dilakukan oleh manajer dengan mereview dan melakukan pembahasan terhadap realisasi yang melebihi anggaran yang ditetapkan untuk mengetahui
penyebab-penyebab penyimpangan yang terjadi. Perusahaan dalam menyusun anggaran biaya produksi berdasarkan biaya standar dan data historis atau
biaya tahun sebelumnya. Hal ini mencerminkan bahwa anggaran biaya produksi pada PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa telah berfungsi
efektif sebagai alat pengendalian kinerja manajer.
3. Analisis Anggaran Biaya Produksi dan Realisasi Biaya Produksi
Berdasarkan penelitian pada perusahaan, apabila terjadi kenaikan realisasi biaya dari yang dianggarkan batasan yang dianggap material atau
signifikan dalam menilai selisih anggaran biaya produksi dan realisasi yaitu antara 5 - 10. Perusahaan dalam menganalisis anggaran biaya produksi
tidak menganalisis seperti yang terdapat dalam teori di Bab II, melainkan hanya melakukan analisa dengan metode perhitungan berdasarkan jumlah
persentase saja. Berikut ini diuraikan hasil analisis yang dilakukan terhadap anggaran dan realisasi biaya produksi pada tahun 2008 dan 2009 untuk
produksi tanaman kelapa sawit.
Tahun 2008
a. Jumlah Produksi
Seperti yang terlihat dalam laporan produksi, bahwa perusahaan menganggarkan jumlah produksi minyak sawit dan inti sawit sebanyak
248.658.712 kg, sedangkan realisasi yang terjadi hanya 199.111.047
kg. Ini berarti terjadi penyimpangan atas jumlah produksi yang dihasilkan sebesar 20.
b. Biaya produksi
Secara keseluruhan biaya produksi pada tahun 2008 hanya terealisasi sebesar 83 dari anggaran yang ditetapkan sebelumnya.
Penurunan ini sebesar Rp190.130.864,- dari yang dianggarkan yaitu Rp1.144.530.820,- dan yang terealisasi hanya Rp954.399.956,-. Hal
ini disebabkan karena adanya penurunan jumlah produksi yang terjadi pada tahun 2008 atau hanya mencapai 80 dari yang dianggarkan,
sehingga biaya produksi juga ikut turun. Terjadinya penurunan ini juga dapat dilihat sebagai berikut :
1 Biaya Umum
Secara keseluruhan telah terjadi penurunan biaya umum yaitu sebesar Rp 4.550.067.000,- atau mencapai 97 dari yang dianggarkan
sebesar Rp143.259.405.000,- ternyata realisasi yang terjadi sebesar Rp138.709.338.000,-. Ini berarti terjadi penyimpangan 3 dari yang
dianggarkan. 2
Biaya Tanaman Secara keseluruhan biaya tanaman juga mengalami penurunan
yaitu sebesar Rp 122.865.196.000,- atau hanya mencapai 66 dari yang dianggarkan sebesar Rp 363.061.090.000,- sedangkan realisasi
yang terjadi hanya sebesar Rp 240.195.894.000,-. Ini berarti bahwa
realisasi yang terjadi hanya 66 mendekati anggaran atau terjadi penyimpangan sebesar 34.
3 Biaya Pengolahan
Biaya pengolahan juga mengalami penurunan biaya. Biaya ini mengalami penurunan sebesar Rp1.209.161.000,- atau 98 dari yang
dianggarkan sebesar Rp56.974.429.000,- ternyata realisasi yang terjadi hanya sebesar Rp55.765.268.000,-. Ini berarti terjadi penyimpangan
sebesar 2. 4
Biaya Penyusutan Biaya penyusutan
mengalami penurunan sebesar Rp2.178.675.000,- atau mencapai 92 dari yang dianggarkan yaitu
sebesar Rp33.250.262.000,- ternyata realisasi yang terjadi hanya sebesar Rp30.531.587.000,-. Ini berarti terjadi penyimpangan 8.
