Hygiene Sanitasi dan Analisa Pencemaran salmonella sp. pada Daging Sapi Olahan (daging burger) Sebelum danSesudah Digoreng yang Dijual di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan Tahun 2013
Gambar lampiran 1. Kondisi Tempat Penyimpanan Bahan Makanan Salah Satu Pedagang Burger.
Gambar lampiran 2. Kondisi Pedagang Saat Mengolah Makanan Lampiran Dokumentasi Penelitian
(2)
Gambar lampiran 3. Penggorengan Daging Burger
(3)
Gambar lampiran 5. Peneliti pada saat memeriksa Salmonella sp. pada daging burger
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2010. Pentingnya Edukasi dan Sosialisasi Dalam Memilih Makanan. Surabaya: Ubaya.
. 2001. Materi Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Sleman. Sleman. . 2012. Burger. Diakses pada tnggal 10 februari 2013.
http://aryaulilalbab-fkm12.web.unair.ac.id/artikel_detail-62009-Ilmu%20Pangan-Burger.html Abustam dan Ali. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Abustam, E., dan Abdi, M. 2009. Penggunaan Asap Cair Sebagai Bahan Pengikat pada Pembuatan Bakso Daging Sapi Bali. Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar
Afifah, D.N. 2009. Daging. diakses dari
Aknisia, Y. 2008. Studi Kandungan Bakteri Salmonella Pada Daging Sapi Segar Yang Dijual Di Pasar Kecamatan Kutoarjo. Karya Tulis Ilmiah. Kabupaten Purworejo.
Arisman, 2009. Keracunan Makanan. Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta.
Astawan, M. 2004. Mengapa Kita Perlu Makan Daging. Departemen Teknologi
Pangan dan Gizi IPB.Diakses dari
Astawan, M. 2008. Nikmati burger secara bijak. Diakses dari
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Cory, M. 2009. Analisis Kandungan Nitrit dan Pewarna Merah pada Daging Burger yang Dijual di Grosir. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara, Medan.
Dharmojono. 2001. Lima belas Penyakit Menular dari Binatang ke Manusia. Milenia PopulerJ akarta.
Djaafar, T.F., Rahayu, E.S., dan Rahayu, S. 2006. Cemaran Mikroba pada Susu dan Produk Unggas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
(5)
Furqon, J. M. 2012. Makanan dan Salmonella sp. Diakses dari Maret 2013.
Ginting, E.P. 2005. Kandungan Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. Pada Daging Burger yang Dijual Di Sekitar Kampus USU Medan Tahun 2005. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Judarwanto, W. 2011. Penanganan Terkini Demam Tifoid (Tifus). Diakses dari
Lay, B.W. dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press. Jakarta.
Lukman, D.W. 2008. Daging Yang Baik dan Sehat. Departemen Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marwanti. 2010. Keamanan Pangan Dan Penyelenggaraan Makanan Olahan Lainnya. Universitas Negeri Yogyakarta.
Mukono. J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga Univercity press. Surabaya.
Mulia, R. M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha ilmu. Yogyakarta.
Megasari, S. D., 2011. Bahan Tambahan Penyedap Rasa pada Makanan. Skripsi. Banjarnegara.
Notoatmodjo. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta.
Pabita, G. 2011. Pengaruh Tingkat Penambahan Lemak dan Isolat Protein Kedelai (IPK) Terhadap Kualitas Burger dari Daging Sapi Bali. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Pemko Medan. 2011. Medan Helvetia. Diakses dari http://www.pemkomedan.go .id/mdnhlv.php
Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi Hygiene dan Keselamatan Kerja dan Pengolahan Makanan. Cetakan I. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
pada tanggal 15 juli 2013.
Ray, B, 2001. Fundamental Food Microbiology, 2nd Ed. CRC Press, Boca Raton. Restika, K. D. 2012. Keberadaan Salmonella pada Daging Ayam yang Dijual di
Pasar Tradisional Kota Tanggerang Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saksono, L. 2007. Pengantar Sanitasi Makanan. Penerbit Alumni. Bandung.
Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging, Edisi I. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
(6)
Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam pegolahan dan keamanan pangan. Alumni. Bandung.
Yuliarsih, Widyati dan Retno. 2006. Hygiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Grasindo. Jakarta.
(7)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran hygiene dan sanitasi serta pencemaran Salmonella sp. pada daging burger yang dijual di daerah Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan tahun 2013.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di Kelurahan Helvetia timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.
Adapun alasan pemilihan lokasi pengambilan tersebut adalah:
1. Lokasi tersebut banyak dikunjungi oleh pembeli khususnya masyarakat yang tinggal disekitar kecamatan Medan Helvetia.
2. Lokasi tempat penjualan terletak dipinggir jalan sehingga makanan mudah tercemar oleh lingkungan sekitar.
Pemeriksaan Bakteri Salmonella sp. secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei tahun 2013.
(8)
3.3. Objek Penelitian
Objek Penelitian ini adalah daging burger yang digunakan oleh lima pedagang burger di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Setiap pedagang diambil satu sampel daging burger kemudian dibagi menjadi dua bagian, setengah bagian menjadi sampel sebelum digoreng dan setengah bagian lainnya menjadi sampel sesudah digoreng. Sehingga jumlah sampel adalah 5 bagian daging burger sebelum digoreng dan 5 bagian daging burger yang sudah digoreng.
3.4. Mekanisme Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik purposive
sampling, dimana satuan sampel yang di pilih berdasarkan pertimbangan tertentu atau
sengaja (Notoadmojo, 2005). Pengambilan sampel dilakukan setelah dilakukan observasi hygiene sanitasi pada seluruh pedagang burger yang ada di Kelurahan Helvetia Timur (± 11 pedagang), kemudian diambil 5 pedagang yang hygiene sanitasinya paling rendah. Maka dari kelima pedagang itulah diambil sampel daging burger yang sebelum digoreng dan sesudah digoreng.
Pengambilan sampel dapat dilakukan mulai dari sore sampai malam hari dengan alasan pedagang burger di sekitar Kecamatan Medan Helvetia hanya berjualan pada waktu tertentu saja. Sampel diambil 2 pada setiap pedagang burger yaitu daging burger sebelum digoreng dan daging burger setelah digoreng. Sampel ini selanjutnya akan dibawa ke Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.
(9)
3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil observasi dan hasil pemeriksan sampel di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan terhadap keberadaan bakteri Salmonella sp. pada daging burger. Pemeriksaan Laboratorium dengan menggunakan metode pewarnaan gram dilakukan untuk mengetahui daging burger tercemar Salmonella sp. atau tidak.
3.6. Definisi Operasional
1. Daging burger adalah daging cacah yang biasanya terbuat dari daging sapi yang yang dipipihkan dan berbentuk bulat.
2. Daging burger sebelum digoreng adalah daging burger yang belum dimasak dengan minyak goreng.
3. Daging burger setelah digoreng adalah daging burger yang sudah dimasak dengan minyak goreng.
4. Hygiene dan sanitasi adalah faktor yang mempengaruhi pencemaran bakteri
Salmonella sp. pada daging burger.
5. Keberadaan Salmonella sp. adalah ada atau tidaknya Salmonella sp. yang didapat setelah pemeriksaan laboratorium.
6. Memenuhi syarat adalah jika salmonella sp. Tidak ditemukan dalam daging burger.
7. Tidak memenuhi syarat adalah jika salmonella sp. ditemukan dalam daging burger.
(10)
3.7. Prosedur Kerja Pemeriksaan Salmonella sp. 3.7.1 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel (Depkes, 1990):
1. Persiapkan segala sesuatu untuk pengambilan contoh makanan dalam hal ini disediakan beaker glass yang sudah disterilkan. Sampel yang digunakan adalah daging yang sudah dimasak.
2. Persiapkan catatan pada formulir pemeriksaan tentang lokasi yang menjadi sasaran, tanggal pengambilan.
3. Belilah makanan kepada pedagang sebanyak satu porsi, kemudian bayar sebagaimana biasa, sehingga dapat dicegah kemungkinan diberikannya contoh yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
4. Masukkan ke dalam beaker glass yang sudah disterilkan dan diberi nomor kode dan tanggal pengambilan.
5. Pengiriman dilakukan secepatnya, dan sampai dilaboratorium dalam waktu maksimal 24 jam.
6. Membawa contoh ke laboratorium dengan tujuan pemeriksaan yang dikehendaki.
3.7.2 Alat dan Bahan 1. Autoclave
2. Inkubator suhu 37oC dan 44o 3. Timbangan
C
4. Labu erlenmeyer 5. Tabung reaksi
(11)
6. Lampu spirtus 7. Spidol
8. Cawan petri
9. Pipet steril 1cc dan 10cc
10. Kawat ose : bentuk cincin dan jarum 11. Blender
12. Tabung durham 13. Kapas alkohol 14. Kulkas
15. Objek glass 16. mikroskop 3.7.3 Cara pemeriksaan
a. Timbang daging burger sebanyak 25 gram, hancur atau diblender.
b. Tambahkan dengan menggunakan aquadest atau BF (Buffer fosfat) sampai 90ml.
c. 10 ml dari larutan tadi dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang sudah dibubuhi 20cc selenith bront sebagai media pengayanya.
d. Ambil 5 cc ose cairan tadi dan tanam secara zig-zig pada media
Salmonella.
e. Kemudian diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37o f. Amati koloni yang tumbuh : Salmonella sp.
