Pola pangan harapan PPH

2.2 Pola pangan harapan PPH

Untuk mengukur keberhasilan upaya diversifikasi baik dibidang produksi, penyediaan dan konsumsi pangan penduduk diperlukan suatu parameter. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai tingkat keanekaragaman pangan adalah Pola Pangan Harapan. Pola Pangan Harapan adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolute maupun relative terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupoun konsumsi pangan, yang mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk baik kuantitas, kualitas maupun keragamannya dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya, agama dan cita rasa Suhardjo, 1996. PPH pertama kali diperkenalkan FAO-RAPA Food And Agriculture Organization - Regional Conference For Asia And The Pacific pada tahun 1989, yang kemudian dikembangkan oleh Departemen Pertanian untuk menjabarkan penganekaragaman pangan melalui Workshop yang diselenggarakan secara kerjasama dengan Organisasi Pangan Dunia. PPH disusun berdasarkan DPP Desirable Dietary Pattern FAO-RAPA dengan didasarkan pada pertimbangan faktor yang essensial antara lain, kondisi iklim, geografis, genetik, sosial, ekonomi, budaya dan gaya hidup penduduk Indonesia. Dengan metode PPH dapat dinilai mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangan. Skor pangan diperoleh dari hasil perkalian antara tingkat kontribusi energi kelompok pangan dengan bobotnya. Bahan pangan dikelompokkan menjadi delapan yaitu padi-padian, umbi-umbianpangan berpati, pangan hewani, minyak dan lemak, buah dan biji berminyak, kacang-kacangan, gula dan sayurbuah. Bobot untuk setiap kelompok pangan didasarkan kepada konsentrasi kalori, kepadatan kalori, zat gizi esensial, zat gizi mikro, kandungan serat, volume pangan dan tingkat kelezatannya Suhardjo, 1996 Dengan PPH tidak hanya pemenuhan kecukupan gizi yang diketahui tetapi sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung oleh cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan daya beli. Dengan pendekatan PPH ini dapat dinilai mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangan. Semakin tinggi skor pangan maka semakin beragam dan semakin baik komposisinya BKP, 2005 Tiap Negara mempunyai potensi dan sosial budaya yang berbeda-beda. Bagi Indonesia menurut hasil Workshop on Food and Agriculture Planning for Nutritional Adequacy di Jakarta tanggal 11-13 Oktober 1989 direkomendasikan sebagai berikut: Kelompok padi-padian sekitar 50 makanan berpati sekitar 5, pangan hewani sekitar 15-20, minyak dan lemak lebih dari 10, kacang-kacangan sekitar 5 , gula 6-7, buah dan sayur 5 FAO-MOA, 1989. Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi WKNPG VII tahun 2004, susunan PPH Nasional yang telah disepakati terdapat pada table 2.1 dengan target pencapaian energi sebesar 2000 Kkalkapitahari. Tabel 2.1. Pola Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang nasional PPH Nasional Tahun 2005 No Bahan Makanan Konsumsi Energi Kkal PPH Nasional 2005 Bobot Skor Mutu PPH 1 Padi-padian 1,000 50,0 0,5 25,0 2 Umbi-umbian 120 6,0 0,5 2,5 3 Pangan hewani 240 12,0 2,0 24,0 4 Minyak dan lemak 200 10,0 0,5 5,0 5 Biji berminyak 60 3,0 0,5 1,0 6 Kacang-kacang 100 5,0 2,0 10,0 7 Gula 100 5,0 2,0 10,0 8 Sayur dan buah 120 6,0 5,0 30,0 9 lain-lain 60 3,0 0,0 0,0 Jumlah 2,000 100,0 Sumber : Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan, BKP Tahun 2005 Data Susenas tahun 2005 yang digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebutuhan konsumsi pangan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2.2.1.Perhitungan Skor PPH Cara menghitung skor Pola Pangan Harapan: pertama, dengan mengelompokkan bahan makanan yang dikonsumsi energi ke dalam 9 jenis kelompok bahan makanan; kedua, menghitung persentase masing-masing kelompok terhadap total energi; ketiga, persentase masing-masing kelompok dikalikan dengan rating menurut FAO untuk golongan padi-padian dan umbi-umbian 0.5; untuk golongan pangan hewani 2; untuk golongan minyak dan lemak 0.5 untuk golongan kacang-kacangan 2; untuk golongan buahbiji berminyak 0.5; untuk golongan gula 0.5; dan golongan sayurbuah 5.

2.3 Kerangka Konsep