Kajian Manajemen Risiko Pembiayaan UMKM Pada Produk Murabahah dan Ijarah (Studi Kasus BMT Al-Fath IKMI Ciputat)

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (UMKM) di Indonesia mengalami pertumbuhan yang menggembirakan. Keberadaan UMKM di Indonesia pada tahun 2010 sangat besar jumlahnya yaitu 53.823.732 atau 99,9% dari total seluruh unit usaha di Indonesia. UMKM di Indonesia juga telah banyak menyerap tenaga kerja Indonesia. Sebanyak 99.401.775 tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor UMKM pada tahun 2010. UMKM sendiri telah menyumbang pemasukan untuk PDB Indonesia sebesar Rp3.466.393,3 Milyar atau sekitar 57,12% dari total PDB Indonesia.

Tabel 1. Perkembangan UMKM di Indonesia tahun 2010

UMKM Usaha Besar Total

Jumlah 53,823,732.00 4,838.00 53,828,570.00

Pangsa 99.99% 0.01% 100%

Penyerapan Tenaga

Kerja 99,401,775.00 2,839,711.00 102,241,486.00 Persentase

Penyerapan Tenaga

Kerja 97.22% 2.78% 100.00%

Sumbangan kepada

PDB 3,466,393.30 2,602,369.50 6,068,762.80

Persentase

Sumbangan 57.12% 42.88% 100%

Sumber: Departemen Koperasi Indonesia, 2011

Pertumbuhan UMKM harus mendapat dukungan dari semua pihak agar tetap konsisten tumbuh. Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah bantuan pembiayaan. Perbedaan pembiayaan dengan kredit adalah pada kredit, bank telah menetapkan bunga yang harus dilunasi, sedangkan pada pembiayaan, bank dan mitra sama-sama menyepakati bagi hasil atau margin yang akan diberikan peminajam. Oleh sebab itu, pembiayaan lebih adil dibanding kerdit. UMKM sangat membutuhkan Lembaga Keuangan seperti Perbankan. Banyak Perbankan di Indonesia baik asing maupun lokal yang sangat tertarik dalam pemberian kredit atau pembiayaan kepada para pengusaha UMKM karena


(2)

besarnya pangsa pasar yang dimiliki UMKM. Namun, ada berbagai kendala dalam pemberian kredit atau pembiayaan yang dilakukan oleh Perbankan, diantaranya wilayah jangkauan bank, jumlah pinjaman UMKM kecil, ketidakmampuan UMKM dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan bank (bankable) hingga permasalahan dalam pengembalian kredit tersebut. Oleh karena itu, Lembaga Keuangan yang cocok untuk mengahadapi hambatan pembiayaan UMKM adalah Lembaga Keuangan Mikro.

Di Indonesia sendiri terdapat Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yaitu Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan Baitul Maal wat-Tamwil (BMT). Skim pembiayaan syariah di Indonesia masih tergolong baru. Walaupun demikian jika dilihat dari pertumbuhannya, perkembangan pembiayaan syariah selama beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang pesat. Keberadaan Baitul Maal wat-Tamwil (BMT) diharapkan dapat membantu UMKM yang selama ini menghadapi permasalahan pembiayaan (Ma’turidi dan Syukur 2008). BMT diharapkan dapat menjadi Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam membantu pembiayaan UMKM yang relatif kecil namun berisiko tinggi.

BMT Al-Fath IKMI (Ikatan Masjid Indonesia) merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang telah memberikan pembiayaan kepada UMKM. Sejak tahun 2005 hingga 2009, BMT Al-Fath IKMI secara konsisten meningkatkan jumlah pembiayaannya. Produk yang ditawarkan juga bertambah. Pada 2005 hanya produk pembiayaan yang ditawarkan hanya Murabahah dan Mudharabah, namun sejak 2007 BMT Al-Fath IKMI menambah produknya menjadi Murabahah, Ijarah, Mudharabah, dan Musyarakah.

Tabel 2. Pembiayaan BMT Al-Fath IKMI 2005-2009

Tahun Murabahah Ijarah Mudharabah Musyarakah total pembiayaan 2005 1.428.361.370,31 0 15.264.974 0 1.443.626.344,31 2006 1.906.771.597,30 0 12.396.837 0 1.919.168.434,30 2007 2.056.941.750,29 260.164.331 14.237.437 5.000.000 2.336.343.518,29 2008 3.178.111.934,00 683.897.497 42.354.337 5.000.000 3.909.363.768,00 2009 4.110.332.580,00 924.356.116 34.304.437 5.400.000 5.074.393.134,00 Sumber: Laporan Keuangan BMT Al-Fath IKMI, 2005-2009


(3)

BMT Al-Fath IKMI telah melakukan fungsi penyaluran dana kepada para debitur. Debitur yang sudah menerima penyaluran dana pada bulan Januari 2012 berjumlah 1053 untuk produk Murabahah dan Ijarah. Debitur BMT Al-Fath IKMI bersifat heterogen dan berasal dari berbagai latar belakang, namun pada umumnya debitur berasal dari pengusaha UMKM (usaha mikro kecil dan menengah). Rendahnya kemampuan debitur dalam memenuhi persyaratan dan penggunaan dana menimbulkan risiko yang besar bagi BMT Al-Fath IKMI.

Penilaian keberhasilan sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syariah tidak hanya dari peningkatan jumlah pembiayaan atau pertambahan produk, namun juga harus dilihat dari kemampuan lembaga keuangan tersebut dalam mengatasi risiko pembiayaan. Peningkatan jumlah pembiayaan dan pertambahan produk juga harus didukung dengan tata kelola yang baik pada BMT terutama dalam segi manajemen risiko pembiayaan. Salah satu alat ukur manajemen risiko pada pembaiayaan adalah NPF (Non Performing Financing).

Seiring peningkatan jumlah pembiayaan yang diberikan BMT Al-Fath IKMI sejak tahun 2005 hingga 2009, NPF BMT Al-Fath IKMI pun ikut berubah. Penyebab perubahan NPF adalah bertambahnya produk baru, peningkatan jumlah pembiayaan, dan kelemahan BMT Al-Fath IKMI dalam melakukan penilaian terhadap calon debitur yang semakin beragam. Pada tahun 2007 BMT Al-Fath IKMI menambah dua produk baru yaitu Ijarah dan Musyarakah seperti pada tabel 2 dan pada tahun 2007 juga NPF BMT Al-Fath IKMI meningkat.

Tabel 3. Non Performing Financing (NPF) BMT Al-Fath IKMI 2005-2009

tahun 2005 2006 2007 2008 2009

NPF Bruto 5,50% 7,00% 11,27% 8,88% 11,14%

Sumber: Laporan Keuangan BMT Al-Fath IKMI, 2005-2009

BMT Al-Fath IKMI telah menerapkan manajemen risiko yang masih sederhana. Penerapan manajemen risiko pada BMT akan memberikan manfaat dalam memperbaiki indeks NPF. Pencegahan pada kemungkinan terjadinya kerugian di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan menerapkan manajemen risiko. Manajemen risiko juga dapat meningkatkan metode dan


(4)

proses pengambilan keputusan yang sistematis berdasarkan atas ketersediaan informasi, sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja BMT yang pada akhirnya menuju pada peningkatan daya saing BMT.

1.2 Rumusan Masalah

BMT Al-Fath IKMI sendiri telah menerapkan manajemen risiko untuk mengurangi kerugian akibat gagal bayar. Manajemen risiko yang diterapkan BMT Al-Fath IKMI berupa analisis pembiayaan, pengikuran indeks NPF, dan tindakan mitigasi risiko. BMT Al-Fath IKMI melakukan tindakan mitigasi risiko setelah terjadi pembiayaan bermasalah pada debitur.

Penerapan Manajemen risiko sebenarnya sudah dapat dilakukan sebelum terjadinya masalah gagal bayar. Manajemen risiko diawali dengan pencarian informasi yang akurat mengenai debitur. Informasi debitur digunakan untuk mengelompokkan debitur sehingga BMT Al-Fath IKMI dapat melakukan tindakan mitigasi risiko yang tepat berdasarkan kelompok debitur.

Berdasarkan penjelasan di atas, rumusan masalah yang akan diteliti adalah:

1. Apa saja faktor-faktor yang dapat memprediksi kolektabilitas debitur? 2. Berapa potensi kerugian yang akan dihadapi BMT Al-Fath IKMI

akibat gagal bayar?

3. Bagaimana tindakan mitigasi risiko pembiayaan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerugian?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan penelitian di atas, maka tujuan penelitan ini antara lain:

1. Mengetahui faktor-faktor yang dapat memprediksi kolektabilitas debitur BMT Al-Fath IKMI

2. Menghitung pencadangan yang harus disediakan akibat gagal bayar 3. Menganalisis tindakan mitigasi risiko pembiayaan untuk mengurangi


(5)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah BMT Al-Fath IKMI dapat memprediksi kolektabilitas debitur dengan menggunakan faktor-faktor yang diperoleh dari hasil analisis diskriminan. Selain itu, penelitian ini berguna sebagai masukan bagi BMT Al-Fath IKMI dalam menentukan jumlah pencadangan yang harus disediakan akibat gagal bayar. Manfaat ketiga adalah memberikan masukan mengenai strategi mitigasi risiko yang dapat dilakukan oleh BMT Al-Fath IKMI.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan membahas risiko kredit pada pembiayaan syariah, sedangkan risiko yang lain seperti risiko operasional, pasar, dan strategis tidak dibahas dalam penelitian ini. BMT Al-Fath IKMI memiliki berbagai macam produk pembiayaan akan tetapi jenis pembiayaan yang akan diteliti hanya pada pembiayaan UMKM untuk produk Murabahah dan Ijarah. Pemilihan produk Murabahah dan Ijarah dilakukan atas dasar kemiripan karakteristik kedua produk tersebut dan besarnya proporsi pembiayaan pada kedua produk tersebut. Data dan informasi yang diperoleh adalah berdasarkan sudut pandang pihak BMT Al-Fath IKMI.

