PENDAHULUAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan

1

BAB I PENDAHULUAN

I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam era globalisasi ini, Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang akan menghadapi tantangan yang berat. Hal ini terjadi karena dalam era ini negara-negara berkembang berhadapan secara langsung dengan negara- negara maju yang memiliki keunggulan hampir di segala aspek. Mulai dari teknologi, modal, dan khususnya sumber daya manusia. Ketiganya mempunyai arti yang sangat penting. Teknologi adalah jaminan mutu produk, modal adalah jaminan untuk mengembangkan usaha, namun dari ketiganya yang paling vital adalah sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan faktor sumber daya manusia sangat terkait dengan kemampuan untuk menguasai teknologi, mengakses permodalan, merebut, serta mengelola peluang, dan pada akhirnya menciptakan produk yang mempunyai nilai tambah, produk yang kompetitif di pasar global Moetjoib, dalam Salim dkk, 1997 Secara kuantitatif, sumber daya manusia yang ada di Indonesia memang sudah memenuhi tuntutan yang ada dalam era globalisasi ini. Namun, pada kenyataannya dari segi kualitas tidaklah demikian. Akibatnya tidak mengherankan jika terjadi “import” tenaga kerja dari luar negeri dan juga terjadi perpindahan karyawan dari satu perusahaan ke perusahaan lain Pekerti, dalam Prabowo, 2001 Di satu sisi pula, dengan tujuan untuk mengurangi biaya, organisasi di banyak negara industri melakukan pemberhentian pekerja secara merata dan mengurangi jumlah pekerja untuk penggunaan secara efektif. Selain itu organisasi juga melakukan downsizing, restrukturisasi, dan merger dengan frekuensi yang semakin meningkat beberapa tahun terakhir ini Kinnunen, Mauno, Natti Happonen, 2000. Bagi para pekerja, perubahan-perubahan seperti ini dapat mengakibatkan perasaan cemas, stres, dan tidak aman dalam memikirkan kesinambungan pekerjaan mereka Schweiger Ivanchevich, dalam Ashford, Lee Bobko, 1989. Marks dalam Burke, 2000 menyatakan bahwa salah satu dampak Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009 2 psikologis dari merger dan downsizing adalah job insecurity. Meyer dalam Burke, 2000 juga menyatakan bahwa merger dan downsizing memiliki banyak konsekwensi terhadap individu, termasuk job insecurity. Para pekerja memiliki alasan yang bagus tentang mengapa mereka merasa insecure. Magnet dalam Walsh dalam Ashford, Lee Bobko, 1989 mengemukakan demoralisasi, rasa curiga, rasa tidak berdaya dan stress sebagai reaksi terhadap pemberhentian. Penelitian lainnya menggarisbawahi insecurity sebagai hasil utama dari pemberhentian Brockner dalam Ashford, Lee Bobko, 1989. Job insecurity telah menyebar luas sejak tahun 1990-an, terutama terjadi pada pekerja profesional. Lebih dari 60 pekerja menyatakan bahwa langkah- langkah pekerjaan dan usaha yang harus mereka perbuat terhadap pekerjaan mereka telah meningkat. Ketakutan terhadap redundancy bukanlah satu-satunya aspek dari job insecurity. Walaupun banyak pekerja yang tidak terlalu khawatir terhadap kehilangan perkerjaannya, mereka sangat khawatir terhadap hilangnya nilai tampilan kerja mereka, seperti status dalam organisasi dan kesempatan mereka untuk promosi Burchell, Day, Hudson, dan Ladipo, 1999. Dalam hal ini, job insecurity diartikan sebagai tingkat di mana pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apa pun terhadap situasi tersebut Ashford dkk, 1989. Job insecurity dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan dimensi pekerjaan Ashford dkk, 1989. Sebagai tambahan, Hartley, Jacobson, Klandermans, Van Vuuren 1991 menyatakan bahwa job insecurity dilihat sebagai kesenjangan antara tingkat security yang dialami seorang dengan tingkat security yang ingin diperolehnya. Job insecurity juga mempunyai dampak terhadap menurunnya keinginan pekerja untuk bekerja di suatu perusahaan tertentu dan yang akhirnya mengarah kepada keinginan untuk berhenti kerja Ashford dkk, 1989. Greenhalgh Rosenblatt dalam Kinnunen dkk, 2000 telah mengkategorisasikan penyebab job insecurity ke dalam 3 kelompok sebagai berikut: Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009 3 1. Kondisi lingkungan dan organisasi misalnya perubahan organisasional dan komunikasi organisasional 2. Karakteristik individual dan jabatan pekerja misalnya usia, gender, status sosial ekonomi 3. Karakteristik