C
Warna : Putih Jernih Bentuk : Bulat Diameter : 2-3 mm
(12)
3.8. Aspek Pengukuran
Pada lembar observasi terdapat pertanyaan yang mengajukan dua kategori yaitu ”Ya” (jika memenuhi syarat) dan ”Tidak” (jika tidak memenuhi syarat).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003 Tentang Pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan, hygiene sanitasi makanan jajanan yang dikategorikan memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan berikut:
1. Memenuhi syarat, Jika semua opsi pertanyaan memiliki jawaban ”ya”.
2. Tidak memenuhi syarat, jika salah satu dari opsi pertanyaan terdapat jawaban ”tidak”.
3.9. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan Salmonella sp pada daging burger diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk distribusi, kemudian dijelaskan secara deskriptif). Selain itu, data tersebut selanjutnya dibandingkan dengan batas maksimum cemaran bakteri Salmonella sp. dalam peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 yaitu negatif/25g.
(13)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara yang secara geografis, baik utara, selatan, timur dan barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Kota ini terletak pada 30,27' - 30,47' Lintang Utara dan 980,35' - 980,44' Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha (265,10 Km2
Kota Medan merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dan merupakan tempat pertemuan dua sungai penting yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.
) atau sama dengan 3,6% dari total luas Provinsi Sumatera Utara.
Tempat penelitian dilakukan di salah satu kecamatan Kota Medan yaitu kecamatan Medan Helvetia.
1.
Kecamatan Medan Helvetia terletak di wilayah Barat Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut :
2.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal
3.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Petisah
4.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal
4.1.1. Gambaran Kependudukan
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Kecamatan Medan Helvetia dengan luas wilayahnya 11,55 Km². Penduduk Kecamatan Medan Helvetia berjumlah 144.257 Jiwa (2011). Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Helvetia sebanyak 144.257 penduduk terdiri dari 70.705 orang
(14)
laki-laki serta 73.552 orang perempuan. Berdasarkan kelompok umur, distribusi penduduk Kecamatan Medan Helvetia lebih relatif lebih banyak penduduk usia produktif. Tahun 2011 di Kecamatan Medan Helvetia, ternyata tingkat penduduk usia 7-12 tahun yang bersekolah sudah cukup banyak. Tercatat ada sekitar 15.070 penduduk usia 7-12 tahun Kecamatan Medan Helvetia yang bersekolah pada tahun 2011 (Pemko Medan, 2011).
4.2. Gambaran Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel daging burger yang belum digoreng dan sesudah digoreng diambil dari lima pedagang yang berjualan di sepanjang jalan T. Amir Hamzah kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.
Kelima pedagang burger berjualan ± 1 meter dari pinggir jalan dan tidak berada di dekat kawasan Traffic Light. Jarak antar pedagang burger di sepanjang jalan T. Amir Hamzah berkisar ± 20 - 40 meter.
4.3. Hasil Penelitian
4.3.1. Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Penjamah Makanan
Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Penjamah Makanan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
(15)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada variabel penjamah makanan terdapat berbagai pertanyaan untuk menentukan observasi dari hygiene sanitasi pedagang burger memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. Seluruh pedagang tidak memenuhi persyaratan dalam variabel penjamah makanan.
4.3.2. Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Peralatan Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Peralatan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Variabel
P1 P2 P3 P4 P5
Y T Y T Y T Y T Y T
Penjamah Makanan
a.Tidak menderita penyakit mudah menular misal √ √ √ √ √
- Batuk - Pilek - Influenza - Diare
- Penyakit perut sejenisnya
b.Menutup luka( pada luka terbuka / bisul atau
luka lainnya. √ √ √ √ √
c.Menjaga kebersihan tangan √ √ √ √ √
d.Menjaga kebersihan kuku √ √ √ √ √
e.Menjaga kebersihan pakaian √ √ √ √ √
f.Memakai celemek √ √ √ √
g.Memakai penutup kepala √ √ √ √ √
h.Mencuci tangan setiap kali hendak menangani
makanan. √ √ √ √ √
i. Menjamah makanan harus memakai alat/
perlengkapan, atau dengan alas tangan. √ √ √ √ √
j. Tidak sambil merokok √ √ √ √ √
k.Tidak sambil menggaruk anggota badan (telinga,
hidung, mulut dan bagian lainnya) √ √ √ √ √
l. Tersedia sabun. √ √ √ √ √
m. Tersedia tissue. √ √ √ √ √
TMS TMS TMS TMS TMS
Tabel 4.1 Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Penjamah Makanan Tahun 2013
(16)
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pertanyaan pada variabel peralatan. Hasil observasi menunjukkan seluruh pedagang tidak memenuhi kriteria pada variabel peralatan seperti yang telah ditentukan.
4.3.3. Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Sarana Penjaja
Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Sarana Penjaja dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Variabel P1 P2 P3 P4 P5
Y T Y T Y T Y T Y T Peralatan
a.Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.
√ √ √ √ √
b.Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air
bersih dan dengan sabun. √ √ √ √ √
c.Dikeringkan dengan alat pengering atau lap yang
bersih. √ √ √ √ √
d.Peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di
tempat yang bebas pencemaran. √ √ √ √ √
e.Tidak menggunakan kembali peralatan yang
dirancang hanya untuk sekali pakai. √ √ √ √ √
TMS TMS TMS TMS TMS
Variabel P1 P2 P3 P4 P5
Y T Y T Y T Y T Y T Sarana Penjaja
a.Konstruksi Sarana penjaja mudah dibersihkan √ √ √ √ √
b.Tersedia tempat untuk air bersih √ √ √ √ √
c.Tersedia tempat untuk penyimpanan bahan makanan √ √ √ √ √
d.Tersedia tempat untuk makanan jadi √ √ √ √ √
e.Tersedia tempat penyimpanan peralatan √ √ √ √ √
f.Tersedia tempat cuci peralatan √ √ √ √ √
g.Tersedia tempat cuci tangan √ √ √ √ √
h.Tersedia tempat sampah √ √ √ √ √
TMS TMS TMS TMS TMS
Tabel 4.2 Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Peralatan Tahun 2013
Tabel 4.3 Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Sarana Penjaja Tahun 2013
(17)
Berdasarkan tabel 4.3 bahwa pada hasil observasi menunjukkan seluruh pedagang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan mengenai variabel sarana penjaja.
4.3.4. Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Sentra Pedagang
Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Sentra Pedagang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari hasil observasi menunukkan bahwa tidak satupun pedagang yang memenuhi persyaratan dalam variabel sentra pedagang.
4.3.5. Data Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan keberadaan Salmonella sp. pada daging burger dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Sumatera Utara Medan. Hasil pemeriksaan
Salmonella sp. pada daging burger dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Variabel P1 P2 P3 P4 P5
Y T Y T Y T Y T Y T Sentra pedagang
a.Lokasi pedagang harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka,
√ √ √ √ √
b.Jauh dari tempat pengolahan limbah √ √ √ √ √
c.Jauh dari tempat rumah potong hewan, √ √ √ √ √
d.Jauh dari jalan yang ramai dengan kecepatan tinggi. √ √ √ √ √
e. TMS TMS TMS TMS TMS
Tabel 4.4 Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Sentra pedagang Tahun 2013
(18)
Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Salmonella pada Daging Burger yang Dijual di Kelurahan Helvetia Timur Kecamanatan Medan Helvetia Kota Medan Tahun 2013
No Sampel Daging Burger Sebelum digoreng Sesudah digoreng
1 Sampel 1 Negatif Positif
2 Sampel 2 Positif Negatif
3 Sampel 3 Negatif Negatif
4 Sampel 4 Positif Negatif
5 Sampel 5 Negatif Negatif
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa adanya keberadaan Salmonella sp pada daging burger yang sebelum digoreng yaitu pada sampel 2 dan sampel 4. Sedangkan pada sampel daging burger sesudah digoreng Salmonella sp hanya terdapat pada sampel 1.
(19)
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hygiene dan Sanitasi Pedagang Burger 5.1.1 Hygiene Pedagang
Seluruh pedagang yang diteliti tidak satupun pedagang yang memenuhi persyaratan hygiene pedagangyang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003 Tentang Pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan. Kriteria yang paling banyak tidak dipenuhi pedagang adalah pedagang tidak menjaga kebersihan tangan, tidak memakai celemek, tidak memakai penutup kepala dan tidak menyediakan sabun.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003, tentang persyaratan higiene sanitasi rumah makan dan restoran, penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Tenaga pengolah atau penjamah makanan adalah semua orang yang melakukan kegiatan pengolahan makanan, dengan tidak melihat besarnya pekerjaan. Menurut FAO (2001) tenaga penjamah makanan adalah setiap orang yang secara langsung menangani makanan baik yang dikemas maupun tidak, menangani peralatan makanan atau yang melakukan kontak langsung dengan permukaan makanan.
Syarat utama pengolah makanan adalah memiliki kesehatan yang baik. Untuk itu disarankan pekerja melakukan tes kesehatan, terutama tes darah dan pemotretan rontgen pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran pernapasannya. Tes
(20)
kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali, terutama bagi pengolah makanan di dapur.
Orang-orang yang bekerja pada tahapan di atas juga harus memenuhi persyaratan sanitasi, seperti kesehatan dan kebersihan individu, tidak menderita penyakit infeksi dan bukan carrier dari suatu penyakit. Untuk personil yang menyajikan makanan harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan dan 1 tahun (Chandra, 2006).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003 Tentang Pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan bahwa penjamah makanan yang memenuhi syarat yaitu tidak menderita penyakit mudah menular misalnya seperti batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut sejenisnya. Menutup luka, menjaga kebersihan tangan, menjaga kebersihan kuku, menjaga kebersihan pakaian, memakai celemek, memakai penutup kepala, mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan, menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan atau dengan alas tangan, tidak sambil merokok, tidak sambil menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut dan bagian lainnya), tersedia sabun dan tissue.