Data yang digunakan untuk mengukur potensi kerugian adalah data saldo akhir harga pokok, kolektabilitas, dan probability of default. Saldo akhir harga pokok dan kolektabilitas debitur berasal dari dokumentasi BMT Al-Fath IKMI pada bulan Januari 2012. Hal ini dikarenakan potensi kerugian yang diukur adalah untuk tahun 2012 dan data yang disediakan oleh BMT Al-Fath IKMI baru sampai bulan Januari 2012. Probability of default yang digunakan hanya berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM karena BMT Al-Fath IKMI berbentuk Koperasi.


(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baitul Maal Waat Tamwil (BMT)

2.1.1 Pengertian Baitul Maal Waat Tamwil (BMT)

BMT adalah sebutan ringkas dari Baitul Maal wat Tamwil, padanannya Balai-usaha Mandiri Terpadu. Kegiatan Baituttaamwil adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil mikro antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan fasilitasi pembiayaan guna menunjang usaha ekonominya. Kegiatan Baitul Maal adalah menggalang titipan ZISWAF (Zakat, Infaq, Shodaqoh, Wakaf dan Fidyah) dan dana sosial lainnya serta menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

Prinsip Operasional BMT terbagi ke dalam dua kegiatan yaitu Penggalangan Dana (funding) dan Penyaluran Dana (lending/financing). Penggalangan Dana BMT berasal dari modal dasar (simpanan pokok anggota, simpanan wajib anggota, simpanan pokok khusus pendiri, dan modal penyertaan), simpanan sukarela dengan menggunakan akad wadi’ah (tabungan masyarakat dan Zakat, Infak, dan Shodaqoh), simpanan sukarela berjangka atau disebut juga investasi mudharabah, dan linkage pembiayaan. Sedangkan penyaluran pembiayaan dilakukan sesuai dengan produk-produk pembiayaan yang dimiliki oleh BMT, seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, Ijarah, dan lainnya ke berbagai sektor ekonomi.

Pendapatan BMT berasal dari margin dan bagi hasil dari kegiatan pembiayaan. Pendapatan tersebut terlebih dahulu dipotong dengan biaya operasional BMT. Setelah pendapatan dipotong biaya operasional, maka pendapatan bersih tersebut dibagikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penggalngan dana BMT dalam bentuk SHU (sisa hasil usaha), bonus, dan bagi hasil (Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil 2012).


(7)

2.1.2 Produk dan Jasa BMT

Karim (2009) menyatakan bahwa produk dan jasa dalam perbankan syariah dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:

A. Produk penyaluran dana (financing)

Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalama empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:

1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli Pembiayaan Murabahah

Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank menyebutkan jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Pembiayaan salam

Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.

Pembiayaan Istishna’

Produk istishna’ menyerupai produk salam, tetapi dalam

istishna’ pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim Istishna’ dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.


(8)

2. Pembiayaan dengan prinsip sewa

Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip Ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tetapi perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli, objek transaksi adalah barang, pada Ijarah objek transaksi adalah jasa.

Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal Ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual yang disepakati pada awal perjanjian.

3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil Pembiayaan musyarakah

Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.

Pembiayaan mudharabah

Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam perpaduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian mudharib.

Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu di antara itu. Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.


(9)

4. Pembiayaan dengan akad pelengkap

Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.

Hiwalah (Alih utang-piutang)

Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti-biaya atas jasa perpindahan piutang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara memindahkan piutang dengan yang berutang.

Rahn (Gadai)

Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim.

Qardh (Pinjaman)

Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu:

a. Sebagai pinjaman talangan haji

b. Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah, di mana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM.

c. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, Ijarah, atau bagi hasil


(10)

Wakalah (perwakilan)

Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso, dan transfer uang.

Kafalah (Garansi Bank)

Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.

B. Produk penghimpunan dana (funding)

Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadi’ah dan Mudharabah.

Prinsip Wadi’ah

Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah dan wadi’ah amanah. Wadi’ah yad dhamanah diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan mudharabah atau Ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan mudharabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. 2.2 Risiko

2.2.1 Pengertian Risiko

Risiko adalah ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitas kepastiannya (Djohanputro 2008). Bank yang memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan Manajemen Risiko untuk seluruh jenis risiko. Bank yang tidak memiliki


(11)

ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan Manajemen Risiko sekurang-kurangnya untuk 4 (empat) jenis Risiko :  Risiko Kredit

Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan peminjam dana dalam memenuhi kewajibannya. Ali (2006) menyatakan bahwa risiko kredit adalah risiko kerugian yang diderita bank, terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo, counterparty-nya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank

 Risiko Pasar

Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar yang dimaksud adalah suku bunga dan nilai tukar.

 Risiko Operasional

Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.  Risiko Strategis

Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsif Bank terhadap perbuhan eksternal.

2.2.2 Risiko Pembiayaan UMKM

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) :

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi


(12)

kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Risiko pembiayaan menurut Karim (2009) mencakup dua aspek,yaitu:

1. Default Risk (risiko kebangkrutan)

Default risk adalah risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh:

- Industry Risk : karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan, kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan - Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen,

organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan

- Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi usaha nasabah, seperti keadaan force majeure

2. Recovery risk (risiko jaminan)

Recovery risk adalah risiko yang terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh:

- Kesempurnaan pengikatan jaminan - Nilai jual kembali jaminan

- Faktor negatif lainnya misalnya tuntutan hukum pihak lain atas jaminan, lamanya transaksi ulang jaminan

- Kredibilitas penjamin (jika ada)

Karim (2009) juga menyatakan bahwa risiko pembiayaan terkait dengan produk pembiayaan. Risiko-risiko yang terkait pada produk pembiayaan adalah:


(13)

1. Risiko pada murabahah adalah bagi hasil kepada dana pihak ketiga menjadi tidak bersaing karena terlalu panjangnya jangka waktu pengembalian pembiayaan

2. Risiko pada Ijarah adalah rusaknya barang oleh nasabah di luar pemakaian normal.

3. Risiko pada IMBT terjadi saat pembayaran dilakukan dengan metode balloon payment, yakni pembayaran angsuran dalam jumlah besar di akhir periode.

4. Risiko pada salam dan Istishna ada dua yaitu risiko gagal menyrahkan barang dan risiko jatuhnya harga barang

5. Risiko pada mudharabah dan musyarakah meliputi tiga aspek yaitu, Business risk (risiko bisnis yang dibiayai), shrinking risk (risiko berkurangnya nilai pembiayaan mudharabah dan musyarakah), character risk (risiko karakter buruk mudharib). 2.3 Manajemen Risiko

2.3.1 Pengertian Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia. Strategi yang dapat digunakan antara lain mentransfer risiko pada pihak lain, mengindari risiko, mengurangi efek buruk dari risiko dan menerima sebagian maupun seluruh konsekuensi dari risiko tertentu (Djohanputro 2008). Risk management merupakan suatu disiplin ilmu yang formal yang menjadi suatu rangkaian tindakan dalam mengendalikan berbagai risiko dan sebagai upaya untuk menekan pengaruh buruk risiko tersebut (Ali 2006).


(14)

Gambar 1. Siklus manajemen risiko Djohanputro (2008) 2.3.2 Proses Identifikasi Risiko

Pada tahap identifikasi risiko, lembaga keuangan dapat menggunakan analisis pembiayaan untuk identifikasi risiko. Rivai dan Veithzal (2008) menyatakan bahwa analisis pembiayaan adalah kajian yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari suatu permasalahan pembiayaan. Melalui hasil analisis pembiayaan, dapat diketahui apakah usaha nasabah layak (feasible) dan marketable (hasil usaha dapat dipasarkan), dan profitable (menguntungkan), serta dapat dilunasi tepat waktu. Tujuan utama analisis permohonan pembiayaan adalah untuk memperoleh keyakinan apakah nasabah mempunyai kemauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya kepada bank secara tertib, sesuai dengan kesepakatan dengan bank. Hal-hal yang perlu dipraktikkan dalam penyelesaian pembiayaan nasabah, terlebih dahulu harus terpenuhi prinsip 5C’s analysis, yaitu sebagai berikut

Character

Character adalah keadaan watak/sifat dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana iktikad/kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.

Pengukuran Risiko

Pemetaan Risiko Model

Pengelolaan Risiko Pengawasan dan Pengendalian Risiko Evaluasi Pihak

Berkepentingan Identifikasi Risiko


(15)

Capital

Capital adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki calon nasabah. Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin dalam memberikan kredit. Penilaian atas besarnya modal sendiri merupakan hal yang penting mengingat kredit bank hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan untuk membiayai seluruh modal yang diperlukan.

Dalam praktik, kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar dari kredit yang dimintakan kepada bank. Bentuk dari self financing ini tidak selalu harus berupa uang tunai, namun dalam bentuk barang modal seperti tanah, bangunan, mesin-mesin. Besar kecilnya capital ini dapat dilihat dari neraca perusahaan, yaitu pada komponen “owner equity”, laba ditahan, dan lain-lain. Untuk perorangan, dapat dilihat dari daftar kekayaan yang bersangkutan setelah dikurangi utang-utangnya.

Capacity

Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui/mengukur sampai sejauh mana calon nasabah mampu mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya.

Collateral

Collateral adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Penilaian terhadap jaminan ini meliputi jenis, lokasi, bukti pemilikan, dan status hukumnya.


(16)

Condition of Economy

Condition of economy, yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya yang memengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya memengaruhi kelancaran perusahaan calon debitur. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai kondisi konjungtur, peraturan-peraturan pemerintah, situasi, politik, dan perekonomian dunia, keadaan lain yang memengaruhi pasar.

Analisis Diskriminan dapat digunakan untuk melakukan identifikasi risiko. Analisis diskriminan digunakan pada kasus yang memiliki variabel respon berupa data kualitatif dan variabel penjelas berupa data kuantitatif. Tujuan pemakaian analisis diskriminan yaitu mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas (mutually exclusive/disjoint) dan menyeluruh (exhaustive ) berdasarkan sejumlah variabel penjelas.

