Pandangan Masyarakat Okinawa Terhadap Patung Shisa

(1)

PANDANGAN MASYARAKAT OKINAWA TERHADAP PATUNG SHISA SHISA NO CHOUMON NI TAISHITE NO OKINAWA NO SHAKAI NO

KENKAI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana

dalam bidang Ilmu Sastra Jepang Oleh:

MIKE MELIALA NIM: 110708020

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PANDANGAN MASYARAKAT OKINAWA TERHADAP PATUNG SHISA SHISA NO CHOUMON NI TAISHITE NO OKINAWA NO SHAKAI NO

KENKAI SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana

dalam bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh: MIKE MELIALA

NIM: 110708020

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Hamzon Situmorang, M. S, Ph. D

NIP. 19580704 1989 12 1 001 NIP. 19600827 1991 03 1 001

Dr. Yuddi Adrian Muliadi, M.A

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

DisetujuiOleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, September 2015 Departemen Sastra Jepang Ketua,

NIP.196000919 1988 03 1001 Drs.EmanKusdiyana,M.Hum


(4)

Abstrak

要旨

Pandangan Masyarakat Okinawa Terhadap Patung Shisa シーサーの彫像に対しての沖縄の社会の見解

Jepang terkenal sebagai negara yang modern. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya yang banyak mengalami perubahan dikarenakan masuknya pengaruh kebudayaan luar ke negara ini. Namun, perubahan ini tidak membuat masyarakat Jepang melupakan kebudayaan dalam negeri. Sampai sekarang masyarakat Jepang masih mempertahankan dan memelihara tradisi kebudayaan leluhur dari generasi ke generasi. Salah satunya dapat dilihat pada masyarakat prefektur Okinawa. Di daerah ini terdapat tradisi budaya meletakkan patung yang berbentuk setengah singa dan anjing di depan rumah. Patung ini disebut shisa. Tradisi ini telah ada sejak dahulu dan masih ada sampai sekarang.

日本は近代的な国として認められている。これは海外からの影響がこの国に入

いたので、社 会の生活 の局面に多く の変更か ら見られた。 しかし、 この変更は日本

社会が自国の 文化を忘 れることがで きない。 今まで、日本 社会は世 代から世代への

伝統的な先祖 の伝来の 文化を守って いる。そ の一つは沖縄 県の社会 に見られる。こ

の地域で家の 前に半分 のライオンや 半分の犬 の形の像を置 く文化が ある。この像は

「シシャ」といわれた。この伝統は昔から今までもまだ守られている。

Hal yang membuat tradisi ini masih bertahan adalah masyarakat Okinawa percaya bahwa patung shisa dapat melindungi manusia dari roh-roh jahat, orang-orang yang ingin


(5)

berbuat jahat, dan menjaga agar roh baik tetap tinggal di dalam rumah. Kepercayaan ini tidak muncul tiba-tiba. Kepercayaan ini muncul dari mitos-mitos masyarakat Okinawa yang disebarkan dari mulut ke mulut, lalu dijadikan sebagai sebuah kebenaran. Dari bermacam-macam cerita mitos yang dikumpulkan, semuanya bercerita tentang zaman dahulu shisa telah menyelamatkan desa di Okinawa dari bahaya. Sejak saat itu, patung shisa dijadikan sebagai pelindung bagi masyarakat Okinawa.

この文化が今まで存在しているのは沖縄の社会はシシャが悪魔、悪い人から人

間を守れ、善 霊は家に 存在するのが 守れると 信用している 。この信 用は急に存在す

るわけ では ない。沖縄 の社会 にあ るう わさ の神話 から 出て 、本 当の話 にな って しま

った。いろい ろな 情 報から集まっ ていた神 話によると、 すべては シシャが危険な

ことから沖縄 の村を助 けてあげると 語ったそ うである。そ のときか ら、シシャの像

は沖縄の社会にとって保護者になった。

Patung singa pertama kali muncul di India, lalu disebarkan ke negara lain. Negara yang paling banyak mendapat pengaruh ini adalah negara yang ada di Asia. Cina merupakan salah satu negara yang mendapatkan pengaruh patung tersebut. Patung singa pertama kali masuk ke negara ini sekitar abad ke-3 SM. Lalu pada abad ke-14 patung singa ini masuk ke kerajaan ryukyuu (sekarang Okinawa). Pada abad itu, kerajaan ryukyuu (sekarang Okinawa) banyak melakukan hubungan kerjasama dengan Cina. Dari hubungan kerjasama ini, banyak kebudayaan Cina yang masuk ke Okinawa, salah satunya adalah patung shisa.

ライオンの像は最初にインドに現れ、それから他の国へ広がれていた。多くの


(6)

ライオンの像 は最初に この国に入っ たのは紀 元前三世紀で あった。 そして、第十四

世紀にこのラ イオンの 像は琉球王国 (現代は 沖縄)に入っ た。その 世紀で琉球王国

(今は沖縄) は中国と よく協同を組 合してい た。その協同 組合から 多くの中国の文

化が沖縄に入った。その一つはシーサーの像である。

Dahulu, patung ini hanya berfungsi untuk melindungi bangunan istana kerajaan dan kuil. Sebab, patung shisa hanya ada di tempat tersebut. Namun sekarang, shisa hampir ada di semua tempat di Okinawa. Patung ini ada di rumah-rumah warga, toko, kuil, taman, tempat wisata, hotel, rumah sakit, dan masih banyak lagi. Selain itu, dahulu shisa hanya berkaitan dengan kepercayaan, namun sekarang patung shisa sudah menjadi bagian dari kebudayaan Okinawa. Kebiasaan meletakkan patung shisa ini sudah ada sejak dahulu dan masih dilakukan sampai sekarang. Sehingga kebiasaan ini telah menjadi tradisi budaya. Selain itu, patung ini juga telah menjadi artefak kebudayaan, bahkan menjadi ikon prefektur Okinawa. Sekarang shisa dapat dibuat dari keramik, tanah liat, kayu, dan lain-lain. Namun dahulu patung shisa hanya terbuat dari batu.

昔、この像は寺や王宮の建物をしか守らない効用があった。その像はそのとこ

ろに初めてあ ったから である。しか し、今は シーサーが沖 縄の多く のところに見つ

けられる。こ の像は市 民の家、店、 寺、公園 、観光地、ホ テル、病 院などにある。

その上、昔、 シーサー は宗教しかつ ながらな く、今は沖縄 の文化の 一つの部分にな

っている。シ ーサーの 像を置く習慣 は昔から 今までずっと 続けてい る。この習慣は


(7)

縄県の アイ コン もな る。今 、シー サー が統 制、粘 土、 木材 など から作 られ る。 しか

し昔はシーサーが石から作られた。

Patung shisa memiliki nilai kearifan lokal. Nilai-nilai ini ditaati dan menjadi pelindung. Misalnya, patung ini membuat masyarakat Okinawa menjadi takut untuk mencuri. Sebab masyarakat Okinawa percaya ketika ada orang yang ingin mencuri, patung shisa tiba-tiba akan menjadi hidup, dan menyerang si pencuri tersebut. Jadi suasana didaerah ini terasa aman dan bebas dari pencuri.

シーサーは地元の知恵の価値観がある。この価値観を守って、導きになる。例

えば、このシ ーサーは 沖縄の社会に とって盗 むことを恐が らせると いった考えもあ

る。沖縄の社 会は盗み たい人がいれ ば、シー サーの像が急 に生きて その盗みたい人

を攻めること を信じて いるからであ る。その ため、この地 域は安全 で強盗がなくな

る。

Selain itu, karena bentuk dari patung ini seperti rupa anjing, hal ini membuat masyarakat Okinawa memandang anjing sebagai pelindung manusia. Sehingga di daerah ini anjing menjadi hewan yang sangat dihargai. Di Shibuya didirikan sebuah patung anjing Hachiko untuk mengenang sifat kesetiaan anjing kepada tuannya. Simbol-simbol yang ada pada bentuk patung shisa juga mengajarkan agar dalam kehidupan masyarakat melakukan hal-hal baik. Serta menjaga keseimbangan hidup dengan cara menjaga kesehatan. Hal inilah yang membuat kebanyakan masyarakat Okinawa memiliki umur yang panjang.

それに、この像の形が犬みたいで、沖縄の社会は犬に対して人間の保護者のイ


(8)

れている動物 である。 渋谷で飼い主 に非常な 犠牲がある犬 の像が作 られた。シーサ

ーの形にある 象徴も人 生の中で社会 に良いこ とばかりを教 えるよう にする。そして

健康を守って 人生のバ ランスも守る 。このこ とは最多の沖 縄の社会 が長生きにさせ

る。

Tanpa disadari, Nilai-nilai ini kemudian membentuk karakter masyarakat Okinawa yang menghargai binatang khususnya anjing, serta senantiasa menjaga kesehatan. Karakter baik inilah yang membuat tatanan kehidupan masyararakat Okinawa menjadi teratur. Jadi kesimpulannya, nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam kepercayaan terhadap patung shisa ikut memberikan pengaruh dalam terciptanya kehidupan masyarakat yang aman dan teratur.

知らずに、この価値観は沖縄の社会の性格、動物、特に犬を大事にし、健康を

いつも守るの を作った 。この良い性 格は沖縄 の社会の生活 が定期的 にさせる。まと

めとしては、 シーサー の確信におけ る地域の 知恵が安全で 定期的な 社会の生活にも


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberkati dan memberikan hikmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Jurusan Sastra Jepang. adapun judul skripsi ini adalah “Pandangan Masyarakat Okinawa Terhadap Patung Shisa.”

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik materil maupun moril. Tanpa bantuan dan dukungan dari pihak tersebut, penulis tidak akan menyelesaikan skripsi ini. oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan, penghormatan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku ketua departemen Sastra Jepang yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan kepada saya dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S Ph.D, selaku dosen pembimbing I, yang telah banyak memberikan waktu, kesempatan, saran, masukan, kritikan, dan nasehat, serta semangat kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini dilakukan.


(10)

4. Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, selaku dosen pembimbing II, yang juga berkenan memberikan waktu, saran, nasehat, arahan dan bimbingan keada saya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan staf pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang juga turut membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

6. Kepada kedua orang tua penulis yang terkasih, Ayahanda Ir. Toni Sembiring dan Ibunda Dra. Moriani Bangun, terima kasih untuk segala kasih sayang tulus, kesabaran, pengertian, doa yang tiada henti, nasihat, serta dukungan moral maupun materil selama ini.

7. Saudara-saudari penulis yang terkasih Bama Andrew, Apri Ananta Putra, Nina Karina, serta Regi Meliala yang senantiasa mengingatkan dan memberikan semangat serta doa yang tiada henti untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada Paman, Tante, sepupu yaitu Kezia, Daniel, Areni serta keluarga besar atas bantuan moral maupun materil yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di bangku perkuliahan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman penulis di Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara angkatan 2011, terutama untuk sahabat penulis Aseng Supriadi, Betrik Krisna, Boda Sinulingga, Ita Manik, Lisna Malawati, Marcelina Sinambela, Nora Marpaung, serta teman-teman lainnya yang tidak disebutkan satu persatu, terima kasih untuk setiap dukungan, nasihat, canda tawa, kebersamaan, serta bantuan tulus yang diberikan kepada penulis selama awal perkuliahan sampai saat ini.