5 Biaya Pembelian TBS Tandan Buah Segar
TBS adalah bahan baku yang diperlukan untuk memproduksi minyak sawit dan inti sawit. TBS yang dibeli dari pemasok juga
mengalami penurunan sebesar Rp58.787.769.000,- atau 89 dari yang dianggarkan yaitu sebesar Rp547. 985.638.000,- ternyata realisasi
yang terjadi hanya sebesar Rp489.197.869.000,-. Ini berarti terjadi penyimpangan sebesar 11.
Tahun 2009
a. Jumlah produksi
Seperti yang terlihat dalam laporan produksi pada tahun 2009 terjadi penurunan jumlah produksi minyak dan inti sawit sebesar
66.509.721 kg atau mencapai 74 dari jumlah yang dianggarkan yaitu 259.220.478 kg, sedangkan yang hanya bisa terealisasi hanya sebesar
192.710.757 kg. b.
Biaya produksi Pada tahun 2009 realisasi dari biaya produksi hanya mencapai 71
dari anggaran biaya produksi. Penurunan ini sebesar Rp315.892.684,- dari yang dianggarkan yaitu Rp1.085.484.740.000,- dan yang
terealisasi hanya Rp769.592.056.000,-. Penurunan biaya produksi pada tahun 2009 disebabkan karena
perusahaan menaikkan jumlah biaya yang dianggarkan dari tahun sebelumnya dengan asumsi adanya kenaikan biaya di tahun berikutnya.
Penurunan ini dapat dilihat sebagai berikut : 1
Biaya umum Secara keseluruhan memang telah terjadi penurunan biaya umum
yang dianggarkan dari tahun sebelumnya, demikian juga dengan biaya yang dikeluarkan mengalami penurunan. Hal ini berbanding lurus
dengan penurunan jumlah produksi pada tahun 2009. Pada tahun 2009 terjadi penurunan jumlah biaya umum sebesar Rp29.098.100.000,-
atau mencapai 79 dari jumlah biaya umum yang dianggarkan sebesar
Rp138.152.616.000,- dengan realisasi sebesar Rp109.054.516.000,-. Ini berarti terjadi penyimpangan sebesar 21.
2 Biaya Tanaman
Secara keseluruhan terjadi penurunan biaya tanaman sebesar Rp195.443.848,-
atau 49 yang dianggarkan sebesar
Rp382.164.753.000,- ternyata realisasi yang terjadi sebesar Rp186.720.905.000,-. Ini berarti terjadi penyimpangan sebesar 51.
3 Biaya Pengolahan
Biaya pengolahan mengalami penurunan sebesar
Rp2.501.478.000,- atau 96 dari yang dianggarkan sebesar Rp60.458.715.000,- ternyata realisasi yang terjadi hanya sebesar
Rp57.957.237.000,-. Ini berarti terjadi penyimpangan sebesar 4. 4
Biaya Penyusutan Biaya penyusutan mengalami peningkatan yang mencapai 107
dari biaya penyusutan yang dianggarkan. Terjadi selisih sebesar Rp1.960.545.000,-
dari biaya yang dianggarkan sebesar Rp28.243.607.000,-
sementara realisasi yang terjadi sebesar
Rp30.204.152.000,-. Ini berarti terjadi penyimpangan biaya
penyusutan sebesar 7 atas kenaikan biaya dari yang dianggarkan. 5
Biaya pembelian TBS Pembelian TBS pada tahun 2009 juga mengalami penurunan
sebesar Rp90.809.803.000,- atau hanya 81 dari biaya yang dianggarkan yaitu sebesar Rp476.465.049.000,- ternyata yang
terealisasi hanya sebesar Rp385.655.246.000,-. Ini berarti terjadi penyimpangan sebesar 19.
Pada tahun 2008 realisasi biaya produksi mencapai 83 dari biaya yang dianggarkan, sedangkan pada tahun 2009 realisasi biaya produksi hanya
mencapai 71 dari anggaran biaya produksi. Sesuai dengan indikator kinerja manajer bahwa anggaran biaya produksi merupakan target maksimal yang
dapat dicapai oleh manajer, maka pada tahun 2009 pencapaian biaya produksi
perusahaan lebih baik dibandingkan tahun 2008.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan