene sanitasi terutama menjaga kebersihan peralatan masak yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan penjamah makanan (Kusmayadi, 2008).

2.2.3.1 Peralatan Masak

Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses pengolahan makanan, seperti pisau, sendok, kuali wajan, dan lain-lain.


(26)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

13

Tidak boleh melepas zat beracun seperti cadmium, plumbum, zincum, cuprum, stibium atau arsenium. Logam ini dapat berakumulasi sebagai penyakit saluran kemih dan kanker.

2. Keutuhan peralatan

Tidak boleh patah, tidak mudah berkarat, gompel, penyok, tergores atau retak karena menjadi sarang bakteri. Peralatan yang tidak utuh tidak mungkin dapat dicuci sempurna sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi.

3. Fungsi

a) Setiap bahan tidak boleh dicampur aduk karena mempunyai fungsi tersendiri.

b) Gunakan warna gagang sebagai tanda dalam penggunaan.

c) Peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan kontaminasi. 4. Letak

Peralatan yang bersih dan siap digunakan sudah berada pada tempat masing-masing sehingga memudahkan untuk menggunakannya kembali.

2.2.3.2 Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah seorang tenaga kerja yang menjamah makanan mulai dari persiapan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam penyajian makanan. Pengetahuan, sikap dan tindakan seorang penjamah mempengaruhi kualitas makanan yang disajikan penjamah makanan yang sedang sakit flu, demam atau diare sebaiknya tidak dilibatkan dahulu dalam proses


(27)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

pengolahan makanan. Jika terjadi luka, penjamah harus menutup luka dengan pelindung kedap air misalnya plester atau sarung tangan plastik (Kusmayadi, 2008).

Untuk personil yang menyajikan makanan harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan atau 1 tahun (Chandra, 2006).

2.2.4 Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan : 1) Makanan yang disimpan harus diberi tutup.

2) Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan. 3) Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.

4) Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain.

5) Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya akan sangat mudah untuk menjangkaunya.

2.2.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan


(28)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

15

banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri.

Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah adalah dengan membuang atau mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran (Depkes, 2004).

Caranya :

1) Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti pupuk, obat hama atau bahan kimia lain.

2) Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan atau barang-barang.

3) Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan untuk makanan selalu dalam keadaan bersih.

4) Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida walaupun telah dicuci masih ada kemungkinan tercermar.

5) Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama pengangkutan, seperti : ditumpuk, diinjak dan dibanting.

6) Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan yang menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan jangkauan yang lebih jauh lagi.


(29)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai cara asalkan memperhatikan kaidah hygiene sanitasi yang baik. Penggunaan pembungkus seperti plastik, kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan tidak berasal dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan racun.

Makanan yang disajikan pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih dan rapi, menggunakan tutup kepala dan celemek. Tidak boleh terjadi kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Kusmayadi, 2008).

2.3 Sayuran

2.3.1 Pengertian sayuran

Istilah sayuran biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan (Ronoprawiro, 1993).

Sayuran merupakan bagian dari menu makanan yang berperan menyediakan vitamin, mineral atau serat dan juga mempunyai khasiat lain untuk kesehatan, kebugaran maupun kecantikan (Novary, 1997).

2.3.2 Kandungan gizi sayuran

Sebenarnya hampir semua sayuran mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh, hanya jumlahnya yang berbeda. Walaupun karbohidrat, protein dan lemak juga terdapat didalamnya, tetapi jumlahnya relatif kecil dibandingkan


(30)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

17

kandungan vitamin dan mineral. Berikut ini beberapa jenis vitamin dan mineral yang terdapat dalam sayuran (Mangoting, 2005) :

1. Vitamin A

2. Vitamin B1, B2, B3, dan B6

3. Vitamin C 4. Vitamin E

5. Mineral kalsium (Ca) 6. Mineral Fosfor (P) 7. Mineral besi (Fe)

2.3.3 Manfaat sayuran bagi kesehatan

Sayuran dikenal sebagai bahan pangan yang mempunyai banyak khasiat bagi kehidupan manusia. Beberapa khasiat sayuran diantaranya sebagai berikut (Novary, 1997) :

1. Sebagai sumber vitamin dan mineral

Vitamin dan mineral adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan zat gizi lainnya. Kekurangan dan kelebihan vitamin dan mineral mempunyai efek yang tidak baik bagi kesehatan tubuh.

2. Memelihara kesehatan tubuh

Sayuran mampu memelihara bahkan mengatasi gangguan kesehatan tubuh karena terdapat zat-zat gizi maupun non-gizi yang berperan dalam hal kesehatan.

Sebagai contoh : vitamin A mencegah kebutaan, vitamin C mencegah sariawan, mineral besi mencegah anemia, kalsium mencegah rematik dan lain sebagainya.


(31)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

3. Mengontrol berat badan

Sayuran merupakan bahan pangan yang tinggi serat. Oleh karenanya, mengkonsumsi sayuran sering dianjurkan kepada mereka yang ingin mengontrol berat badannya, baik sebagai bagian dari menu makan, pengganti snack, maupun sebagai minuman (jus). Serat yang dikomsumsi mampu menimbulkan rasa kenyang lebih lama sehingga kecenderungan makan berlebih dapat dikurangi atau dicegah.

4. Menunda proses penuaan

Sayuran segar mengandung suatu zat antioksidan yang melindungi sel-sel tubuh dari proses penuaan. Selain itu, zat antioksidan ini juga mencegah adanya radikal bebas yang merusak sel atau program genetik.

2.3.4 Kategori sayuran

Berdasarkan bagian yang dapat dimakan, sayuran dikelompokkan menjadi enam jenis, yaitu (Maryati, 2000) :

1. Sayuran yang digunakan bunganya, seperti : bunga kol, tebu telor, sedap malam, bunga turi.

2. Sayuran yang digunakan daunnya, seperti : daun mangkokan, genjer, bawang, daun seledri.

3. Sayuran yang digunakan daun dan tangkainya, seperti : bayam, kemangi, kangkung, selada air.

4. Sayuran yang dimakan umbi, seperti : wortel, biet, lobak, bawang merah, bawang putih, radjis dan bawang besar.


(32)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

19

5. Sayuran yang dimakan buahnya, seperti : ketimun, labu siam, oyong, paria, tomat, kacang panjang, buncis.

6. Sayuran yang dimakan rebungnya, seperti : rebung bambu.

Berdasarkan warnanya, sayuran dapat dibedakan atas (Novary, 1997) : 1. Hijau tua, seperti bayam, kangkung, katuk dan kelor.

2. Hijau muda, seperti seledri dan selada

3. Hampir tidak berwarna, seperti kubis (kol) dan sawi putih.

Berdasarkan kandungan gizi utamanya, sayuran dapat dikelompokkan sebagai berikut (Rubatzky, 1998) :

1. Sumber karbohidrat, seperti kentang, ubi jalar, biji kacang kering, ubi kayu, ubi talas, pisang plantain.

2. Sumber lemak, seperti biji matang beberapa kacang-kacangan dan cucurbit (labu-labuan)

3. Sumber protein, seperti kapri, kacang-kacangan, jagung manis, daun kubis-kubisan

4. Sumber vitamin A, seperti wortel, ubi jalar (berdaging kuning atau jingga), labu botol, cabai merah, kapri, sayuran daun hijau, kacang hijau

5. Sumber vitamin C, seperti kubis-kubisan, tomat, cabai merah, melon, biji kacang muda, tauge, kentang, berbagai sayuran daun.

6. Sumber mineral, seperti kubis-kubisan dan sebagian besar sayuran daun lainnya. 2.3.5 Penanganan dan Pengolahan Sayuran


(33)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Sayuran merupakan bahan yang mudah rusak (perishable). Oleh karena itu, penanganan sayuran sejak pemanenan, pemasaran, hingga akan pemasaran harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan tekstur sayuran. Jika tekstur sayuran rusak, maka akan mudah terjadi pencemaran baik mikroorganisme maupun bahan pencemar kimia seperti residu pestisida, logam berat, dan lain-lain. Untuk mengurangi ataupun menghindari pencemaran pada sayuran, maka perlu dilakukan pengolahan sayuran yang meliputi pencucian dan pemasakan secara benar dan higienis (Karnisa, 2000).

1. Pencucian

Setelah penyiangan, sayuran segera dicuci bersih. Tujuannya untuk membuang kotoran dan mengurangi residu pestisida atau bahan berbahaya lainnya yang menempel pada sayuran. Saat mencuci hendaknya menggunakan wadah yang berlubang-lubang agar sayuran tidak terendam air. Perendaman sayuran dapat memperbesar kehilangan zat gizi karena terlarut dalam air.

Untuk mencuci sayuran sebaiknya air mengalir yang berdaya semprot tinggi sehingga dapat menjamin kebersihan sayuran yang dicuci (Mukono, 2000).

2. Pemasakan

Sebagian sayuran dapat disajikan dalam keadaan mentah seperti tauge, selada, asparagus dan lain-lain. Namun, sebagian besar sayuran harus disajikan dalam keadaan matang. Untuk menjadi matang, perlu dilakukan proses pemasakan.


(34)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

21

a) Menguraikan pektin yang terkandung pada dinding agar teksturnya menjadi lunak

b) Membunuh kuman penyakit

c) Membuat tidak aktif senyawa alami beracun

d) Menguraikan residu pestisida agar tidak berbahaya bagi tubuh

e) Mengubah senyawa kompleks menjadi lebih sederhana sehingga mudah dicerna dan diserap oleh tubuh.

Pada proses pemasakan, vitamin dan mineral dalam sayuran bisa menjadi berkurang, bahkan rusak dengan panas yang terlalu tinggi dan terlalu lama. Selain itu, makanan yang hangus akibat panas tinggi akan membentuk zat karsinogenik yang merangsang timbulnya kanker. Oleh karena itu, suhu pemasakan harus diperhatikan benar, jangan sampai sayuran dimasak dengan panas yang terlalu tinggi dan terlalu lama (Novary, 1997).

Untuk mendapatkan hasil yang baik, dalam proses pemasakan sayuran dapat digunakan beberapa kiat berikut :

1. Air yang digunakan untuk merebus diusahakan sesedikit mungkin. Untuk sayuran yang berkuah, digunakan perbandingan antara sayuran dan air 1 : 3. 2. Sebelum memasak sayuran daun hijau, sebelum dipotong atau dipetik, dicuci

lebih dulu.

3. Sayuran dimasukkan setelah air perebus mendidih.

4. Angkat segera begitu sayuran masak, berwarna cerah, lunak dengan waktu sekitar 10 menit bergantung pada jenis sayuran.


(35)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

5. Tidak dianjurkan memakai bikarbonat atau soda untuk memasak sayuran. 6. Untuk tiap jenis sayuran, lama pemasakan tidak dapat ditentukan dengan pasti

karena tergantung pada umur, ukuran dan bentuk pemotongan sayuran. Namun, perlu diingat bahwa pemasakan sayuran jangan terlalu matang, jika memungkinkan memasak pada suhu antara 60-82 derajat Celcius (Simbar, 2008). 2.3.6 Pemberantasan Hama dan Penyakit Sayuran

Hama penyakit pada tanaman sayur adalah sebuah faktor pembatas produksi. Tanaman yang diserang hama penyakit kuantitas dan kualitas produksinya buruk. Bahkan dapat menyebabkan kematian tanaman. Dibandingkan dengan tanaman berkayu keras, berbatang/maupun besar, tanaman sayuran tergolong rentan terhadap hama penyakit. Musuhnya banyak sekali sehingga ini dapat merugikan petani (Nazaruddin, 2000).