(11)

10.Kepada kak Leli Jelani, kak Feberlina sirait, Afryna Sihombing, Ayu Permatasari, Juliani Purba, Novita Ester, dan Ingrid Zerlinda terima kasih untuk setiap sharing-sharing yang menguatkan, dan membimbing penulis. 11.Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari tidak dapat membalas kebaikan dan budi dari orang-orang yang telah menopang dan menolong penulis selama ini. Namun penulis berharap kiranya Tuhan yang mampu membalasnya.

Penulis juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan, September 2015 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 2

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 7

1.4.1 Tinjauan Pustaka ... 7

1.4.2 Kerangka Teori ... 10

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14

1.6 Metode Penelitian ... 15

BAB II SEJARAH OKINAWA DAN KEMUNCULAN PATUNG SHISA ... 17

2.1 Sejarah Okinawa ... 17

2.2 Asal-usul Kemunculan Patung Shisa ... 25

2.2.1 Realita Patung Shisa ... 27

2.2.2 Cerita-Cerita Rakyat Okinawa tentang Patung Shisa ... 30

2.3 Tempat-Tempat yang Terdapat Patung Shisa ... 33

BAB III KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT OKINAWA TERHADAP PATUNG SHISA ... ... 35

3.1 Fungsi Patung Shisa Sebagai Pelindung/ A Guardian ... 35

3.1.1 Wilayah Keluarga ... 36


(13)

3.2 Sebagai kearifan lokal ... 37

3.2.1 Kearifan Lokal Kesejahteraan ... 41

3.2.2 Kearifan Lokal Kedamaian ... 43

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

4.1 Kesimpulan ... ... 45

4.2 Saran …… ... ... 46 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN ABSTRAK


(14)

Abstrak

要旨

Pandangan Masyarakat Okinawa Terhadap Patung Shisa シーサーの彫像に対しての沖縄の社会の見解

Jepang terkenal sebagai negara yang modern. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya yang banyak mengalami perubahan dikarenakan masuknya pengaruh kebudayaan luar ke negara ini. Namun, perubahan ini tidak membuat masyarakat Jepang melupakan kebudayaan dalam negeri. Sampai sekarang masyarakat Jepang masih mempertahankan dan memelihara tradisi kebudayaan leluhur dari generasi ke generasi. Salah satunya dapat dilihat pada masyarakat prefektur Okinawa. Di daerah ini terdapat tradisi budaya meletakkan patung yang berbentuk setengah singa dan anjing di depan rumah. Patung ini disebut shisa. Tradisi ini telah ada sejak dahulu dan masih ada sampai sekarang.

日本は近代的な国として認められている。これは海外からの影響がこの国に入

いたので、社 会の生活 の局面に多く の変更か ら見られた。 しかし、 この変更は日本

社会が自国の 文化を忘 れることがで きない。 今まで、日本 社会は世 代から世代への

伝統的な先祖 の伝来の 文化を守って いる。そ の一つは沖縄 県の社会 に見られる。こ

の地域で家の 前に半分 のライオンや 半分の犬 の形の像を置 く文化が ある。この像は

「シシャ」といわれた。この伝統は昔から今までもまだ守られている。

Hal yang membuat tradisi ini masih bertahan adalah masyarakat Okinawa percaya bahwa patung shisa dapat melindungi manusia dari roh-roh jahat, orang-orang yang ingin


(15)

berbuat jahat, dan menjaga agar roh baik tetap tinggal di dalam rumah. Kepercayaan ini tidak muncul tiba-tiba. Kepercayaan ini muncul dari mitos-mitos masyarakat Okinawa yang disebarkan dari mulut ke mulut, lalu dijadikan sebagai sebuah kebenaran. Dari bermacam-macam cerita mitos yang dikumpulkan, semuanya bercerita tentang zaman dahulu shisa telah menyelamatkan desa di Okinawa dari bahaya. Sejak saat itu, patung shisa dijadikan sebagai pelindung bagi masyarakat Okinawa.

この文化が今まで存在しているのは沖縄の社会はシシャが悪魔、悪い人から人

間を守れ、善 霊は家に 存在するのが 守れると 信用している 。この信 用は急に存在す

るわけ では ない。沖縄 の社会 にあ るう わさ の神話 から 出て 、本 当の話 にな って しま

った。いろい ろな 情 報から集まっ ていた神 話によると、 すべては シシャが危険な

ことから沖縄 の村を助 けてあげると 語ったそ うである。そ のときか ら、シシャの像

は沖縄の社会にとって保護者になった。

Patung singa pertama kali muncul di India, lalu disebarkan ke negara lain. Negara yang paling banyak mendapat pengaruh ini adalah negara yang ada di Asia. Cina merupakan salah satu negara yang mendapatkan pengaruh patung tersebut. Patung singa pertama kali masuk ke negara ini sekitar abad ke-3 SM. Lalu pada abad ke-14 patung singa ini masuk ke kerajaan ryukyuu (sekarang Okinawa). Pada abad itu, kerajaan ryukyuu (sekarang Okinawa) banyak melakukan hubungan kerjasama dengan Cina. Dari hubungan kerjasama ini, banyak kebudayaan Cina yang masuk ke Okinawa, salah satunya adalah patung shisa.

ライオンの像は最初にインドに現れ、それから他の国へ広がれていた。多くの


(16)

ライオンの像 は最初に この国に入っ たのは紀 元前三世紀で あった。 そして、第十四

世紀にこのラ イオンの 像は琉球王国 (現代は 沖縄)に入っ た。その 世紀で琉球王国

(今は沖縄) は中国と よく協同を組 合してい た。その協同 組合から 多くの中国の文

化が沖縄に入った。その一つはシーサーの像である。

Dahulu, patung ini hanya berfungsi untuk melindungi bangunan istana kerajaan dan kuil. Sebab, patung shisa hanya ada di tempat tersebut. Namun sekarang, shisa hampir ada di semua tempat di Okinawa. Patung ini ada di rumah-rumah warga, toko, kuil, taman, tempat wisata, hotel, rumah sakit, dan masih banyak lagi. Selain itu, dahulu shisa hanya berkaitan dengan kepercayaan, namun sekarang patung shisa sudah menjadi bagian dari kebudayaan Okinawa. Kebiasaan meletakkan patung shisa ini sudah ada sejak dahulu dan masih dilakukan sampai sekarang. Sehingga kebiasaan ini telah menjadi tradisi budaya. Selain itu, patung ini juga telah menjadi artefak kebudayaan, bahkan menjadi ikon prefektur Okinawa. Sekarang shisa dapat dibuat dari keramik, tanah liat, kayu, dan lain-lain. Namun dahulu patung shisa hanya terbuat dari batu.

昔、この像は寺や王宮の建物をしか守らない効用があった。その像はそのとこ

ろに初めてあ ったから である。しか し、今は シーサーが沖 縄の多く のところに見つ

けられる。こ の像は市 民の家、店、 寺、公園 、観光地、ホ テル、病 院などにある。

その上、昔、 シーサー は宗教しかつ ながらな く、今は沖縄 の文化の 一つの部分にな

っている。シ ーサーの 像を置く習慣 は昔から 今までずっと 続けてい る。この習慣は


(17)

縄県の アイ コン もな る。今 、シー サー が統 制、粘 土、 木材 など から作 られ る。 しか

し昔はシーサーが石から作られた。

Patung shisa memiliki nilai kearifan lokal. Nilai-nilai ini ditaati dan menjadi pelindung. Misalnya, patung ini membuat masyarakat Okinawa menjadi takut untuk mencuri. Sebab masyarakat Okinawa percaya ketika ada orang yang ingin mencuri, patung shisa tiba-tiba akan menjadi hidup, dan menyerang si pencuri tersebut. Jadi suasana didaerah ini terasa aman dan bebas dari pencuri.

シーサーは地元の知恵の価値観がある。この価値観を守って、導きになる。例

えば、このシ ーサーは 沖縄の社会に とって盗 むことを恐が らせると いった考えもあ

る。沖縄の社 会は盗み たい人がいれ ば、シー サーの像が急 に生きて その盗みたい人

を攻めること を信じて いるからであ る。その ため、この地 域は安全 で強盗がなくな

る。

Selain itu, karena bentuk dari patung ini seperti rupa anjing, hal ini membuat masyarakat Okinawa memandang anjing sebagai pelindung manusia. Sehingga di daerah ini anjing menjadi hewan yang sangat dihargai. Di Shibuya didirikan sebuah patung anjing Hachiko untuk mengenang sifat kesetiaan anjing kepada tuannya. Simbol-simbol yang ada pada bentuk patung shisa juga mengajarkan agar dalam kehidupan masyarakat melakukan hal-hal baik. Serta menjaga keseimbangan hidup dengan cara menjaga kesehatan. Hal inilah yang membuat kebanyakan masyarakat Okinawa memiliki umur yang panjang.

それに、この像の形が犬みたいで、沖縄の社会は犬に対して人間の保護者のイ


(18)

れている動物 である。 渋谷で飼い主 に非常な 犠牲がある犬 の像が作 られた。シーサ

ーの形にある 象徴も人 生の中で社会 に良いこ とばかりを教 えるよう にする。そして

健康を守って 人生のバ ランスも守る 。このこ とは最多の沖 縄の社会 が長生きにさせ

る。

Tanpa disadari, Nilai-nilai ini kemudian membentuk karakter masyarakat Okinawa yang menghargai binatang khususnya anjing, serta senantiasa menjaga kesehatan. Karakter baik inilah yang membuat tatanan kehidupan masyararakat Okinawa menjadi teratur. Jadi kesimpulannya, nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam kepercayaan terhadap patung shisa ikut memberikan pengaruh dalam terciptanya kehidupan masyarakat yang aman dan teratur.

知らずに、この価値観は沖縄の社会の性格、動物、特に犬を大事にし、健康を

いつも守るの を作った 。この良い性 格は沖縄 の社会の生活 が定期的 にさせる。まと

めとしては、 シーサー の確信におけ る地域の 知恵が安全で 定期的な 社会の生活にも


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang Masalah

Zaman Meiji (1868-1912 ) merupakan salah satu periode yang paling istimewa dalam sejarah negara Jepang. Pada masa inilah muncul restorasi meiji yaitu suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dibawah pimpinan kaisar Meiji untuk membuka diri dari dunia luar. Salah satu dampak positif dari kebijakan ini membawa Jepang bergerak maju sehingga hanya dalam beberapa dasawarsa saja mencapai pembentukan suatu bangsa yang modern yang memiliki perindustrian, lembaga-lembaga politik, pola masyarakat, serta pemikiran yang modern hingga saat ini.

Namun, Jepang yang mendapatkan peringkat ketiga sebagai Negara maju di dunia ini memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan negara maju lainnya. Mereka masih memiliki kepercayaan terhadap hal-hal supranatural dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat bahwa hampir seluruh orang Jepang memiliki jimat keberuntungan. Contoh lainnya, di dalam media massa seperti televisi banyak sekali jenis-jenis ramalan mulai dari ramalan cuaca, shio, golongan darah, dsb yang sangat laris diikuti masyarakat Jepang. Buku-buku mengenai paranormal menjadi bestseller dalam waktu singkat, dan semua majalah sekarang dicurahkan untuk membahas fenomena supranatural. Belum lagi mengenai bermacam-macam dewa yang ada di Jepang, serta pemujaan roh leluhur yang berupa kamidana 神 棚 (rak dewa Shinto),


(20)

akhirnya dijadikan sebagai kepercayaan rakyat atau minkan shinkou 民 間 信 仰 (Situmorang, 2013:28).