personal pekerja misalnya locus of control, self esteem Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi lingkungan dan organisasi berpengaruh terhadap job insecurity. Selain komunikasi organisasional, kondisi organisasi yang dimaksud dapat pula dijelaskan dengan adanya organisasi pembelajar. Organisasi pembelajar didefinisikan oleh Argyris dalam Yuwono dkk, 2005 adalah suatu proses deteksi dan koreksi kesalahan. Dalam definisi ini, organisasi dikatakan organisasi pembelajar apabila organisasi tersebut melakukan pemantauan terhadap perilakunya, melakukan deteksi terhadap kesalahan yang dilakukannya, dan segera membuat koreksinya. Organisasi pembelajar merupakan sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransfomasi diri Pedler, Boydell Burgoyne, 1991. Mereka mendefinisikan dan menguji kelayakan gagasan mengenai perusahaan pembelajar sebagai pendekatan yang tepat untuk strategi bisnis dan pengembangan sumber daya manusia pada tahun 1990-an. Menurut Peter Senge 1990, organisasi pembelajar adalah: “organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together”. Ditambahkan pula oleh Farago dan Skyrme 1995, organisasi pembelajar didefinisikan pula sebagai: “those that have in place systems, mechanisms, and process, that are used to continually enchance their capabilities and those who work with it or for it, to achieve sustainable objectives for themselves and the communities in which they participate”. Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009 4 Dari definisi yang dijelaskan oleh Farago dan Skyrme di atas dapat dicatat butir-butir berikut ini, yaitu bahwa organisasi pembelajar: 1 Adaptif terhadap lingkungan eksternalnya; 2 Secara terus-menerus menunjang kemampuannya untuk berubah; 3 Mengembangkan baik pembelajaran individual maupun kolektif; dan 4 Menggunakan hasil pembelajarannya untuk mencapai hasil yang lebih baik. Organisasi pada saat ini menghadapi lingkungan yang terus-menerus berubah yang menuntut organisasi usaha untuk terus beradaptasi. Organisasi akan menghadapi saingan dari organisasi-organisasi sejenis lainnya. Organisasi harus terus mencari cara kerja baru dan mengambil resiko yang diperhitungkan. Dalam hal ini organisasi dituntut untuk meningkatkan efisiensi dalam proses produksi, meningkatkan mutu produknya, menghasilkan produk barang atau jasa yang baru Munandar, 2003. Semua orang setuju bahwa satu karakteristik kunci organisasi pada abad 21 ini adalah kemampuan belajar. Banyak orang bahkan percaya bahwa kemampuan belajar akan menjadi keuntungan kompetitif bagi suatu organisasi Yuwono dkk, 2005. Ditambahkan pula oleh Susanto 2004, bila organisasi relatif lamban untuk berubah maka keputusan-keputusan serta praktek-praktek yang dibawa sejak organisasi berdiri masih tetap berlaku. Akibatnya, ketika lingkungan eksternal berubah dengan cepat, keselarasan antara organisasi dengan lingkungannya akan menurun, menyeret organisasi tersebut pada keusangan. Agar organisasi berkembang dan memiliki keunggulan kompetitif, organisasi harus mempunyai tradisi sebagai organisasi pembelajaran dan mempunyai kemampuan untuk mengelola pengetahuan knowledge management dengan baik. Sekarang banyak perusahaan mulai menyadari manfaat dari upaya pembelajaran sambil terus mengembangkan modal intelektualnya terhadap organisasi mereka. Selain itu banyak pula survey dan penulisan yang dilakukan untuk melihat organisasi-organisasi yang mampu menciptakan organisasi pembelajar dan mampu mengungguli organisasi-organisasi lain dalam hal modal intelektual dan penciptaan kekayaan perusahaan. Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009 5 I.B TUJUAN PENULISAN Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara persepsi terhadap organisasi pembelajar dengan job insecurity pada karyawan dalam suatu perusahaan. I.C. MANFAAT PENULISAN Dari penulisan ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:. 1. Memperkaya pengetahuan tentang Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia terutama mengenai hubungan antara persepsi terhadap organisasi pembelajar dengan job insecurity pada karyawan. 2. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan dalam upaya pengembangan potensi karyawan dan menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis dalam dunia usaha. Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009 6

BAB II LANDASAN TEORI