Yang dimaksud dengan hama adalah semua binatang yang mengganggu dan merugikan tanaman yang diusahakan manusia. Apabila asalnya bukan dari binatang, gangguan itu akan disebut penyakit, misalnya gangguan dari virus, bakteri, cendawan, tumbuh-tumbuhan yang bertingkat rendah atau yang sedikit lebih tinggi, kekurangan unsur-unsur makanan dan lain-lainnya (Endah, 2002).

Dalam pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman tersebut, menyemprot tanaman dengan bahan-bahan kimia seperti pestisida, herbisida, fungisida dan asam salisilat sudah dianggap sebagai keharusan untuk dilakukan. Ini dikarenakan petani suka mencoba hal-hal yang singkat dan cepat dalam mengatasi hama dan penyakit


(36)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

23

tanaman seperti menggunakan bahan-bahan kimia tersebut diatas tanpa memperhatikan layak atau tidaknya bahan-bahan tersebut digunakan kedalam makanan serta apa pengaruhnya terhadap kesehatan. Ini jelas dapat merugikan konsumen (Isnaini, 2006).

Selain untuk mengatasi masalah hama, bahan-bahan kimia tersebut juga bermanfaat untuk mengawetkan makanan. Tanaman akan terlihat segar dalam jangka waktu yang lama dan tetap awet.

Bahan-bahan kimia tersebut dijadikan sarana untuk mencegah hama dan penyakit tanaman padahal seharusnya penggunaannya adalah cara terakhir dalam mengendalikan hama dan pemyakit tanaman. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan kimia tersebut adalah bahan kimia yang terlarang masuk kedalam tubuh karena dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan (Isnaini, 2006).

2.4 Bahan Tambahan Makanan

2.4.1 Pengertian Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan adalah bahan apapun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi dalam pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan atau penanganan makanan akan mengakibatkan, atau dapat diharapkan berakibat (secara langsung atau tak langsung) makanan itu atau hasil sampingannya menjadi bagian komponen makanan itu atau mempengaruhi ciri-ciri makanan itu (Nugroho, 1995).


(37)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

2.4.2 Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan makanan dalam makanan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan makanan (Cahyadi, 2006).

Bahan tambahan makanan tidak boleh digunakan untuk (Anonimous, 2005) : 1. Penipuan bagi konsumen

2. Menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan dan pengolahan 3. Menurunkan nilai gizi makanan

4. Tujuan penambahan yang lebih praktis

2.4.3 Penggolongan Bahan Tambahan Makanan

Pada umumnya bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2006) :

1. Bahan tambahan makanan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan makanan yang tidak sengaja ditambahkan yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus


(38)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

25

terbawa kedalam makanan yang akan dikomsumsi. Contoh bahan tambahan makanan dalam golongan ini adalah residu pestisida, antibiotik dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

2.4.4 Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan

Berdasarkan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 menyatakan bahwa bahan tambahan makanan yang diizinkan digunakan dalam makanan adalah sebagai berikut(Cahyadi, 2006) :

1. Antioksidan 2. Antikempal

3. Pengatur keasaman 4. Pemanis buatan

5. Pemutih dan pematang telur

6. Pengemulsi, pemantap dan pengental 7. Pengawet

8. Pengeras 9. Pewarna

10.Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa 11.Sekuestran

2.4.5 Bahan Tambahan Makanan yang tidak diizinkan

Sedangkan beberapa Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah sebagai berikut (Cahyadi, 2006) :


(39)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

2. Formalin

3. Minyak nabati yang dibrominasi 4. Kloramfenikol

5. Kalium klorat 6. Dietilpirokarbonat 7. Nitrofurazon

8. P-Phenetilkarbamida

9. Asam salisilat dan garamnya

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan tambahan diatas masih ada tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintetis), dan kalsium bromat (pengeras).

2.5 Asam Salisilat

2.4.1 Defenisi Asam Salisilat

Awalnya asam salisilat yang ada pada pohon Willow biasa dimanfaatkan orang yunani kuno dan orang Indian yang merupakan penduduk asli Amerika untuk mengobati demam dan rasa sakit. Asam salisilat terasa pahit dan dapat menimbulkan iritasi pada bagian perut (lambung).

Ahli kimia Jerman Felix Hoffman mensintesa turunan asam salisilat pada tahun 1893 untuk mengobati penyakit rematik ayahnya. Obat itu kemudian diproduksi perusahaan farmasi Jerman, Bayer (Kusuma, 2003).


(40)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

27

Asam salisilat merupakan obat untuk analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi. Analgesik adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem saraf pusat tanpa menekan kesadaran, sedangkan antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan demam. Karena kedua efek ini didapatkan dalam satu obat, istilah analgesik-antipiretik dipakai sebagai satu kesatuan. Sedangkan anti-inflamasi adalah mengatasi inflamasi (pembengkakan). Dan obat alam yang tertua sebagai analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi ini dikembangkan dari asam salisilat menjadi garam-garamnya seperti natrium salisilat, aspirin, salisimid, metisalisilat, dan saligenin. Yang dipakai sebagai analgesik-antipiretik hanya natrium salisilat, salisilamid, dan yang terbanyak digunakan adalah aspirin (Ganiswara, 1995).