Masyarakat Jepang juga masih mempercayai dan masih mempertahankan cerita rakyat seperti mitos atau mitologi. Walaupun sebagian masyarakat memandang mitos hanya sebagai cerita bohong, kepalsuan, takhayul, ataupun dongeng belaka, namun tidak bagi masyarakat Jepang. Bagi mereka, mitos justru memiliki peran yang cukup penting dalam kehidupan sehari-hari. Para ahli juga menganggap bahwa manusia baik perseorangan maupun sebagai kelompok, tidak dapat hidup tanpa mitos. “Mitos’’ seperti yang dikembangkan oleh para ilmuwan sosial, khususnya para antropolog, dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan manusia untuk menjelaskan alam lingkungan di sekitarnya, juga sejarah masa lampaunya.

Contoh nyata dari kepercayaan masyarakat Jepang terhadap mitos dapat dilihat pada masyarakat Okinawa. Di daerah ini terdapat mitos tentang sepasang patung berbentuk setengah singa dan setengah anjing yang dapat melindungi manusia. Patung tersebut diberi nama shisa. Saat berkunjung ke daerah Okinawa, akan terlihat bahwa hampir disetiap bangunan seperti rumah, toko, restoran, hotel, dan lainnya diletakkan sepasang patung ini. Hal inilah yang membuat Okinawa memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan daerah lain. Sudah menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat Okinawa untuk meletakkan patung shisa di depan atau atap rumah/bangunan.

Kebiasaan meletakkan patung ini bermula dari munculnya mitos-mitos yang mengatakan bahwa patung shisa memiliki kekuatan supranatural yang dapat melindungi si pemilik dari roh dan perbuatan jahat yang ingin masuk ke dalam rumah. Kemudian


(21)

kebiasaan ini diwariskan secara turun-temurun sampai sekarang hingga shisa dijadikan sebagai salah satu artefak kebudayaan dan ikon daerah Okinawa.

Shisa merupakan mahluk mitologis. Makhluk mitologis adalah keberadaannya dituturkan dalam kisah-kisah tersebut juga terkait deng bersifa

Jika dilihat dari segi bentuk, beberapa makhluk mitologis merupakan yaitu gabungan dari dua binatang (hewan mitologi) atau lebih. Ciri khas ini juga ditemukan pada patung shisa yang bentuknya seperti gabungan antara anjing dan singa.

Shisa atau yang dalam bahasa Jepang シーサー diperkirakan datang ke Okinawa dari

negeri Cina pada abad ke 14. Mitos ini dipercaya oleh masyarakat Okinawa dan diteruskan dari generasi ke generasi. Sejak saat itu juga patung shisa memiliki arti penting yaitu dianggap sebagai pelindung bagi masyarakat Okinawa.

Tidak hanya di Okinawa, pada masyarakat Jepang secara umum pun terdapat mahluk mitologi yang memiliki kesamaan bentuk dan juga dipercaya dapat melindungi, namun dengan nama yang berbeda yaitu komainu yang dalam huruf kanji ditulis狛犬.

Jika dilihat sekilas, komainu dan shisa hampir serupa. Tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Jika shisa ada hampir disetiap bangunan dan rumah-rumah di Okinawa, komainu justru hanya dapat ditemukan pada pintu-pintu gerbang kuil shinto di Jepang. Selain itu, dari segi sejarah dan asal usul kemunculannya pun berbeda. Beberapa sumber mengatakan bahwa komainu berasal dari korea dikarenakan kanji dari 狛adalah istilah


(22)

kuno untuk semenanjung korea, dan ada juga yang mengatakan istilah itu mengandung arti berasal dari negara asing. Sedangkan 犬adalah huruf kanji dari kata anjing. Seperti

shisa, komainu juga diwujudkan dalam bentuk patung.

Di negara Myanmar, Tibet, Korea, dan Asia timur lainnya juga terdapat patung yang berfungsi sebagai pelindung sama seperti shisa dengan nama dan variasi bentuk yang sedikit berbeda. Namun, diyakini hanya di daerah Okinawa yang diletakkan pada rumah-rumah warga dan bangunan komersial. Sedangkan di tempat atau negara lain biasanya hanya diletakkan di kuil dan istana kerajaan atau hanya dijadikan sebagai simbol otoritas istana kerajaan.

Jika dilihat, topik ini sangat menarik untuk dibahas. Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa negara Jepang sudah banyak mengalami proses modernisasi dalam berbagai bidang sehingga menjadikannya sebagai negara yang maju. Secara langsung, daerah Okinawa juga tersentuh oleh proses modernisasi tersebut. Namun uniknya masyarakat okinawa masih mempertahankan dan mempercayai mitos-mitos tentang benda tertentu yang memiliki kekuatan supranatural dapat melindungi. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti “PANDANGAN MASYARAKAT OKINAWA TERHADAP PATUNG SHISA”

1.2 Rumusan Masalah

Mahluk mitologi Okinawa yaitu Shisa yang diwujudkan ke dalam bentuk patung dan dipercaya sebagai pelindung ini bisa juga dikategorikan sebagai Folk Belief.


(23)

Hori Ichiro dalam Situmorang (2013: 28) mengatakan folk belief adalah kepercayaan rakyat terhadap benda-benda yang mempunyai kekuatan supranatural.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kemunculan patung shisa ke daerah Okinawa diperkirakan berasal dari negeri Cina. Hal ini diperkuat dengan banyaknya pengaruh kebudayaan Cina yang mendominasi di daerah ini, salah satunya adalah bangunan bersejarah Okinawa yang mirip dengan arsitektur bangunan milik kerajaan Cina. Selain itu, dahulu Okinawa merupakan sebuah kerajaan yang terpisah dari Jepang dan bernama kerajaan ryukyuu. Kerajaan ini banyak melakukan hubungan perdagangan dengan Cina. Dari aktivitas ini, banyak kebudayaan Cina yang masuk dan terserap, kemudian mengalami pembauran dengan kebudayaan setempat. Dari sekian banyak kebudayaan yang mengalami pembauran, patung shisa adalah salah satunya.

Suatu kebudayaan luar yang diterima dan masih terus terpelihara oleh suatu daerah disebabkan oleh adanya manfaat atau keuntungan yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sama seperti patung shisa yang dirasakan bermanfaat sebagai penjaga atau pelindung oleh masyarakat Okinawa. Contohnya, semenjak kebiasaan meletakkan patung shisa di rumah/bangunan terus dilakukan, tindak kejahatan khususnya pencurian semakin berkurang dan keadaan kota pun semakin aman. Hal ini dikarenakan orang yang ingin mencuri menjadi takut akan terkena musibah atau hukuman dari hewan mitologi shisa ini.

Dari uraian diatas, bisa disimpulkan juga bahwa patung shisa merupakan sebuah kearifan lokal. Sebab, patung ini menjadi alat untuk mensiasati lingkungan hidup di daerah Okinawa agar tetap aman dan dijadikan sebagai bagian dari budaya, serta diteruskan dari generasi ke generasi. Masih banyak contoh lain yang mendukung patung


(24)

shisa sebagai sebuah kearifan lokal. Maka dari itu, penulis akan mencoba merumuskan permasalahan yang akan dibahas agar penelitian lebih terarah dan memudahkan sasaran yang ingin dikaji. Perumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana asal-usul kemunculan patung shisa ?

2. Bagaimana pandangan kearifan lokal masyarakat Okinawa terhadap patung shisa ?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah agar dalam membahas masalah tidak terlalu luas dan peneliti juga dapat lebih terfokus membahas masalah yang ingin diteliti. Serta agar tidak menyulitkan pembaca dalam memahami pokok permasalahan yang akan dibahas.

Secara umum, penelitian ini dibatasi menjadi dua fungsi yaitu fungsi religius dan fungsi logis. Fungsi religius meliputi tentang asal-usul patung shisa sehingga dijadikan sebagai suatu kepercayaan. Sedangkan fungsi logisnya meliputi tentang patung shisa yang merupakan hasil karya pemikiran masyarakat dijadikan sebagai bagian dari kebudayaan yang lambat laun menjadi suatu kearifan lokal.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, patung berbentuk setengah singa dan setengah anjing ini tidak hanya ada pada daerah Okinawa saja tetapi juga ada di beberapa negara lain. Untuk membatasi ruang lingkup dalam pembahasannya, maka dalam penulisan ini hanya akan membahas asal-usul patung shisa dari sejarah, mitologi,


(25)

dan sumber lain yang terkait dengan masyarakat Okinawa saja dan tidak mengaitkan atau membandingkannya dengan komainu, ataupun dengan patung setengah singa setengah anjing yang terdapat di negara lain secara mendalam meskipun terdapat banyak kesamaan. Penulis juga terlebih dahulu akan membahas mengenai sejarah singkat berdirinya daerah Okinawa. Selain itu, untuk mendukung pembahasan ini penulis akan membahas tentang bagian-bagian dari patung shisa yang memiliki makna penting bagi masyarakat Okinawa.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka

C. Kluckhohn dalam Poerwanto (2005: 88) mendefinisikan Kebudayaan adalah proses belajar dan bukan sesuatu yang diwariskan secara biologis. Oleh karenanya kebudayaan merupakan pola tingkah laku yang dipelajari dan disampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sedangkan menurut Koentjaraningrat dalam Wisadirana (2004: 26), kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Beliau juga membagi 3 wujud kebudayaan yaitu:

a. Wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Ada didalam kepala, atau dengan lain perkataan, dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup

b. Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, mengenai tata kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari


(26)

aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain dari detik ke detik, hari ke hari, dan tahun ke tahun selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.

c. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Berupa seluruh total dari hasil fisik aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, sifatnya konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, atau difoto.

Salah satu hasil dari wujud kebudayaan adalah cerita mitos. Bascom dalam Danandjaja (1984:50-67) mengatakan bahwa mitos adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh empunya itu sendiri. Kata mitos berasal dari bahasa yunani muthos, yang secara harfiah diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang, dalam pengertian yang lebih luas bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama (Dhavamony, 2001:147). Ilmu yang mempelajari tentang mitos disebut mythology. Kata mythology dalam bahasa inggris menunjuk pengertian, baik sebagai studi atas mitos atau isi mitos, maupun bagian tertentu dari sebuah mitos. Sedangkan kata mitos berasal dari bahasa inggris “myth” yang berarti dongeng atau cerita yang dibuat-buat.

Mitos atau mite juga merupakan wujud dari kebudayaan masyarakat. Mitos adalah cerita tentang asal mula terjadinya dunia, alam, peristiwa yang tidak biasa sebelum (atau dibelakang) alam duniawi yang kita hadapi sekarang ini. Cerita itu menurut kepercayaan sungguh-sungguh terjadi dan dalam arti tertentu keramat (Keesing, 1993:93).


