Pohon Sebagai Penghubung Dunia Atas dan Dunia Bawah

Berbagai konsepsi tentang minkan shinko di atas mempunyai penjelasan yang kuat dari sudut pendekatannya masing-masing, tetapi dari bermacam konsepsi tersebut terdapat pula kelemahan-kelemahan atau segi-segi yang belum terpecahkan untuk menyimpulkan minkan shinko sebagai suatu esensi atau karakteristik kebudayaan Jepang oleh si pembuat konsepsi yang bersangkutan.

3.1.1 Pohon Sebagai Penghubung Dunia Atas dan Dunia Bawah

Adapun analisis bentuk kepercayan dari satau hiasan yakni Kadomatsu yaitu hiasan tahun baru di Jepang berupa ranting daun pinus dan potongan bambu yang dipasang di muka pintu masuk rumah atau gedung. Kadomatsu dipajang secara berpasangan, kadomatsu laki-laki di sebelah kiri dan kadomatsu perempuan di sebelah kanan. Mereka lakukan itu karena Orang Jepang zaman dulu percaya Kami tinggal di atas pohon. Di tahun baru, arwah leluhur dipercaya kembali ke rumah yang dulu pernah ditinggalinya dalam bentuk Toshigami dewa tahun, sehingga kedatangannya disambut dengan kadomatsu yang sekaligus dipakai untuk tempat menginap dewa selama tahun baru. Orang Jepang meyakinibahwa tuhan itu ada banyak. Ada tuhan benda, tuhan bunga, tuhan pohon, tuhan hujan, dan bahkan di setiap jinja shrine-tempat Universitas Sumatera Utara ibadah orang Shinto, tuhannya pun berbeda-beda. Dengan konsep ini mereka hanya boleh mendatangi dan melakukan ibadah di jinja yang mereka yakini tuhannya. Misalnya jika seseorang tinggal di suatu daerah , maka biasanya dia percaya bahwa tuhan jinja di daerah tersebutlahlah yang memelihara dan menjaganya, bukan tuhan di jinja yang lain. Oleh karena itu mereka hanya mempercayai satu tuhan jinja. Hiasan kadomatsu terdiri dari dua jenis berdasarkan cara memotong bambu: Sogi ujung bambu dipotong diagonal, dan Zund ō ujung bambu dipotong mendatar. Di muka ketiga batang bambu diletakkan ranting pinus yang berisi daun muda. Setelah itu, bagian muka kadomatsu dihias dengan tanaman kubis hias Habotan berwarna merah dan putih. Hiasan kadomatsu juga sering dilengkapi dengan ranting dan daun beberapa tanaman, seperti Aprikot Jepang, Nanten, Kumazasa, dan Yuzuriha. Kadomatsu pertama dengan bambu yang ujungnya dipotong diagonal dibuat oleh Tokugawa Ieyasu. Di malam tahun baru, keluarga Matsudaira yang kalah dalam Pertempuran Mikatagahara 1572 menerima puisi bernada mengejek dari Takeda Shingen. Ieyasu begitu marah dan memenggal bambu hiasan kadomatsu hingga tertinggal potongan diagonal pada bambu. Sejak itu bambu Universitas Sumatera Utara kadomatsu di rumah keluarga Matsudaira selalu dipotong diagonal sebagai lambang ambisi memotong leher Shingen. Kebiasaan ini meluas ke seluruh Jepang setelah menjadi tradisi di daerah Kanto di masa Keshogunan Edo. Di zaman sekarang, kadomatsu bisa dibeli di toko bunga, toko tanaman, dan toko perkakas rumah tangga, harga kadomatsu sering sudah termasuk pengantaran, pemasangan, dan penjemputan. Kadomatsu yang selesai dipajang biasanya dibuang, sehingga dikritik sebagai sebab perusakan alam dan sumber sampah. Poster bergambar kadomatsu belakangan ini sering digunakan sebagai pengganti kadomatsu. Dan sebagi ritualnya bahwa kodamatsu juga mempunyai tujuan, Upacara Matsu-mukae menyambut pinus untuk mengambil dahan pohon pinus dari gunung diselenggarakan sekitar tanggal 10 Desember. Upacara ini dipercaya untuk menyambut dewa tahun yang tinggal di gunung untuk pulang ke rumah masing-masing. Di zaman dulu, kadomatsu sudah dipajang sejak bulan 12 tanggal 20. Di zaman sekarang, kadomatsu baru dipasang sesudah hari Hari Natal. Menurut kepercayaan, kadomatsu harus dipasang pada hari baik dan tidak boleh dipasang pada hari sial. Tanggal 29 bila dibaca dalam bahasa Jepang berbunyi nij ūku yang berarti kesengsaraan berlipat dua, sehingga hiasan kadomatsu tidak boleh Universitas Sumatera Utara dipasang tanggal 29 Desember. Kadomatsu juga tidak dipasang sehari sebelum tahun baru pada tanggal 31 Desember, dewa tahun dipercaya bakal marah karena hiasan tahun baru diperlakukan seperti hiasan upacara pemakaman yang cuma dipajang semalam. Kadomatsu biasanya mulai dipajang sekitar tanggal 27, 28, atau 30 Desember. Masa Matsu no Uchi adalah sebutan untuk masa hiasan kadomatsu masih boleh dipasang dan lamanya berbeda-beda menurut daerahnya di Jepang. Di sebagian daerah, masa Matsu no Uchi berakhir tanggal 7 Januari dan kadomatsu sudah harus dibersihkan tanggal 6 Januari sore hari. Di daerah Kansai, kadomatsu boleh dipasang hingga tahun baru kecil tanggal 15 Januari. Namun Konsep beragama bagi masyarakat Jepang bersifat fungsional, yaitu suatu sistem kepercayaan yang menganggap manusia memiliki suatu hubungan dengan Tuhan karena hubungan tersebut mendatangkan manfaat bagi masyarakat itu sendiri. Artinya bahwa seseorang melakukan segala bentuk pemujaan, berupa ritus-ritus dan menjalankan rangkaian upacara-upacara ritual. Pelaksanaan beragama yang dilakukan masyarakat Jepang dalam ritus – ritus kemanusiaan adalah berbeda – beda. Keberbedaan tersebut muncul karena tidak mencantumkan satu agama saja, melainkan pelaksanaan upacara atau Universitas Sumatera Utara perayaan nya bisa dengan menggunakan upacara secara Shinto atau pun Budha. Kepercayaan merupakan bagian dari ritual hidup. Alam kepercayaan masyarakat Jepang meyakini jumlah Kami dewa sangat banyak, dikatakan 88.000 atau 880.000 kami gami di Jepang. Situmorang hamzon : 2005. Dan bentuk Kepercayaan pada alam, meliputi alam ataupun pohon, gunung, batu, dan lain sebagainya. Kepercayaan tersebut timbul dari mulai adanya sesuatu yang dapat memberi kekuatan.

3.1.2 Pohon Sebagai Tempat Tinggal Para Dewa