Asam salisilat memiliki rumus kimia C7H6O3. Berbentuk hablur putih,

biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur putih, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol. Sifat asam salisilat yaitu sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 2800C dengan densitas 250C pada 1,84 kg/L (Depkes RI, 1995).

2.5.2 Kegunaan Asam Salisilat


(41)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Sebagai analgesik efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dan nyeri lain yang berasal dari integument, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi.

2. Secara antipiretik

Sebagai antipiretik efektif menurunkan suhu badan saat demam. 3. Secara anti-inflamasi

Secara anti-inflamasi efektif meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simptomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletel (Ganiswara, 1996).

Cara kerja asam salisilat adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut maka otak tidak lagi mendapatkan sinyal nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.

Asam salisilat yang masuk kedalam tubuh diserap dengan baik dari traktus digestivus dengan distribusi tersebar diseluruh tubuh. Ekskresi terutama melalui urin dan ekskresi berlangsung dengan lebih cepat dan lebih baik dalam keadaan basa atau alkalis (Anwar, 1973).

Asam salisilat merupakan bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan kedalam makanan. Asam salisilat digunakan sebagai bahan tambahan makanan dengan tujuan sebagai aroma penguat rasa. Sedangkan untuk sayuran, asam salisilat


(42)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

29

disemprotkan dengan tujuan untuk memperpanjang daya keawetan dan mencegah hama dan penyakit tanaman.

2

.5.3 Dampak Asam Salisilat terhadap Kesehatan

Obat alam yang tertua sebagai analgesik-antipiretik ini dikembangkan dari asam salisilat menjadi garam-garamnya, seperti natrium salisilat, aspirin, salisilamid, metisalisilat, dan saligenin, yang dipakai sebagai analgesik-antipiretik hanya natrium salisilat, salisilamid dan yang terbanyak digunakan adalah aspirin. Asam salisilat menjadi dasar dari banyak produk farmasi lainnya termasuk asam asetilsalisilat, yang dikenal dengan nama aspirin pada saat sekarang ini. Salisilat juga berkhasiat anti-inflamasi, anti-alergi dan meningkatkan ekskresi asam urat. Dosis asam salisilat sebagai obat adalah < 0,6 gram dosis oral per 4 jam, dan pada dosis 3,2-4 gram setiap hari masih dapat ditoleransi oleh orang dewasa, sedangkan pada anak-anak dosis yang digunakan adalah 50-75 miligram/Kg/hari (Djamhuri, 1995).

Aspirin (turunan asam salisilat) bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga merupakan zat anti-inflammatory, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Penggunaan aspirin secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3-1 gram, dosis yang mencapai 10-30 gram dapat mengakibatkan kematian (Wikipedia, 2005)..


(43)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Asam salisilat merupakan bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan pada makanan. Asam salisilat dapat menyebabkan iritasi yang kuat apabila terhirup atau tertelan dan apabila ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh. Ini disebabkan karena sifat kelarutan asam salisilat yang sukar larut dalam air (Syah, 2005).

Dampak asam salisilat terhadap kesehatan yaitu (Djamhuri, 1995) :

1. Gejala pertama keracunan asam salisilat adalah muntah, mual dan tinitus (hingga kadang-kadang tuli) disusul diare, pusing hingga konvulsi.

2. Alergi terhadap asam salisilat memberi gejala edema di muka, mulut dan mata. 3. Pada pemberian per oral, asam salisilat dapat menimbulkan gangguan epigrastik,

pusing, berkeringat, mual dan muntah karena asam salisilat mempunyai daya korosif dan merusak jaringan yang berkontak misalnya kulit, mulut, lambung dan daya korosif itu tergantung pada konsentrasi pemakaian secara kronis dan dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan perdarahan lambung.

4. Bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk kedalam tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.

5. Pada keracunan yang hebat, bisa terjadi acidosis dan ini merangsang regulatory center di hipotalamus sehingga terjadi hyperpnoe, menyebabkan alkalosis. Akhirnya orang sakit akan mati oleh karena paralisa pernapasan (Anwar, 1973) 6. Dampak asam salisilat secara kronik dapat mengiritasi jantung dengan cara


(44)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

31

dapat meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan mukosa lambung (siswandono, 1995).

2.6 Kerangka konsep

Sayuran: -Bayam

-Daun singkong

-Kangkung

Pemeriksaan Laboratorium

Kadar asam salisilat sebelum sayuran dimasak

Kadar asam salisilat sesudah sayuran dimasak pada suhu: -600C -700C -800C


(45)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk melihat perbandingan kandungan asam salisilat pada sayuran sebelum dan sesudah dimasak dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di pasar swalayan di kota Medan yaitu di Carrefour pasar swalayan.

Alasan pemilihan pasar swalayan tersebut diatas sebagai lokasi penelitian adalah : 1. Pasar swalayan tersebut diatas berada di pusat kota sehingga mudah untuk

dijangkau oleh masyarakat kota Medan

2. Pasar swalayan tersebut sangat banyak dikunjungi oleh masyarakat kota Medan. 3. Pasar swalayan tersebut banyak menjual jenis sayur-sayuran sehingga sesuai

untuk tempat penelitian.

4. Di Pasar swalayan tersebut sudah pernah dilakukan penelitian pada sayuran dan hasilnya menunjukkan adanya kadar asam salisilat pada sayuran.

3.2.2 Waktu Penelitian


(46)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

32

3.3 Objek Penelitian dan Sampel

Objek penelitian adalah sayuran yang dijual di pasar swalayan di Kota Medan. Dari pasar swalayan tersebut diambil sejumlah sayur sebagai bahan yang langsung diperiksa di Laboratorium kesehatan Medan.

