pengawasan biaya produksi kelapa sawit pada PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa

(1)

SKRIPSI

PENGAWASAN BIAYA PRODUKSI KELAPA SAWIT PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II

TANJUNG MORAWA

Oleh :

NAMA : SIMON P. N. BAKO

NIM : 030522031

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengawasan

Biaya Produksi Kelapa Sawit pada PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa” adalah benar hasil karya Saya sendiri dan judul yang dimaksud

belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripasi Program Ekstensi S1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Semua sumber dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar dan apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, Saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juni 2009

Yang Membuat Pernyataan

SIMON P. N. BAKO NIM: 030522031


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus yang telah memberikan anugerah, penyertaan, pengetahuan, hikmat dan kekuatan yang terbaik sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa sebagai Tugas Akhir.

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis telah banyak menerima bimbingan, bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak termasuk Akademisi Akuntansi. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak selaku Ketua Departemen

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Fahmi Natigor Nasution SE, M.Acc, Ak selaku Sekretaris

Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Drs. Rustam Effendy, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan saran kepada penulis


(4)

5. Bapak Drs. Syamsul Bahri, TRB, MM, Ak selaku Penguji I 6. Ibu Dra. Narumondang Bulan S, MM, Ak selaku Penguji II

7. Pimpinan, Staff dan Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa yang telah memberikan izin, data, keterangan dan informasi yang dibutuhkan penulis

8. Teman-teman Stambuk 2003 Jurusan Akuntansi Ekstensi FE USU

9. Seluruh keluarga khususnya Mama yang selalu menyayangi, mendukung, mendidik dan mendoakan penulis

10.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah dengan tulus ikhlas membantu penulis

Penulis selalu memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk membalas segala kebaikan dan memberikan berkat kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa isi yang terkandung dalam Skripsi ini belum mencapai sempurna sehingga penulis sangat mengharapkan kesediaan para pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang membangun agar Skripsi ini dapat mencapai sempurna dan lebih berguna.

Medan, Juni 2009

SIMON P. N. BAKO


(5)

ABSTRAK

Biaya produksi kelapa sawit merupakan biaya-biaya untuk mengolah bahan baku (tandan buah segar) menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang siap untuk dijual dan merupakan biaya yang terbesar yang dikeluarkan oleh PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah pengawasan biaya produksi yang dilakukan perusahaan dapat menghindarkan pemborosan, penyelewengan, inefisiensi kerja guna menghindarkan kemungkinan timbulnya kerugian.

Biaya produksi diungkapkan dengan mengklasifikasikannya sebagai biaya langsung dan biaya tidak langsung. Pengawasan biaya produksi dapat diketahui dengan membandingkan anggaran dan realisasi yang terdapat pada laporan biaya produksi. Dari perbandingan tersebut maka akan diketahui perbedaan/penyimpangan antara anggaran dan realisasi.

Kemudian perbedaan tersebut dianalisis untuk mengetahui apakah merupakan perbedaan yang menguntungkan (favorable variance) atau perbedaan yang merugikan (unfavorable variance).


(6)

ABSTRACT

Cost of production of coconut palm represent the cost for processing lf raw material (fresh fruit bunches/FFB) becoming fabricating material goods readily finished goods or good available for sale and also represent the biggest cost consumed by PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa.

Research target is to know whether controlling of cost of production have done conducted by the company can obviate the extravagance, deviation, inefficiency work to utilize to obviate the possibility lf incident of loss.

Cost of production will expression by make classification as direct cost and indirect cost. The controlling of cost of production can found by comparing budget with realize of cost of production. From the comparison will be known the variance between budget with realize.

Then, the variance will be analyzed for find favorable variance and favorable variance.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

KATA PENGANTAR... ii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….…...….. 1

B. Perumusan Masalah ………...……. 2

C. Pembatasan Masalah ……….…...……... 3

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………..…....…...……….. 3

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Penggolongan Biaya ………... 5

1. Pengertian Biaya... 5

2. Penggolongan Biaya...………...……... 7

B. Unsur-unsur Biaya Produksi... 10

C. Pengawasan Biaya Produksi……… 14


(8)

