anak-anak yang memakan sosis yang menggunakan nitrit dan nitrat secara berlebihan Wahyudi, 2007.
Nitrit dalam jumlah besar dapat mengakibatkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh convultion, koma dan bila tidak segera ditolong akan
meninggal. Keracunan kronis menyebabkan depresi, sakit kepala dan gangguan mental Soemirat, 1994. Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk
mengetahui kadar kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan.
1.2. Perumusan Masalah
Produk daging sapi olahan seperti kornet, sosis, dendeng, abon, bakso, daging burger dan daging asap banyak beredar di masyarakat. Dalam hal pembuatan daging
olahan digunakan nitrit sebagai pengawet daging. Apabila jumlah yang diberikan berlebihan maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut
maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan, yang menjadi permasalahan yaitu apakah kadar nitrit yang terdapat pada
produk daging sapi olahan yang dijual diswalayan Kota Medan telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes RI No.1168MenKesPerX1999.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan yang dijual di swalayan Kota Medan tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kandungan nitrit yang terdapat pada produk daging sapi
olahan yang dijual di swalayan di Kota Medan tahun 2010. 2.
Menganalisa kandungan nitrit dari masing-masing jenis produk daging sapi olahan, dan dibandingkan dengan Permenkes RI Nomor
1168MenKesPerX1999 untuk dilihat apakah produk daging sapi olahan yang dijual di swalayan Kota Medan memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi
oleh masyarakat.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam mengkonsumsi produk daging sapi
olahan di Kota Medan. 2.
Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan BPOM tentang kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan di Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sanitasi Makanan
Berdasarkan definisi WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain
yang digunakan untuk pengobatan. Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia
yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat bisa saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut, antara lain, kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih,
dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menyelenggarakan
sanitasi makanan yang efektif, yaitu: 1.
Sumber Bahan Makanan Sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah
terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Misalnya pada daerah pertanian, menghindari pemakaian pestisida.
2. Pengangkutan Bahan Makanan
Pengangkutan dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan dan
tidak rusak.
Universitas Sumatera Utara
3. Penyimpanan Bahan Makanan
Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil maupun skala besar di gudang. tempat
penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi. 4.
Pemasaran Makanan Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain
kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara, dan memiliki alat pendingin. Contoh pasar yang memenuhi persyaratan adalah pasar swalayan atau
supermarket. 5.
Pengolahan Makanan Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas
dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli.
6. Penyimpanan Makanan
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi, dalam lemari atau alat pendingin Chandra, 2006.
Menurut Mukono 2004, makanan yang sudah diolah dapat dibagi menjadi makanan yang dikemas dan makanan yang tidak dikemas.
Makanan yang dikemas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
Mempunyai label dan harus bermerek b.
Sudah terdaftar dan bernomor pendaftaran c.
Kemasan tidak rusakrobek atau menggembung
Universitas Sumatera Utara
d. Ada tanda kedaluwarsa dan dalam keadaan belum kedaluwarsa
e. Kemasan yang dipakai harus hanya sekali penggunaan.
Makanan yang tidak dikemas harus memenuhi syarat sebagai berikut: a.
Dalam keadaan fresh baru dan segar b.
Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur c.
Tidak mengandung bahan terlarang bahan kimia dan mikrobiologi. Makanan jadi memerlukan persyaratan agar sehat dikonsumsi oleh konsumen, yaitu:
a. Makanan tidak rusak, busuk atau basi yang ditandai dengan perubahan rasa,
bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya pengolahan lainnya.
b. Memenuhi persyaratan bakteriologi berdasarkan ketentuan yang berlaku.
c. Harus bebas dari kuman E.coli pada makanan tersebut.
d. Angka kuman E.coli pada minuman 0100 ml.
e. Residu bahan pestisida dan jumlah kandungan logam berat tidak boleh
melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku Mukono, 2004.
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi.
a. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung
pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab. Untuk menghindari kerusakan makanan
Universitas Sumatera Utara
yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.
b. Faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk
mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dan
lain-lain. c.
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. akibat buruknya
sanitasi makanan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut Mulia, 2005.
2.2. Daging