hingga sekarang masih merupakan suatu yang tidak diketahui oleh public. Greget dan aktivitas BMT di provinsi ini telah diketahui sangat dominan dalam
membangkitkan semangat wirasusaha di kalangan masyarakat, namun apakah lembaga keuangan ini sudah cukup berhasil dalam menyingkirkan para lintah
darat atau rentenir masih menjadi tanda tanya. Persoalan yang menjadi tantangan BMT di lapangan ialah praktik rentenir
yang fenomenal. Untuk mengatasi persoalan rentenir ini diperlukan aturan yang jelas dari pemerintah. Dengan cara meniru langkah yang ditempuh oleh
pemerintah Malaysia dimana pemerintah dalam hal ini pihak kepolisian harus merespon dan menindak lanjuti proses hukum terhadap setiap pengaduan
masyarakat tentang praktek rentenir. Dengan kesungguhan kerja polisi, maka diharapkan keberadaan rentenir di seluruh wilayah akan dapat ditekan, karena
bagaimana pun kemajuan LKM termasuk di dalamnya BMT sangat banyak tergantung pada praktik rentenir. Jika rentenir dapat dihapus atau dibatasi
geraknya, dengan sendirinya BMT akan lebih mudah dikembangkan. Hal ini akan terkait dengan peraturan dan kebijakan pemerintah.
Selain itu, kemajuan sebuah BMT sangat ditentukan oleh para pengurus dan pengelolanya. Manajemen BMT sendiri harus berbenah diri, bagaimana
meningkatkan efisiensi dalam hal cost of money, cost of assistance dan cost of transaction. Untuk maksud ini diperlukan peningkatan skill dan etos keagamaan
setiap personalia BMT. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya ialah pembenahan sistem pelayanan BMT. Sebuah BMT seyogyanya memiliki karakteristik sebagai
berikut :
a Tidak mengarah pada pola pelayanan keuangan perbankan konvensional,
terutama dalam hal; a.
Sistem bagi hasil tidak mengarah pada sistem bunga, b.
Dalam hal persyaratan tidak mensyaratkan kolateral dan tidak terdapat proses administratif formal yang menyulitkan,
b Sasarannya adalah masyarakat miskin dan pengusaha mikro, di mana jasa
keuangan yang diberikan dapat disesuaikan dengan karakteristik kelompok sasaran tersebut,
c Menggunakan pendekatan kelompok, baik dengan ataupun tidak dengan
sistem tanggung renteng yang mengedepankan pola hubungan kenal dekat sebagai landasan utama mengelola risiko,
d Lingkup kegiatan BMT dapat mencakup pembiayaan kegiatan ekonomi
produktif maupun konsumtif, pendampingan dan pendidikan, kegiatan penghimpunan dan bentuk kegiatan lain yang dibutuhkan oleh pengusaha
mikro dan masyarakat miskin.
B. Strategi BMT Al-Fath Ikmi Ciputat Dalam Mengatasi Dampak Negatif
Praktek Rentenir
Strategi BMT Al Fath IKMI Ciputat dalam mengatasi dampak negatif praktek rentenir sudah dilakukan dengan memberikan pandangan dan masukan-
masukan yang lebih baik kepada semua mitra
4
.
4
Wawancara Pribadi dengan Saimin : Manajer Tamwil BMT Al Fath IKMI. Jakarta, 27 Oktober 2010
Adapun Strategi BMT Al Fath IKMI dalam mengatasi dampak negatif
rentenir sebagi berikut :
a. Untuk menjauhkan masyarakat dari praktek riba
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil, maka disini BMT Al Fath IKMI memberikan arahan kepada masyarakat
mengenai dampak yang akan mereka hadapi untuk kedepannya. b.