2. Unsur Pengawasan Biaya Produksi... 15

3. Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Produksi... 19

D. Manfaat Pengawasan Biaya Produksi Terhadap Keputusan Manajemen... 41

E. Analisis Penyimpangan Biaya Produksi... 42

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Data... 57

B. Teknik Pengumpulan Data………...………...…. 57

C. Teknik Analisis Data ……….…...… 58

D. Tempat dan Waktu Penelitian... 59

BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian... ……….……….…....…. 60

1. Sejarah Singkat Perusahaan... 60

2. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Dalam Perusahaan... 61

3. Proses Produksi dan Unsur-unsur Biaya Produksi Kelapa Sawit pada Perusahaan... 68

4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Produksi Kelapa Sawit... 74


(9)

6. Manfaat Pengawasan Biaya Produksi Terhadap

Perusahaan... 95 7. Analisis Penyimpangan... 96

B. Analisis Hasil Penelitian... 100 1. Analisis Biaya Produksi Kelapa Sawit………….. …... 100 2. Analisis Pengawasan Biaya Produksi Kelapa Sawit…. 103

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………...…….……... 106 B. Saran………..……...……... 107


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Struktur Anggaran Perusahaan………. 27

Gambar 4.1 : Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)

Tanjung Morawa……….. 62

Gambar 4.2 : Prosedur Penyusunan RKAP………. 77


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Anggaran Penjualan………. 27

Tabel 2.2 : Anggaran Produksi………... 28

Tabel 2.3 : Anggaran Pemakaian Bahan baku……….. 30

Tabel 2.4 : Anggaran Pembelian Bahan Baku………. 32

Tabel 2.5 : Anggaran Biaya Upah Langsung……… 34

Tabel 2.6 : Anggaran Biaya Tidak Langsung………. 40

Tabel 4.1 : Aktiva Tetap dan Penyusutan……….. 73

Tabel 4.2 : Luas Areal Budidaya Kelapa Sawit……….. 82

Tabel 4.3 : Anggaran Produksi Berdasarkan Produksi Umum………... 84

Tabel 4.4 : Rencana Produksi TBS, Rencana Produksi & Rendemen Minyak dan Inti Sawit………. 87

Tabel 4.5 : Produksi dan Biaya Produksi Kelapa Sawit……… 93

Tabel 4.6 : Perbandingan antara Anggaran dan Realisasi Biaya Kelapa Sawit………. 104


(12)

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan utama didirikan suatu perusahaan adalah memperoleh laba semaksimal mungkin dan kelangsungan hidup perusahaan. Laba adalah jumlah pendapatan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Bertambahnya jumlah pendapatan biasanya biaya juga bertambah, bila pertambahan jumlah pendapatan lebih besar dari pertambahan jumlah biaya maka laba menjadi bertambah, sebaliknya bila pertambahan jumlah pendapatan lebih rendah dari pertambahan jumlah biaya maka laba semakin menurun. Adakalanya pertambahan biaya cukup signifikan dibandingkan pertambahan pendapatan. Dengan kondisi ini perusahaan mengalami kerugian

Pada perusahaan industri biaya produksi merupakan komponen biaya terbesar dalam perhitungan harga pokok penjualan bila dibandingkan dengan biaya lainnya (biaya pemasaran, biaya administrasi, biaya bunga).

Besar kecilnya laba yang diperoleh perusahaan sangat tergantung pada perolehan pendapatan juga sangat tergantung pada kemampuan manajemen untuk mengendalikan/mengawasi pengeluaran dana untuk biaya produksi. .Tingginyya kenaikan biaya produksi sebagai akibat kurangnya pengawasan, apalagi cenderung pada pemborosan, maka perusahaan akan mengalami kerugian. Dengan demikian dalam periode tersebut tujuan perusahaan tidak tercapai.


(13)

PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa merupakan perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis perkebunan dengan mengelola lima budidaya tanaman yakni kelapa sawit, karet, kakao, tembakau dan tebu. Dibandingkan dengan komoditi karet, kakao, tembakau dan tebu, pengelolaan komoditi kelapa sawit memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan perusahaan maupun pengeluaran biaya

Pengeluaran biaya untuk biaya produksi merupakan biaya yang terbesar yang dikeluarkan perusahaan. Oleh karena itu harus dilakukan pengawasan terhadap biaya produksi. Pengawasan biaya produksi dilakukan dengan berpedoman pada anggaran biaya produksi yang telah disusun. Anggaran biaya produksi tersebut dibandingkan dengan realisasi biaya produksi tahun berjalan. Melalui perbandingan ini dapat diketahui ada tidaknya penyimpangan sehingga dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya apabila penyimpangan tersebut merugikan karena dapat mengurangi pendapatan perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun suatu tulisan dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengawasan Biaya Produksi Kelapa Sawit

pada PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa”.