Model dasar analisis diskriminan adalah sebuah persamaan yang menunjukkan suatu kombinasi linear dari berbagai variable independent, yaitu:

k

kX

b X b X b X b b

D01 12 23 3 ... (1) Dimana :

D : skor diskriminan

b : Koefisien diskriminan atau bobot X : predictor atau variable independen

Koefisien ’b’ adalah yang diestimasi, sehingga nilai ’D’ setiap grup sedapat mungkin berbeda. Analisis diskriminan dapat melakukan dua hal sekaligus, yaitu pengelompokkan dan identifikasi sifat khas suatu kelompok, dimana kelompok dikenal sebagai group dan sifat khas dikenal sebagai variable pembeda (discriminating variables). Antara kelompok dan variable pembeda tersebut kemudian dibuat suatu hubungan fungsional yang disebut dengan fungsi diskriminan (Matjik dan Sumertajaya 2011).


(17)

2.3.2 Proses Pengukuran Risiko

Pengukuran risiko dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Saunders dan Cornett (2003) menyatakan bahwa terdapat bermacam-macam metode pengukuran risiko dengan pendekatan kuantitatif. Pengukuran risiko ini digunakan untuk mengukur risiko kredit pada pinjaman individual. Metode pengukuran risiko yang disebutkan Saunders dan Cornett (2003) sebanyak delapan metode yang digambarkan pada gambar 2.

Gambar 2. Metode pengukuran risiko kredit menurut Saunders dan Cornett (2003)

- Credit Scoring Model adalah metode pengukuran risiko dengan

model

n

j

j i j

i X error

Z

1 ,

 . Secara teori statistik, model ini tidak baik karena Z tidak dapat mengukur kemungkinan sama sekali. Penggunaan model ini sudah jarang karena sudah tersedia teknik statistik yang lebih unggul.

- Altman’s Linear Discriminant Model adalah metode pengukuran risiko dengan cara mendiskriminasikan atau membedakan kredit menjadi kelompok default dan non-default berdasarkan faktor-faktor tertentu. Kelemahan dari metode ini adalah sulitnya mengkuantifikasi faktor-faktor termasuk dampak dari siklus bisnis.

Metode Pengukuran Risiko dengan Pendekatan Kuantitatif

Credit Scoring Model

Mortality Rate Models Term Structure BasedMethod Altman’s Linear Discriminant

Creditrisk+ Credit Metrics

Option Model


(18)

- Term Structure Based Method adalah metode pengukuran risiko dengan cara mengukur kemungkinan default berdasarkan premi risiko.

- Mortality Rate Models adalah metode pengukuran risiko yang mirip dengan proses yang digunakan oleh perusahaan asuransi dalam menentukan kebijakan harga. Probability default pada Term Structure Based Method dihitung berdasarkan data sebelumnya. - RAROC (Risk adjusted return on capital) adalah metode

pengukuran risiko berdasarkan perhitungan return on capital dan menggabungkan pendekatan durasi untuk memperkirakan kerugian terburuk nilai pinjaman.

- Option Model adalah metode pengukuran risiko dengan metode penentuan harga option untuk mengevaluasi option default. Metode ini digunakan oleh banyak bank untuk memonitor risiko kredit. - Credit Metrics adalah metode pengukuran risiko dengan

menggunakan pendekatan Value at Risk (VaR). data yang diperlukan untuk metode ini adalah peringkat kredit peminjam, matriks transisi peringkat kredit peminjam, tingkat recovery, data pinjaman macet, dan sebaran yield.

- Creditrisk+ adalah model aktuaria murni yang dirilis pada akhir 1997 oleh Credit Suisse Financial Products (CSFP). Pada Creditrisk+, probability of default (kemungkinan gagal bayar) yang digunakan berdasarkan statistik data historis dari pengalaman gagal bayar.

Creditrisk+ mengasumsikan sebaran probability of default mengikuti sebaran Poisson. Pada creditrisk+ hanya risiko gagal bayar yang akan dimodelkan, sedangkan penurunan peringkat risiko diabaikan. Tidak seperti model KMV, pada creditrisk+ tidak menghubungkan risiko gagal bayar dengan struktur modal (Crouhy et al 2002). Model Creditrisk+ adalah model statistik dari risiko gagal bayar dengan tidak memperhatikan penyebab gagal bayar. (CSFB 1997).


(19)

Menurut Crouhy et al (2000), dalam penggunaan model Creditrisk+ diasumsikan bahwa:

1. untuk kredit, probability of default pada suatu periode, misalnya satu bulan akan sama dengan bulan-bulan lainnya.

2. untuk jumlah obligor yang besar, probability of default dari obligor yang khusus bersifat kecil dan jumlah kegagalan yang terjadi pada periode tertentu tidak bergantung pada jumlah kegagalan pada periode lainnya.

Kelebihan metode ini adalah mudah diimplementasikan dan kemudahan ketersediaan data. Data yang diperlukan adalah credit exsposure, default rates, default rate volatilities, dan recovery rate (CSFB 1997). Selain itu, Creditrisk+ cocok digunakan untuk mengukur pinjaman yang kecil (Saunderes dan Cornett 2003). Metode ini juga memilki kelemahan, salah satunya adalah terdapat asumsi bahwa risiko kredit tidak berhubungan langsung dengan risiko pasar, creditrisk+ tidak dapat mengukur penyebab terjadinya gagal bayar, dan besarnya exposure dari tiap debitur tetap dan tidak sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga.

2.3.3 Proses Mitigasi Risiko

Djohanputro (2008) menyatakan bahwa ada empat teknik pengelola risiko secara klasik. Keempat teknik tersebut adalah

1. Penghindaran risiko (risk avoidance) adalah tindakan perusahaan untuk tidak melakukan bisnis atau kegiatan tertentu yang mengandung risiko yang tidak diinginkan. Risiko-risiko yang harus dihindari adalah risiko yang tidak sesuai dengan visi perusahaan, memiliki dampak sosial yang terlalu besar, dan peraturan yang tidak kondusif. Penghindaran risiko dapat dilakukan dengan mengelompokkan calon debitur ke dalam kolektabilitas sebelum pembiayaan dicairkan. Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan mendiskriminankan calon debitur berdasarkan informasi dari calon debitur.


(20)

2. Pengurangan Risiko adalah metode yang dilakukan saat perusahaan sudah sadar memasuki dan menanggung risiko. Pengurangan risiko dapat dilakukan terhadap paling tidak salah satu dari kedua faktor: pengurangan kemungkinan terjadinya risiko dan menekan besarnya dampak bila risiko terjadi. Pengurangan risiko dapat dilakukan dengan melakukan pencadangan.

3. Pemindahan Risiko adalah memindahkan risiko dari perusahaan kepada pihak lain yang bersedia atau ke perusahaan yang membisniskan risiko.

4. Penanganan Risiko adalah tindakan yang dilakukan karena perusahaan dengan sadar ingin mempertahankan risiko dan mengelolanya sendiri. Pertimbangan dilakukan berdasarkan atas efektivitas biaya. Adapun tindakan penyelamatan yang dapat dilakukan oleh bank menurut Suyatno et al (2007) adalah sebagai berikut :

Rescheduling

Kebijaksanaan ini berkaitan dengan jangka waktu pembiayaan sehingga keringanan yang dapat diberikan yaitu memperpanjang jangka waktu kredit, memperpanjang jarak waktu angsuran, penurunan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan perpanjangan jangka waktu pembiayaan

Reconditioning

Bantuan yang dapat diberikan adalah berupa keringanan atau perubahan persyaratan pembiayaan.

Restructuring

Jika kesulitan nasabah adalah faktor modal, maka penyelamatannya adalah dengan meninjau kembali situasi dan kondisi permodalan, baik modal dalam arti dana untuk keperluan modal kerja maupun modal berupa barang-barang modal.


(21)

2.4 Penelitian Terdahulu

Oktavi (2009) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan pembiayaan dan efektivitas pembiayaan usaha kecil pada lembaga keuangan mikro syariah (Studi Kasus KJKS BMT BUS). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan dan menilai keefektifan pembiayaan usaha kecil pada KJKS BMT BUS. Penelitian menggunakan alat analisis regresi linear berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi. Hasil dari penelitian tersebut adalah faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan pembiayaan adalah biaya peminjaman, jangka waktu angsuran, dan adanya agunan. Penilaian efektivitas pembiayaan dinilai dengan melihat tanggapan responden mengenai prosedur pembiayaan dan dengan melihat dampak pembiayaan terhadap pendapatan usaha dan keuntungan usaha. Keterbatasan penelitain ini adalah sedikitnya faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan. Selain itu, penilaian efektivitas pembiayaan hanya dinilai dengan melihat tanggapan responden mengenai prosedur pembiayaan dan dengan melihat dampak pembiayaan terhadap pendapatan usaha dan keuntungan usaha dengan menggunakan analisis deskriptif. Peniliti tidak melakukan penilaian efektivitas dari sudut pandang kemampuan debitur dalam pengembalian pembiayaan.

Saadah (2009) telah melakukan penelitian dengan judul Penyaluran dan Pengembalian Kredit Pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah Melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Kasus KBMT dan BPRS Di Bogor ). Tujuan dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi pola penyaluran dan pengembalian kredit di KBMT Wasilah, KBMT Tadbiirul Ummah dan BPRS Bina Rahmah dan BPRS Rif’atul Ummah yang ada di kota Bogor atau dalam bahasa syariahnya disebut pembiayaan antara KBMT Wasilah, KBMT Tadbiirul Ummah, BPRS Bina Rahmah dan BPRS Rif’atul Ummah, dan mengidentifikasi hubungan kinerja keuangan di KBMT Wasilah dan KBMT Tadbiirul Ummah di kota Bogor. Pada penelitian tersebut dibahas mengenai penyaluran dan pengembalian pembiayaan terhadap UMKM perempuan. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah proses penyaluran antara KBMT


(22)

dan BPRS tidak jauh berbeda, penyaluran pembiayaan menurut sektor yang paling banyak adalah dalam bidang perdagangan dibandingkan sektor yang lain baik itu di KBMT maupun di BPRS, kinerja keuangan kedua KBMT masih dalam batas aman. Pada penelitan Penyaluran dan Pengembalian Kredit Pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah Melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Kasus KBMT dan BPRS Di Bogor ) hanya menjelaskan mengenai penyaluran dan pengembalian pembiayaan serta pengaruhnya terhadap Non Performing Financing (NPF) dan Kinerja Keuangan Lembaga Keuangan. Selain itu penulis tidak menjelaskan bagaimana Lembaga Keuangan tersebut mengatasi risiko gagal bayar.