Sampel dalam penelitian ini adalah sayuran yang dijual di pasar swalayan tersebut diambil sebanyak 3 sampel sayuran antara lain :

1. Bayam

2. Daun singkong 3. Kangkung

Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap asam salisilat sebelum sayuran dimasak dan sesudah sayuran dimasak pada suhu 600C, 700C dan 800C.

Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang menjadi bahan masukan bagi penulisan dan studi kepustakaan.

3.5 Teknik Analisa Data 3.5.1 Alat-alat


(47)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

a) Beaker glass 250 ml b) Erlenmeyer

c) Buret d) Timbangan e) Waterbath f) Termometer 3.5.2 Bahan

a) Sayuran b) Etanol c) FeCl3 1%

d) NaOH e) Fenolftalein

3.5.3 Cara Kerja Pemeriksaan Asam Salisilat Sebelum Sayuran Dimasak Pemeriksaan Kualitatif

1. Sayuran terlebih dahulu dicuci bersih dengan menggunakan air yang mengalir. 2. Sampel (sayuran) diiris-iris kemudian ditimbang sebanyak 25 gram

3. Sampel ditambah etanol dimasukkan kedalam Erlenmeyer lalu dikocok kemudian disaring (Analisis asam salisilat dalam sayuran memerlukan penyaringan sampel yang telah diiris-iris terlebih dahulu. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan asam salisilat dari komponen yang terdapat dalam sayuran. Asam salisilat disaring dengan menggunakan larutan etanol. Hal ini dilakukan berdasarkan sifat asam salisilat yang larut dalam etanol).


(48)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

34

4. Filtratnya di test

5. Menggunakan test Jorrisson dengan proses pemeriksaan filtrat ditambah larutan FeCl3 1% akan menghasilkan warna ungu jika mengandung asam salisilat.

Pemeriksaan Kuantiatif

1. Timbang 25 gram sayuran yang telah diiris-iris kemudian masukkan kedalam Erlenmeyer.

2. Tambahkan 50 ml etanol yang sudah dinetralkan dengan NaOH 0,1 N (agar etanol suasananya netral)

3. Kocok-kocok selama 15 menit, ambil larutan etanolnya masukkan kedalam Erlenmeyer.

4. Titrasi dengan NaOH 0,1 N memakai indikator fenolftalein sampai terbentuk warna merah jambu.

5. 1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 13,81 mg atau 0,01381 gram asam salisilat.

Cara menghitung kadar asam salisilat dengan menggunakan rumus : Kadar asam Salisilat = V x N x 0,01381 gr x 100%

B Keterangan : V = Volume titrasi sampel

N = Normalitas pentiter yang dipakai B = Berat sampel

3.5.4 Cara Kerja Pemeriksaan Asam Salisilat Sesudah Sayuran Dimasak 1. Sayuran terlebih dahulu dicuci bersih dengan menggunakan air yang mengalir.


(49)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

2. Timbang 25 gram setiap sayuran yang telah diiris-iris pada masing-masing beaker glass

3. Nyalakan waterbath dan atur suhu untuk setiap perlakuan dan ukur suhu dengan thermometer untuk mendapat suhu 600, 700, dan 800C.

4. Sayur yang dimasak pada setiap beaker glass dimasak dengan cara dicelupkan kedalam waterbath selama 10 menit.

5. Pisahkan antara air rebusan dengan sayuran yang telah dimasak dengan cara disaring.

6. Pada sampel sayuran, tambahkan 50 ml etanol yang sudah dinetralkan dengan NaOH 0,1 N (agar etanol suasananya netral), kemudian kocok-kocok selama 15 menit, ambil larutan etanolnya masukkan kedalam Erlenmeyer.

7. Pada sampel sayuran dan air rebusan, titrasi dengan NaOH 0,1 N memakai indikator fenolftalein sampai terbentuk warna merah jambu.

8. 1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 13,81 mg atau 0,01381 gram asam salisilat.

Cara menghitung kadar asam salisilat dengan menggunakan rumus : Kadar asam Salisilat = V x N x 0,01381 gr x 100%

B

Keterangan : V = Volume titrasi sampel (ml) N = Normalitas pentiter yang dipakai B = Berat sampel (mg)


(50)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

36

Sesuai dengan Jenis penelitian, maka analisa terhadap data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel, narasi, serta pembahasan dilakukan secara deskriptif untuk diambil kesimpulan apakah ada penurunan residu asam salisilat sebelum dan sesudah dimasak.

3.7 Definisi Operasional

1. Sayuran adalah tumbuhan yang dapat dimakan sebagai pelengkap makanan yang telah diketahui mengandung asam salisilat, terdiri dari bayam, daun singkong, dan kangkung.

2. Asam salisilat adalah salah satu bahan kimia yang digunakan untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman serta sebagai bahan pengawet yang dilarang pada sayuran.

3. Uji secara kuantiatif asam salisilat sebelum dimasak yaitu pemeriksaan laboratorium untuk melihat seberapa banyak residu asam salisilat yang terkandung dalam sayuran atau sampel sebelum dimasak.

4. Uji secara kuantitatif asam salisilat sesudah dimasak yaitu pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui seberapa banyak asam salisilat pada sayuran atau sampel yang diperiksa setelah dicuci lalu dimasak dengan cara merebus sayuran pada suhu 600, 700 dan 800 C.

5. Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan asam salisilat pada sayuran yang dilakukan di ruangan khusus dengan alat dan cara kerja di laboratorium kesehatan Medan.