5.1.2 Sanitasi Tempat Pedagang Burger
Masalah sanitasi makanan sangatlah penting, terutama di tempat-tempat umum yang erat kaitannya dengan pelayanan orang banyak. Salah satunya tempat penjualan burger merupakan tempat umum yang menyediakan makanan olahan yang
(21)
banyak di gemari masyarakat. Masyarakat kebanyakan lebih memilih makanan jananan yang dijual di luar dibandingkan memasak makanan jananan itu sendiri. Keberadaan usaha makanan jajanan, di sisi lain dapat membantu masyarakat apalagi bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003 Tentang Pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan, bahwa sanitasi tempat penejualan makanan jajanan harus memenuhi kriteria dalam hal peralatan, sarana penjaja dan sentra pedagang.
a. Peralatan
Alat-alat yang digunakan oleh pedagang harus aman dan terhindar dari pencemaran, baik itu pencemaran kimia, fisika maupun biologi. Peralatan harus bersih ketika ingin digunakan baik itu untuk memasak, menyajikan makanan dan menyimpan makanan.
Peralatan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan yaitu peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun lalu dikeringkan dengan pengering/lap yang bersih, kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran. Peralatan yang hanya dirancang untuk sekali pakai, peralatan tersebut dilarang digunakan kembali (Kepmenkes No. 942, 2003).
Kelima pedagang tersebut tidak satupun memenuhi variabel peralatan karena tidak satupun pedagang yang sepenuhnya menerapkan sanitasi seperti yang telah ditetapkan.
Variabel yang paling banyak tidak dipenuhi oleh pedagang yaitu pedagang tidak langsung mencuci peralatan yang sudah dipakai, misal alat memasak dan tempat
(22)
penggorengan. Alat-alat tersebut tidak langsung dicuci ketika selesai dipakai pada saat berjualan. Alat-alat tersebut akan dicuci pada saat penjual sudah selesai berjualan. Peralatan juga tidak di lap atau dikeringkan. Hanya dibiarkan saja sampai air mengering sendiri. Kemudian peralatan yang selesai dicuci tidak di lab atau tidak dikeringkan, hanya diletakkan saja di tempat penyimpanan, tidak di lap atau dikeringkan dan tidak disimpan di tempat penyimpanan peralatan, hanya diletakkan saja di suatu tempat yang tidak tertutup, dalam arti tidak bebas dari pencemaran. dengan alasan keterbatasan sumber air pada tempat berjualan, jadi peralatan yang digunakan hanya dicuci ketika setelah selesai berjualan.
b. Sarana Penjaja
Keberadaan sarana penjaja sangat penting untuk menunjang kebersihan. Oleh karena itu keberadaan sarana ini mutlak ada. Misalnya sarana air bersih, jika tidak ada air bersih maka peralatan apapun tidak akan bisa dibersihkan. Begitu juga dengan keberadaan sarana lainnya.
Sarana penjaja yang baik dan lengkap harus memenuhi persyaratan yaitu konstruksi Sarana penjaja mudah dibersihkan, tersedia tempat untuk air bersih, tersedia tempat untuk penyimpanan bahan makanan, Tersedia tempat untuk makanan jadi, tersedia tempat penyimpanan peralatan, tersedia tempat cuci peralatan, tersedia tempat cuci tangan dan tersedia tempat sampah. Kemudian tempat menjajakan makanan harus terlindung dari debu dan pencemaran (Kepmenkes No. 942, 2003).
Seluruh pedagang juga tidak memenuhi persyaratan pada variabel ini. Hal yang paling tidak banyak yang tidak dipenuhi oleh pedagang yaitu pedagang tidak menyediakan tempat untuk makanan jadi karena makanan langsung dihidangkan
(23)
kepada pelanggan begitu selesai dimasak. Pedagang juga tidak memiliki tempat penyimpanan peralatan, karena letak pedagang ini dipinggir jalan, peralatan semua diletakkan di tempat pengolahan makanan (stelling). Tempat pedagang berjualan tidak memiliki tempat cuci peralatan dan cuci tangan karena keterbatasan sumber air bersih yang dibawa dan tidak memiliki tempat sampah. Sampah hanya dikumpulkan di plastik.
Tempat cuci tangan ini tidak begitu penting menurut pedagang, karena pembeli burger tidak perlu harus mencuci tangan sebelum memakan burger. Pembeli burger dapat memakan langsung burger tersebut tanpa menyentuh langsung, karena burger dilapisi plastik dan tissue.
c. Tempat penjualan
Tempat untuk menjajakan makanan tidak boleh sembarangan tempat, karena lingkungan sekitar dapat mencemari makanan yang dijajakan jika tempat berjualan dekat dengan sumber pencemaran. Tempat yang berbahaya sebenarnya terletak di pinggir jalan raya, karena udara sekitar jalan raya dapat membawa pencemaran yang dapat mencemari makanan.
Tempat pedagang yang baik yaitu tempat/ lokasi pedagang harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, jauh dari tempat pembuangan limbah, jauh dari tempat rumah potong hewan dan jauh dari jalan yang ramai dengan kecepatan tinggi (Kepmenkes No. 942, 2003).
Seluruh pedagang tidak memenuhi kriteria dalam variabel sentra pedagang. Hal-hal paling banyak tidak dipenuhi oleh pedagang yaitu pedagang terletak dekat
(24)
dengan sumber pencemaran yaitu sampah, karena sampah pedagang ini hanya diletakkan di plastik yang terbuka dan pedagang ini dekat dengan jalan raya, ramai dan banyak kendaraan yang berkecepatan tinggi, jadi dengan keadaan begini kemungkinan makanan tercemar sangat besar.
Semua pedagang berjualan dekat dengan jalan raya dengan alasan jika berjualan di pinggir jalan, maka dapat langsung dilihat oleh konsumen yang berlalu lintas di jalan raya tersebut.
5.2 Keberadaan Salmonella sp pada Daging Burger
Berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pada daging burger terdapat Salmonella
sp. di dalamnya. Salmonella sp. terdapat 2 yang positif pada sampel daging burger
sebelum digoreng dan 1 yang positif pada burger yang sesudah digoreng. Sampel yang awalnya sebelum digoreng, Salmonella sp hanya ada di sampel 2 dan sampel 4. Kemudian setelah digoreng Salmonella sp tidak ada lagi pada sampel 2 dan sampel 4. Namun pada sampel 1, sebelum digoreng tidak terdapat Salmonella sp, namun setelah digoreng terdapat Salmonella sp.
Khususnya pada sampel 1 sebelum digoreng Salmonella Sp tidak ditemukan dalam sampel kemudian setelah digoreng terdapat Salmonella Sp pada sampel, ini dapat disebabkan oleh sanitasi pedagang yang kurang baik. Berdasarkan hasil observasi, pedagang 1 merupakan pedagang yang paling sedikit memenuhi persyaratan hygiene sanitasi. Sehingga pencemaran terjadi kemungkinan besar dari pedagang yang tidak menjaga kebersihan diri, peralatan yang digunakan tidak bersih dan lingkungan tempat berjualan yang tidak bersih pula.
(25)
Selain itu pedagang 1 memiliki cara pengambilan sampel yang berbeda dengan sampel keempat pedagang lainnya. Sampel sebelum dan sesudah digoreng tidak diambil dari satu daging burger, tetapi 2 daging burger yang berbeda. Hal ini disebabkan sangat banyaknya pelanggan dan keterbatasan waktu penyajian. Pedagang 1 ini sudah memasak banyak daging burger terlebih dahulu, kemudian daging tersebut diletakkan ditempat penyimpanan makanan tanpa penutup. Pedagang 1 ini juga tidak memasak daging burger dalam waktu yang lama, sehingga daging tersebut tidak matang secara keseluruhan. Oleh karena itu, pencemaran daging burger ini bisa saja terjadi karena keadaan yang telah dijelaskan diatas.
Sampel 2 dan sampel 4 awalnya positif mengandung Salmonella sp kemudian setelah digoreng menjadi negatif. Hal ini disebabkan pada saat penggorengan daging burger tersebut digoreng pada suhu yang mematikan Salmonella sp karena
Salmonella sp dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1
jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit.
Secara keseluruhan, keberadaan Salmonella sp kemungkinan disebabkan karena hygiene penjamah makanan. Berdasarkan dari hasil observasi, semua pedagang tidak mencuci tangan ketika hendak mengolah makanan. Oleh karena Salmonella sp dapat dibawa pada tangan, penting sekali tangan selalu dicuci setelah menggunakan toilet dan sebelum menyiapkan makanan. Tangan harus dicuci dengan sabun dan air selama sekurang-kurangnya 10 detik, disiram dan dikeringkan dengan baik. Khususnya harus diperhatikan bagian di bawah kuku tangan dan celah jari. Pencemaran Salmonella sp juga dapat melalui alat yang digunakan, kemudian cara pengolahan. Jika daging yang mengandung Salmonella sp tidak dimasak terlalu lama, maka Salmonella tidak akan
(26)
mati. Jadi sangat perlu diperhatikan untuk kebersihan penjamah makanan, kebersihan peralatan dan cara pengolahannya.
Salmonella mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak
selalu menimbulkan perubahan-perubahan dalam hal warna, bau maupun rasa dari makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi yang mengkonsumsi makanan tersebut dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi. Makanan-makanan yang sering terkontaminasi oleh Salmonellayaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olehannya, daging ayam, daging sapi serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Supardi, 1999).
Menurut Mulia (2005) Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Pencemaran makanan dapat disebabkan oleh 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang tidak baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan sususan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.
Dalam hal ini pencemaran bisa saja terjadi karena faktor fisik yaitu kondisi lingkungan yang kurang baik dan penjamah makanan yang tidak hygienis. Sehingga pedagang yang memiliki hygiene sanitasi yang buruk maka akan memudahkan pencemaran apapun masuk pada makanan.