Mulyanti (2011) melakukan penelitian dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan margin murabahah pada BMT Khairu Ummah Leuwiliang Bogor. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kebijakan pembiayaan jual beli murabahah di BMT Kahiru Ummah, mengetauhi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pembiayaan di BMT Kahiru Ummah. Hasil dari penilitian ini Mulyanti (2011) adalah kebijakan pembiayaan murabahah yang dilakukan BMT Khairu Ummah sudah sesuai dengan aturan syariah. Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan margin adalah biaya operasional, biaya bagi hasil, pendapatan pembiayaan, dan pengembalian murabahah. Penelitian ini hanya membahas bagaimana BMT Khairu Ummah menetapkan margin Murabahah tanpa mempertimbangkan kondisi debitur dan risiko terjadinya gagal bayar.

Bhakti (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Diskriminan dalam Klasifikasi Pola Pengembalian Kredit Sektor Pertanian (Studi Kasus PT. Bank XYZ). Tujuan dari penelitian tersebut adalah mengetahui sistem kelayakan kredit yang dilakukan Bank XYZ untuk mengantisipasi risiko pada sektor budidaya pertanian, mengetahui fungsi pembeda (discriminant function) dari setiap kelas kolektibilitas pada sektor budidaya pertanian, menganalisis fungsi diskriminan digunakan untuk memprediksi kategori kolektibilitas dari nilai variabel kelayakan kredit pada sektor budidaya pertanian. Pada penelitian tersebut dibahas mengenai penggunaan Sistem ICRR (Internal Credit Risk Return) pada PT. Bank XYZ. Pada sistem ini


(23)

terdapat beberapa variable yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi debitur ke dalam lima kolektabilitas dengan menggunakan analisis diskriminan. Setiap kolektabilitas memiliki fungsi diskriminan masing-masing sehingga dapat membedakan setiap debitur. Setelah mengetahui jumlah debitur berdasarkan kolektabilitasnya dengan alat analisis diskriminan, PT. Bank XYZ dapat mengetahui indeks NPL dari penyaluran kredit tersebut. Selanjutnya, PT. Bank XYZ dapat mengambil tindakan untuk mengendalikan indeks NPL. Pada penelitian Analisis Diskriminan dalam Klasifikasi Pola Pengembalian Kredit Sektor Pertanian (Studi Kasus PT. Bank XYZ), penulis hanya membahas variabel-variabel yang dapat digunakan untuk memprediksi kolektabilitas debitur dan tidak membahas potensi kerugian secara kuantitatif yang akan dihadapi oleh Bank XYZ akibat adanya kredit macet. Selain itu, pada Bank XYZ sudah memiliki sistem Manajemen Risiko sendiri yaitu ICRR yang sudah dapat memeringkatkan debitur berdasarkan variabel-variabel tertentu.

Iqbal (2006) telah melakukan penelitian dengan judul Analisis Risiko Pembiayaan Syariah, Pendekatan Metode Creditrisk+ Portofolio (Studi Kasus BMT Prima Dinar Cabang Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah). Tujuan dari penelitian ini adalah Menentukan potensi kerugian dan menentukan strategi mitigasi risiko. Penulis menggunakan metode Creditrisk+ portofolio untuk menentukan potensi kerugian. Penulis sendiri mengemukakan bahwa kekurangan dari metode creditrisk+ portofolio adalah tidak dapat menjelaskan penyebab terjadinya gagal bayar. Oleh sebab itu, penulis tidak dapat menjelaskan faktor-faktor apa saja yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kolektabilitas debitur.


(24)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

BMT Al-Fath IKMI melakukan fungsi menyalurkan dana dengan melakukan pembiayaan kepada UMKM. Produk pembiayaan yang dimiliki BMT Al-Fath IKMI adalah Murabahah dan Ijarah. Sebelum menyalurkan pembiayaan kepada para debitur, BMT Al-Fah IKMI melakukan analisis 5C kepada calon debitur dan usahanya. Debitur yang diberikan pembiayaan dikelompokkan berdasarkan kolektabilitasnya.

Informasi 5C debitur yang telah diketahui tingkat kolektabilitasnya dapat digunakan sebagai input analisis diskriminan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kolektabilitas calon debitur. Hasil dari analisis diskriminan dapat digunakan untuk bahan pertimbangan BMT Al-Fath IKMI dalam mengambil keputusan tindakan mitigasi risiko yang cocok..

Proses pengukuran risiko dilakukan dengan mengukur seberapa besar kerugian yang dialami BMT Al-Fath IKMI akibat risiko pembiayaan. Pengukuran risiko pembiayaan menggunakan Creditrisk+. Hasil dari metode Creditrisk+ adalah potensi kerugian akibat gagal bayar debitur.

Tindakan mitigasi risiko yang bisa diambil meliputi penghindaran risiko, pengurangan risiko, pemindahan risiko, dan penahanan risiko. Tindakan mitigasi berdasarkan hasil analisis digunakan untuk memperbaiki kolektabilitas debitur. Tindakan mitigasi risiko dapat berbeda untuk setiap debitur disesuaikan dengan karakterisitik debitur dan usahanya. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada gambar 3.


(25)

Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di BMT AL-FATH IKMI yang berlokasi di Jalan Aria Putra No. 7 Ciputat Tangerang Selatan. Penelitian dilakukan sejak Maret hingga April 2012.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada Penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.

BMT Al-Fath IKMI Analisis 5C

Nasabah & Usaha Pembiayaan :

Murabahah

 Ijarah

Kolektabilitas

Analisis Diskriminan Creditrisk+

Faktor-faktor untuk memprediksi

tingkat kolektabilitas Potensi Kerugian


(26)

a. Data primer

Data primer diperoleh melalui pengamatan, pencatatan, pengumpulan data dan wawancara langsung dengan Kepala Bagian Pembiayaan dan Account Officer yang terkait dengan bidang penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari data historis BMT AL-FATH, laporan penelitan dan publikasi elektronik. Jenis data sekunder adalah data yang telah melalui pengolahan lebih lanjut dan telah dipublikasikan serta dari berbagai literatur.

3.4 Metode Penarikan Sample

Penulis menggunakan teknik pengambilan sample Non Probability Sampling yaitu Purposive Sampling. Purposive Sampling merupakan metode penetapan sampel dengan berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu dan kriteria yang digunakan adalah debitur murabahah dan Ijarah baik bulanan maupun pekanan yang bekerja di sektor UMKM saja yang dapat dijadikan responden. Total debitur yang menerima pembiayaan murabahah dan Ijarah sebanyak 1053 debitur dengan proporsi 756 orang pengguna murbahah dan 297 orang pengguna Ijarah. Pengguna murabahah dan Ijarah terbagi menjadi pengusaha UMKM sebanyak 950 dan karyawan 103 orang. Jumlah sample yang digunakan ditetapkan berdasarkan rumus Slovin dengan Populasi 950 orang dan tingkat kepercayaan 90% (α = 10%), maka didapat 91 responden yang akan dijadikan responden.

2

) (

1 N

N n

 (2)

n = sample N = populasi

α = tingkat kesalahan (10%)

Jumlah sample masing-masing produk ditentukan berdasarkan quota sampling. Persentase populasi debitur murabahah sebesar 74% sehingga jumlah sample debitur murabahah adalah 67 debitur. Persentase populasi debitur Ijarah sebesar 26% sehingga jumlah sample debitur Ijarah adalah 24 debitur.


(27)

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Analisis Diskriminan

Variabel prediktor pada penelitian ini meliputi faktor-faktor analisis pembiayaan yang tercantum pada Formulir Permohonan Pembiayaan BMT Al-Fath IKMI. Formulir tersebut diisi oleh pemohon pembiayaan sehingga formulir tersebut memuat informasi mengenai debitur. Informasi yang diberikan debitur tersebut dijadikan variabel prediktor yang secara garis besar menggambarkan Character, Capital, Capacity, Collateral, Condition dari debitur.

3.5.2 Creditrisk+

Data yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan potensi kerugian dengan metode creditrisk+ adalah data debitur yang melakukan pembiayaan dengan skim murabahah dan Ijarah yang terangkum dalam bulan Januari 2012. Langkah pengukuran risiko dengan metode creditrisk+ menurut Crouhy et al (2000) adalah

1. Data yang dibutuhkan adalah exposure, probability default, default rate volatilities, recovery rate.

2. Membagi exposure atau loss given default (LGD) ke dalam beberapa kelas dan beberapa band. Pembagian kelas dapat disesuaikan berdasarkan exposure terendah dan tertinggi. Pembagian exposure ke dalam band dilakukan dengan cara membagi exposure dengan nilai kelas. Pembulatan band dilekukan berdasarkan ketentuan umum, jika lebih dari sama dengan 0.5 maka dibulatkan ke atas, sedangkan kurang dari 0.5 dibulatkan ke bawah. Data dibagi ke dalam empat kelas dan sepuluh band.

3. Menghitung Expected Loss dilakukan dengan cara mengkalikan LGD setiap debitur di setiap band dengan Probability Default. Proses ini dapat dinotasikan sebagai berikut ELALGDAPDA

4. Menghitung expected number of default dilakukan dengan cara mencari nilai nj. Nilai nj dicari dengan membagi expected loss total setiap band dengan band. Proses tersebut dinotasikan sebagai berikut


(28)

j j j

L EL

n  . Expected Loss total (ELj) didapatkan dari

  j A L L A A j EL EL : .

