Pohon dan lingkungan hidup

tinggi dan besar. Nama pohon tersebut adalah pohon bunga kinmoseki. Pohon dalam kehidupan bisa banayak keguanaanya. Pohon bagi masyarakat Jepang memiliki lambang dalam awal musim, terlebih dalam perkembangan bunga pohon, ada sakura, persik dan lain – lain. Dan keberadaan pohon juga tidak hanya dalam fungsi untuk seni karya, peralatan hidup, namun berfungsi juga sebagai spiritual. Untuk lebih nyata fungsi dari pohon untuk kehidupan di Jepang adalah kokeshi. Pada kokeshi boneka jepang beragam seni dapat kita lihat. Secara garis besar kesimpulannya : menjadi seni karya, menjadi bagian dari perayaan yang dilakukan, dan menjadi peralatan hidup sehingga bisa menjadi ciri yang umum dalam kehidupan masyarakat.

2.1.1 Pohon dan lingkungan hidup

Secara historis, Sendai atau kota yang berjuluk “mori no miyako” kota pepohonan atau tempat nan hijau adalah kota di mana sekitar 400 tahun lalu lebih, tepatnya pada 1601 M, Date Masamune mendirikan istana kekuasaannya. Seorang daimyo pemimpin daerah pertama untuk wilayah Tohoku timur di awal Periode Edo, yang patungnya menghiasi reruntuhan bekas Kastel Sendai Aobajou akibat bombardir Sekutu selama PD II. Sejalan dengan restorasi kota Universitas Sumatera Utara pasca PD II, Sendai berangsur-angsur pulih menjadi lokasi menarik bagi hampir semua kegiatan, dari militer sampai pendidikan di bagian utara Jepang. Saat ini Sendai tercatat memiliki wilayah seluas 788,08 km2 dan berpenduduk 1, 019,963 jiwa per April 2006 ini. Karena berpenduduk lebih dari 500 ribu jiwa, Sendai masuk dalam 12 “designated cities” yang pengelolaannya diatur khusus oleh pemerintah pusat Jepang. Kota Sendai, terletak di Pulau Honshu pulau utama di Jepang sekitar 360 km arah utara Kota Tokyo. Perjalanan udara lebih kurang 50 menit bisa dicapai dari Haneda Airport di Tokyo menuju Sendai Airport. Perjalanan darat yang paling populer antara Tokyo-Sendai adalah dengan shinkansen kereta super cepat yang akan memakan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan. Kota Sendai adalah kota setingkat kotamadya sebagai ibu kota Propinsi Miyagi. Kota basis ekonomi dan perdagangan di wilayah Jepang utara wilayah Tohoku, yang meliputi propinsi Fukushima, Yamagata, Iwate, Akita, dan Aomori. Karena letaknya di bagian utara Jepang, maka temperatur rata-rata per tahun adalah sekitar 11.9 derajat Celcius. Namun begitu karena letak geografisnya yang berdekatan dengan Samudra Pasifik dan dikitari oleh pegunungan Ou, Sendai mempunyai keistimewaan, hangat dalam musim dingin dan sejuk bila Universitas Sumatera Utara musim panas yang lembab datang, dibanding kota-kota lain di wilayah Tohoku ini. Kotamadya Sendai atau dalam bahasa Jepang disebut Sendai-shi terdiri dari lima ku atau daerah setingkat kecamatan, yaitu Aoba-ku, Miyagino-ku, Wakabayashi-ku, Taihaku-ku, dan Izumi-ku. Struktur kotanya sendiri sebenarnya sprawl menyebar. Bagian tengah terdiri atas wilayah yang termasuk “kecamatan” Aoba, Miyagino, dan Wakabayashi, dengan titik utama pusat kota adalah Stasiun Sendai dan CBD Central Business District di sekitarnya. Izumi- ku di utara dan Taihaku-ku dengan pusatnya di Nagamachi tumbuh menjadi sub senter kota yang lain pula. Dari Izumi melewati pusat kota sampai Nagamachi inilah subway Sendai sebagai moda transportasi alternatif bawah tanah terhubungkan. Tempat pertandingan Piala Thomas dan Uber di “Sendai Taiikukan” Komplek olahraga Kota Sendai nanti terletak di ujung jalur subway di daerah Nagamachi ini. Keterangan diatas untuk meberikan contoh bahwa pohon dalam lingkungan hidup di jepang seperti kota Sendai, yang dijadikan dijuluki mori no miyako. Menurut Budi Laksono, seorang peneliti kehutanan, yang sedang menjalani program doktoral di Jepang, Dengan kemajuan yang ada di Jepang, Universitas Sumatera Utara misalnya banyaknya jaringan kereta bawah tanah, jalan-jalan layang dan gedung- gedung pencakar langit, muncul anggapan bahwa kawasan yang lebat dengan pepohonan mungkin hanya ada di wilayah-wilayah tertentu seperti kompleks istana kaisar atau kyokyo yang