(27)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap hygiene sanitasi pedagang burger beserta pembahasannya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Hygiene pedagang yang paling banyak memenuhi persyaratan kesehatan adalah pedagang 3 dan pedagang 5. Sedangkan pedagang yang paling sedikit memenuhi persyaratan hygiene pedagang adalah pedagang 1 dan pedagang 2 2. Sanitasi tempat berjualan burger yang paling banyak memenuhi persyaratan
kesehatan adalah pedagang 5 dan yang paling sedikit memenuhi persyaratan kesehatan adalah pedagang 1.
3. Ditemukan bakteri Salmonella sp pada 2 sampel daging burger sebelum digoreng dan ditemukan Salmonella sp pada 1 sampel pada daging burger sesudah digoreng.
(28)
6.2. Saran
1. Kepada konsumen agar memperhatikan kebersihan penjual dan tempat berjualan sebelum membeli burger.
2. Kepada dinas kesehatan bagian kesehatan lingkungan agar memberi himbauan kepada para pedagang agar hygiene dan sanitasi pedagang menjadi lebih baik.
3. Kepada pemerintah setempat, dalam hal ini Lurah Kelurahan Helvetia Timur agar mengatur sentra pedagang burger supaya dapat terhindar dari pencemaran lingkungan sekitar.
(29)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyehatan Makanan dan Minuman
Berdasarkan definisi dari WHO, makan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan (Chandra, 2006). Ada 4 fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia yakni:
1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.
2. Memeproleh energi guna melakukan aktifitas sehari-hari.
3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.
4. Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. Agar makanan berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat (gizi) yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005).
Makanan adalah sumber energi satu-satunya bagi manusia. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makananpun harus terus bertambah untuk mencukupi jumlah penduduk, apabila kecukupan pangan harus terus tercapai. Permasalahan yang timbul kemudian dapat disebabkan karena kualitas maupun kuantitas bahan pangan, hal ini tidak boleh terjadi karena tujuan manusia makan adalah untuk mendapatkan energi agar tetap dapat bertahan hidup,
(30)
dan tidak menjadi sakit karenanya. Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat penting (Mulia, 2005).
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi semakin besar. Tujuan mengkonsumsi pangan bukan lagi sekedar mengatasi rasa lapar, tetapi semakin kompleks. Konsumen semakin sadar bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk menjaga kesehatan tubuh. Selain itu, dewasa ini konsumen juga lebih selektif untuk menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi. Salah satu pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pemilihan adalah faktor keamanan makanan (Mulia, 2005).
Keamanan pangan menjadi prasarat bagi industri pangan dalam persaingan global. Tanpa adanya kepastian keamanan bagi produk pangan yang dihasilkannya, industri tersebut tidak akan dapat masuk dalam pasar internasional (Mulia, 2005). 2.1.1 Sanitasi Makanan
Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia, 2005). Menurut Chandra (2006) Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan , antara lain :
a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan b. Mencegah penularan wabah penyakit.
(31)
c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.
Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, seperti berikut:
a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. c. Keamanan terhadap penyediaan air
d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.
e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.
f. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan. 2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Makanan
Menurut Chandra (2006) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan makanan, manusia dan peralatan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan faktor makanan, antara lain : 1. Faktor Makanan
a. Sumber bahan makanan
Apakah diperoleh dari hasil pertanian, peternakan, perikanan atau yang lainnya, sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Contoh, hasil pertanian tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau dengan insektisida.
(32)
b. Pengangkutan bahan makanan
Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya, apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan penutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan agar tidak rusak. Contoh, mengangkut daging dan ikan dengan menggunakan alat pendingin.
c. Penyimpanan bahan makanan
Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi seperti berikut:
1. Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus atau serangga tidak bersarang.
2. Jika menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya.
3. Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur.
4. Memiliki sirkulasi udara yang cukup. 5. Memiliki pencahayaan yang cukup.
6. Dinding bagian bawah dari gudang harus di cat putih agar mempermudah melihat jejak tikus (jika ada).
(33)
7. Harus ada jalan dalam gudang: a. Jalan utama lebar 160 cm. b. Jalan antar lebar blok 80 cm c. Jalan antar rak lebar 80 cm d. Jalan keliling 40 cm d. Pemasaran Makanan
Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara dan memiliki alat pendingin. Contoh pasar yang memenuhi persyaratan adalah pasar swalayan atau supermarket. e. Pengolahan makanan
Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak.
f. Penyajian makanan
Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli. g. Penyimpanan makanan
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi dalam lemari atau alat pendingin.
2. Faktor Manusia
Orang-orang yang bekerja pada tahapan di atas juga harus memenuhi persyaratan sanitasi, seperti kesehatan dan kebersihan individu, tidak menderita penyakit infeksi dan bukan carrier dari suatu penyakit. Untuk personil yang menyajikan makanan harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian,
(34)
memiliki etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan dan 1 tahun.
3. Faktor Peralatan
Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolah makanan harus juga memenuhi persyaratan sanitasi.
Menurut Yuliarsih (2006) permasalahan sanitasi makanan yang menyangkut nilai gizi ataupun mengenai komposisi bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, kurang diperhatikan. Sanitasi makanan lebih ditekankan pada pengawasan terhadap pembuatan dan penyediaan bahan makanan agar tidak membahayakan bagi kesehatan.
1. Bahaya makanan untuk kehidupan
a. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat yang membahayakan untuk tubuh. b. Dalam makanan tersebut memang telah terdapat zat-zat yang
membahayakan kesehatan.
2. Hal-hal yang dapat membahayakan makanan bagi tubuh manusia. a. Zat-zat kimia yang bersifat racun
Biasanya karena kelalaian, misalnya menempatkan racun tikus atau insektisida dengan bahan-bahan dapur.
b. Bakteri-bakteri pathogen dan bibit penyakit lainnya, misalnya
Dipindahkan lalat dan feses, sayuran yang dicuci dengan air yang telah terkontaminasi, minum susu sapi yang berpenyakit TBC dan makan daging dari hewan yang sakit.
(35)
2.2 Pencemaran makanan
Menurut Mulia (2005) Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Pencemaran makanan dapat disebabkan oleh 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang tidak baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan sususan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obatan penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).
2.2.1 Makanan yang Rusak
Makanan yang rusak adalah makanan yang apabila dikontaminasi oleh manusia menyebabkan tidak sehat terhadap tubuh. Ini disebabkan oleh zat-zat kimia, biologi, dan enzim yang tidak bekerja secara wajar, pertumbuhan jasad renik yang dapat menimbulkan penyakit dan serangan yang dilakukan oleh serangga, pencemaran oleh cacing, salah mencampur atau mengaduk ramuan serta pencemaran benda-benda asing pada makanan. Makanan yang rusak dapat berarti juga makanan
(36)
yang merupakan tempat yang baik bagi berkumpul dan singgahnya bakteri atau racun-racun yang mereka timbulkan dalam jumlah dan volume tertentu yang mengakibatkan makanan menjadi keracunan sehingga tidak sehat lagi jika dikonsumsi oleh manusia (Saksono, 2007).
Makanan yang rusak bisa terjadi karena pemilihan bahan yang keliru, pembuatan ramuan yang tidak tepat, penanganan yang salah, pembungkusan yang kurang layak, penyimpanan yang tidak benar, penggunaan suhu dan kelembaban yang mengikuti petunjuk, peyajian yang ceroboh serta perlakuan yang bertentangan dengan sifat-sifat makanan itu sendiri. Makanan yang rusak bisa menjalar ke makanan yang sehat jika tidak diwaspadai, karena bisa terjadi pencemaran silang sehingga merugikan dalam jumlah dan nilai yang besar, baik bagi keluarga pengguna makanan , masyarakat dimana makanan yang rusak itu berada, serta pada industri makanan dan industri pelayanan makanan (Saksono, 2007).
Makanan yang rusak ada yang bisa diketahui dari wujudnya atau penampilannya, baunya, terdapat benda-benda asing yang tidak layak pada makanan, namun ada juga yang tidak bisa diketahui secara langsung. Peranan pembungkus adalah besar sekali untuk makanan yang terbungkus, baik dengan pembungkus plastik, kertas atau dalam kaleng, dimana pembungkus yang sudah tercemar oleh jasad renik bisa menyebabkan pencemaran pada makanan yang dibungkus. Karena itu, penanganan yang benar terhadap makanan, dan pemilihan serta cara pembungkusan yang baik bisa menekan sekecil mungkin terjadinya kerusakan pada makanan, sehingga penyakit karena makanan pada pencernaan manusia bisa dikurangi (Saksono, 2007).
(37)
2.2.2 Faktor Penyebab Makanan Menjadi Berbahaya
Menurut Chandra (2006) terdapat 2 faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia antara lain :
1. Kontaminasi
Kontaminasi pada makanan dapat disebabkan oleh: a. Parasit, misalnya cacing dan amuba.
b. Golongan mikroorganisme, misalnya Salmonella dan shigella. c. Zat kimia, misalnya bahan pengawet dan bahan pewarna.
d. Toksin atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti stafilokokus dan Clostridium botulinum.
2. Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi tiga golongan:
a. secara alami makanan itu telah mengandung zat kimia beracun, misalnya singkong yang mengandung HCN dan ikan dan kerang yang mengandung unsur toksik tertentu (logam berat, misal Hg dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem syaraf dan napas.
b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning).
c. Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan terkontaminasi dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agen penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan
(38)
setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Contoh penyakitnya antara lain typhoid abdominalis dan disentri basiler. 2.2.3 Kontaminasi Makanan
Menurut Chandra (2006) kontaminasi makanan dapat terjadi akibat agen penyakit yang menyebabkan infeksi atau akibat proses pembusukan. Pembusukan dapat terjadi secara alami akibat enzim-enzim yang ada dalam makanan itu sendiri, misalnya pembusukan pada durian dan sayuran. Makanan yang busuk adalah makanan yang sudah mengalami proses sedemikian rupa sehingga tidak dapat dimakan manusia. Untuk dapat menyatakan bahwa suatu makanan memang telah busuk , kriteria makanan busuk berikut harus terpenuhi.
a. makanan yang telah mengandung toksin atau bakteri.
b. Makanan yang rusak dan jika dikonsumsi dapat menyebabkan keracunan. Untuk menentukan apakah suatu makanan masih dapat dimakan atau tidak, makanan tersebut harus memenuhi kriteria berikut.
a. makanan berada dalam tahap pematangan yang dikendalikan.
b. Makanan bebas dari pencemaran sejak tahap produksi sampai tahap penyajian atau tahap penyimpanan makanan yang sudah diolah.
c. Bebas dari perubahan-perubahan fisik, kimia yang tidak diketahui atau karena kuman pengerat, parasit atau karena pengawetan.
d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang dibawa oleh makanan, tetapi menampakkan keadaan-keadaan kegiatan pembusukan yang dikehendaki, seperti keju, tempe dan susu.
(39)
Selain itu, kita juga perlu mengetahui sifat atau karakteristik suatu jenis makanan. Berdasarkan kerentanannya terhadap proses pembusukan, makanan dapat dibagi ke dalam tiga golongan, seperti berikut.
a. Nonperishable food (stable food)
Nonperishable food adalah makanan yang sifatnya stabil dan tidak mudah rusak
kecuali jika mendapat perlakuan yang tidak baik. Contoh makanan semacam ini diantaranya gula, makroni, mie kering, tepung dan makanan kaleng. Makanan kaleng akan mengalami perubahan jika kemasan (dalam hal ini kaleng) bocor atau rusak. Bakteri tahan asam yang mengontaminasi makanan kaleng itu tidak akan mati dengan pemanasan dan justru akan memproduksi spora. Spora kemudian berkembang biak dan memproduksi racun yang memicu proses pembusukan pada makanan. Sama halnya, spesies Clostridium nigrificans, menyebabkan proses pembusukan yang mengeluarkan bau semacam bau telur busuk.
b. Semiperishable food
Semiperishable food adalah makanan yang sifatnya semistabil dan agak
mudah busuk. Contohnya antara lain roti kering dan kentang.
c. Perishable food
Perishable food adalah makanan yang sifatnya tidak stabil dan mudah busuk.
Contohnya makanan semacam ini adalah ikan, daging, susu dan telur. 2.2.4 Hubungan Suhu dan Waktu
Menurut Chandra (2006) hubungan suhu-waktu (time-temperature relationship) adalah hubungan antara waktu dan suhu pada suhu pemanasan pada
(40)
makanan agar kuman yang terdapat dalam makanan dapat mati dengan waktu pemanasan tertentu yang diperkirakan adekuat. Suhu optimum pertumbuhan adalah suhu yang paling baik untuk pertumbuhan kuman.
Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibagi ke dalam 3 golongan, seperti berikut:
1. Termofilik : 45-60o 2. Mesofilik : 20-45
C
o
3. Psikofilik : 0-(-20) C
o
Sementara itu termal death adalah kematian yang terjadi akibat pemanasan. Kejadian ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut.
C
1. Konsentrasi kuman
Makin tinggi konsentrasi kuman, waktu yang diperlukan semakin lama. 2. Riwayat mikroorganisme
a. Suhu waktu pembiakan b. Umur dari pertumbuhan c. Fase pertumbuhan d. Komposisi substrat
Bigelow dan Esty dalam Chandra (2006) membuat tabel pembiakan mikroorganisme yang dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu. Sampel yang digunakan adalah 5000 spora flatsour bakteri per CC corn juice. Pada waktu pengolahan perlu diperhatikan bahwa bahan makanan yang sudah rusak harus dibuang, sedangkan zat-zat yang berguna di dalam makanan jangan sampai terbuang.
(41)
Hindari penggunaan bahan makanan yang beracun atau jangan mengolah makanan berdekatan dengan zat atau bahan beracun.
Tabel. 2.1 Pembiakan Mikroorganisme pada Suhu dan Waktu Tertentu
Suhu (oC) Waktu (detik)
100 1200
105 600
110 190
115 70
120 19
125 7
130 3
135 1
Tabel 2.2 Hubungan Suhu-Waktu pada Mikroorganisme
Mikroorganisme Suhu (oC) Waktu (detik)
Gonorrhea 2-3 50
S. typhosa 4,3 50
S. aureus 18,4 60
E. coli 20-30 57
S. haemophyllus 15 70-75
Lactobacillus 30 71
2.3. Bakteri
2.3.1 Karakteristik Bakteri
Nama bakteri berasal dari bahasa yunani, yaitu bakterian yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya), berbiak dengan pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut bentuknya yang kadang tercermin pada namanya ( Purnawijayanti, 2001).
(42)
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga golongan yaitu golongan basil, dan kokus dan golongan spiril. Basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, bergandengan dua disebut
diplobasil. Kokus adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini
tidak sebanyak golongan hasil. Kokus ada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher disebut steroptococcus, ada yang bergandengan dua disebut
dicoccus, ada yang mengelompok berempat disebut tetracoccus, kokus yang
mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilococcus, sedang yang mengelompok seperti kubus disebut sarsina (Purnawijayanti, 2001).
Spiril ialah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan kokus maupun golongan basil. Pada umumnya bakteri itu kecil sekali, sehingga kita memerlukan mikroskop untuk mengamatinya. Kokus berdiameter antara 0,5µ-2,5µ. Basil lebarnya antara 0,2µ-2,0µ, sedang panjangnya antara 1µ-15µ. Sel bakteri ini terdiri atas dinding sel, sitoplasma dan bahan inti (Purnawijayanti, 2001).
Kebanyakan dari bakteri mati jika tidak ada makanan atau dalam keadaan tidak cocok. Tetapi bakteri tertentu dapat membentuk spora. Istilah spora pada bakteri mempunyai arti lain. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar atau bentuk tidak aktif dari bakteri apabila lingkungannya tidak sesuai. Misalnya, suhu tinggi atau rendah. Kondisi kering dan kondisi lain yang tidak meguntungkan. Dalam bentuk spora,
(43)
bakteri ini tidak mati. Segera setelah keadaan luar baik lagi bakteri, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah bakteri sebagaimana biasanya ( Purnawijayanti, 2001). 2.3.2 Faktor- faktor Pendukung Pertumbuhan Bakteri
Bakteri memerlukan faktor-faktor yang kompleks untuk mendukung pertumbuhannya, antara lain :
1. Suhu
Berdasarkan suhu pertumbuhannya, maka bakteri mempunyai sifat tumbuh yang terbagi atas:
a. psikrofilik, yaitu mempunyai daerah tumbuh antara 0-30o
b. Mesofilik, yaitu mempunyai daerah tumbuh antara 25-37
C
o
C dengan temperatur minimum 15oC dan maksimum antara 45-55o
c. Termofilik, yaitu yang mempunyai daerah tumbuh di atas 40
C, contoh:
Salmonella sp..
o
C umumnya 55-60oC dan maksimum 75o
2. Nutrisi/ Makanan
C (Supardi, 1999). Contoh : E. Coli.
Seperti halnya makhluk hidup lainnya, bakteri juga memerlukan makanan sebagai sumber zat gizi untuk tumbuh dan berkembang biak. Biasanya bahan makanan yang baik untuk manusia disukai pula oleh bakteri karena memiliki jumlah zat gizi yang penting dan tersedia untuk perkembangan bakteri.
3. Air
Bakteri memerlukan air untuk kehidupannya. Prinsip ini sering kita gunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dalam makanan, yaitu dengan mengurangi kadar air di dalam bahan makanan sehingga bakteri tidak dapat
(44)
tumbuh di dalamnya. Bahan makanan kering atau produk makanan yang diproses dengan penggulaan atau penggaraman seperti selai, dodol, ikan asin, telur asin dan lain-lain awet karena bahan-bahan tersebut tidak mengandung air yang cukup untuk pertumbuhan bakteri yang dapat merusak makanan. 4. Keasaman/ Nilai pH
Bakteri dan patogen umumnya memerlukan nilai pH lebih tinggi dari 4,6 sampai pH netral (pH 7) untuk dapat tumbuh dengan baik. Dengan demikian, secara alami ada bahan-bahan makanan yang kurang disukai oleh bakteri karena memiliki pH kurang dari 4,6. Termasuk dalam kelompok ini antara lain vonegar, mayonaise dan tomat. Sebaliknya, banyak pula bahan makanan yang disukai oleh bakteri karena memiliki pH lebih dari 4,6 anatara lain daging, ikan, ayam , keju, udang dan lain-lain. Dengan demikian, bahan-bahan makanan tersebut harus ditangani dengan memperhatikan prosedur sanitasi yang memadai, agar tidak terkontaminasi oleh bakteri perusak dan patogen.
5. Oksigen
Bakteri dikelompokan menjadi bakteri aerobik bila untuk pertumbuhannya mutlak memerlukan oksigen, anaerobik bila tidak memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya dan anaerobik fakultatif dapat tumbuh dalam kondisi tidak ada oksigen, tetapi lebih suka dalam lingkungan yang ada oksigen.