(27)

Sedangkan Pals dalam Agus (2003:60), mengatakan bahwa mitos adalah cerita untuk memperdekat dunia supranatural ke dunia natural. Mitos penuh dengan cerita-cerita tentang yang sakral yang mendekatkan kehidupan supernatural yang ilahi ke dalam kehidupan nyata manusia.

Cerita mitos merupakan salah satu wujud dari tradisi budaya. Di dalam tradisi budaya, terkandung nilai-nilai kearifan lokal. Kearifan lokal adalah suatu nilai dan norma budaya yang berlaku dalam menata kehidupan masyarakat (Sibarani, 2012:131).

Sedangkan definisi kearifan lokal Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat di pahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh masyarakatnya.

Kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat


(28)

2. Kerangka Teori

Dalam melakukan penelitian memerlukan kerangka teori untuk mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Kerangka teori berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata (Koentjaraningrat dalam Astuti, 2014:10).

Jika membahas tentang sistem kepercayaan, tidak hanya berhubungan dengan agama. Namun bisa juga berupa konsepsi tentang faham-faham yang terintegrasikan dalam dongeng-dongeng (Koentjaraningrat, 1967: 240). Ada berbagai bentuk kepercayaan atau religius beliefs, salah satunya adalah percaya akan berbagai hal yang mengandung kekuatan sakti atau kekuatan yang dianggap ada dalam hal-hal atau peristiwa luar biasa pada alam, binatang, tumbuhan, benda-benda dan suara. Hal ini sama dengan masyarakat Okinawa yang percaya bahwa patung shisa memiliki kekuatan sakti dan terintegrasikan juga ke dalam cerita-cerita rakyat seperti mitos. Sehingga, bisa dikatakan bahwa patung shisa juga merupakan bagian dari kepercayaan di daerah ini.

Mitos menceritakan bagaimana suatu keadaan menjadi sesuatu yang lain; bagaimana dunia yang kosong menjadi berpenghuni, bagaimana situasi yang kacau menjadi teratur dan lain-lain (Mubarak, 2009). Zaman mitos adalah kejadian yang menyebabkan manusia dipengaruhi dan menjadi seperti sekarang ini. Di zaman modern seperti sekarang ini pun tetap ada dan berpengaruh dalam kehidupan manusia. Sehingga bisa dikatakan bahwa mitos sangat bermanfaat bagi manusia. Dalam Dhavamony (1958: 1134-5) Eliade menyatakan, mengetahui mitos berarti mempelajari rahasia asal muasal segala hal. Hal ini sama dengan ketika kita mengetahui tentang mitos-mitos mengenai


(29)

patung shisa, kita akan mengetahui asal muasal patung shisa dijadikan sebagai pelindung masyarakat Okinawa.

Sedangkan menurut Minsarwati dalam Mubarak (2009) mitos adalah suatu fenomena yang sangat dikenal, namun tempatnya sangat sulit dirumuskan dengan tepat, sehingga dalam membicarakan mengenai mitos, pertama harus diuraikan dahulu apa makna dari mitos. Mitos (myth) adalah cerita rakyat legendaris atau tradisional, biasanya bertokoh mahluk yang luar biasa dan mengisahkan peristiwa-peristiwa yang tidak dijelaskan secara rasional, seperti cerita terjadinya sesuatu kepercayaan atau keyakinan yang tidak terbukti tetapi diterima mentah-mentah (Sudjima, 1988: 50). Begitu juga halnya dengan shisa, yang memiliki berbagai mitos, dimana mitos-mitos itu berupa cerita-cerita yang dapat dipercaya tetapi tidak bisa dibuktikan secara rasional. Karena hal itu penulis menggunakan landasan atau pandangan terhadap teori mitos.

Selain itu penulis juga memakai landasan teori magi. Menurut Dhavamony (2001: 47), magi adalah suatu fenomena yang sangat dikenal dan umumnya dipahami, namun tampaknya sangat sulit dirumuskan dengan tepat. Atau lebih jelasnya magi adalah kepercayaan dan praktik menurut yang mana manusia yakin bahwa secara langsung mereka dapat mempengaruhi kekuatan alam dan mereka sendiri, entah unuk tujuan baik atau buruk.

Menurut Frazer dalam Dhavamony (1958:58) magi sama sekali tidak berkaitan dengan agama yang dedefinisikannya sebagai sesuatu orientasi ke arah roh, dewa-dewa, atau hal-hal lain yang melampaui susunan alam atau kosmik fisik ini. Ahli magi


(30)

menghubungkan dirinya dengan kekuatan “supranaturral” yang melampaui alam dan manusia. Dengan demikian, magi adalah suatu jenis supranaturalisme . Shisa juga mempunyai kekuatan magi untuk menarik orang untuk bisa memilikinya dan meyakininya. Seolah-olah shisa mempunyai kekuatan supranatural yang tersembunyi.

Selain itu, magi bersifat individual, magi biasanya merupakan keadaan dimana seseorang mempergunakan penyihir untuk memenuhi maksud-maksud pribadi tertentu. Misalnya kematian seorang musuh, penyembuhan penyakit, tercapainya kemakmuran atau kemenangan atas suatu perang (B.Malinowski, 1967:88). Jika dilihat, shisa memiliki magi untuk melindungi pemiliknya dari roh jahat, menjaga agar roh baik tetap ada namun bukan untuk menyakiti atau merugikan seseorang.

Selain mitos dan magi, penulis juga menggunakan landasan Takhayul yang hampir sama dengan magi namun jelas berbeda. Menurut Mustafa kamal dalam Mubarak (2009) Takhayul berasal dari Tahayalat yang artinya khayalan. Oleh karena itu Takhayul merupakan cerita hayalan dari manusia. Takhayul itu mitos, sesuatu yang tidak nyata (khayali) jadi Takhayul itu hanya ada dalam cerita-cerita yang tidak jelas asal usulnya atau cerita dalam mimpi dan cerita yang tidak masuk akal. Sedangkan menurut Yusfitriadi dalam Mubarak (2009), Takhayul adalah sesuatu yang tidak nyata. Itu hanya ada dalam cerita saja tidak nyata (khayali). Berdasarkan pendapat diatas, cerita shisa juga bisa dikatakan cerita berupa khayalan belaka, khayalan-hkayalan yang dibuat oleh masyarakat okinawa saja. Namun khayalan ini bisa menjadi kenyataan dan bisa juga tidak sama sekali. Tetapi masyarakat Okinawa tetap menjadikan cerita tentang shisa sebagai suatu kepercayaan, karena sudah menjadi suatu kebudayaan bagi masyarakat Okinawa percaya terhadap cerita yang baik untuk mereka atau sebaliknya.


(31)

Takhayul adalah semacam sistem kepercayaan ada unsur keyakinan terhadap sesuatu yang ada di luar jangkauan logika dan nalar. Keyakinan ini akan menjadi sebuah tradisi ketika dipertahankan dari generasi ke generasi (http;//kompas.com). maka dari itu cerita tentang shisa yang dipercaya dapat melindungi dari roh jahat ini sudah menjadi suatu kepercayaan dan keyakinan yang telah tertanam kuat dalam masyarakat Okinawa.

Penulis juga menggunakan teori interaksionalisme simbolik. Teori ini memiliki tiga premis utama, yang salah satunya yaitu manusia bertindak terhadap sesuatu (benda, orang, atau ide) atas dasar makna yang diberikan kepada sesuatu itu (Bungin, 2010: 7).

Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa penulis juga akan coba menguraikan mengenai kearifan lokal yang terdapat dalam kepercayaan patung shisa. Kearifan lokal bersumber dari nilai budaya yang dimanfaatkan untuk menata kehidupan komunitas. Kearifan lokal juga sering dianggap padanan kata Indigenous Knowledge yakni kebiasaan, pengetahuan, persepsi, norma, dan kebudayaan yang dipatuhi bersama suatu masyarakat dan hidup turun-temurun (Sibarani, 2012:120-121). Di dalam kepercayaan terhadap patung shisa, terdapat nilai-nilai budaya yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga kehidupan bermasyarakat tertata dengan baik. Kebiasaan meletakkan patung shisa di setiap bangunan ini telah ada dan dilakukan sejak dahulu dan disampaikan turun-temurun sehingga masih hidup sampai sekarang.

Geertz dalam Sibarani (2012:131) mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitas. Dengan kata lain, kearifan lokal dapat membentuk karakter baik seorang individu yang dapat mengangkat harkat dan martabatnya. Kepercayaan terhadap patung shisa ini


(32)

mengajarkan masyarakat untuk tidak mencuri, merawat binatang khususnya anjing dengan baik, dan lain-lain. Karna hal ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak sadar telah membentuk karakter yang baik dalam diri setiap masyarakat Okinawa .

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, ada tujuan dari penelitian yang ingin dilakukan, yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana asal-usul munculnya patung shisa

2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat Okinawa terhadap patung shisa sebagai sebuah kearifan lokal

2. Manfaat Penelitian

1. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pembaca untuk menambah pemahaman dan pengetahuan tentang sejarah atau asal usul munculnya patung shisa

2. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pembaca untuk menambah pemahaman dan pengetahuan tentang fungsi dan pandangan masyarakat Okinawa terhadap patung shisa sebagai bagian dari kearifan lokal

3. Menambah referensi atau informasi untuk peneliti lain yang ingin melakukan penelitian berhubungan dengan patung shisa


(33)

1.6 Metode Penelitian

Istilah metode memiliki arti jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. 2 hal penting yang terdapat dalam sebuah metode yaitu cara melakukan sesuatu dan rencana didalam pelaksanaannya. Metode adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang dikehendaki

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Ini adalah suatu metode yang dipakai untuk memecahkan suatu masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasi, mengkaji dan menginterpretasikan data. Penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh, dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada (Koentjaraningrat 1976: 30).

Selain metode deskriptif, dalam melakukan penelitian ini penulis juga menggunakan metode studi kepustakaan (library Research). Metode ini sangat penting bagi peneliti. Menurut Nasution (1996 : 14), metode kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih penulis. Kemudian merangkainya menjadi suatu informasi yang mendukung penulisan skripsi ini. Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kegiatan penelitian yang dilakukan. Beberapa aspek yang perlu dicari dan diteliti meliputi: masalah, teori, konsep, kesimpulan serta saran.


(34)

Agar penelitian ini lebih jelas, peneliti juga mencari dan mengumpulkan data-data dari beberapa situs di internet yang mendukung permasalahan yang akan diteliti. Seluruh data-data yang didapat dari studi kepustakaan dan internet akan dianalisa dan kemudian diinterpretasikan agar diperoleh hasil kesimpulan.


(35)

BAB II

SEJARAH OKINAWA DAN KEMUNCULAN PATUNG SHISA 2.1 Sejarah Okinawa

Okinawa atau 沖 縄 adalah salah satu prefektur yang ada di Jepang. Kata “Okinawa” adalah sebutan untuk pulau dalam bahasa Jepang, pertama kali ditemukan dalam biografi Jianzhen yang ditulis pada tahun 779. Okinawa terletak di sebelah selatan Kyushu dan dikelilingi oleh laut Cina timur dan Samudera Pasifik. Okinawa juga merupakan pulau terbesar di kepulauan ryukyu, Jepang dengan luas wilayah 2,271.30 km. Manusia diyakini telah menetap di pulau ini sekitar puluhan ribu tahun yang lalu. Bukti-bukti tertua yang menyatakan keberadaan manusia di kepulauan ryukyu (bagian dari pulau Okinawa) di temukan di Naha dan Yaese berupa serpihan tulang dari zaman paleolitikum. Tetapi orang-orang yang diduga telah beberapa kali datang ke pulau ini berasal dari Cina Selatan, Asia Tenggara, Polinesia, dan terakhir dari daratan Jepang.