(51)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pemeriksaan kandungan asam salisilat pada sayuran dimulai dari pengambilan sampel dari Carrefour Pasar Swalayan di Kota Medan yang kemudian dibawa ke laboratorium bagian Toksikologi Balai Laboratorium Kesehatan Medan. Jumlah sampel yang diperiksa adalah sebanyak 3 sampel sayuran yang terdiri dari sayur bayam, daun singkong dan kangkung. Setelah dilakukan penelitian diperoleh data tentang kadar asam salisilat pada sayuran sebelum dan sesudah dimasak dengan air serta kadar asam salisilat pada air rebusan.

4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran Sebelum Dimasak

Pemeriksaan kuantitatif pada sayuran dilakukan setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan secara kualitatif dengan melihat adanya perubahan warna menjadi warna ungu. Dari 3 sampel sayuran yang diperiksa dapat diketahui bahwa terbentuk warna ungu pada ketiga sampel, hal ini menunjukkan bahwa sampel sayuran mengandung asam salisilat. Sampel sayuran kemudian diperiksa dengan metode titrasi, yang mana pada akhir titrasi akan terjadi perubahan warna menjadi merah jambu (pink). Hasil


(52)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

38

pemeriksaan kadar asam salisilat pada sayuran sebelum dimasak dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran Sebelum Dimasak

No. Sampel Kadar asam salisilat (mg/Kg)

1. Bayam 44,7

2. Daun singkong 74,6

3. Kangkung 47

Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kadar asam salisilat pada sayur bayam adalah 44,7 mg/Kg, pada sayur daun singkong sebanyak 74,6 mg/Kg, dan pada sayur kangkung sebanyak 47 mg/Kg.

4.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Hasil pemeriksaan kadar asam salisilat pada sampel sayuran sesudah dimasak pada suhu yang berbeda dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan kuantitatif Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C.

No. Sampel Kadar Asam Salisilat Pada Beberapa Suhu (mg/Kg)

600C 700C 800C

1. Bayam 19,8 18,2 16

2. Daun singkong 34,8 30,4 27,1

3. Kangkung 21,1 19,3 16,6

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa ada penurunan kadar asam salisilat pada setiap sampel yang dimasak pada suhu yang berbeda. Pada sampel sayur


(53)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

bayam dapat diketahui bahwa kadar asam salisilat yang terbanyak pada suhu 600C yakni sebanyak 19,8 mg/Kg dan kadar terendah pada suhu 800C yakni 16 mg/Kg. Pada sayur daun singkong kadar asam salisilat terbanyak pada suhu 600C yakni 34,8 mg/Kg dan kadar terendah pada suhu 800C yakni 27,1 mg/Kg. Serta pada sayur kangkung kadar asam salisilat terbanyak pada suhu 600C yakni 21,1 mg/Kg dan kadar terendah pada suhu 800C yakni 16,6 mg/Kg.

4.3 Hasil Pemeriksan kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan Sayuran Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Hasil pemeriksaan kadar asam salisilat pada air rebusan sayuran sesudah dimasak pada suhu 600C, 700C, dan 800C dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksan kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan Sayuran Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

No. Sampel Kadar Asam Salisilat Pada Beberapa Suhu (mg/Kg)

600C 700C 800C

1. Bayam 24,9 26,5 27,1

2. Daun singkong 39,2 43,1 45,8

3. Kangkung 24,9 26,5 28,2

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa kadar asam salisilat pada air rebusan sayuran mengalami kenaikan pada suhu pemasakan yang lebih tinggi. Pada air rebusan sayur bayam, dari suhu 600C sampai 800C kadarnya semakin tinggi yaitu sebesar 24,9 mg/Kg sampai 27,1 mg/Kg. Pada air rebusan sayur daun singkong, dari suhu 600C sampai 800C kadarnya semakin tinggi yaitu sebesar 39,2 mg/Kg sampai


(54)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

40

45,8 mg/Kg. Pada air rebusan sayur kangkung, dari suhu 600C sampai 800C kadarnya semakin tinggi yaitu sebesar 24,9 mg/Kg sampai 28,2 mg/Kg

4.4 Jumlah Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran dan Air Rebusan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Jumlah Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran dan Air Rebusan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


(55)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Tabel 4.4 Jumlah Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran dan Air Rebusan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa jumlah asam salisilat tertinggi terdapat pada suhu 600C pada setiap sampel. Pada sayur bayam terdapat kadar asam salisilat sebanyak 44,7 mg/Kg, pada daun singkong sebanyak 74 mg/Kg dan pada sayur kangkung sebanyak 46 mg/Kg. Sedangkan jumlah asam salisilat terendah terdapat pada suhu 800C pada setiap sampel. Pada sayur bayam terdapat kadar asam salisilat sebanyak 43,1 mg/Kg, pada daun singkong sebanyak 72,9 mg/Kg dan pada sayur kangkung sebanyak 44,8 mg/Kg.