6. Waktu
Jika bakteri menemukan keadaan yang cocok, pertumbuhan dan reproduksi terlaksana. Bakteri berkembang biak dengan membelah diri. Dari satu sel
(45)
tunggal menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi depalan dan seterusnya. Dalam lingkungan dan suhu yang cocok, bakteri membelah diri setiap 20-30 menit. Dalam kondisi yang mereka sukai itu, maka dalam 8 jam satu sel bakteri telah berkembang sampai 17 juta sel dan menjadi satu milyar dalam 10 jam.
7. Kelembaban
Sel-sel bakteri terdiri dari 80% air. Air adalah kebutuhan esensial mereka, tetapi bakteri tidak dapat menggunakan air yang mengandung zat-zat yang terlarut dalam konsentrasi tinggi, seperti gula dan garam. Larutan pekat, misalnya garam 200mg/liter tidak menunjang pertumbuhan bakteri.
8. Cahaya
Bakteri biasanya tumbuh dalam gelap, walaupun ini bukan suatu keharusan. Tetapi sinar ultraviolet mematikan mereka dan ini dapat digunakan untuk prosedur sterilisasi ( Purnawijayanti, 2001).
2.4. Salmonella sp.
2.4.1 Klasifikasi Salmonella sp..
Salmonella adalah salah satu penyebab utama foodborne disease di seluruh
dunia. Menurut D’Aoust (2001) yang dikutip oleh Restika (2012) genus Salmonella dibagi menjadi dua jenis, yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Sampai saat ini, lebih dari 2500 serovar Salmonella enterica telah diidentifikasi dan kebanyakan serovar memiliki potensi untuk menginfeksi berbagai spesies hewan dan manusia. Menurut Clavijo (2006) yang dikutip oleh Restika (2012) serovar dari
(46)
epidemiologis. Sebagai contoh, serovar Typhi hanya dapat menginfeksi manusia, sedangkan serovar Typhimurium dan Enteritidis dapat menginfeksi berbagai host, termasuk manusia, tikus, dan unggas. Serovar juga menunjukkan rute transmisi yang berbeda. Typhimurium lebih mudah menular kemanusia melalui daging ayam, sedangkan Enteritidis umumnya menular ke manusia melalui telur ayam.
Berdasarkan taksonomi, klasifikasi Salmonella sebagai berikut D’Aoust (2001) dalam Restika (2012):
Phylum : Bacteria ( Eubacteria) Class : Prateobacteria
Ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriae Genus : Salmonella Species : Salmonella sp.
Menurut Seputro (1978) dalam Ginting (2005) Terdapat tiga species utama dari Salmonella sp. yaitu S. cholerasuis, dan S.enteretidis. selain itu juga terdapat species Salmonella sp yang lain yaitu S. arizonae, S. belfast, S. blokey, S. dublin, S.
gallinarum, S. heidelberg, S. hirscfeldii, S. infantis, S. janiana, S. loma-linda, S.
newport, S. sain-paul, S. schottmuellery, S. Stokholm, S. Thomson, S. Wein, S.
Weyberge, S. Virchow, S. Hadar, tetapi paling sering ditemukan di air adalah S.
entereditis dan S. typhimurium.
Menurut Sanropie (1984) dalam Ginting (2005) Salmonella sp. adalah kuman berbentuk batang dan bergerak, gram negatif, anaeraob fakultatif. Salmonella sp. telah dikenal sebagai penyebab penyakit lebih dari 100 tahun. Salmonella sp. ditemukan oleh seorang ilmuan Amerika Dr. Daniel E. Salmon, terdapat lebih dari 2300 serotipe Salmonella sp.
(47)
2.4.2 Sifat Salmonella sp.
Salmonella sp. tumbuh dengan cepat pada pembenihan biasa tapi tidak
meragikan laktosa atau sukrosa. Kuman ini menghasilkan asam dan beberapa gas dari glukosa dan manosa. Kuman ini cendrung menghasilkan hidrogen sulfida (H2
Salmonella sp. resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilian,
natrium tetratiumat dan natrium dioksikholat), senyawa ini menghambat kuman koliform karena bermanfaat untuk isolasi Salmonella sp. dari tinja (Jawetz, 1995).
S). kuman ini dapat hidup di air yang dibekukan dalam waktu yang lama.
Menurut (Jawetz, 1995) dalam (Ginting, 2005) Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada temperatur 5-47 °C dengan pertumbuhan optimum 35-37 °C. Namun, ada beberapa serovar yang mampu tumbuh pada temperatur 4 °C. Salmonella sensitif terhadap temperatur tinggi dan dapat mati dengan proses pasteurisasi. Dalam makanan beku, jumlah Salmonella menurun perlahan-lahan karena temperatur penyimpanan menurun .
Menurut (Fernandes, 2009) dalam (Restika, 2012) Salmonella memiliki rentang pertumbuhan pada pH 3.8-9.5 dengan kondisi yang ideal dan keasaman yang sesuai. Pertumbuhan Salmonella mencapai optimum pada pH antara 6.5-7.5. Beberapa serovar dapat mati pada pH di bawah 4.0, tergantung tipe keasaman dan temperatur.
S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Setelah mencapai usus, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah
(48)
bakteriemi II. Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll. Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya Salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (Judarwanto, 2012).
Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, dan bahan tinja (Judarwanto, 2012).
2.5. Patogenesis Salmonella sp
Habitat bakteri salmonella adalah di dalam alat pencernaan manusia, hewan, dan bangsa burung. Oleh karena itu cara penularannya adalah melalui mulut karena makan/minum bahan yang tercemar oleh keluaran alat pencernaan penderita.
Salmonella akan berkembang biak di dalam alat pencernaan penderita, sehingga
terjadi radang usus (enteritis). Radang usus serta penghancuran lamina proprialat pencernaan oleh penyusupan (proliferasi) Salmonella inilah yang menimbulkan diare, karena salmonella menghasilkan racun yang disebut cytotoxindan enterotoxin (Dharmojono, 2001).
Salmonella mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak
(49)
makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi yang mengkonsumsi makanan tersebut dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi. Makanan-makanan yang sering terkontaminasi oleh Salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olehannya, daging ayam, daging sapi serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Supardi, 1999).
Keberadaan Salmonella sp pada makanan tidak selalu dapat menimbulkan penyakit pada manusia, hal ini tergantung pada jumlah Salmonella yang terdapat pada makanan. Dosis infektif bagi manusia adalah 105 – 108 Salmonella sp. Selain itu daya tahan tubuh manusia juga sangat berpengaruh. Apabila daya tahan tubuh rendah, maka Salmonella mudah untuk menibulkan penyakit pada manusia.
Jay (2000) menjelaskan bahwa khusus untuk S. enteritidis dapat ditemukan di dalam telur dan ovarium ayam yang bertelur, dengan kemungkinan jalur penularannya sebagai berikut: (1) transovarium; (2) translokasi dari peritonium ke kantong kuning telur atau oviduk; (3) mempenetrasi kerabang telur sewaktu telur bergulir menuju kloaka; (4) pencucian telur; (5) pengolahan makanan. Salmonella akan berpenetrasi ke dalam telur dan terperangkap di dalam membran, kemudian akan diingesti oleh embrio. Habitat utama Salmonella pada ayam adalah saluran pencernaan, termasuk caecum. Apabila Salmonella ada di dalam tubuh ayam, maka ayam akan bertindak sebagai carrier sepanjang hidupnya (Jay, 2000).
Menurut Ray (2001) manusia dapat bertindak sebagai carrier setelah terinfeksi dan menyebarkannya melalui feces untuk waktu yang cukup lama, selain itu dapat juga terisolasi dari tanah, air, dan sampah yang terkontaminasi feces. Salmonella di
(50)
dalam tubuh host akan menginvasi mukosa usus halus, berbiak di sel epitel dan menghasilkan toxin yang akan menyebabkan reaksi radang dan akumulasi cairan di dalam usus. Kemampuan Salmonella untuk menginvasi dan merusak sel berkaitan dengan diproduksinya thermostable cytotoxic factor. Salmonella ada di dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan thermolabile enterotoxin yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan elektrolit.
Salmonellosis memperlihatkan tiga sindrom yang khusus yaitu terjadinya
septikemia, radang usus akut yang kemudain menjadi radang usus kronik. Pada kejadian akut penderita sangat depresif, demam (suhu badan antara 40,5-41,50
Menurut Supardi dan Sukamto (1999) Salmonella typhi dapat menyebabkan demam dan gejala tifoid yang akan berlangsung selama 3-4 minggu. Perforasi sering terjadi pada minggu ke tiga atau keempat dari penyakitnya. Akibat adanya komplikasi dari demam tifoid antara lain:
C), diare profuse, sering kali memperlihatkan aksi merejan disertai mulas yang sangat hebat (tenesmus). Feces berbau amis dan berlendir, bersifat fibrin (fibrinous casts), kadang-kadang mengandung kelotokan selaput membrane usus dan terdapat gumpalan-gumpalan darah. Pada kuda, diare yang hebat cepat menyebabkan dehidrasi dan kuda dapat mati dalam waktu 24-48 jam kemudian (Dharmojono, 2001),
1) Pada tulang menyebabkan periostitis dan osteomielitis 2) Abses ginjal
3) Endokarditis ulseratif 4) Pneumonia atau empiema
(51)
5) Kolesistitis akut
Penderita yang telah sembuh dari demam tifoid, ternyata 2-5% diantaranya masih mengandung S. typhi di dalam tubuhnya selama 1 tahun. Bahkan ada yang menetap sepanjang umur manjadi carrier kronik. Pada carrier kronik S. typhi umumnya berada dalam kantung empedu, jarang pada saluran kemih. Biasanya akan dikeluarkan dari tubuh melalui tinja dan air kemih (Supardi, 1999).