Untuk menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah. Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting
system ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan- pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang islami, misalnya
supaya ada bukti dalam transaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur terhadap konsumen dan sebagainya.
c. Dengan menerapkan strategi “jemput bola”
BMT Al Fath IKMI berusaha memuaskan mitranya dan mempermudah mitranya dalam melakukan tabungan maupun
pembiayaan dengan secara langsung mengambil ke mitra setiap bulan maupun mingguan. Sehingga mitra BMT Al Fath IKMI tersebut tidak
perlu repot-repot datang langsung ke BMT Al Fath IKMI, ini digunakan untuk melawan para rentenir yang juga selalu mendatangi
nasabahnya setiap hari atau setiap minggu. d.
Untuk melepaskan ketergantungan pada rentenir. Masyarakat yang masih tergantung rentenir disebabkan rentenir
mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana
dengan segera. Maka BMT Al Fath IKMI mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu tersedia dana setiap saat,
birokrasi yang sederhana dan lain sebagainya. BMT Al-Fath tampaknya tidak mau kalah dari lembaga keuangan syariah
lain dalam hal peningkatan kualitas SDM. Alasannya, juga wajib memberikan layanan terbaik bagi mitranya. Selain itu, pengelolaan BMT bisnis juga harus
dilaksanakan dengan teratur dan terencana. Seperti yang dilakukan BMT Al Fath ciputat dalam mengelola bisnis keuangan mikro syariahnya.
Bagi BMT ini, SDM berkualitas menjadi faktor penting dalam mendorong perkembangan bisnis lembaga keuangan mikro syariah LKMS tersebut.
Penting sekali bagi kami untuk meningkatkan kualitas SDM, karena ini menyangkut masalah layanan dan pengelolaan manajemen
5
. Asosiasi berkonsentrasi pada anggotanya, memberikan solusi-solusi,
seperti untuk krisis likuiditas bagi anggota yang mengalami kesulitan pembiayaan. Asosiasi membantu pengembangan SDM di BMT, melakukan
pelatihan dan pendampingan terus-menerus, serta meningkatkan inovasi produk- produk pembiayaan agar lebih konsisten pada syariahnya sehingga secara bisnis
terus tumbuh dengan profesional dan dapat bersaing dengan lembaga-lembaga lain dalam bingkai syariah. BMT juga berupaya membangun profesionalisme
kepada anggota-anggotanya. Dan kami mengedepankan pola pengembangan SDM yang sustainable berkelanjutan.
5
Wawancara Pribadi dengan Saimin : Manajer Tamwil BMT Al Fath IKMI. Jakarta, 27 Oktober 2010
Berkaitan dengan UKM, BMT biasanya tak hanya terjun dalam pendanaan, tapi juga membantu manajemen, bahkan sampai pemasaran produk. Para pendiri
umumnya kaum muda yang punya iktikad moral terpuji. Ada semangat pada diri mereka untuk memberantas praktik rentenir yang menjerat rakyat kecil melalui
gerakan BMT. Selain itu, gerakan ini terbukti mampu melewati krisis ekonomi 1996-1998.
Saat kondisi krisis global kini, alhamdulilah, tidak berimbas kepada BMT karena BMT konsentrasi pada pemberdayaan UKM yang notabene itu adalah potensi
lokal sendiri. BMT bukan berpraktik „di dunia maya‟ moneter.
C. Tingkat Keberhasilan BMT Al-Fath IKMI Dalam Mengatasi Dampak
Negatif Praktek Rentenir
Kuesioner yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 20 responden, yang selanjutnya digambarkan dalam frekuensi . Kuesioner yang
dibuat penulis memiliki 26 pertanyaan dan dibagi menjadi 3 bagian. Pertama
tentang data identitas dan asal-usul responden yang terdiri 6 pertanyaan. Kedua tentang pengetahuan responden mengenai BMT Al Fath IKMI yang terdiri dari 3
pertanyaan. Ketiga tentang faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari 17 pertanyaan.
Untuk dapat melihat berapa besarnya tingkat keberhasilan BMT Al Fath IKMI dalam mengatasi dampak negatif praktek rentenir, penulis menjelaskan 11
variabel yang memberikan tingkat keberhasilan BMT Al Fath IKMI dalam
mengatasi dampak negatif praktek rentenir.