4.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran Dimasak Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada Suhu 600C, 700C, dan 800C

Setelah dilakukan pemeriksaan dan pengukuran, diketahui ternyata terjadi penurunan kadar asam salisilat pada sampel sayuran sesudah dimasak dengan air rebusan pada suhu 600C, 700C, dan 800C. Untuk melihat besarnya penurunan kadar asam salisilat pada sampel sayuran sebelum dan sesudah dimasak dengan air rebusan dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini :

No. Sampel Kadar Asam Salisilat

Pada Sayuran (mg/Kg)

Kadar Asam Salisilat Pada Air Rebusan (mg/Kg)

Jumlah (mg/Kg)

600C 700C 800C 600C 700C 800C 600C 700C 800C 1. Bayam 19,8 18,2 16 24,9 26,5 27,1 44,7 44,7 43,1

2. Daun

singkong

34,8 30,4 27,1 39,2 43,1 45,8 74 73,5 72,9 3. kangkung 21,1 19,3 16,6 24,9 26,5 28,2 46 45,8 44,8


(56)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

42

Tabel 4.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran Dimasak Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada Suhu 600C, 700C, dan 800C

No. Sampel Sebelum dimasak (mg/Kg)

Sesudah sayuran dimasak dengan air rebusan (mg/Kg)

Persentase Penurunan (%) 600C 700C 800C 600C 700C 800C

1. Bayam 44,7 44,7 44,7 43,1 0 0 3,6

2. Daun singkong 74,6 74 73,5 72,9 0,8 1,5 2,3

3. Kangkung 47 46 45,8 44,8 2,1 2,6 4,7

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa persentase penurunan kadar asam salisilat sesudah sayuran dimasak dengan air rebusannya tertinggi pada suhu 800C, sedangkan persentase penurunan terendah terdapat pada suhu 600C. Pada sampel sayur bayam dan air rebusannya persentase penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 3,6% dan penurunan terendah pada suhu 600C sebanyak 0%. Pada sampel sayur daun singkong dan air rebusannya persentase penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 2,3% dan penurunan terendah pada suhu 600C sebanyak 0,8%. Pada sampel sayur kangkung dan air rebusannya persentase penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 4,7% dan penurunan terendah pada suhu 600C sebanyak 2,1%.

4.6 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Setelah dilakukan pemeriksaan dan pengukuran, diketahui ternyata terjadi penurunan kadar asam salisilat pada sampel sayuran sesudah dimasak dengan suhu 600C, 700C, dan 800C. Untuk melihat besarnya penurunan kadar asam salisilat pada sampel sayuran sebelum dan sesudah dimasak dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini :


(57)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Tabel 4.6 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C No. Sampel Sebelum

Dimasak (mg/Kg)

Sesudah Dimasak (mg/Kg)

Persentase Penurunan (%) 600C 700C 800C 600C 700C 800C

1. Bayam 44,7 19,8 18,2 16 55,7 59,3 64,2

2. Daun singkong 74,6 34,8 30,4 27,1 53,4 59,2 63,7

3. Kangkung 47 21,1 19,3 16,6 55,1 58,9 64,7

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa persentase penurunan kadar asam salisilat pada sampel sayuran sesudah dimasak tertinggi pada suhu 800C, sedangkan persentase penurunan terendah terdapat pada suhu 600C. Pada sampel sayur bayam persentase penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 64,2% dan penurunan terendah pada suhu 600C sebanyak 55,7%. Pada sampel sayur daun singkong persentase penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 63,7% dan penurunan terendah pada suhu 600C sebanyak 53,4%. Pada sampel sayur kangkung persentase penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 64,7% dan penurunan terendah pada suhu 600C sebanyak 55,1%.


(58)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

44

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran Sebelum Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Setelah dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif pada sampel sayuran sebelum dan sesudah dimasak dengan suhu yang berbeda yakni dengan suhu 600C, 700C, dan 800C diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan kadar asam salisilat pada setiap sampel sayuran tersebut.

Kadar asam salisilat sampel sayur bayam sebelum dimasak sebesar 44,7 mg/Kg dan sesudah dimasak dengan suhu antara 600C sampai 800C mengalami penurunan kadar asam salisilat yaitu berkisar antara 19,8-16 mg/Kg. Artinya didalam 1 kilogram sampel sayuran bayam terdapat sebanyak 19,8-16 mg asam salisilat. Pada sampel daun singkong, kadar asam salisilat sebelum dimasak sebesar 74,6 mg/Kg dan sesudah dimasak dengan suhu antara 600C sampai 800C mengalami penurunan kadar asam salisilat yaitu berkisar antara 34,8-27,1 mg/Kg. Artinya didalam 1 kilogram sampel sayuran daun singkong terdapat sebanyak 34,8-27,1 mg asam salisilat. Serta pada sayur kangkung, kadar asam salisilat sebelum dimasak sebesar 47 mg/Kg dan sesudah dimasak dengan suhu antara 600C sampai 800C mengalami penurunan kadar asam salisilat yaitu berkisar antara 21,1-16,6 mg/Kg. Artinya didalam 1 kilogram sampel sayuran kangkung terdapat sebanyak 21,1-16,6 mg asam salisilat.


(1)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

penyuluhan mengenai bahaya asam salisilat bagi kesehatan manusia oleh Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM), agar produsen sayuran dan pengusaha pasar swalayan tidak menggunakan asam salisilat sebagai bahan untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman maupun sebagai pengawet. Dan jika masyarakat membeli sayuran yang ada di pasar swalayan juga, maka apabila memasak sayuran yang dibeli di pasar swalayan tersebut agar mengkonsumsi sayurannya saja, tidak dengan air rebusannya karena kadar asam salisilat sangat tinggi pada air rebusannya dan menurun kadarnya pada sampel sayurannya saja. Dan ini diharapkan dapat menghindarkan masyarakat dari resiko kesehatan bahkan kematian akibat dari mengkonsumsi sayuran yang mengandung asam salisilat.


(2)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data asam salisilat pada sayuran dan air rebusannya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Kadar asam salisilat sebelum sayuran dimasak yang dianalisis secara kuantitatif yakni pada sayur bayam sebesar 44,7 mg/Kg, daun singkong sebanyak 74,6 mg/Kg dan sayur kangkung sebanyak 47 mg/Kg.

2. Kadar asam salisilat sesudah sayuran dimasak dengan suhu 600C pada sayur bayam, daun singkong dan kangkung berturut-turut adalah 19,8 mg/Kg, 34,8 mg/Kg dan 21,1 mg/Kg.