B. Perumusan Masalah

Pengawasan biaya produksi dilakukan untuk menghindarkan pemborosan dan penyelewengan serta peningkatan efisiensi kerja sehingga kemungkinan kerugian dapat ditekan seminimal mungkin. Unsur-unsur biaya produksi adalah berupa bahan baku dan tenaga kerja yang merupakan komponen terbesar dalam menentukan perolehan laba perusahaan.


(14)

1) Bahan baku

Penggunaan bahan baku merupakan unsur penting dan unsur biaya yang besar dalam biaya produksi. Permasalahannya adalah bila terjadi pemborosan, penyimpangan, pencurian dan kerusakan yang disebabkan tidak atau kurangnya pengawasan yang akan mengakibatkan kerugian perusahaan.

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan aset perusahaan, mengingat kemampuannya menghasilkan laba dengan melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Permasalahannya bila kurang atau tidak dilakukan pengawasan terhadap penggunaan tenaga kerja akan mengakibatkan hasil yang diperoleh adalah hasil yang lebih kecil dengan biaya yang lebih tinggi (inefisien) atau mendapatkan hasil yang buruk dengan biaya yang sama atau lebih besar.

C. Pembatasan Masalah

Demikian luasnya cakupan dan banyaknya faktor yang mungkin dapat mempengaruhi biaya produksi pada perusahaan maka dalam penelitian ini penulis membatasi pada masalah pengawasan biaya produksi kelapa sawit.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan :

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi Program Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara


(15)

2. Untuk mengembangkan pengetahuan dam memperluas cakrawala berpikir penulis dalam menelaah suatu permasalahan secara ilmiah serta disusun secara sistematis

3. Untuk mengetahui apakah pengawasan biaya produksi yang dilakukan

perusahaan dapat menghindarkan pemborosan, penyelewengan, inefisiensi kerja guna menghindarkan kemungkinan timbulnya kerugian

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dilaksanakan yaitu :

a. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi perusahaan dalam hal penerapan pengawasan biaya produksi kelapa sawit

b. Sebagai informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak tertentu yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengawasan biaya produksi kelapa sawit.

c. Untuk memberikan sumbangan ilmu kepada peneliti

selanjutnya yang dapat dipergunakan sebagai bahan acuan penelitian.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Penggolongan Biaya 1. Pengertian Biaya

Pengertian biaya yang dimaksudkan dalam istilah sehari-hari adalah suatu pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu barang dan jasa atau dengan kata lain suatu pengorbanan yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.

Dalam dunia usaha, biaya dapat diartikan sebagai pengeluaran sejumlah uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang secara langsung atau tidak langsung telah dimanfaatkan didalam kegiatan perusahaan guna mendapatkan penghasilan atau laba, atau biaya juga dapat diartikan sebagai nilai tukar, prasyarat, atau pengorbanan yang dilakukan guna memperoleh manfaat.

Sofyan Syafri Harahap (2003 : 38) mendefinisikan biaya (cost) adalah sebagai berikut:

Cost adalah suatu jumlah tertentu yang diukur dalam bentuk uang dari kas yang dibelanjakan atau barang lain yang diserahkan, modal saham yang dikeluarkan, jasa yang diberikan, atau utang yang dibebankan sebagai imbalan dari barang dan jasa yang diterima atau akan diterima.

Cost dapat dibagi dua : Expired dan Unexpired, Unexpired cost atau

asset adalah semua yang akan dibebankan kepada produksi dari

penghasilan yang akan datang, Expired cost adalah pengurangan dari penghasilan sekarang atau dibebankan kepada laba ditahan.

Biaya menurut Mulyadi (2003 : 37) adalah :

Biaya atau ongkos didefinisikan sebagai arus keluar atau penggunaan harta lainnya atau terjadinya hutang (kombinasi dari keduanya) dalam suatu periode akibat dari penyerahan atau produksi barang-barang,


(17)

penyerahan jasa-jasa atau pelaksanaan aktivitas-aktivitas lainnya yang membentuk operasi-operasi utama atau sentral yang berlanjut terus dari suatu usaha tersebut.