Jika membahas mengenai awal mula berdirinya prefektur Okinawa, ini secara langsung berkaitan erat dengan sejarahnya. Pada awalnya, Okinawa bukanlah bagian dari prefektur Jepang. Dahulu, daerah ini merupakan sebuah pulau yang terpisah dari Jepang dan di pulau ini berdiri tiga kerajaan yang kemudian menjadi satu kerajaan yang bernama ryukyu. Kerajaan ini sering melakukan hubungan kerjasama dengan Cina seperti perdagangan dan pengiriman mahasiswa untuk belajar di Cina. Dampak dari hubungan kerjasama ini, banyak kebudayaan Cina yang masuk dan mengalami akulturasi dengan kebudayaan setempat. Maka tak heran jika tradisi kebudayaan


(36)

Okinawa sedikit berbeda dengan Jepang. Hal ini dikarenakan budaya Cina sudah mendarah daging di daerah ini. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh steve rabson yang mengatakan bahwa Okinawa cenderung lebih seperti Cina daripada Jepang (http://www.jpri.org/publications/occasionalpapers/op8.html). Sebenarnya bukan hanya budaya Cina, budaya dari Korea dan Asia Tenggara juga dapat dirasakan namun tidak terlalu mendominasi.

Sebagai gambaran, saat berkunjung ke Okinawa akan terlihat bangunan peninggalan Kerajaan yang mirip dengan arsitekur bangunan Kerajaan Cina. Contoh lainnya jika mendengar musik tradisional Okinawa maka akan terdengar nuansa musik tradisional Cina dan Asia Tenggara. Jangan lupakan pula olahraga Karate yang ternyata merupakan adaptasi dari seni beladiri Siew Liam Sie Quan Fu (Shorinji Kempo).

Masuknya kebudayaan Cina dan negara yang ada di Asia timur lainnya juga menyebabkan dialek masyarakat Okinawa agak berbeda dengan Jepang pada umumnya. Bahasa yang digunakan didaerah ini disebut ウ チ ナ ー 県 (uchinaa-ken). Untuk memudahkan pemahaman lebih lanjut tentang sejarah berdirinya Okinawa, penulis membaginya menjadi beberapa poin sejarah.

a. Berdirinya kerajaan ryukyu

Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa pada mulanya di pulau ryukyu berdiri kerajaan yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu Nanzan, Chuzan, dan Hokuzan ( Selatan, Tengah, dan Utara). Lalu, pada tahun 1372 raja sato dari chuzan mengadakan hubungan upeti dengan Cina. Upeti adalah harta yang diberikan oleh satu pihak ke pihak lainnya sebagai tanda kedudukan dan kesetiaan atau kehormatan. Upeti basanya


(37)

diminta oleh negara yang kuat kepada negara yang lemah, negara bawahan, atau wilayah-wilayah yang ditaklukannya seperti yang telah dilakukan sebelumnya dengan negara-negara yang ada di Asia timur lainnya. Pada abad ke-14 ketiga kerajaan ini digabung menjadi satu di bawah kekuasaan Chuzan, dan tepatnya pada tahun 1429 didirikan kerajaan ryukyu merdeka dengan mengirimkan utusan ke pengadilan kaisar Cina dengan tujuan menerima penobatan terhadap kerajaan ryukyu untuk misi penghormatan melegitimasi setiap penerus kerajaan.

Setelah ketiga kerajaan tersebut di gabung menjadi kerajaan ryukyu, hubungan upeti dengan negara Cina menjadi tidak terancam, justru sebaliknya semakin leluasa. Bahkan, pada abad ke-15 kerajaan ryukyu termasuk negeri upeti kekaisaran Cina. Selain itu, Kerjasama ini membawa kerajaan ryukyu kepada masa kejayaan yang disebut dengan “Golden Age”. Sebab pada periode ini sistem perdagangan kerajaan ryukyu mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ryukyu sudah melakukan perdagangan internasional dengan Cina, Jepang, Korea, dan Asia Tenggara. Beberapa kegiatan ekspor yang paling menguntungkan adalah tekstil, pewarna, lacquer ware, sutra berwarna, kertas, keramik, emas, tembaga, biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran. Walaupun ada sedikit masalah pada periode ini seperti kasus petugas bea cukai Cina yang memeras pedagang ryukyu, dan sebaliknya terkadang perilaku buruk yang ditunjukkan oleh rakyat ryukyu kepada Cina, namun secara keseluruhan hubungan perdagangan antar negara khususnya dengan Cina ini dirasakan saling menguntungkan.

Hubungan kerjasama yang dilakukan dengan Cina dirasakan memiliki pengaruh yang mendalam dan masih bisa dirasakan hingga saat ini. Tidak hanya di bidang


(38)

ekonomi, tetapi juga mempengaruhi bidang lainnya serta memperkaya kebudayaan setempat. Sejak saat itu, arsitektur bangunan publik dan swasta seperti gedung pengadilan didasarkan pada model Cina. Selain itu aliran Konfusianisme menjadi sangat berpengaruh di Ryukyu, contohnya tradisi pemujaan leluhur yang sangat mudah diterima di daerah ini. Undang-undang Cina yang melarang senjata api dan mengatur kepemilikan tanah, diet Cina, penggunaan sumpit, serta peternakan pun juga diadopsi . Bahkan, para pemimpin kerajaan juga belajar bahasa Cina, sastra, seni, dan filsafat dari para pengrajin dan pedagang Cina yang bermukim di pulau ini.

Pada periode ini juga diperkirakan patung shisa masuk ke pulau ryukyu dan mengalami pembauran. Shisa datang dari Cina, dikarenakan negara ini juga memiliki patung setengah singa dan setengah anjing dengan nama shishi atau獅子.

Berbeda dengan kerajaan ryukyu, hubungan antara Cina dan Jepang justru memburuk selama abad 15 dan 16. Hubungan yang tidak harmonis ini sempat mempengaruhi kerajaan ryukyu. Sebab, pada tahun 1451 keshogunan ashikaga mendeklarasikan kerajaan ryukyu sebagai negara upeti Jepang. Pada tahun 1590 Toyotomi Hideyoshi berencana ingin melakukan invasi terhadap Cina melalui Korea. Sehingga ia memerintahkan raja ryukyu, Sho Nei agar menyediakan pasukan dan perlengkapan. Setelah awalnya ragu-ragu, raja ryukyu memutuskan enggan mengirim pasokan makanan untuk pasukan Jepang yang kandas di Korea. Hal ini dikarenakan kerajaan ryukyu berusaha menghindari konflik dengan Cina.


(39)

Setelah kematian Toyotomi Hideyoshi pada tahun 1598, keshogunan digantikan oleh Tokugawa Ieyasu yang telah memenangkan pertempuran di Sekigahara pada tahun 1600. Selama Tokugawa memerintah atas Jepang, ia menempatkan kerajaan ryukyu dibawah domain Shimazu Iehisa, seorang daimyo dari provinsi Satsuma (sekarang prefektur Kagoshima) di sebelah selatan Kyushu. Shimazu diberi gelar “lord of the southern islands.” Pada tahun 1609 ia mengirimkan tentara samurai untuk menegaskan kekuasaannya atas kerajaan ryukyu. Lalu ia menyandera raja ryukyu dan memaksanya untuk menyetujui perjanjian yang menyatakan bahwa raja bertanggung jawab untuk menjaga kemerdekaan kerajaan ryukyu, namun menempatkannya dibawah kekuasaan Satsuma. Sejak saat itu, kerajaan ini dibawah kekuasaan shogun Tokugawa dan domain Satsuma. Kerajaan ryukyu diwajibkan untuk membayar upeti kepada Tokugawa dan Shimazu. Hal ini tentu saja memberatkan ryukyu. Belum lagi pembatasan dan pajak tinggi yang dikenakan oleh Satsuma.

Walau begitu, Shimazu tetap mempertahankan kedaulatan kerajaan ryukyu serta mengizinkan kerajaan ini untuk melakukan hubungan upeti dengan Cina. Kedaulatan ryukyu tetap dipelihara mengingat aneksasi ryukyu oleh Jepang berarti menciptakan pertikaian dengan Cina yang akan mempengaruhi sistem perdagangan dengan negeri bambu tersebut. Sebab, klan Satsuma memperoleh untung besar dari berdagang dengan Cina yang mana pada masa itu perdagangan dengan luar negeri sangat dibatasi terkait dengan kebijakan sakoku (kebijakan menutup diri dari dunia luar) yang dikeluarkan oleh Tokugawa. Meskipun berada di bawah pengaruh kuat domain Satsuma, kerajaan ryukyu tetap memperoleh kebebasan politik dalam negeri yang cukup selama 200 tahun.


(40)

c. Kerajaan ryukyu menjadi prefektur Okinawa

Selama 246 tahun memerintah atas Jepang, akhirnya pada tahun 1867 sistem feodal keshogunan runtuh. Hal ini dipicu oleh terjadinya kekacauan besar akibat tekanan arus sosial serta politik yang menggerogoti fondasi struktur feodal dan akhirnya kedaulatan dikembalikan sepenuhnya kepada kaisar dalam Restorasi Meiji tahun 1868.

Empat tahun setelah Restorasi Meiji, pemerintah melakukan serbuan militer ke kerajaan ryukyu. Pemerintah ingin menegaskan kewenangannya atas ryukyu. Berbeda dengan saat kerajaan ini dikuasai oleh Satsuma yang masih menjaga kedaulatan kmerdekaan kerajaan, hal ini justru sebaliknya pada masa pemerintahan Meiji. Jepang ingin menguasai kerajaan ini sepenuhnya. Sejak awal 1870-an Jepang mencoba untuk menghilangkan politik kerajaan ryukyu baik secara nyata maupun simbolis. Pemerintah Jepang melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap pelaut ryukyu dari Taiwan dengan alasan diplomatik bahwa ryukyu merupakan “subyek Jepang” yang membutuhkan perlindungan. Pada tahun 1872 pemerintah Jepang mengumumkan secara terbuka bahwa kerajaan ryukyu telah dihapuskan dan menganeksasinya menjadi domain ryukyu. Tindakan ini tepat lima ratus tahun setelah perjanjian raja Sato tentang kedaulatan dengan Cina yang dikenal dengan sebutan ryukyu shobun (ryukyu disposition) tahun 1372. Namun pada saat itu dinasti Qing masih berusaha menegaskan kekuasaannya atas pulau ryukyu. Lalu, pada tahun 1875 pemerintah Jepang memerintahkan kerajaan ryukyu untuk menghentikan hubungan upeti dengan Cina

Pada bulan mei tahun 1879 raja terakhir ryukyu, Sho Tai diasingkan ke daerah Tokyo, sementara itu domain ryukyu dihapuskan dan dijadikan sebagai prefektur Okinawa. Pemerintah mengubahnya menjadi prefektur disebabkan oleh adanya


(41)

kekhawatiran bahwa kerajaan ryukyu akan menimbukan masalah keamanan Jepang. Sebagai wilayah yg tidak dikuasai pada perbatasan Jepang bagian selatan, hal ini dapat digunakan sebagai titik perhentian bagi pasukan luar yang mengancam Jepang. Komodor Perry dengan armada “kapal hitam” nya yang pernah tiba di Naha pada tahun 1853 dalam perjalanannya ke Edo Bay merupakan salah satunya.