terletak di jantung ibukota, Tokyo. Namun anggapan tersebut luntur begitu diberikan fakta bahwa negeri kepulauan ini ternyata masih didominasi oleh hutan. Misalnya data dari Center For International Foresty Research CIFOR mengungkapkan bahwa tujuh puluh persen wilayah negeri Matahari terbit tersebut masih berselimutkan hutan, yang apabila digabungkan dapat mencapai seluas dua puluh empat juta hektar. Kendati masih memiliki hutan yang cukup luas, pemanfaatan hasil hutan di Jepang tidak dilakukan secara eksploitatif dan kelestariannya tetap dipertahankan demi merawat ekosistem dan keseimbangan alam. Misalnya saja di prefektur Kochi, yang terletak di pulau Shikoku, sebelah barat daya Jepang, begitu besarnya perhatian pemerintah dan masyarakat di prefektur Kochi terhadap kondisi hutan di wilayah mereka. Pemerintah dan masyarakat peduli dalam menyelesaikan permasalahan yang serius mengenai hutan tanaman di daerah hulu dan dampaknya terhadap lingkungan di daerah hilir, dengan cara yang sangat bijaksana. Pendekatan yang Universitas Sumatera Utara dilakukan pemerintah kochi adalah mengajak masyarakat ikut peduli dengan setiap tahun membayar pajak untuk menjaga lingkungan hutan Forest Environment Tax. Selain itu masyarakat juga ikut serta melakukan kegiatan penjarangan hutan dengan menebang pepohonan tanpa mendapat upah, sebagai tanda kecintaan mereka terhadap alamnya. Penjarangan hutan dilakukan di daerah kochi yang merupakan areal hutan terluas di Jepang adalah karena negeri Sakura tersebut kini memiliki masalah kehutanan yang tergolong unik dari negara-negara lain. Itu karena terlalu banyak pohon yang dibiarkan tumbuh secara rapat atau berdempetan sehingga daun-daunnya menghalangi masuknya cahaya matahari ke bagian bawah pohon- pohon tersebut yang berdampak kontra-produktif, seperti mudah longsor dan pencemaran air sungai. Masalah tersebut berawal dari penanaman hutan Sugi dan Hinoki yang merupakan dua jenis tanaman utama di Jepang, oleh masyarakat kochi antara dekade 1960-an dan 1970-an yang sangat luas dengan kerapatan yang tinggi, yaitu 3000 pohonha. Hal ini diharapkan akan menghasilkan pohon yang lurus dan tinggi, kemudian akan dilakukan penjarangan bertahap sampai 100-200 pohon ha agar menghasilkan tanaman yang lurus dengan diameternya yang besar sampai umur empat puluh atau lima puluh tahun. Namun karena harga Universitas Sumatera Utara kayu impor lebih murah, masyarakat saat itu enggan melakukan penjarangan karena harga kayu jepang jadi murah sehingga tidak menguntungkan. Maka setelah tanaman tumbuh besar, hal ini mengakibatkan kanopi menutup permukaan tanah hutan dan sinar matahari tidak bisa masuk sehingga tanaman bawah yang dapat berfungsi untuk menghambat longsoran dari permukaan yang lebih tinggi tidak dapat tumbuh. Dampak yang terjadi adalah pada saat hujan deras turun, tanah yang berbatuan di daerah hulu menjadi tererosi dan air sungai kochi, yang menjadi sumber utama daerah tersebut, menjadai tercemar serta debit airnya menjadi berkurang karena mengalami pendangkalan. Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah setempat hanya memiliki dana yang terbatas sehingga mengajak masyarakat untuk memikirkan hal tersebut. Akhirnya mulai tahun 2002 dicetuskan konsep “Forest Environment Tax” dengan partisipasi masyarakat sebesar lima ratus yen per tahun, yang menurut Budi setara dengan harga secangkir kopi di Jepang. Sedangkan pelaksanaan penjarangannya adalah dengan pendekatan sukarela. Masyarakat dengan sukarela melaksanakan penjarangan di waktu senggangweekend dengan membentuk asosiasi relawan. Mereka juga mengajak generasi muda dan menanamkan kepedulian terhadap lingkungan Universitas Sumatera Utara kepada anak sekolah dengan mengajak mereka ke hutan dan membuat permainana agar mereka mengerti betapa pentingnya hutan untuk lingkungan. Hal yang mengesankan disini adalah bahwa pelopor relawan tersebut adalah mereka yang sudah berumur diatas enam puluh tahun, setelah pensiun dan mencari kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain.

2.1.2 Pohon dan tempat tinggal