Pada ternak sapi dan domba yang sedang bunting dapat terjadi keguguran. Pada anak-anak yang baru berumur beberapa minggu, bila menderita diare
Salmonellosis angka kematiannya sangat tinggi. Pada babi terlihat perubahan warna
kulit menjadi merah keunguan, terutama dibagian telinga dan perut bagian bawah, terlihat juga gejala-gejala syaraf dan radang paru (pneumonia). Dalam kondisi demikian angka kematian dapat mencapai 100%. Pada keadaan infeksi yang sudah kronik hewan menjadi kurus, demam intermiten, diare yang persisten dan sulit sekali diobati, malah menjadi hewan pembawa penyakit. Salmonellosis pada anjing dan kucing jarang menyebabkan septicemia, mereka dapat menjadi asimptomatik dan menjadi pembawa (life carrier) (Dharmojono, 2001).
2.6. Dampak kesehatan
Salmonella merupakan bakteri yang ditemukan di Amerika pada tahun 1899
Sakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut Salmonelosis. Salmonellosis telah dikenal di semua negara, tetapi yang paling sering berpotensi terjadi yaitu di daerah peternakan secara intensif, khususnya di babi, unggas. Penyakit itu dapat mempengaruhi semua jenis hewan, hewan muda dan bunting dan yang berpotensi adalah hewan yang sedang menyusui. Ternak yang yang rawan terhadap
(52)
Salmonellosis diantaranya sapi, domba, kambing, babi yang muda demikian juga
dengan hewan kesayanagan seperti anjing, kucing, kelinci dan hamster (Dharmojono, 2001).
Salmonellosis merupakan penyakit yang menular pada manusia (zoonosis).
Kejadian Salmonellosis semakin meningkat dengan semakin banyaknya warung-warung makanan yang tidak higienik. Sumber penularan berupa keluaran (eksresi) hewan dan manusia baik dari hewan ke manusia maupun sebaliknya. Salmonellosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh organisme dari 2 jenis Salmonella (S. enteritica dan S. bongori), meskipun sebagai bakteri yang terdapat di saluran pencernaan, Salmonella menyebar luas di lingkungan, umumnya ditemukan pada sampah dan bahan-bahan yang berhubungan dengan kontaminasi fekal. Mikroorganisme ini juga ditemukan di peralatan pakan, menyebabkan penyakit infeksi pada hewan khususnya babi dan unggas. Infeksi Salmonella dari pangan asal hewan memiliki peranan penting dalam kesehatan masyarakat dan khususnya pada keamanan pangan sehingga produk pangan asal hewan dipertimbangkan menjadi sumber utama pada infeksi Salmonella pada manusia. Pakan yang terkontaminasi
Salmonella menjadi sumber paling umum pada infeksi hewan. Kontaminasi pakan
sering disebabkan oleh serovar Salmonella yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, peralatan pakan, khususnya daging dan tepung tulang seharusnya diselidiki/investigasi akan kehadiran dari Salmonella. Salmonellosis adalah salah satu penyakit zoonosis yang disebut foodborne diarrheal diseases dan terdapat di seluruh dunia. Disebut foodborne diarrheal disease karena penyakit ini ditularkan oleh ternak carrier yang sehat ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi Salmonella spp.
(53)
dan menyebabkan enteritis, di negara berkembang seperti Indonesia, dokter praktek dan rumah sakit sering menerima pasien dengan diagnosa thypus atau parathypus dengan insiden yang cukup tinggi sepanjang tahun. Insidensi Salmonellosis di negara-negara berkembang yang menyerang manusia meningkat antara tahun 1980-1990an, sejalan dengan semakin intensifnya budidaya ternak dan munculnya klon-klon
Salmonella baru (Dharmojono, 2001).
2.6.1 Ciri-ciri Penyakit yang Disebabkan oleh Salmonella sp 1. Gastroenteritis
Gastroenteritis yang disebabkan oleh Salmonella merupakan infeksi pada usus dan terjadi lebih dari 18 jam setelah bakteri patogen itu masuk ke dalam host. Ciri-cirinya adalah demam, sakit kepala, muntah, diare, sakit pada abdomen (abdominal pain) yang terjadi selama 2 - 5 hari. Spesies yang paling sering menyebabkan gastroenteritis ialah S.typhi. Kehilangan cairan dan kehilangan keseimbangan elektrolit merupakan bahaya bagi anak-anak dan orang tua.
2. Septikemia
Septikemia oleh Salmonella menunjukkan ciri-ciri demam, anoreksia dan anemia. Infeksi ini terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Lesi-lesi dapat menyebabkan osteomielitis, pneumonia, abses pulmonari, meningitis dan endokarditis. Spesies utama yang menyebabkan septisemia ialah S. cholera-suis.
3. Demam-demam enterik
Demam enterik yang paling serius adalah demam tifoid. Agen penyebabnya adalah S. typhi. Selain itu S. paratyphi A dan B bisa menyebabkan demam enterik tetapi tidak terlalu berbahaya dan resiko kematiannya lebih rendah. Manusia
(54)
merupakan hos tunggal untuk S. typhi, ciri-cirinya antara lain lesu, anoreksia, sakit kepala, kemudian diikuti oleh demam. Pada waktu tersebut S. typhi sedang menembus dinding usus dan masuk ke dalam saluran limfa. Melalui saluran darah S.
typhi menyebar ke bagian tubuh lain. Insidensi kematian yaitu antara 2 - 10%; lebih
3% penderita demam tifoid menjadi carrier kronik. 2.7. Daging
Daging adalah bagian hewan yang disembelih (sapi, kerbau, kambing, domba) yang dapat dimakan dan berasal dari otot skelet atau yang terdapat pada diafragma, jantung, dengan atau tidak mengandung lemak. Daging merupakan otot hewan yang tersusun dari serat-seratyang sangat kecil yang masing-masing serat merupakan sel memanjang. Sel serat otot mengandung dua macam protein yang tidak larut, yaitu kolagen dan elastin yang terdapatpada jaringan ikat (Anonimous, 2001).
Menurut Soeparno (1992) daging didefenisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua hasil produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Djafar, dkk. (2006) menyatakan bahwa pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang selalu mendapat perhatian untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Selain sebagai sumber gizi, jugaperlu diperhatikan keamanan pangan serta aman, bermutu dan bergizi baik disamping itu produk pangan dapat berpengaruh kepada peningkatan derajat kesehatan.
Daging adalah bagian dari otot skeletal dari ternak hewan yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi oleh manusia. Dapat berupa daging segar, daging segar dingin atau daging beku. Daging terdiri dari tiga komponen utama, yakni : jaringan otot,
(55)
jaringan ikat dan jaringan lemak. Jaringan otot menyusun 50-60% karkas, unit struktural jaringan otot adalah serabut otot dan serabut otot terdiri dari myofibril-miofibril. Myofibril terdiri dari serabut-serabut halus yang dinamakan miofilamen. Miofilamen terdiri dari filament aktin yang tipis
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Dari tingkat kealotan daging merupakan sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna dibanding protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250 kkal/100g (Astawan, 2008).
dan filament myosin yang tebal. Kedua filament tersebut berperan dalam kontraksi dan relaksasi otot (Afifah, 2009)
Daging segar yang bermutu baik sangatlah diperlukan untuk menghasilkan suatu produk daging olahan yang bermutu baik pula, sehingga disamping peralatan dan penanganan yang memadai. Kualitas daging segar ditentukan oleh faktor-faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang berpengaruh terhadap kualitas daging meliputi : genetik, spesies, tipe, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral) dan stress. Faktor setelah pemotongan antara lain : metode pelayuan, metode pemasakan, pH karkas, daging,
(56)
bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, metode penyimpanan serta jenis dan lokasi otot (Soeparno, 2005).
Daging segar memiliki permukaan daging yang lembab, tidak basah, tidak kering dantidak ada lendir. Selain itu daging yang bermutu ditandai dengan permukaan daging yang bersih, bebas dari kotoran-kotoran yang nampak oleh mata. Daging yang kotor akan mudah rusak atau busuk (Lukman, 2008).
Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Bau daging dari hewan yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat dari pada hewan betina (Lukman, 2008).
Setelah proses pemotongan, sangat dianjurkan agar daging disimpan pada suhu dingin(<4>oC) untuk mempertahankan mutu daging serta untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan dan perkembang-biakan kuman. Daging yang disimpan pada suhu 0-2oC dapat bertahan selama 2-3 hari (daging dikemas). Untuk daging giling yang disimpan pada suhu 0-4o
2.7.1 Daging Burger
C akan bertahan sampai 12 jam (Lukman, 2008).
Burger adalah sejenis makanan siap saji yang biasanya berisi daging burger, selada, tomat dan telur. Daging burger adalah jumlah daging sapi yang telah digiling halus dan dimasak serta dipipihkan dan dibentuk lingkaran (Ginting, 2009).
Daging burger adalah daging cacah (biasanya daging sapi, tetapi kadang juga daging lain) yang dibentuk bulat, kemudian dipipihkan, digoreng dengan mentega atau dipanggang di atas bara, biasanya dimakan sebagai isi roti bulat, diberi daun selada, saus tomat, dan bumbu lainnya (Cory, 2009)
(57)
Daging burger merupakan produk daging giling segar. Komposisi utama burger adalah daging, umumnya mencapai 80 persen. Syarat mutu hamburger yang baik adalah lemak sapi yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% serta air, bahan pengikat, dan bahan pengisi (Astawan, 2008). Menurut Cory (2009) bahwa burger adalah produk olahan daging yang digiling dan dihaluskan sebanyak 80% dicampur bumbu dan lemak yang tidak lebih dari 30%. Namun dalam pengolahan daging terutama daging burger, akan mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas daging itu sendiri.