Namun, kebijakan ini menarik protes tidak hanya dari orang-orang bekas kerajaan ryukyu, tapi juga dari Cina yang masih diklaim sebagai negara upeti. Selain itu, bangsawan Okinawa juga pernah meminta kerajaan ch’ing dan presiden AS Ulysses S. Grant yang sedang berkunjung ke Asia Timur pada tahun 1879 untuk menengahi permasalahan ini. Negosiasi yang berlarut-larut ini berlangsung selama dua puluh tahun, sampai terjadinya perang Sino-Jepang dari tahun 1894-1895.

Setelah menjadi bagian dari negara Jepang, Pada tahun 1912 untuk pertama kalinya masyarakat Okinawa mendapat hak pilih untuk mengirimkan wakil rakyat. Sedangkan untuk bidang perekonomian, awalnya jauh dari makmur dan bukan hanya itu saja, banyak penduduk Okinawa yang pindah ke luar negeri.

d. Keadaan Okinawa saat Perang Dunia II

Pada saat perang dunia II tepatnya tahun 1945, tentara Amerika serikat datang mennyerbu dan merebut pulau Okinawa melalui pertempuran Okinawa. Selama 82 hari sekitar 12.500 tentara Amerika tewas dan 37.000 jiwa terluka, serta mengorbankan seperempat dari total warga sipil Okinawa pada saat itu. Perang ini juga mengakibatkan kehancuran di bidang perekonomian Okinawa.


(42)

Kedatangan tentara militer AS ini membuat Okinawa berada di antara dua kekuasaan. Di satu sisi, Okinawa dikuasai oleh tentara Amerika, dan di sisi lain dikuasai oleh sisa kedaulatan Jepang. Namun, setelah kedatangan tentara sekutu tersebut, pulau ini dijadikan sebagai pangkalan militer Amerika Serikat untuk rencana invasi ke Jepang. Masa ini disebut periode administrasi Amerika Serikat yang berlangsung selama 27 tahun.

Pada masa administrasi AS di Okinawa, seringkali terjadi konflik antara militer AS dengan penduduk lokal. Meskipun sering terjadi konflik, di sisi lain Amerika juga memberikan pengaruh yang positif bagi kemajuan Okinawa. Sebab, Amerika memberikan beasiswa bagi pemuda Okinawa untuk belajar di Amerika, dan mendirikan Universitas Ryukyu dengan dana pemerintah AS pada tahun 1950.

Pada tanggal 8 september 1951 pemerintah Jepang dengan tentara sekutu mengadakan perjanjian perdamaian yang lebih dikenal sebagai Perjanjian San Fransisco. Perjanjian ini secara resmi ditandatangani oleh 49 negara di San Fransisco, California. Hal ini menandai berakhirnya Perang Dunia II, dan mengakhiri secara resmi kedudukan Jepang sebagai kekuatan imperialis. Pada pasal 3 dari isi perjanjian tersebut secara resmi memasukkan kepulauan ryukyu, termasuk Okinawa ke dalam perwalian Amerika Serikat.

Pada tahun 1969 perundingan antara dua negara ini berakhir dengan dikembalikannnya kepulauan ryukyu kepada Jepang. Akhirnya, pada tahun 1972, Amerika serikat secara resmi menyerahkan kepulauan Okinawa kepada pemerintah Jepang. Sejak saat itu, Okinawa menjadi bagian dari prefektur yang ada di Jepang hingga sekarang.


(43)

Dari latar belakang sejarah berdirinya Okinawa ini, terlihat bahwa kebudayaan Cina banyak memberikan pengaruh bagi Okinawa hingga saat ini. kepercayaan terhadap patung singa (shisa) juga mendapat pengaruh dari kebudayaan Cina yang masuk ke daerah ini pada saat keduanya melakukan hubungan kerjasama di bidang perdagangan.

2.2 Asal-usul Kemunculan Patung shisa

Kepercayaan terhadap patung shisa ini tidak muncul begitu saja di Okinawa. kepercayaan ini merupakan hasil akulturasi dengan kebudayaan negara lain yang masuk ke Okinawa. Patung ini pertama kali muncul dan berkembang di India. Pada waktu itu singa merupakan simbolis dharma (ajaran agama Buddha) untuk pelindung. Seiring dengan berjalannya waktu, simbol-simbol singa ini mulai menghiasi seni kuil-kuil yang ada di India. Jadi bisa dikatakan bahwa patung singa ini juga berkaitan dengan agama Buddha.

Pada masa itu, India banyak melakukan perjalanan ke negara lain dengan tujuan untuk melakukan hubungan kerjasama di berbagai bidang salah satunya di bidang perdagangan dengan negara lain khususnya di wilayah Asia. Bersamaan dengan aktivitas tersebut, India juga menyebarkan ajaran agama Buddha ke setiap negara yang telah didatangi. Salah satu negara yang mendapat penyebaran agama Buddha adalah negara Cina. Sekitar abad ke-3 SM, agama Buddha mulai menyebar ke negara Cina melalui jalur sutra. Karena patung singa berkaitan erat dengan ajaran agama Buddha, hal ini membuat patung singa juga ikut masuk ke Cina dan mengalami akulturasi


(44)

dengan kebudayaan setempat. Dalam waktu yang singkat, patung ini pun juga mulai mendominasi kuil-kuil yang ada di Cina.

Dalam bahasa Cina, Kata “singa” (termasuk patung) adalah shi atau shishi 獅 子 dan ada juga yang menyebutnya xiezhi atau獬 豸. Tidak hanya sampai di Cina,

patung singa ini juga masuk negara Korea, namun dengan nama yang berbeda yaitu haetae atau haechi. dari segi bentuk pun terdapat sedikit perbedaan. Bentuknya lebih dominan seperti singa, memiliki tubuh yang bersisik dan tanduk di kepalanya, serta ada beberapa patung yang memiliki sayap kecil.

Pada periode Nara (710-794) patung singa dari korea ini masuk ke Jepang dan berganti nama menjadi komainu. Kata “koma-inu” sendiri mengandung arti anjing dari koma (semenanjung korea) atau asing. Bentuknya sama dengan haechi, namun bedanya pada abad ke-14 komainu menjadi tidak memiliki tanduk. Meskipun patung singa ini berkaitan erat dengan agama Buddha, namun komainu yang ada di Jepang justru berhubungan dengan agama Shinto. Hal ini terbukti dari patung komainu ini dapat dilihat pada kuil-kuil Shinto di Jepang.

Pada abad ini juga patung singa masuk ke Okinawa yang pada saat itu masih berbentuk kerajaan yang bernama ryukyu. Namun masuknya patung singa ke daerah ini bukan berasal dari Jepang. sebab, pada masa itu kerajaan ryukyu belum mengadakan hubungan apapun dengan Jepang dan belum menjadi bagian dari Jepang. Berbeda dengan komainu yang masuk ke Jepang melalui Korea, Patung singa yang kemudian diberi nama shisa ini masuk ke Okinawa melalui Cina. Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa pengaruh kepercayaan terhadap patung singa ini masuk akibat


(45)

pertukaran kebudayaan yang terjadi saat kerajaan ryukyu melakukan hubungan kerjasama di berbagai bidang dengan Cina. Hal inilah yang menyebabkan patung shisa dan komainu memiliki banyak kesamaan. Sebab pada dasarnya patung singa yang ada di Okinawa dan Jepang berasal dari sumber yang sama yaitu Cina dan India.

Sempat ada perbedaan pendapat mengenai rupa dari shisa. Hal ini dikarenakan rupa dari patung ini yang mirip dengan anjing, juga mirip dengan singa. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa shisa adalah seekor anjing bukan singa. Sebab, pada saat itu di Okinawa belum terdapat hewan singa dan tidak ada yang pernah melakukan kontak langsung dengan singa. Dalam tipologi sihir, shisa juga diklasifikasikan sebagai binatang gargoyle. Tidak hanya negara-negara tersebut, tetapi negara Myanmar dan Tibet juga memiliki kepercayaan seperti ini. namun dengan perbedaan yang terdapat pada masing-masing negara.

2.2.1 Realita Patung Shisa

Pada dasarnya, patung merupakan karya seni tiga dimensi yang dibuat oleh manusia dengan tujuan untuk menghasilkan karya yang dapat bertahan lama. Agar dapat bertahan lama, patung ini dibuat dari bermacam-macam bahan baku. Pada mulanya patung shisa hanya terbuat dari batu. Namun sekarang selain dari batu, shisa juga dibuat dari bahan baku seperti tanah liat, keramik, kayu, dan lain-lain. Setiap negara pasti memiliki karya seni patung. Ada yang menganggapnya sebatas suatu karya seni bernilai estetika tinggi, ada pula yang beranggapan bahwa patung-patung yang mereka bangun dan dirikan memiliki nilai-nilai religi yang mesti dihormati, dan dipelihara. Hal ini juga yang terdapat dalam patung shisa.


(46)

Patung ini selalu diletakkan berpasangan di sebelah kiri dan kanan. Beberapa bagian dari bentuk patung mengandung simbol-simbol yang mengandung makna yang dipercaya oleh masyarakat Okinawa. simbol-simbol inilah yang membuat patung shisa terlihat istimewa. Umumnya di sebelah kanan adalah patung yang bermulut terbuka dan sebelah kiri adalah yang bermulut tertutup. Bentuk mulutnya yang seperti ini bukanlah suatu kebetulan, ini merupakan simbolisme ajaran Buddha. Patung yang bermulut terbuka membentuk suara “a” atau あ. sedangkan yang bermulut tertutup membentuk suara “un” atauうん. Jika keduanya digabungkan akan membentuk kata a-un. Huruf “a” merupakan huruf pertama, sedangkan “n” merupakan huruf terakhir dalam alfabet Jepang. Suara ini ini juga merupakan transliterasi Jepang dari bahasa sansekerta “AHAM” dan “AUM” yang mengandung arti awal dan akhir dari segala sesuatu. Kedua kata ini juga seperti Sebuah analogi dari negara barat yang digambarkan sebagai alpa dan omega.

Patung shisa yang bermulut terbuka juga dipercaya untuk mengusir dan menakut-nakuti roh-roh jahat yang ingin masuk ke dalam rumah si pemilik. Sedangkan yang bermulut tertutup dipercaya untuk menjaga agar roh-roh yang baik serta keberuntungan tetap berdiam di dalam rumah. Patung yang bermulut terbuka dikatakan shisa jantan sedangkan yang bermulut tertutup merupakan shisa betina. Ada juga jenis patung shisa yang salah satunya sambil memegang bola emas di kakinya. Objek melingkar ini adalah Tama 玉, atau permata suci Buddha yang merupakan simbol kebijaksanaan Buddha yang membawa cahaya untuk kegelapan dan memegang kekuasaan untuk memberikan keinginan.