5. Menentukan jumlah debitur default dengan menggunakan sebaran Poisson. Rumus sebaran Poisson adalah Prob(n default)=

! n e n n nj

j

ket:

Prob(n default): tingkat kepercayaan lebih dari sama dengan 95% j

n : expected number of default e : angka natural (2.718281828) n : jumlah debitur default

Sebaran Poisson juga dapat dicari dengan menggunakan Minitab14 sehingga dapat langsung ditemukan jumlah debitur default pada tingkat kepercayaan lebih dari sama dengan 95%.

6. Menghitung potensi kerugian dapat dicari dengan menggunakan rumus Potential Loss=

  

    4 1 10 1 %) 5 ( ( k k j j j j n

LReal lossj  nilai

kelask)

3.5.3 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah analisis yang berfungsi untuk menjelaskan secara rinci atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sebagaimana adanya, tanpa melakukan pengolahan data secara kuantitatif dan membuat kesimpulan yang sesuai yang berlaku umum.


(29)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 BMT Al-Fath IKMI

4.1.1 Profil BMT Al-Fath IKMI

BMT Al-Fath IKMI adalah lembaga keuangan mikro syariah yang notabenenya adalah lembaga keuangan aset umat dengan prinsip operasionalnya mengacu pada prinsip-prinsip syari'at Islam. BMT Al-Fath IKMI dibentuk dalam upaya memberdayakan umat secara kebersamaan melalui kegiatan simpanan dan pembiayaan serta kegiatan-kegiatan lain yang berdampak pada peningkatan ekonomi anggota dan mitra binaan ke arah yang lebih baik, lebih aman, serta lebih adil.

BMT (Baitul Maal wat Tamwiil) Al-Fath IKMI dirintis oleh 25 orang pendiri pada tanggal 13 Oktober 1996, dan kini jumlah pendirinya menjadi 31 orang. Sebagai lembaga yang mengemban misi sosial, maka dibentuklah divisi Baitul Maal yang dikelola secara terpisah agar dapat berjalan secara optimal melayani umat. Sebagai lembaga bisnis maka dibentuklah Baitut Tamwil dengan dikelola oleh tenaga muslim yang profesional dibidang keuangan. Struktur organisasi BMT Al-Fath IKMI dapat dilihat pada lampiran 1.

Visi BMT Al-Fath IKMI adalah Meningkatkan kualitas keimanan anggota dan mitra binaan sehingga mampu berperan aktif sebagai khalifah Allaah SWT. Misi BMT Al-Fath IKMI adalah Menerapkan prinsip-prinsip syari'at dalam kegiatan ekonomi, memberdayakan pengusaha kecil dan menengah, dan membina kepedulian aghniyaa (orang mampu) kepada dhuafaa (kurang mampu) secara terpola dan berkesinambungan.

4.1.2 Produk BMT Al-Fath IKMI

BMT Al-Fath IKMI memiliki produk dan layanan di bidang jasa keuangan. Produk yang dimiliki oleh BMT Al-Fath IKMI adalah


(30)

Simpanan dari mitra yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat. Tabungan ini menggunakan prinsip wadiah /titipan. Dalam tabungan ini BMT Al-Fath tidak wajib memberikan bagi hasil kepada penabung. BMT Al-Fath boleh memberikan bonus setiap bulan sesuai dengan kebijakanBMT Al-Fath.

Tabah (Tabungan berjangka Al-Fath)

Tabungan / investasi dengan menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah yang penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang dikehendaki. Pilihan jangka waktu yang dapat dipilih adalah: 3 Bulan dengan nisbah 25% (mitra): 75% (BMT), 6 Bulan dengan Nisbah 30% mitra: 70% (BMT), 9 Bulan dengan nisbah 35%(mitra): 65% (BMT) dan 12 bulan dengan nisbah 40% (mitra): 60% (BMT).

Sidik (Simpanan Pendidikan)

Bentuk simpanan yang alokasi dananya diperuntukan untuk dana pendidikan bagi putra-putri mitra. Penarikan dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, pertama pada saat ajaran baru, kedua pada saat semester. Simpanan dengan prinsip mudharabah mutlaqah ini akan mendapat bagi hasil setiap bulan dengan nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).

Simpanan Idul Fitri

Simpanan yang direncanakan untuk keperluan idul fitri. Penarikan dilakukan satu kali menjelang idul fitri. Simpanan ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).

Simpanan Qurban

Simpanan yang diperuntukan untuk keperluan pembelian hewan qurban. Penarikan dilakukan satu kali menjelang ibadah qurban. Simpanan ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).


(31)

Simpanan Nikah

Simpanan yang diperuntukan bagi mereka yang merencanakan pernikahan. Penarikan dilakukan satu kali, satu bulan menjelang pernikahan. Simpanan ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).

Simpanan Haji

Simpanan yang diperuntukan bagi mereka yang merencanakan untuk menunaikan haji. Penarikan dilakukan satu kali. Simpanan ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).

Pembiayaan Mudharabah

Akad kerjasama antara BMT selaku pemilik modal (Shahibul Maal) dengan mitra selaku pengelola usaha (mudharib) untuk mengelola usaha yang produktif dan halal. Dan hasil keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati kedua belah pihak.

Pembiayaan Musyarakah

Akad kerjasama usaha produktif dan halal antara BMT dengan mitra dimana sumber modalnya dari kedua belah pihak. Keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati kedua belah pihak. Sedangkan kerugian ditanggung kedua belah Pihak sesuai dengan porsi modal masing-masing.

Piutang Murabahah

Akad jual beli barang antara mitra dengan BMT Al-Fath IKMI dengan menyatakan harga perolehan/harga beli/ harga pokok ditambah keuntungan/margin yang disepakati kedua belah pihak. BMT membelikan barang-barang yang dibutuhkan mitra atau BMT memberi kuasa kepada mitra untuk membeli barang-barang kebutuhan mitra atas nama BMT. Lalu barang tersebut dijual kepada mitra dengan harga pokok ditambah dengan keuntungan yang diketahui dan disepakati bersama dan diangsur selama jangka waktu tertentu.


(32)

Piutang Ijarah

Akad sewa menyewa barang atau jasa antara BMT Al-Fath IKMI dan mitra. BMT Al-Fath IKMI menyewakan jasa atau barang kepada mitra dengan harga sewa yang telah disepakati dan diangsur selama jangka waktu tertentu.

4.1.3 Analisis Pembiayaan BMT Al-Fath IKMI

Proses penyaluran dana yang dilakukan BMT Al-Fath IKMI diawali dengan adanya permohonan pembiayaan yang diajukan oleh mitra BMT dengan menyertakan fotocopy KTP, Kartu Keluarga, surat nikah, slip gaji, kepemilikan agunan, dan pas foto . Selanjutnya Customer Service dan Account Officer BMT Al-Fath IKMI melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas. Jika berkas yang disertakan lengkap dan sesuai persyaratan maka tim BMT Al-Fath IKMI melakukan survey kepada mitra, namun jika berkas belum lengkap maka BMT Al-Fath IKMI mempersilakan mitra untuk melengkapinya terlebih dahulu. Pada survey yang dilakukan oleh BMT Al-Fath IKMI dilakukan juga analisis kelayakan usaha mitra. Jika hasil analisis dinyatakan tidak layak maka permohonan pembiayaan ditolak. Sedangkan jika analisis kelayakan usaha dinyatakan layak maka mitra dipanggil untuk menghadap kepada komite pembiayaan untuk dilakukan pengikatan dan penyelesaian administrasi. Selama usaha mitra dibiayai, maka tim BMT Al-Fath IKMI akan melakukan monitoring kepada mitra tersebut. Diagram alir penyaluran pembiayaan dapat dilihat pada lampiran 2.

BMT Al-Fath IKMI melakukan analisis pembiayaan sebelum melakukan penyaluran dana. Analisis tersebut dilakukan berdasarkan faktor-faktor penilaian pembiayaan yang berpedoman pada prinsip 5-P: People (orang/karakter)

Orang atau mitra pemohon pembiayaan merupakan titik sentral yang harus diperhatikan dalam setiap pemberian pembiayaan. Oleh karena itu, BMT Al-Fath IKMI harus mendapatkan keyakinan terhadap mitra pembiayaan melalui penilaian karakter dari mitra pembiayaan tersebut.


(33)

Purpose (tujuan penggunaan)

BMT Al-Fath IKMI menganalisis apakah tujuan penggunaan dana oleh mitra pembiayaan apakah dapat menunjang kegiatan usaha mitra dan sesuai dengan tujuan pemberian pembiayaan BMT Al-Fath IKMI.

Prospect (peluang pasar)

BMT Al-Fath IKMI menilai apakah usaha yang dijalankan oleh mitra memiliki peluang pasar yang baik untuk dijalankan atau tidak dengan disesuaikan kepada kondisi makro lingkungan usaha. BMT Al-Fath IKMI juga harus mampu melakukan penilaian terhadap risiko bisnis dari usaha mitra pembiayaan.

Payment (kemampuan bayar)

Penilaian mengenai sumber pembayaran pembiayaan dari calon mitra apakah tersedia dan aman serta apakah setelah pemberian pembiayaan, mitra memiliki sumber pendapatan yang cukup untuk pembayaran pembiayaan.

Protection (agunan)

Penilaian mengenai jaminan mitra pembiayaan untuk mengantisipasi sekiranya terjadi hal yang di luar perkiraan. Agunan atau jaminan merupakan second way out jika mitra tidak mapu melunasi pembiayaan. Semakin besar nilai agunan maka semakin kecil risiko kerugian akibat gagal bayar.