(3)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

3. Kadar asam salisilat sesudah sayuran dimasak dengan suhu 700C pada sayur bayam, daun singkong dan kangkung berturut-turut adalah 18,2 mg/Kg, 30,4 mg/Kg dan 19,3 mg/Kg.

4. Kadar asam salisilat sesudah sayuran dimasak dengan suhu 800C pada sayur bayam, daun singkong dan kangkung berturut-turut adalah 16 mg/Kg, 27,1 mg/Kg dan 16,6 mg/Kg.

5. Kadar asam salisilat pada air rebusan sayur bayam dengan suhu 600C, 700C, dan 800C adalah sebesar 24,9-27,1 mg/Kg, pada air rebusan daun singkong sebesar 39,2-45,8 mg/Kg, serta pada air rebusan sayur kangkung sebesar 24,9-28,2 mg/Kg.

6. Jumlah asam salisilat tertinggi pada sayur bayam, daun singkong, dan kangkung terdapat pada suhu 600C yakni berturut-turut 44,7 mg/Kg, 74 mg/Kg. dan 46 mg/Kg, sedangkan jumlah asam salisilat terendah terdapat pada suhu 800C yakni berturut-turut 43,1 mg/Kg, 72,9 mg/Kg, dan 44,8 mg/Kg.

7. Ada sedikit penurunan jumlah asam salisilat pada sampel sayuran sebelum sayuran dimasak dan sesudah dimasak dengan air rebusan dan sebagian besar asam salisilat hanya berpindah tempat yakni dari sampel sayuran ikut larut dalam air rebusannya.

6.2 Saran

1. Bagi masyarakat sebaiknya harus lebih teliti dan jeli memilih sayuran untuk dikomsumsi dengan cara lebih baik membeli sayuran dari pasar tradisional,


(4)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

dan jika membeli sayuran di pasar swalayan dapat memilih sayuran yang air rebusannya dipisahkan atau tidak ikut dikomsumsi.

2. Bagi produsen agar tidak mengggunakan asam salisilat untuk mengatasi masalah hama dan penyakit sayuran atau untuk mengawetkan sayuran karena dapat merugikan kesehatan konsumen.

3. Kepada Dinas Kesehatan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) agar tetap melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan asam salisilat dalam sayuran yang dipasarkan di Pasar Swalayan.

4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap sayuran jika sayuran dimasak pada suhu 1000C yang biasanya digunakan ibu rumah tangga untuk memasak sayuran.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, K Novriska, 2008. Analisa Kandungan Asam Salisilat pada Sayuran yang Di jual dibeberapa Pasar Swalayan di Kota Medan Tahun 2008. Skripsi Mahasiswa FKM-USU, Medan.

Anonimous, 2003. Sehat Optimal dengan Sayur dan Buah Diakses tanggal 11 Agustus 2008.

---, 2005. Bahan Tambahan Makanan-Bagian 2. Diakses tanggal 27 Oktober 2008.

Anwar, Jazanul, dkk, 1973. Buku Farmakologi I. Penerbit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran USU Medan.

Azwar, Azrul, 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Edisi ke VIII. PT.Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Cahyadi, Wisnu, 2006. Analisis dan Aspek Bahan Tambahan Pangan. Cetakan pertama. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.


(5)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Chandra, Budiman, 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Depkes RI, 1998. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Depkes RI, Jakarta.

---,1999. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/Per/1999 Tentang Perubahan atas Perubahan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Depkes RI, Jakarta.

---,1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Depkes R, Jakarta.

---,2004. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Dirjen PPM dan PL. Jakarta.

Djamhuri, Agus, 1995. Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Perawatan. Cetakan III. Penerbit Hipokrates, Jakarta.

Endah H, Joesi, 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Cetakan I. Penerbit AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Ganiswara, Sulistia G, 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Isnaini, M, 2006. Pertanian Organik : Untuk Keuntungan Ekonomi dan Kelestarian Bumi. Penerbit Kreasi Wacana, Yogyakarta.

Karnisa, I, 2000. Sayur dan Buah Tercemar, IQ Anak-anak Menurun.

Kusmayadi, Ayi dan Dadang Sukandar,2008. Cara Memilih dan Mengolah Makanan untuk Perbaikan Gizi Masyarakat. http:/database.deptan.go.id. Diakses tanggal 10 september 2008.

Kusuma, Ersanghono, 2003. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Organik 2. Lab. Kimia FMIPA UNNES : Semarang.

Maryati, Sri H, 2000. Tata Laksana Makanan. Cetakan Pertama. Penerbit PT.Rineka Cipta, Jakarta.

Mudjajanto, Eddy Setyo, 2006. Waspadai Bahan Kimia lain dalam Makanan.

Mukono,H J, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press, Surabaya.


(6)

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Nazaruddin,2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Cetakan 5. Penerbit Swadaya, Jakarta.

Novary, Eti Widayati, 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Cetakan I. Penebar Swadaya, Jakarta

Nugroho, Edi, 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Sasaran dan Penilaian Resiko. Edisi IV. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Ronoprawiro, Soedharoedjian, 1993. Produksi Sayuran Di Daerah Tropika. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Simbar, Viktor, 2008. Mencegah Keracunan Dirumah. Diakses tanggal 20 November 2008.

Siswandono, Rosyana, 2005. Kimia Medisinal. Airlangga University Press,Surabaya.

Syah, Dahrul, dkk, 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bandung.

Wikipedia, 2005. Sejarah Pembuatan Aspirin. www.wikipedia.org Diakses tanggal 27 juni 2009.