kepada anak sekolah dengan mengajak mereka ke hutan dan membuat permainana agar mereka mengerti betapa pentingnya hutan untuk lingkungan. Hal yang
mengesankan disini adalah bahwa pelopor relawan tersebut adalah mereka yang sudah berumur diatas enam puluh tahun, setelah pensiun dan mencari kegiatan
yang bermanfaat bagi orang lain.
2.1.2 Pohon dan tempat tinggal
Folklor, sekarang disebut mitologi Jepang, hampir seluruhnya berdasarkan cerita yang terdapat dalam Kojiki, Nihonshoki, dan Fudoki dari
berbagai provinsi di Jepang. Dalam kata lain, mitologi Jepang sebagian besar berkisar pada berbagai kami penghuni Takamanohara Takamahara, atau
Takamagahara, dan hanya sedikit sumber literatur tertulis yang dapat dijadikan rujukan.
Di zaman kuno, setiap daerah di Jepang diperkirakan memiliki sejenis kepercayaan dalam berbagai bentuk dan folklor. Bersamaan dengan meluasnya
kekuasaan Kekaisaran Yamato, berbagai macam kepercayaan diadaptasi menjadi Kumitsugami atau “dewa yang dipuja” yang bentuknya menjadi hampir seragam,
dan semuanya dikumpulkan ke dalam “mitologi Takamanohara”. Sementara itu,
Universitas Sumatera Utara
wilayah dan penduduk yang sampai di abad berikutnya tidak dikuasai Kekaisaran Yamato atau pemerintah pusat Jepang yang lain, seperti Suku Ainu dan orang
Kepulauan Ryukyu masing-masing juga memiliki mitologi sendiri. Di abad pertengahan berkembang mitologi Jepang abad pertengahan
Chusei Nihongi dengan isi yang berbeda dari mitologi sebelumnya. Mitologi Jepang abad pertengahan tetap berpedoman pada Nihonshoki tapi dikembangkan
hingga menjadi sangat berbeda dengan versi aslinya. Mitologi Jepang abad pertengahan ditemukan dalam epik perang seperti Taiheki , buku penggubahan
syair dan anotasinya, serta berbagai Engi buku catatan asal-usul dan sejarah milik kuil agama Buddha dan Shinto.
Dalam mitologi Jepang abad pertengahan, berbagai kami dalam Kojiki dan Nihonshoki berdasarkan teori Honji Shijaku dikenali sebagai perwujudan
sementara para Buddha dan Bodhisattva atau dianggap sejajar. Selain itu, mitologi Jepang abad pertengahan bercampur dengan unsur-unsur yang diambil dari seni
dan cerita rakyat, mitologi berbagai daerah, serta menampilkan tingkat kedewaan dan benda-benda yang tidak ada di dalam Kojiki dan Nihonshoki.
Di pertengahan Zaman Edo, terdapat buku yang berjudul Kojiki-den dengan maksud melakukan interpretasi isi Kojiki hingga tuntas. Buku ini
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan sumber utama mitologi Jepang bergeser dari Nihonshoki menjadi Kojiki dan keadaan ini bertahan hingga sekarang..
Menurut kepercayaan Jepang bahwa Dunia berawal di Takamonahara di sana lahir berbagai kami seperti Kotoatmasuki dan Kaminoyonayo Kami yang
lahir paling akhir adalah dua bersaudara Izanagi Izanaki dan Izanami. Menurut Nakamura hajime, orang Jepang memiliki perasaan dekat
dengan alam yang sudah berlangsung sejak lama 1962:356. Orang jepang akan mampu menangkap makna yang terdapat dalam fenomena yang terdapat di alam
ini kalau ia memiliki hubungan yang dekat dan peka terhadap alam. Alam bagi orang jepang sangatlah berharga karena disinilah manusia hidup dan merupakan
sesuatu dimana manusia sangat bergantung padanya. Dalam hal selera, orang jepang memiliki konsep yang sederhana dan
menghargai kealamiahan jauh diatas segalanya, yang telah ditunjukkan dalam gaya hidupnya. Demikian halnya dalam hal pemilihan material rumah atau tempat
tinggal, masyarakat Jepang dominan menggunakan rumah tempat tinggal yang terbuat dari kayu. Selain untuk mengantisipasi akan terjadinya gempa, juga
karena mereka merasa lebih menyatu dengan alam dan menunjukkan perasaan dekat dengan alam.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Jepang sejak lama telah menggunakan kayu sebagai bahan utama untuk konstruksi rumah tinggal mereka. Hampir seluruh bagian rumah
tinggal seperti kolom, balok, dinding dan lantai terbuat dari kayu. Kayu-kayu yang digunakan umumnya memiliki berat jenis rendah antara 0,3 hingga 0,5 yang
oleh masyarakat Indonesia jarang digunakan untuk bahan konstruksi rumah tinggal. Sebahagian kebutuhan kayu masyarakat Jepang diperoleh dari Kanada
serta beberapa negara Asean seperti Indonesia dan Malaysia. Kayu dipilih oleh masyarakat Jepang karena bahan konstruksi ini memiliki tekstur yang indah dan