Saat melakukan analisis pembiayaan BMT Al-Fath IKMI menggunakan Formulir Permohonan Pembiayaan, Rancangan Anggaran Belanja Mitra, dan berkas-berkas kelengkapan. Selain itu, Account Officer melakukan tinjauan lapangan kepada mitra pembiayaan untuk memperoleh informasi lebih lengkap dan melihat langsung aset yang akan dijadikan jaminan oleh mita pembiayaan.

Selama melakukan analisis pembiayaan Tim BMT Al-Fath IKMI harus mematuhi petunjuk kerja. Petunjuk ini digunakan untuk membantu Tim pembiayaan dalam menganalisis agar tidak salah dalam menganalisis sehingga hasil analisis dapat mengurangi potensi gagal


(34)

bayar dari mitra pembiayaan. Petunjuk kerja yang telah disusun BMT Al-Fath IKMI adalah

1. Kualitas pembiayaan lebih penting daripada ekspansi pembiayaan 2. kejujuran anggota adalah skala prioritas utama dalam penilaian 3. jika tidak memahami usaha anggota, jangan berikan pembiayaan 4. putusan pembiayaan tanpa tekanan hati

5. terlalu naif berfokus pada agunan

6. bila muncul keraguan, sebaiknya ditolak atau ditangguhkan putusan 7. bila anggota meminta jawaban putusan secepatnya, jawaban yang

paling tepat adalah “tolak”

8. telusuri dengan seksama kemana arah penggunaan dana BMT 4.1.4 Identifikasi Risiko Gagal Bayar BMT Al-Fath IKMI

Informasi-informasi dari mitra pembiayaan yang diperoleh dari analisis pembiayaan digunakan untuk mengidentifikasi penyebab risiko gagal bayar. BMT Al-Fath IKMI sendiri sudah mendefinisikan pembiayaan bermasalah. Menurut BMT Al-Fath IKMI pembiayaan bermasalah adalah

- Pembiayaan yang tidak lancar

- Pembiayaan dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan

- Pembiayaan yang tidak menepati jadwal angsuran - Pembiayaan yang memiliki potensi merugikan BMT

- Pembiayaan yang memiliki potensi menunggak dalam satu waktu tertentu

BMT Al-Fath IKMI sendiri telah mengidentifikasi gejala-gejala gagal bayar. Gejala-gejala tersebut disusun berdasarkan pengalaman masa lalu dan monitoring yang dilakukan Tim BMT Al-Fath IKMI. Gejala tersebut adalah

- Baki kredit simpanan menurun

- Pembayaran angsuran tersendat-sendat - Sering meminta penundaan pembayaran


(35)

- Mengajukan perpanjangan pembiayaan - Sering menghindar saat penagihan - Adanya hutang ke pihak lain - Isi tempat usaha kosong - Memulai usaha baru - Adanya sengketa keluarga

- Adanya informasi negatif dari pihak lain - Kesehatan mitra pembiayaan menurun - Mitra pembiayaan meninggal

- Mitra pembiayaan menikah kembali

- Menggunakan pembiayaan yang diberikan usaha untuk membeli barang-barang konsumtif

BMT Al-Fath IKMI telah merumuskan penyebab-penyebab gagal bayar pembiayaan. Penyebab-penyebab tersebut dibagi ke dalam dua faktor, yaitu faktor internal BMT dan faktor internal mitra pembiayaan. Penyebab tersebut adalah

Faktor Internal BMT :

1. Lemah dalam analisis pembiayaan : data kurang akurat, pembiayaan terlalu sedikit, pembiayaan terlalu banyak, jangka waktu terlalu lama, jangka waktu terlalu pendek

2. Kelemahan dalam dokumen, data mengenai pembiayaan anggota tidak terdokumentasikan dengan baik, pengawasan atas fisik dokumen kurang

3. kelemahan dalam supervisi pembiayaan : pengawasan kurang rutin, tindakan pencegahan kurang dini, anggota terlalu banyak, nggota terpencar domisilinya

4. Kecerobohan petugas lapangan disebabkan oleh terlalu bernafsu memperoleh laba, terlalu kompromistis, tidak memiliki kebijakan yang matang, terlalu percaya dan menggampangkan masalah, tidak mampu menyaring risiko bisnis, kurang proaktif dan terlalu reaktif 5. Kelemahan kebijakan Pembiayaan


(36)

7. Kelemahan SDM 8. Kelemahan teknologi 9. Kecurangan petugas

Faktor Internal Mitra Pembiayaan : 1. Kelemahan karakter

2. kelemahan kemampuan 3. Musibah

4. penyimpangan penggunaan dana 5. sengketa keluarga

6. terlibat banyak hutang

4.2 Identifikasi Risiko dengan Analisis Diskriminan

Identifikasi risiko yang dilakukan BMT Al-Fath IKMI merupakan identifikasi risiko setelah terjadinya pemberian pembiayaan. Identifikasi risiko juga dapat dilakukan sebelum pembiayaan cair atau saat calon debitur mengajukan permohonan pembiayaan. Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menganalisis informasi dari permohonan yang dilakukan oleh calon debitur.

BMT Al-Fath IKMI mewajibkan calon debitur mengisi Formulir Permohonan Pembiayaan. Informasi yang diisi oleh calon debitur tersebut harus sesuai dan berdasarkan calon debitur sendiri. Secara garis besar Formulir Permohonan Pembiayaan mencakup informasi tentang 5C (characteristic, capital, capacity, collateral, dan condition). Semakin rinci informasi yang diberikan oleh calon debitur maka akan semakin membantu BMT Al-Fath IKMI dalam menilai debitur. Kebenaran informasi dari Formulir Permohonan Pembiayaan juga harus diperiksa kebenarannya dengan surat-surat keterangan lain dari instansi terkait dan survey langsung oleh Account Officer BMT Al-Fath IKMI.

Setelah informasi mengenai debitur diperoleh dan telah diperiksa kebenarannya, BMT Al-Fath IKMI dapat menggunakan informasi-informasi tersebut untuk memprediksi kolektabilitas calon debitur. Kendala yang dihadapi oleh BMT Al-Fath IKMI adalah kemampuan debitur dalam memberikan informasi. Salah satu contoh rendahnya kemampuan debitur


(37)

adalah masih ada calon debitur yang tidak mampu membaca, menulis, dan menghitung sehingga tidak mampu mengisi Formulir Permohonan Pembiayaan. Selain itu, kurangnya kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang dapat digunakan untuk memprediksi kolektabilitas debitur dan memprediksi kolektabilitas debitur berdasarkan faktor-faktor tersebut.

Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Diskriminan. Alat analisis ini dapat melakukan dua hal sekaligus, yaitu mengelompokkan debitur dan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat digunakan untuk memprediksi kolektabilitas debitur. Analisis diskriminan hanya dapat digunakan jika skala pengukuran minimal bersifat interval.

Informasi yang diperlukan dalam analisis diskriminan diperoleh dari Formulir Permohonan Pembiayaan dan berkas-berkas penunjang lainnya yang diberikan debitur, seperti kartu keluarga dan lain-lain. Berdasarkan formulir tesebut data yang dapat dikumpulkan adalah informasi mengenai jenis kelamin, usia, status pernikahan, status mitra, pendidikan terakhir, tempat tinggal, lama usaha, status tempat usaha, pembiayaan lalu, pengajuan ke, jumlah pengajuan, akad, skala, plafon, margin, jenis jaminan, harga taksiran, total pendapatan, total biaya hidup, dan harga belanja calon debitur. Namun, karena analisis diskriminan hanya dapat digunakan untuk minimal skala interval, maka informasi yang digunakan untuk variabel predictors adalah usia, lama usaha, pembiayaan lalu, pengajuan ke, jumlah pengajuan, skala angsuran, plafon, margin, harga taksiran jaminan, total pendapatan, total biaya hidup, dan harga belanja.

Informasi mengenai pendidikan dan jenis angsuran dapat digunakan dengan pengolahan terlebih dahulu. Pendidikan dijadikan skala ordinal berdasarkan tingkat pendidikan mulai dari yang terendah hingga tetinggi. Begitu juga dengan jenis jaminan diberikan peringkat berdasarkan nilai agunannya berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/19/PBI/2006 pasal 13. Aset usaha dan ijazah diberi peringkat terndah sedangkan tabungan debitur diberi peringkat tertinggi. Setelah keduanya dijadikan skala ordinal data


(38)

tersebut diolah dengan menggunakan Macro Minitab, yaitu gmacro1. Sehingga variabel predictors untuk analisis diskriminan ini adalah usia, lama usaha, pembiayaan lalu, pengajuan ke, jumlah pengajuan, skala angsuran, plafon, margin, harga taksiran jaminan, total pendapatan, total biaya hidup, harga belanja, pendidikan , dan jaminan, sedangkan kolektabilitas sebagai variabel respon.

Gambar 4. Hasil analisis diskriminan Murabahah

Analisis diskriminan dilakukan dengan mengelompokkan debitur berdasarkan variable predictor yang berasal dari Formulir Permohonan Pembiayaan. Variabel predictor yang digunakan seharusnya dapat mewakili prinsip 5C akan tetapi pada kenyataannya data Capital (modal) debitur tidak dapat diperoleh karena debitur tidak mampu mengisinya, sehingga variable predictor yang digunakan hanya mewakili 4C, yaitu characteristic, capacity, collateral, condition. Jumlah debitur yang termasuk ke dalam kelompok kolektabilitas 1 (lancar) sebanyak 16 orang, kolektabilitas 2 (dalam perhatian khusus) sebanyak 10 orang, kolektabilitas 3 (kurang lancar) sebanyak 2 orang, kolektabilitas 4 (diragukan) sebanyak 5 orang, dan kolektabilitas 5 (macet) sebanyak 11 orang. Debitur yang dapat mengembalikan pembiayaan dengan baik adalah kolektabilitas 1 dan 2 yang berjumlah 26 orang. Debitur yang dapat menyebabkan gagal bayar adalah debitur yang berada pada


(39)

kolektabilitas 3, 4, dan 5 yang berjumlah 18 orang. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi debitur pada BMT Al-Fath berada pada kondisi mampu mengembalikan pembiayaan dengan baik, meskipun jumlahnya tidak terlalu berbeda. Total keseluruhan debitur yang dikelompokkan sebanyak 44 orang. Jumlah tersebut berkurang karena pada proses analisis diskriminan dilakukan penghapusan debitur yang misclassification agar proporsi kebenaran mencapai 100%.