Dari pengertian kedua penulis di atas maka biaya tersebut harus dapat diukur dalam satuan moneter sebagai nilai tukar yang harus dikorbankan untuk memperoleh barang dan jasa. Dalam pengertian di atas terdapat kata beban dan biaya atau ongkos yang perlu dijelaskan lebih lanjut.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004, par. 02.04) :

“Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu peride akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan equitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.”

Ahmad Azhari (2006 : 14) mendefinisikan biaya sebagai berikut :

“Biaya adalah pengeluaran yang diukur dalam satuan moneter yang telah dikeluarkan atau potensial yang akan dikeluarkan untuk memperoleh tujuan tertentu. Sebaliknya beban adalah pengeluaran yang telah digunakan untuk menghasilkan prestasi.”

Henry Simamora (2001 : 36) menyatakan bahwa :

“Biaya (cost) adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat pada saat ini atau di masa mendatang bagi perusahaan atau organisasi.”

Armanto Witjaksono (2005:10) menyatakan bahwa

“Beban (expenses) adalah arus keluar (aset) terhadap penghasilan karena perusahaan menggunakan sumber daya ekonomi yang ada.”:

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan pengeluaran yang akan memberikan manfaat untuk waktu atau periode akuntansi yang akan datang dan karenanya merupakan aktiva yang akan dicantumkan kedalam


(18)

neraca. Sedangkan beban merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam proses produksi suatu barang atau prestasi guna memperoleh pendapatan. Pengeluaran ini dicatat sebagai biaya produksi dalam perhitungan laba – rugi.

Biaya produksi merupakan kelompok biaya yang jumlahnya cukup besar dibanding kelompok biaya lain seperti biaya pemasaran, biaya bunga, biaya administrasi dalam perhitungan laba rugi.

Biaya produksi memegang peranan penting dalam suatu perusahaan, hal ini disebabkan tujuan perusahaan itu sendiri yaitu agar kegiatan produksi menghasilkan laba untuk mengembangkan dan mempertahankan eksistensi perusahaan dimasa yang akan datang.

2. Penggolongan Biaya

Setiap manajemen memerlukan informasi-informasi mengenai kegiatan organisasi perusahaannya. Informasi-informasi yang diperlukan ini sering berupa biaya-biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha. Akibat banyaknya biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha, maka biaya-biaya tersebut perlu digolongkan Penggolongan biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat membantu manajemen memperoleh informasi berdasarkan mana manajemen dapat mengambil kebijaksanaan/keputusan dalam upaya mencapai tujuannnya

Penggolongan biaya didasarkan:

a. Fungsi pokok dalam perusahaan:

Menurut Mulyadi (2003:14), biaya berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan adalah:


(19)

a. Biaya produksi

“Biaya produksi dikeluarkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pokok perusahaan dalam pelaksanaan proses produksi untuk menghasilkan produk.”

Biaya produksi terdiri dari:

- biaya bahan baku langsung, misalnya kayu dalam proses

pembuatan meja.

- Biaya tenaga kerja (upah) langsung, misalnya upah untuk tenaga kerja yang merakit mobil pada perusahaan perakitan mobil.

- biaya overhead, misalnya sewa gedung b. Biaya pemasaran

“Biaya pemasaran merupakan pengeluaran biaya untuk memenuhi kebutuhan dalam pelaksanaan fungsi pokok perusahaan yaitu memasarkan produk yang dihasilkan dari proses produksi. Misalnya biaya perjalanan petugas pemasaran, komisi penjualan, gaji bagian pemasaran, biaya pengiriman untuk konsumen.”

c. Biaya administrasi dan umum

“Biaya administrasi dan umum dikeluarkan perusahaan dalam upaya membiayai kegiatan pendukung dalam pelaksanaan operasional perusahaan sehari-hari. Misalnya gaji direktur utama.”