(47)

Patung shisa ini bisa juga dikatakan sebagai jimat pelindung rumah bagi masyarakat Okinawa. Jimat adalah benda berenergi supranatural yang diyakini dapat melindungi seseorang atau si pemilik dari suatu masalah. Jimat berasal dari bahasa portugis, fetitico dan berasal dari bahasa latin factitus berarti sesuatu yang berhubungan dengan magis atau sesuatu yang ada pengaruh dan efeknya (Soekahar, 2002:50). Sedangkan John M Gobay mengatakan bahwa jimat merupakan benda yang berkuasa atau dianggap sakti atau berjiwa dapat menolak penyakit dan menyebabkan kebal (1999:60). Jimat bisa berupa benda-benda seperti batuan alam, patung, kayu bertuah, koin, cincin, dan jenis hewan tertentu.

Namun antara jimat dengan patung shisa terdapat perbedaan. Jika jimat sebelum digunakan atau diberikan kepada si pemilik terlebih dahulu didoakan atau diberi jampi-jampi, hal ini tidak dilakukan pada patung shisa. Sejauh ini belum ada sumber yang menjelaskan bahwa sebelum pemakaian, patung shisa di doakan terlebih dahulu. Namun beberapa cerita mitos rakyat Okinawa hanya mengatakan bahwa awal mulanya patung ini diberikan oleh seseorang yang kemudian karna patung shisa ini telah menyelamatkan desa, dikeramatkan dan dijadikan sebagai pelindung desa. Seiring perkembangan zaman akhirnya patung ini banyak digunakan oleh masyarakat Okinawa dan banyak dijual di toko-toko kerajinan di daerah ini.

Dahulu, fungsi shisa ini hanya berkaitan dengan religius atau kepercayaan yakni sebagai pelindung. Namun sekarang kebiasaan meletakkan patung ini sudah mengalami perkembangan. Shisa sudah menjadi bagian dari artefak kebudayaan Okinawa. Bahkan juga menjadi simbol dari prefektur Okinawa. hal ini dikarenakan kebiasaan ini sudah ada sejak dahulu dan masih terpelihara hingga saat ini. Maka tidak mengherankan jika


(48)

hampir disetiap sudut di daerah ini terdapat patung shisa. Selain itu, shisa juga diwujudkan ke dalam barang cendramata berbagai bentuk dan ukuran seperti gantungan kunci, kalung, dan lain-lain. Dari perubahan-perubahan ini, bisa dilihat bahwa realita di zaman sekarang fungsi patung shisa tidak hanya dijadikan sebagai sebuah kepercayaan atau religius tetapi juga sudah menjadi salah satu tradisi budaya dan ciri khas kebudayaan serta ikon dari daerah Okinawa.

2.2.2 Cerita- Cerita Mitos Okinawa Tentang Patung Shisa

Selain melalui sejarah, awal mula masuknya patung shisa ke Okinawa dan alasan shisa dijadikan sebagai pelindung juga diterangkan dalam cerita-cerita mitos yang disebarkan dari mulut ke mulut. Mitos biasanya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa, dan sebagainya. Sedangkan mitologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai ilmu tentang sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan mahluk halus dalam suatu kebudayaan.

Seperti cerita prosa rakyat di dunia, cerita prosa di Jepang juga mengandung tipe cerita (tale type), dan motif cerita (tale motif) yang universal (Danandjaja, 1997: 70). Jepang juga memiliki banyak cerita mitos, baik itu mengenai penciptaan dunia ini, para dewa-dewa, binatang, mahluk ajaib, dan sebagainya.

Menurut Danandjaja (1997: 70), istilah bahasa Jepang untuk mite (mitos) adalah shinwa yang berarti “kisah mengenai para dewa”. Mitos Jepang merupakan gabungan tema-tema pribumi dan yang berasal dari daratan Asia Timur, yang mana tema ini mendapat pengaruh dari buddhisme dan Taoisme. Referensi untuk menyusun mitologi


(49)

Jepang biasanya bersumber dari kojiki ( catatan mengenai hal-hal kuno yang ditulis pada abad 712 M), dan nihon shoki (chronicle Jepang atau juga dikenal dengan nama nihongi, ditulis pada abad 720 M).

Mitologi Jepang dahulu dikenal sebagai folklor. Isi dari folklor ini hampir seluruhnya berdasarkan pada cerita yang terdapat dalam kojiki, nihonshoki, dan fudoki dari berbagai prefektur yang ada di Jepang. Dengan kata lain, mitologi Jepang sebagian besar bercerita tentang berbagai kami (dewa) penghuni Takamonohara ( Takamahara atau Takamagahara), dan hanya sedikit sumber literatur tertulis yang dijadikan sebagai rujukan (Crownia, 2003:1).

Pada zaman Jepang kuno, setiap daerah diperkirakan memiliki sejenis kepercayaan dalam berbagai bentuk folklor. Kemudian pada saat kekuasaan kekaisaran Yamato semakin luas, bermacam-macam kepercayaan ini diadaptasi menjadi kumitsugami atau “dewa yang dipuja” yang bentuknya hampir seragam, dan semuanya dikumpulkan ke dalam mitologi takamanohara. Sementara itu, beberapa wilayah dan penduduk yang sampai di abad berikutnya tidak berada dalam kekuasaan Yamato atau pemerintahan pusat Jepang. wilayah yang tidak dikuasai oleh Yamato ini memiliki mitologi sendiri , seperti suku Ainu dan orang-orang yang berada di kepulauan ryukyu. Maka tak mengherankan jika mitologi Okinawa agak berbeda dengan mitologi Jepang.

Beberapa mitologi juga menceritakan tentang mahluk mitos atau mahluk legenda. Menurut Fabelwesen (1996), mahluk dalam legenda dan mitos banyak sekali, mahluk ini hidup dalam cerita rakyat yang sering disebut sebagai “mahluk ajaib” dalam buku-buku sejarah. beberapa mahluk, seperti naga dan Griffin memiliki asal muasal dalam mitologi tradisional mereka, dan dipercaya merupakan mahluk yang benar-benar ada.


(50)

Beberapa diantaranya berdasarkan kenyataan yang mungkin faktanya diputarbalikkan oleh kisah para pengembara seperti “Sayuran beranak dari Tartaria”.

Sebaliknya, beberapa mahluk yang keberadaaanya hanya dituturkan dari mulut ke mulut , kini dicari-cari dan ditentukan sebagai mahluk yang benar-benar ada seperti; cumi-cumi raksasa. Di afrika penduduk kongo bercerita kepada para pelancong atau turis asal Eropa tentang keberadaan binatang yang wujudnya seperti perpaduan antara zebra dan jerapah. Ketika para turis menganggap ini hanya cerita rakyat, pada tahun 1901 seorang peneliti yang bernama Sir Harry Johnston menemukan kulit sebuah binatang sebagai bukti keberadaan mahluk tersebut, yang kini disebut okapi. Di Jepang, mitologi tentang binatang banyak sekali seperti anjing, rubah, burung, kucing, dan lain-lain. Salah satunya adalah tentang patung Shisa yang ada di Okinawa. Berikut ini penulis akan menceritakan berbagai mitos dan cerita rakyat tentang patung ini.

Pada zaman dahulu, seorang utusan dari cina membawa hadiah untuk raja Ryukyu berupa sebuah kalung yang dihiasi dengan patung shisa. Sementara itu, desa Madanbashi di daerah teluk Naha sedang diserang oleh naga laut yang memakan korban penduduk desa setempat serta menghancurkan harta benda milik warga. Suatu hari, raja hendak mengunjungi desa itu dan ia melihat para penduduk yang ada di daerah itu berlari ketakutan untuk mencari persembunyian. Pendeta setempat sebelumnya telah diberitahukan lewat mimpi untuk menginstruksikan sang raja agar berdiri di pantai dan mengangkat patung shisa miliknya ke arah naga tersebut. Lalu, pendeta tersebut mengutus seorang anak laki-laki agar menyampaikan hal tersebut kepada raja. Raja yang mendengar hal tersebut segera melakukannya. Ketika ia mengangkat patung shisa sangat tinggi ke arah naga, tiba-tiba suara raungan raksasa terdengar di seluruh desa.


(51)

Raungan yang begitu keras hingga mengguncangkan naga tersebut. Kemudian sebuah batu besar jatuh dari langit menghancurkan ekor naga itu. Sehingga, naga tersebut tidak dapat bergerak dan akhirnya mati.

Cerita lain datang dari desa Tomimori, yang terletak di sebelah selatan prefektur Okinawa. Saat itu sering terjadi kebakaran di desa ini. Sehingga, penduduk setempat berniat mencari master Feng Shui untuk menanyakan apa penyebab seringnya terjadi kebakaran di desa mereka. Sang master Feng Shui ini percaya bahwa hal itu terjadi karena di dekat gunung Yaese ada suatu kekuatan supranatural yang sangat besar. Lalu ia menyarankan agar para penduduk membangun shisa batu untuk menghadapi kekuatan supranatural yang ada di gunung tersebut. dengan segera mereka melakukannya. Ternyata cara ini berhasil karena sejak saat itu desa Tomimori terbebas dari kebakaran.

2.3 Tempat-tempat yang Terdapat Patung Shisa

Waktu terus-menerus berjalan tanpa bisa dihentikan. Seiring dengan waktu yang terus berjalan, zaman pun mengalami perubahan yang sangat cepat. Berbagai aspek yang senantiasa mengalami perubahan ini terjadi agar mampu memenuhi kebutuhan manusia sesuai dengan tuntutan setiap zaman. Perubahan ini juga terjadi pada fungsi patung shisa.

Dahulu, meskipun menurut mitos awal mulanya patung ini telah melindungi desa, namun patung shisa ini lebih banyak terlihat di tempat tertentu seperti pada bangunan kerajaan, salah satunya terdapat pada kastil shuri dan di tempat-tempat suci seperti kuil jinja dan otera. Jadi bisa dikatakan patung ini hanya sebatas untuk


(52)

melindungi ruang lingkup tempat-tempat suci (kuil) dari roh-roh jahat atau seseorang yang berniat jahat.

Seiring perkembangan zaman, patung shisa ini lambat laun mulai digunakan atau diletakkan tidak hanya pada kuil, tapi juga pada rumah-rumah penduduk. Bahkan di zaman sekarang hampir semua rumah penduduk memiliki patung shisa . patung ini biasanya diletakkan sepasang di depan rumah, mengapit gerbang, juga ada yang meletakkannya di atap rumah. Walaupun setiap rumah meletakkan patung ini pada posisi yang berbeda, namun fungsinya tetap sama yaitu sebagai pelindung keluarga yang menghuni rumah tersebut. Tidak sampai disitu, bahkan patung ini juga diletakkan pada bangunan-bangunan komersial seperti toko-toko, hotel yang ada di Okinawa, tempat-tempat umum seperti taman bermain, tempat wisata, serta rumah sakit seperti rumah sakit milik militer AS di Okinawa.

Jika dilihat, terdapat perubahan dalam meletakkan patung shisa. Dahulu patung ini hanya dapat dilihat di tempat tertentu saja, namun sekarang patung ini dapat dilihat di setiap sudut di daerah Okinawa. Selain itu, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hanya di Okinawa saja yang meletakkan patung singa pada rumah-rumah penduduk, sedangkan di tempat lain yang juga memiliki kepercayaan terhadap patung singa ini hanya meletakkannya pada tempat-tempat tertentu.