Gambar 5. Fungsi diskriminan Murabahah

Gambar 5 menampilkan fungsi diskminan untuk murabahah. Fungsi ini dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kolektabilitas debitur. Penggunaan fungsi ini adalah analis pembiayaan meminta data mengenai usia debitur hingga harga belanja debitur, kemudian informasi tersebut dikalikan dengankoefisien variable, jumlah terbesar akan menunjukkan kolektabilitas debitur yang diprediksi.

Pada kolektabilitas 1, variable predictor pendidikan terakhir, usia, pengajuan ke mewakili characteristic debitur. Sebagian besar pendidikan terakhir debitur adalah SMA yang berarti sudah mampu memahami prosedur serta kewajiban pembiayaan. Rata-rata Usia debitur adalah 42. Rata-rata jumlah pengajuan yang telah dilakukan debitur sebanyak 4 kali. Variable total pendapatan dan total biaya hidup pada kolektabilitas 1 memiliki rata-rata pendapatan Rp6,960,000 dan rata-rata biaya hidup Rp2,370,000. Variable total pendapatan dan biaya hidup digunakan untuk mengetahui kapasitas atau


(40)

kemampuan debitur dalam melaksanakan kewajiban mengembalikan pembiayaan. Pada kolektabilitas 1 total pendapatan lebih besar daripada biaya hidup sehingga debitur dapat melunasi kewajibannya. Variable jenis jaminan mewakili prinsip collateral pada prinsip 5C. sebagian besar jenis jaminan debitur yang berada pada kolektabilitas 1 adalah AJB Tanah yang memiliki nilai agunan 60% dari nilai jual objek pajak. Prinsip condition diwakili oleh lama usaha debitur. Rata-rata lama usaha debitur adalah 7.43 tahun.

Pada kolektabilitas 2, kondisi pendidikan terkakhir debitur pada kolektabilitas 2 adalah SMA yang berarti sudah mampu memahami prosedur dan kewajiban pembiayaan. Selain pendidikan variable predictor yang mewakili prinsip characteristic adalah pengajuan ke dan usia. Rata-rata pengajuan ke debitur kolektabilitas 2 adalah 5 kali dan rata-rata usaia debitur adalah 36 tahun. Variable predictor yang mewakili collateral adalah jenis jaminan. Jenis jaminan yang paling banyak digunakan pada kolektabilitas 2 adalah kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor memiliki nilai agunan 50% dari nilai jual obyek pajak. Variable total pendapatan dan biaya hidup termasuk ke dalam prinsip capacity atau kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya. Rata-rata pendapatan debitur yang berada pada kolektabilitas 2 adalah Rp5,510,000 sedangkan rata-rata biaya hidup debitur Rp2,700,000. variable predictor yang mewakili condition adalah lama usaha. Rata-rata lama usaha debitur adalah 6.43 tahun.

Pada kolektabilitas 3, sebagian besar pendidikan terakhir debitur pada kolektabilitas 3 adalah SMA. Latar belakang pendidikan debitur kolektabilitas 3 sama dengan kolektabilitas 1 dan 2. Rata-rata pengajuan ke debitur pada kolektabilitas 3 adalah 4 kali. Rata-rata Usia debitur adalah 36 tahun. Ketiga variable predictor tersebut termasuk ke dalam prinsip characteristic. Total pendapatan debitur kolektabilitas 3 adalah Rp6,590,000, total biaya hidup debitur kolektabilitas 3 sebesar Rp4,340,000, sedangkan haraga belanja yang diberikan kepada debitur kolektabilitas 3 rata-rata berjumlah Rp21,330,000. Perbandingan antara jumlah pendapatan dengan harga belanja sangat jauh. Kondisi inilah yang mengakibatkan debitur tidak mampu membayar kewajibannya karena pendapatan yang diperolehnya tidak dapat menutupi


(41)

kewajiban dan kebutuhan hidupnya. Jenis jaminan yang paling banyak digunakan debitur kolektabilitas 3 adalah kendaraan bermotor yang memiliki nilai agunan 50% dari nilai jual obyek pajak. Rata-rata lama usaha debitur adalah 5.86 tahun

Pada kolektabilitas 4, variable predictor untuk mengetahui characteristic debitur adalah pengajuan ke, usia, dan pendidikan terakhir. Rata-rata pengajuan debitur adalah 3 kali dan pendidikan terakhir sebagian besar SD dan SMA. Bagi debitur yang memiliki pendidikan SD, faktor pendidikan dapat dijadikan salah satu penyebab debitur tidak mampu membayar adalah kurangnya kemampuan debitur dalam memahami persyaratan dan kewajiban sebagai debitur. Rata-rata pengajuan ke debitur adalah 3 kali dan rata-rata usia debitur adalah 48 tahun. Jenis jaminan yang digunakan debitur kolektabilitas 4 adalah AJB tanah yang memiliki nilai agunan 60% dari nilai jual objek pajak. Pada variable predictors yang mewakili prinsip capacity adalah harga belanja, total biaya hidup, dan total pendapatan. Harga belanja debitur kolektabilitas 4 rata-rata sebesar Rp9,700,000, total biaya hidup rata-rata debitur adalah Rp2,133,800, dan total pendapatan rata-rata sebesar Rp4,008,000. Perbandingan antara pemasukan dengan pengeluaran debitur tidak berbeda jauh sehingga kondisi ini dapat dijadikan penyebab debitur berada pada kolektabilitas 4. variable predictor yang mewakili condition adalaha lama usaha. Rata-rata lama usaha debitur adalah 4 tahun.

Pada kolektabilitas 5, sebagian besar pendidikan terakhir debitur adalah SMA sedangkan jenis jaminan yang paling sering digunakan adalah aset usaha yang tidak memiliki nilai agunan. Jaminan yang mampu diberikan debitur kolektabilitas 5 sangat rendah sehingga tidak dapat menutupi kerugian apabila debitur gagal bayar. Variable predictor yang mewakili capacity sama dengan variable predictor pada kolektabilitas sebelumnya yaitu total pendapatan, total biaya hidup, dan harga belanja. Rata-rata total pendapatan sebesar Rp3,055,500, total biaya hidup sebesar Rp1,325,100, dan rata-rata harga belanja Rp5,179,500. Perbandingan antara pemasukan dengan pengeluaran debitur tidak seimbang sehingga kondisi ini dapat dijadikan penyebab debitur berada pada kolektabilitas 5. Pengajuan ke dan usia dapat mewakili


(42)

characteristic debitur. Rata-rata jumlah pengajuan yang telah dilakukan adalah 7 kali dan rata-rata usia adalah 45 tahun.

Banyaknya jumlah variable predictor dapat direduksi dengan analisis diskriminan stepwise menggunakan software SPSS 16. Hasil dari analisis diskriminan stepwise adalah empat variable predictor yang paling mempengaruhi untuk memprediksi kolektabilitas debitur adalah jaminan, usia, pendapatan, dan biaya hidup. Hasil ini memudahkan BMT Al-Fath IKMI untuk mengelompokkan debitur. Proses analisis dapat dilihat pada lampiran 3.

Hasil analisis diskriminan dapat dijadikan masukan untuk memutuskan apakah debitur diberikan pembiayaan atau tidak. Keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan informasi-informasi variable predictor. Secara umum kondisi pendidikan terakhir debitur dari kolektabilitas 1 hingga 5 tidak jauh berbeda yaitu SMA, namun pada kolektabilitas 3 hingga 5 terdapat debitur berpendidikan SD. Jenis jaminan dari kolektabilitas 1 hingga 5 secara umum memiliki nilai agunan yang semakin menurun.

Produk kedua BMT Al-Fath IKMI adalah Ijarah. Pemisahan murabahah dan Ijarah dilakukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pembiayaan akan sama atau tidak. Hasil analisis diskriminan Ijarah dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Hasil analisis diskriminan Ijarah

Analisis diskriminan yang dilakukan untuk Ijarah sama dengan yang dilakukan pada murabahah, yaitu berdasarkan variable predictor yang berasal


(43)

dari Formulir Permohonan Pembiayaan. Variabel predictor yang digunakan seharusnya dapat mewakili prinsip 5C akan tetapi pada kenyataannya data Capital (modal) debitur tidak dapat diperoleh karena debitur tidak mampu mengisinya, sehingga variable predictor yang digunakan hanya mewakili 4C, yaitu characteristic, capacity, collateral, condition. Jumlah debitur yang termasuk ke dalam kelompok kolektabilitas 1 (lancar) sebanyak 12 orang, kolektabilitas 2 (dalam perhatian khusus) sebanyak 4 orang, kolektabilitas 3 (kurang lancar) sebanyak 2 orang, kolektabilitas 4 (diragukan) sebanyak 2 orang, dan kolektabilitas 5 (macet) sebanyak 4 orang. Debitur yang dapat mengembalikan pembiayaan dengan baik adalah kolektabilitas 1 dan 2 yang berjumlah 16 orang. Debitur yang dapat menyebabkan gagal bayar adalah debitur yang berada pada kolektabilitas 3, 4, dan 5 yang berjumlah 8 orang. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi debitur pada BMT Al-Fath berada pada kondisi mampu mengembalikan pembiayaan dengan baik. Total keseluruhan debitur yang dikelompokkan sebanyak 24 orang.

Gambar 7. Fungsi diskriminan Ijarah

Gambar 7 menampilkan fungsi diskminan untuk Ijarah. Fungsi ini dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kolektabilitas debitur. Cara penggunaan fungsi ini adalah analis pembiayaan meminta data mengenai usia debitur hingga harga belanja debitur, kemudian informasi tersebut dikalikan dengankoefisien variable, jumlah terbesar akan menunjukkan kolektabilitas debitur yang diprediksi.