sangat ramah terhadap lingkungan karena dapat terurai secara alami. Walaupun dengan kualitas kayu yang lebih rendah, rumah tinggal kayu masyarakat Jepang
dikenal memiliki ketahanan gempa yang baik. Bila dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya seperti beton atau
baja, kayu memiliki nilai banding kekuatan terhadap berat yang lebih tinggi sehingga sangat sesuai untuk bahan konstruksi didaerah yang sering terjadi
gempa. Dengan berat bangunan yang lebih ringan, maka gaya inertia yang diakibatkan oleh gempa akan menjadi lebih kecil sebagaimana dinyatakan oleh
hukum kedua Newton. Selain itu kayu juga merupakan bahan yang lentur atau fleksibel sehingga bangunan kayu dapat mengikuti gerakan gempa tanpa disertai
Universitas Sumatera Utara
kerusakan apabila dirancang dengan baik. Terdapat empat sifat utama dari rumah tinggal kayu masyarakat Jepang yang berperan penting dalam meningkatkan
ketahanan terhadap gempa. Yang pertama adalah denah yang persegi dan simetris. Rumah tinggal
kayu Jepang dapat dipastikan berbentuk persegi dengan ukuran panjang tidak lebih dari 1,5 kali ukuran lebar. Disamping itu, letak jendela atau pintu diatur
sedemikian rupa sehingga prinsip simetris tetap dipertahankan. Denah yang simetris menyebabkan pusat kekuatan dan pusat massa bangunan terletak pada
satu titik yang sama sehingga bangunan terhindar dari bahaya puntir berputarnya bangunan pada sisi atas dengan sisi bawah fondasi diam pada saat dilanda
gempa. Sifat kedua adalah penggunaan alat sambung mekanis. Jenis alat sambung mekanis yang umum digunakan adalah paku atau
baut yang dilengkapi dengan plat besi dalam berbagai bentuk dan ukuran. Karena kayu merupakan material dengan kemampuan yang terbatas, maka kerusakan
sambungan diarahkan untuk terjadi terlebih dahulu pada alat sambungnya paku atau baut sehingga bangunan terhindar dari keruntuhan seketika. Prinsip ini mirip
dengan perilaku kerusakan pada konstruksi beton bertulang tahan gempa.
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan untuk rusak tanpa disertai keruntuhan menunjukkan kemampuan untuk menyerap energi gempa. Sambungan jenis takikan yang tidak
disertai dengan alat sambung mekanis sudah tidak dipergunakan lagi. Sambungan dengan model takikan tidak menjamin perilaku rusak yang baik oleh karena sifat
kayu yang mudah pecah juga dibebani gaya geser searah serat atau gaya tarik tegak lurus serat. Selain itu, pembuatan sambungan takikan memerlukan keahlian
tersendiri dan waktu tambahan sebhingga tidak cocok untuk pembuatan untuk rumah sistem pre-fabrikasi.
Sifat ketiga dari rumah tinggal kayu masyarakat Jepang adalah tersedianya sistem pengaku. Ada dua jenis sistem pengaku yang sering dijumpai
pada rumah-rumah tinggal masyarakat Jepang yaitu dinding geser shear wall dan sistem pengaku lantai diafragma. Dinding geser umumnya terbuat dari plywood
dengan ketebalan berkisar antara 0,5 hingga 1 inchi. Dinding plywood ini diikatkan kuat pada kolom di kedua sisi vertikalnya dan diikatkan pada balok
kayu horizontal ring balok atau balok sloof di kedua sisi lainnya dengan paku. Sedangkan pengaku diafragma tersusun dengan paku dari balok-balok
kayu yang dipasang saling tegak lurus satu sama lainnya, dan bebarapa balok kayu lainnya dipasang secara silang. Jarak antara balok-balok ini sangat rapat agar
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan stabilitas dan mempertahankan bentuk asli bangunan. Kedua jenis pengaku tersebut secara bersama-sama meningkatkan ketahanan bangunan
terhadap gempa. Sifat yang terakhir adalah sistem pengakeran anchoring yang kokoh. Pada umumnya gempa-gempa yang terjadi di Jepang memiliki komponen
arah vertikal selain arah horizontal. Agar rumah tidak terlepas dari fondasinya, maka seluruh bangunan harus terikat kuat dengan fondasinya. Rumah tinggal
kayu masyarakat Jepang diikatkan ke fondasi beton dengan melalui sistem anchoring pengangkeran, tidak hanya pada bagian kolomnya saja, tetapi juga
pada seluruh balok sloof. Untuk setiap jarak tertentu, besi angker yang umumnya berpenampang
bulat berulir dengan diameter minimal 0,5 inchi disambungkan dengan balok sloof dengan beberapa alat sambung paku dan plat besi dan ujungnya ditanamkan
kedalam fondasi beton bertulang. Dengan sistem pengangkeran yang kokoh ini, maka seluruh konstruksi struktur rumah beserta fondasinya menjadi satu
kesatuan dalam mendukung gaya gempa.
2.1.3 Pohon dan peralatan sehari-hari