Pemasakan burger dapat dilakukan dengan cara pemanggangan, penggorengan, atau pemasakan dengan microwave. Tujuan pemasakan adalah menyatukan bahan, memantapkan warna, meningkatkan juice, menginaktifkan mikroba, dan memperbaiki penerimaan konsumen. Lama pemasakan tergantung pada ukuran burger dan suhu pemasakan. Penggorengan menyebabkan kehilangan air sekitar 5% dan kehilangan lemak yang cukup besar, tergantung metode pemasakan. Berdasarkan suhu minyak goreng, proses penggorengan dibedakan menjadi dua yaitu teknologi penggorengan memakai minyak goreng pada suhu rendah (suhu 130-170oC) dan teknologi penggorengan memakai minyak goreng pada suhu tinggi (suhu 180-200o
Pembuatan daging burger bukan merupakan hal yang sulit. Daging burger bahkan dapat dibuat sendiri dalam skala rumah tangga. Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan burger adalah daging giling atau daging cacah yang dibumbui, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, dan aneka bumbu. Daging yang digunakan pada pembuatan burger biasanya berasal dari potongan-potongan atau tetelan daging
(58)
hasil proses trimming. Hal itu yang menyebabkan daging burger mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Burger juga dapat dibuat dari bahan-bahan bukan daging, seperti kedelai atau tempe. Dari kedelai dapat dibuat daging tiruan yang selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan burger (Pabita, 2011)
Tabel 2.3. Komposisi Bahan yang digunakan pada Pembuatan Burger.
No Jenis bahan Isolat Protein Kedelai (%)
5 10 15
1 Daging yang dilayukan** 300 300 300
2 Lemak sapi* 0;5;10;15 0;5;10;15 0;5;10;15
3 Isolat Protein Kedelai (IPK) 5 10 15
4. Es Batu* 20 20 20
5 Garam* 3 3 3
6 Bawang putih* 1 1 1
7 Merica* 1 1 1
* Persentase (%) diperoleh dari jumlah daging yang digunakan ** Berat daging (gram)
Daging yang digunakan adalah daging yang dilayukan karena daging yang dilayukan mampu menguraikan tenunan ikat daging, daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat (Astawan, 2009).
Daging burger berupa daging giling yang dapat diperoleh dari pelumatan daging sapi maupun ayam. Daging yang telah dilumatkan diberi beberapa bahan tambahan pangan dan kemudian dicetak membulat untuk dijadikan sebagai isi burger yakni diletakkan di antara lapisan roti dan sayur (Astawan, 2009).
Bahan yang digunakan untuk membuat daging burger adalah daging cincang murni, telor, tepung roti, bawang Bombay, pala bubuk, merica bubuk, dan garam. Membuat daging burger sangat mudah, yaitu mencampur semua bahan hingga rata, lalu dibentuk bulat pipih. (Anonimous, 2010).
(59)
Berikut adalah cara pembuatan daging burger (Pabita, 2011) :
1. Daging dibersihkan dengan mengeluarkan lemak dan jaringan ikatnya kemudian dicuci bersih selanjutnya di potong kecil-kecil
2. Daging digiling menggunakan Food Prosessor.
3. ditambahkan garam, gula,bawang putih, merica dan es batu kemudian digiling
4. Menambahkan tepung isolat protein kedelai,
5. Menambahkan lemak pada adonan yang telah dibagi dalam empat bagian dimana masing-masing adonan ditambahkan lemak.
6. Adonan dibentuk menjadi bulatan yang setebal 2 cm.
7. Setelah itu masukkan ke dalam lemari pendingin. Selama kurang lebih 3 jam. 8. Kemudian dipanggang pada suhu 130o
9. Daging burger siap disajikan/digunakan.
(60)
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
syarat Batas maksimum Peraturan Ka. BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011
tahun 2009
Sebelum digoreng
Sesudah digoreng
keberadaan
Salmonella sp.
Gambar 2.1. Kerangka Konsep 2.8. Kerangka Konsep
Adapun .kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
Daging burger
Hygiene dan sanitasi
(61)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Salah satu pangan yang penting bagi manusia adalah pangan mengandung protein, yang dapat bersumber dari hewan maupun tumbuhan. Protein hewani dapat berasal dari produk hewan ternak ruminansia, unggas, maupun hasil laut.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makan adalah sumber energi bagi manusia. Secara umum makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi yang mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin dan mineral. Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat gizi yang dibutuhkan pada makanan (Megasari, 2011).
Agar makanan berfungsi sebagai mana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat gizi yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005). Makanan harus sehat, aman
(1)
4. Drs. Tukiman, MKM selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama menjalani perkuliahan di FKM USU.
5. Seluruh Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan dan seluruh Dosen FKM USU serta Kak Dian dan Bang Marihot yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
6. Kepada Ayahandaku dan Ibundaku tercinta Hery Syahputra Ginting dan Arliliwati Siregar, Terimakasih untuk kasih sayang hingga detik ini, untuk doa yang tidak pernah putus, untuk semua keringat, air mata dan semua perjuangan yang sangat berarti hingga saya menjadi seperti sekarang ini. 7. Kepada adik – adik ku tersayang, May Elisa Putry Ginting, Desi Trynanda
Ginting dan M. Jefry Ary Utama Ginting. Terimakasih untuk kasih sayangnya, terimakasih untuk hiburan dan motivasi, terimakasih juga karena telah menjadi sahabat yang baik.
8. Kepada yg tersayang Dody Usman, terimakasih untuk do’a, perhatian, kesabaran, dukungan dan juga kasih sayangnya. Terimakasih telah menjadi abang, sahabat dan terkadang menjadi lawan bertengkar. Terimakasih untuk semua yang telah diberikan selama ini.
9. Teman-teman kuliah Marina, Lili, Ika, Farah, Lia, Saura, Mawaddah, Yeni,
Rahas, Abdi, Ikhsan, Dika, Nabila, Kak Fitra, Bang Hengki serta teman-teman lainya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih
(2)
10. Teman-teman satu peminatan KESLING, teman PBL, LKP dan teman satu kampus yang telah memberikan bantuan dan saran.
11. Kepada sahabatku Desrani dan Julia, Terimakasih sudah menjadi sahabat terbaik semenjak saya SD sampai sekarang ini.
12. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran pembuatan skripsi penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Medan, Juli 2013
(3)
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Umum ... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyehatan Makanan dan Minuman ... 9
2.1.1 Sanitasi Makanan ... 10
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Makanan ... 11
2.2 Pencemaran Makanan ... 15
2.2.1 Makanan yang Rusak... 15
2.2.2 Faktor Penyebab Makanan Menjadi Berbahaya ... 17
2.2.3 Kontaminasi Makanan ... 18
2.2.4 Hubungan Suhu dan Waktu ... 19
2.3 Bakteri ... 21
2.3.1 Karakteristik Bakteri ... 21
2.3.2 Faktor-faktor Pendukung Pertumbuhan Bakteri ... 23
2.4 Salmonella sp. ... 25
2.4.1 Klasifikasi Salmonella sp. ... 25
2.4.2 Sifat Salmonella sp. ... 27
2.5 Patogenesis Salmonella sp. ... 28
2.6 Dampak Kesehatan ... 31
2.6.1 Ciri-ciri Penyakit yang Disebabkan oleh Salmonella sp. ... 33
2.7 Daging ... 34
2.7.1 Daging Burger ... 36
2.8 Kerangka Konsep ... 40
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 41
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 41
3.2.2 Waktu Penelitian... 41
3.3 Objek Penelitian ... 42
(4)
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 43
3.5.1 Data Primer ... 43
3.6 Definisi Operasional ... 43
3.7 Prosedur Kerja Pemeriksaan Salmonella sp. ... 44
3.7.1 Teknik Pengambilan Sampel ... 44
3.7.2 Alat dan Bahan ... 44
3.7.3 Cara Pemerikasaan ... 45
3.8 Aspek Pengukuran ... 46
3.9 Analisa Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah penelitian ... 47
4.1.1 Gambaran Kependudukan ... 47
4.2 Gambaran Lokasi Penelitian ... 48
4.3 Hasil Penelitian ... 48
4.3.1 Hasil Observasi Hygiene berdasarkan variabel penjamah makanan 48 4.3.2 Hasil Observasi Hygiene berdasarkan variabel peralatan ... 49
4.3.3 Hasil Observasi Hygiene berdasarkan variabel sarana penjaja ... 50
4.3.4 Hasil Observasi Hygiene berdasarkan variabel sentra pedagang .... 51
4.3.5 Data Pemeriksaan Laboratorium ... 51
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hygiene dan Sanitasi Pedagang Burger ... 53
5.1.1 Hygiene Pedagang ... 53
5.1.2 Sanitasi Tempat Pedagang Burger ... 54
5.2 Keberadaan Salmonella sp ... 58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 61
6.2 Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA
(5)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Pembiakan Mikroorganisme pada Suhu dan Waktu Tertentu.... 21 Tabel 2.2. Hubungan Suhu Waktu pada Mikroorganisme ... 21 Tabel 2.2. Komposisi Bahan yang digunakan pada Pembuatan Burger
... 38 Tabel 4.1 Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel
Penjamah Makanan Tahun 2013 ... 49 Tabel 4.2 Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel
Peralatan Tahun 2013 ... 50 Tabel 4.3 Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel
Sarana Penjaja Tahun 2013 ... 50 Tabel 4.4 Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel
Sentra Pedagang Tahun 2013 ... 51 Tabel 4.5 Data Pemeriksaan laboratorium ... 52
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Lembar Observasi ... 66 Lampiran 2 Peraturan Kepala Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 ... 68 Lampiran 3 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 942 Tahun 2003
Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan ... 70 Lampiran 4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 77 Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian ... 79