(44)

Pada kolektabilitas 1, variable predictor total biaya hidup dan total pendapatan pada prinsip 5C mewakili capacity debitur. Debitur yang berada pada kolektabilitas 1 memiliki rata pendapatan Rp5,476,716.67 dan rata-rata biaya hidup Rp1,772,616.67. Pada kolektabilitas 1 total pendapatan lebih besar daripada biaya hidup sehingga debitur dapat melunasi kewajibannya. Pendidikan terakhir, usia, dan pengajuan ke mewakili characteristic. Sebagian besar pendidikan terakhir debitur adalah SMA yang berarti sudah mampu memahami prosedur serta kewajiban pembiayaan. Rata-rata usia debitur adalah 36 tahun. Rata-rata pengajuan yang dilakukan debitur adalah 5 kali. Banyaknya jumlah pengajuan dapat dijadikan pertimbangan untuk melihat karakteristik debitur apakah selam pengajuan tersebut debitur bertanggung jawab atau tidak. Variable jenis jaminan mewakili prinsip collateral pada prinsip 5C. sebagian besar jenis jaminan debitur yang berada pada kolektabilitas 1 adalah kendaraan bermotor yang memiliki nilai agunan 50% dari nilai jual objek pajak. Berbeda dengan hasil untuk murabahah, jaminan pada Ijarah tidak terlalu mempengaruhi debitur. Variable lama usaha dapat mewakili prinsip collateral. Rata-rata lama usaha debitur adalah 5 tahun.

Pada kolektabilitas 2, debitur pada kolektabilitas 2 rata-rata memiliki pendapatan Rp9,895,000 dan rata-rata biaya hidup Rp4,852,500. Kondisi pendidikan terkahir debitur pada kolektabilitas 2 adalah SMA dan Sarjana yang berarti sudah mampu memahami prosedur dan kewajiban pembiayaan. Selain pendidikan variable predictor yang mewakili prinsip characteristic adalah pengajuan ke dan usia. Rata-rata pengajuan debitur kolektabilitas 2 adalah 5 dan rata-rata usia debitur adalah 40 tahun. Jenis jaminan yang paling banyak digunakan pada kolektabilitas 2 adalah AJB Tanah. Jenis jaminan ini memiliki nilai agunan 60% dari nilai jual obyek pajak. Jenis jaminan pada kolektabilitas 2 memiliki pengaruh yang cukup besar. Variable lama usaha dapat digunakan untuk mengetahui kondisi usaha debitur. Rata-rata lama usaha adalah 7 tahun.

Pada kolektabilitas 3, total pendapatan debitur kolektabilitas 3 adalah Rp6,025,000 dan total biaya hidup debitur kolektabilitas 3 sebesar Rp2,717,500. Variable predictor pendidikan, usia, dan pengajuan ke mewakili


(1)

31 0.99828 32 0.99909 33 0.99953 34 0.99977 35 0.99989 36 0.99995 37 0.99998 38 0.99999 39 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 14.98

x P( X <= x ) 0 0.00000 1 0.00000 2 0.00004 3 0.00021 4 0.00087 5 0.00283 6 0.00773 7 0.01821 8 0.03784 9 0.07050 10 0.11944 11 0.18608 12 0.26927 13 0.36513 14 0.46770 15 0.57014 16 0.66604 17 0.75055 18 0.82088 19 0.87633 20 0.91786 21 0.94749 22 0.96766 23 0.98080 24 0.98900 25 0.99391 26 0.99675 27 0.99832 28 0.99916 29 0.99959 30 0.99981 31 0.99991 32 0.99996 33 0.99998 34 0.99999 35 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 3.63

x P( X <= x ) 0 0.02652 1 0.12277 2 0.29747


(2)

3 0.50886 4 0.70069 5 0.83996 6 0.92422 7 0.96792 8 0.98774 9 0.99574 10 0.99864 11 0.99960 12 0.99989 13 0.99997 14 0.99999 15 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 4.44

x P( X <= x ) 0 0.01180 1 0.06417 2 0.18044 3 0.35252 4 0.54353 5 0.71314 6 0.83866 7 0.91827 8 0.96246 9 0.98426 10 0.99393 11 0.99784 12 0.99929 13 0.99978 14 0.99994 15 0.99998 16 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 1.36

x P( X <= x ) 0 0.25666 1 0.60572 2 0.84308 3 0.95068 4 0.98727 5 0.99722 6 0.99947 7 0.99991 8 0.99999 9 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 0.37

x P( X <= x ) 0 0.69073 1 0.94631 2 0.99359 3 0.99942


(3)

5 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 0.5

x P( X <= x ) 0 0.60653 1 0.90980 2 0.98561 3 0.99825 4 0.99983 5 0.99999 6 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 1.06

x P( X <= x ) 0 0.34646 1 0.71370 2 0.90834 3 0.97711 4 0.99533 5 0.99920 6 0.99988 7 0.99998 8 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 0.55

x P( X <= x ) 0 0.57695 1 0.89427 2 0.98154 3 0.99753 4 0.99973 5 0.99998 6 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 0.1

x P( X <= x ) 0 0.90484 1 0.99532 2 0.99985 3 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 4.06

x P( X <= x ) 0 0.01725 1 0.08728


(4)

2 0.22944 3 0.42184 4 0.61712 5 0.77568 6 0.88298 7 0.94521 8 0.97680 9 0.99104 10 0.99683 11 0.99896 12 0.99969 13 0.99991 14 0.99998 15 0.99999 16 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 3.61

x P( X <= x ) 0 0.02705 1 0.12471 2 0.30098 3 0.51309 4 0.70453 5 0.84274 6 0.92590 7 0.96878 8 0.98814 9 0.99590 10 0.99870 11 0.99962 12 0.99990 13 0.99997 14 0.99999 15 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 0.79

x P( X <= x ) 0 0.45384 1 0.81238 2 0.95400 3 0.99130 4 0.99866 5 0.99983 6 0.99998 7 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 0.17

x P( X <= x ) 0 0.84366 1 0.98709 2 0.99928 3 0.99997 4 1.00000


(5)

Poisson with mean = 0.07 x P( X <= x )

0 0.93239 1 0.99766 2 0.99995 3 1.00000

Cumulative Distribution Function

Poisson with mean = 0.98

x P( X <= x ) 0 0.37531 1 0.74312 2 0.92334 3 0.98221 4 0.99664 5 0.99946 6 0.99993 7 0.99999 8 1.00000


(6)

AULIA EKA ANINDHITA. H24080031.

Kajian Manajemen Risiko

Pembiayaan UMKM pada Produk

Murabahah

dan

Ijarah

(Studi Kasus BMT

Al-Fath IKMI Ciputat)

Di bawah bimbingan

BUDI PURWANTO.

BMT Al-Fath IKMI Ciputat adalah lembaga keuangan mikro syariah yang

dibentuk dalam upaya memberdayakan umat secara kebersamaan melalui kegiatan

simpanan dan pembiayaan yang berdampak pada peningkatan ekonomi anggota

dan mitra binaan ke arah yang lebih baik. BMT Al-Fath IKMI Ciputat

menyalurkan pembiayaan kepada debitur yang bergerak di sektor UMKM untuk

membantu mengembangkan usaha debitur. Pembiayaan yang telah disalurkan

BMT Al-Fath IKMI Ciputat pada 2009 mencapai Rp5.074.393.134,00 dimana

produk

Murabahah

dan

Ijarah

mengambil proporsi terbanyak. Pada proses

penyaluran pembiayaan, BMT AL-Fath IKMI Ciputat menghadapi kendala

mengenai kemampuan debitur yang rendah untuk memenuhi persyaratan

pembiayaan, sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan risiko gagal bayar.

Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan kuantitatif yang berasal dari

Formulir Permohonan Pembiayaan dan Laporan Pembiayaan bulan Januari 2012.

Data tersebut diolah serta dianalisis menggunakan analisis diskriminan dan

Creditrisk+

. Perhitungan dan analisis yang dilakukan untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi kolektabilitas debitur, mengetahui potensi kerugian

yang akan dialami BMT Al-Fath IKMI Ciputat akibat gagal bayar pada produk

murabahah

dan

Ijarah

, dan menganalisis tindakan mitigasi untuk mengurangi

kerugian. Software yang digunakan untuk pengolahan data adalah Minitab14 dan

Microsoft excel 2003.

Analisis Diskriminan dilakukan untuk mengelompokkan debitur ke dalam

kolektabilitas dan mendapatkan fungsi diskriminan setiap kelompok kolektabilitas

sehingga diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kolektabilitas debitur.

Variabel respon pada analisis ini adalah kolektabilitas debitur. Variabel

predictors

yang digunakan adalah usia, lama usaha, pembiayaan lalu, pengajuan ke, jumlah

pengajuan, skala angsuran, plafon,

margin

, harga taksiran jaminan, total

pendapatan, total biaya hidup, harga belanja, pendidikan , dan jaminan. Metode

Penarikan

sample

yang digunakan untuk analisis diskriminan adalah

Non

Probability Sampling

, yaitu

Purposive sampling

dan

Quota Sampling

. Jumlah

responden ditentukan berdasarkan perhitungan slovin dengan Populasi 950 dan

α

=10% maka diperoleh jumlah

sample

sebanyak 90 debitur. Hasil dari pengolahan

analisis diskriminan adalah faktor-faktor yang dapat digunakan untuk

memprediksi kolektabilitas debitur adalah usia, pendidikan terakhir, jenis jaminan,

total biaya hidup, dan total pendapatan.

Pada metode

Creditrisk+

data diperoleh dari Laporan Pembiayaan bulan

Januari 2012. Perhitungan potensi kerugian dengan metode

creditrisk+

menggunakan sebaran Poisson dengan tingkat kepercayaan 95-99%. Hasil dari

metode

creditrisk+

adalah potensi kerugian yang akan dialami BMT Al-Fath

IKMI selama 2012 sebesar Rp460,050,000.