(53)

BAB III

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT OKINAWA TERHADAP PATUNG SHISA

3.1 Fungsi Patung Shisa Sebagai Pelindung/ A Guardian

Masyarakat Jepang sangat menghargai dan menghormati tradisi dan kebudayaan sejak zaman dahulu, sebagai buktinya mereka tetap menjalankan dan melaksanakannya bahkan sampai Jepang telah menjadi negara yang modern. Jepang juga mengenal berbagai jenis patung yang sangat banyak. Kebanyakan patung di Jepang biasanya berkaitan dengan agama atau suatu kepercayaan. Selama periode kofun (abad ketiga), patung tanah liat yang disebut haniwa didirikan di luar makam. Di dalam kondo yang berada di Horyu-ji terdapat Trinitas Shaka, patung Budha yang berupa dua bodhisattva serta patung yang disebut dengan para raja pengawal empat arah. Patung kayu pada abad 9 menggambarkan shakyamuni, salah satu bentuk buddha, yang menghiasi bangunan sekunder di Muro-ji, adalah ciri khas dari patung awal periode Heian, dengan tubuh berat, yang dipahat dengan gaya hompa shiki (ombak bergulung), serta ekspresi wajah yang terkesan serius dan menarik diri (id.m.wikipedia.org/wiki/seni_pahat).

Dari sekian banyak jenis patung yang terdapat di Jepang dan tak terhitung jumlahnya, shisa tetap menjadi salah satu patung yang memiliki peran penting dalam masyarakat Jepang khususnya Okinawa. Patung ini dipercaya oleh masyarakatnya sebagai pelindung atau dalam bahasa Inggris disebut dengan guardian. Kepercayaan masyarakat Okinawa ini ada bukan tanpa alasan, namun karena memang banyak mitos-mitos yang menceritakan bahwa pada zaman dahulu patung shisa ini telah banyak


(54)

menyelamatkan desa. Meskipun cerita mitos sangat diragukan kebenarannya, namun cerita ini telah terpelihara dari generasi ke generasi dan kepercayaan ini telah tertanam kuat dalam diri masyarakat Okinawa .

Shisa mempunyai kekuatan yang melebihi kemampuan manusia atau bisa dikatakan sebagai kekuatan supranatural. Namun, shisa bukanlah termasuk mahluk dewa. Sebab patung ini tidaklah disembah, diberikan sesajen, atau dipuja seperti dewa. Patung shisa ini biasanya diletakkan di depan rumah/bangunan berpasangan di sebelah kiri dan kanan. Dalam penelitian ini, fungsi patung shisa dikelompokkan menjadi 2 wilayah yaitu untuk melindungi wilayah keluarga dan wilayah umum. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pembahasan wilayah ini.

3.1.1 Wilayah Keluarga

Dalam wilayah keluarga, patung shisa ini berfungsi untuk melindungi anggota keluarga yang berada didalam rumah/bangunan tempat shisa ini diletakkan. Ia akan melindungi keluarga tersebut dari roh-roh jahat yang ingin mengganggu dan dari perbuatan jahat seperti orang-orang yang berniat untuk mencuri atau merampok rumah tersebut. Patung ini juga berfungsi untuk menjaga agar roh-roh atau pengaruh baik tetap berdiam di dalam rumah tersebut. Roh baik yang dimaksudkan adalah seperti keberuntungan, kedamaian dan kerukunan, serta hal-hal baik lainnya. Sehingga dengan adanya roh baik tersebut, keadaan didalam rumah akan terasa damai, rukun, tidak penuh dengan pertengkaran antara anggota keluarga serta nyaman.

3.1.2 Wilayah Umum

Dalam wilayah umum patung ini memiliki banyak fungsi tergantung dimana patung ini ditempatkan. Jika berada di kuil-kuil, patung ini juga berfungsi untuk


(55)

menjaga daerah kuil tersebut dari roh-roh jahat serta dari perbuatan jahat. Sehingga barang-barang yang berada didalam kuil tetap aman terjaga serta memberikan kedamaian didalam kuil tersebut. Patung ini juga berguna untuk menunjukkan simbol dharma yang terdapat pada kuil buddha. Shisa juga banyak dilihat pada bangunan-bangunan komersial seperti toko-toko dan hotel. Ketika didapati pada tempat ini, fungsinya pun tetap sama yaitu untuk mencegah terjadinya pencurian dan perampokan. Patung ini juga diharapkan agar dapat memberikan keberuntungan dalam usaha atau bisnis dimana tempat patung ini diletakkan. Selain itu, patung ini biasanya juga diletakkan di tempat-tempat umum seperti taman, tempat wisata, rumah sakit, dan lain-lain dengan fungsi yang sama seperti yang disebutkan diatas.

Secara umum, patung ini juga berfungsi untuk melindungi desa dari marabahaya dan dari roh-roh jahat yang ingin menyerang desa tersebut. Patung ini juga dijadikan simbol atau ikon keunikan daerah Okinawa untuk menarik para wisatawan luar yang ingin berkunjung ke tempat ini.

3.2 Sebagai Kearifan Lokal

Kepercayaan terhadap patung shisa ini merupakan salah satu bagian dari kearifan lokal masyarakat Okinawa. sebelum membahas mengenai kearifan lokal dari patung shisa, ada baiknya terlebih dahulu memaparkan tentang awal mula munculnya kata kearifan lokal.

Kearifan telah lama menjadi bahan kajian dalam dunia filsafat. Kaum Sofis (sophists) sejak abad ke-5 SM telah menamai dirinya sophists yang berarti “orang-orang bijaksana” atau “kaum arif”. Permulaan kajian filsafat pun didasari dengan kajian


(1)

BAB 1V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Patung shisa awalnya datang ke Okinawa melalui Cina. Proses masuknya kepercayaan ini ketika kerajaan ryukyu melakukan hubungan kerjasama dengan cina pada abad ke-14 yang mana saat itu banyak kebudayaan Cina yang masuk dan mengalami akulturasi dengan kebudayaan Okinawa. Patung ini juga mendapat pengaruh dari ajaran Buddha.

2. Sejak dahulu, masyarakat Okinawa percaya bahwa patung shisa memiliki kekuatan supranatural yang dapat melindungi si pemilik dari roh jahat dan perbuatan jahat dan menjaga agar roh-roh baik tetap ada dalam rumah. Hal ini diceritakan dalam cerita mitos dan mitos ini telah diyakini kebenarannya, dan sudah tertanam dalam hati masyarakat Okinawa.

3. Pada zaman dahulu, patung shisa hanya diletakkan di tempat-tempat tertentu seperti di istana kerajaan dan kuil-kuil. Namun karena perubahan zaman, patung ini tidak hanya diletakkan di istana kerajaan dan kuil, tetapi juga pada rumah-rumah warga, tempat umum, bangunan komersial seperti hotel dan toko-toko, bahkan hampir diseluruh wilayah Okinawa. Diyakini, hanya di daerah ini yang hanya diletakkan di semua tempat. Berbeda dengan di daerah lain yang juga


(2)

memiliki kepercayaan terhadap patung yang mirip seperti shisa, hanya meletakkannya pada tempat-tempat tertentu.

4. Patung shisa terdiri dari beberapa bentuk dan pada bagian-bagian tertentu dari bentuk patung shisa, terdapat simbol-simbol yang memiliki makna dan makna ini dipercaya oleh masyarakat Okinawa

5. Seiring perkembangan zaman, patung shisa dibuat dalam berbagai variasi seperti gantungan kunci, kalung, patung, dan lain-lain. Dalam bahan baku pembuatannya pun juga bervariasi. Jika dahulu hanya terbuat dari batu, sekarang bisa dari tanah liat, keramik, kayu, dan lain-lain

6. Dahulu, patung shisa hanya dijadikan sebagai sebuah kepercayaan (bersifat religus), namun sekarang patung shisa sudah menjadi bagian dari tradisi budaya, salah satu artefak kebudayaan, bahkan ikon daerah Okinawa.

7. Dalam kepercayaan terhadap patung shisa, terdapat nilai-nilai kearifan lokal yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan dilestarikan dari generasi ke generasi.

4.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah:

1. Keakuratan data dalam pembahasan “Pandangan Masyarakat Jepang terhadap Patung Shisa” ini sangat dibutuhkan. Sehingga penulis menyarankan agar penelitian yang akan dilakukan berikutnya yang berkaitan dengan masalah ini, agar lebih aktif dalam pengumpulan data baik berupa buku maupun dari internet sehingga dapat memenuhi kelengkapan data, dan hasil penelitian pun lebih akurat.


(3)

2. Kebenaran mitos yang terdapat dalam penulisan ini tergantung dari keyakinan masing-masing. Penulis tidak memaksa untuk menyakini sepenuhnya. Penulis menyarankan agar lebih dalam untuk mencari kebenarannya.

3. Sebelum melakukan penelitian, sebaiknya dalam pengumpulan data dilakukan beberapa bulan sebelum menentukan bahasan atau judul. Sehingga dapat ditentukan masalah yang akan dibahas, serta batasan-batasannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin. 2003. Sosiologi Agama. Padang: Universitas Andalas.

Astuti, Fuji. 2014. Fungsi Patung Ojizo Dalam Masyarakat Jepang. Skripsi Sarjana. Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.

Bungin, Burhan. 2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Dr. Poerwanto, Hari. 2005. Kebudayaan Dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Danandjaja, Jammes. 1984. Folklore Indonesia; Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Grafik Pers.

Dhavamony, Mariasusai. 2001. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Dhavamony, Mariasusai. 1958. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Keesing, Roger M. 1993. Antropologi Budaya (Suatu Perspektif Kontemporer). Jakarta: Erlangga.

Koentjaraningrat. 1967. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.

Koentjaraningrat. 1976. Metode Penelitian Masyarakat. Yogyakarta: Gajahmada University press.

Kondansha. 1993. Japan An Ilustrated Encyclopedia. Tokyo: Kondansha


(5)

M, John Gobay. 1999. Praktek dan Strategi Setan. Bandung: Kalam Hidup.

M.Mubarak. 2009. Maneki Neko Dalam Pandangan Jepang. Skripsi Sarjana. Medan: Fakultas Ilmu Budaya

Nasution, M. Arif. 1996. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Poerwanto, Hari. 2005. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ross, Catrien. 2007. Mistik Jepang. Yogyakarta: Pinus.

Sibarani, Robert.2012. Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Situmorang, Hamzon. 2013. Minzoku Gaku (Ethnologi) Jepang. Medan: USU press.

Soekahar, H. 2002. Satanisme dalam Pelayanan Pastoral. Malang: Gandum Mas.

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya

--- 1989. Jepang Dewasa Ini. Tokyo: The International Society for Educational Information, Inc.

Wisadirana, Darsono. 2004. Sosiologi Pedesaan. Malang: UMM pres

halo Jepang! agustus 2014


(6)

http;//kompas.com.

http://retnosawitri.blogspot.com/2012/12/teorisasi-dalam-penelitian-kualitatif.html

http://www.jpri.org/publications/occasionalpapers/op8.html