2. Volume Produksi

Menurut Armanto Witjaksono (2005:13) berdasarkan volume produksi, biaya terdiri dari

a. “Biaya variabel

Biaya yang berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume produksi/penjualan

Contoh: Biaya pemakaian bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Semakin banyak unit yang diproduksi, tentu kebutuhan bahan baku dan tenaga kerja juga bertambah secara proporsional


(20)

b. Biaya Tetap

Biaya dimana jumlah totalnya tetap walaupun jumlah yang diproduksi/dijual berubah-ubah dalam kapasitas normal

Contoh: Biaya penyusutan mesin dan peralatan, gaji pokok para karyawan dan sebagainya. Semua biaya ini harus tetap dibebankan secara periodik, tanpa memperhatikan kuntitas volume produksi.

c. Biaya Semi Variabel

Biaya dimana jumlahnya berubah-ubah dalam hubungannya dengan perubahan kuantitas yang diproduksi tetapi perubahannya tidak proporsional. Dalam beberapa literatur lainnya biaya ini disebut sebagai biaya campuran (mixed cost). Biaya ini biasanya dikaitkan dengan pengukuran konsumsi.

Contoh: departemen pengiriman (ekspedisi) yang biaya operasinya terdiri atas (i) biaya tetap seperti penyusutan kendaraan, pajak kendaraan dan sebagainya; dan (ii) biaya operasi seperti bensin, tol, dan sebagainya. Semakin banyak produksi maka aktivitas pengiriman pun diharapkan semakin meningkat, yang jelas akan meningkatkan biaya operasional, tapi tidak demikian dengan biaya penyusutan dan pajak kendaraan.”

3. Objek atau pusat biaya yang dibiayai

Berdasarkan objek atau pusat biaya yang dibiayai, biaya terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Menurut Loran Tambunan (2001 : 23) biaya langsung dan biaya tidak langsung adalah:

“Biaya langsung adalah suatu biaya yang dapat dengan jelas ditelusuri dan diidentifikasikan secara fisik kepada segmen organisasi yang bersangkutan.” Segmen organisasi merupakan objek atau pusat biaya yang dibiayai, dalam hal ini dapat berupa lini produk (product line), daerah penjualan, bagian atau divisi Misalnya biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat secara langsung diidentifikasikan atau ditelusuri secara fisik pada suatu lini produk tertentu.” Misalnya biaya perawatan, biaya pendidikan dan latihan, biaya penyusutan bangunan dan mesin pabrik serta biaya-biaya overhead pabrik lainnya.”

4. Periode akuntansi


(21)

- pengeluaran modal (capital expenditure) adalah pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat (benefit) pada beberapa periode akuntansi yang akan datang dan dicatat sebagai aktiva..

Contoh: biaya investasi pembelian tanah dan gedung

- pengeluaran pendapatan (revenue expenditure) adalah

pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode berjalan dan dicatat sebagai beban

Contoh: biaya produksi.

B. Unsur-unsur Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan segala pengorbanan yang bersifat ekonomis untuk menghasilkan produk dalam rangka untuk mendapatkan laba / keuntungan yang diinginkan.

Biaya produksi yang ada dalam perusahaan industri menurut Matz dan Usry (2000:23-25) terdiri atas 3 unsur biaya yaitu :

a. Bahan Baku Langsung

“Bahan baku langsung adalah semua bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi dan dapat dimasukkan dalam kalkulasi biaya produksi”. Karakteristik bahan baku langsung yaitu :

1. Mudah dilihat, diidentifikasi dan diukur dengan jelas.

2. Dapat ditelusuri baik fisik maupun nilainya dalam produk yang dihasilkan


(22)

Jadi biaya bahan baku langsung dapat disimpulkan sebagai semua pengeluaran untuk memperoleh semua bahan yang menyatu pada proses produksi menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

Untuk memperoleh bahan baku ada dua cara yaitu, dengan cara membeli dari luar atau mengolah sendiri. Apabila bahan baku dibeli dari luar, maka biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh bahan baku hingga siap untuk diolah atau digunakan dalam proses produksi merupakan biaya bahan baku. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya bahan baku yang diperoleh dari pembelian diantaranya meliputi harga faktur setelah dikurangi potongan pembelian, biaya pengangkutan, biaya pesanan, biaya pembongkaran, biaya administrasi, biaya gudang, biaya asuransi. Jika bahan tersebut diolah sendiri maka biaya untuk mengolah bahan itulah yang dijadikan perhitungan biaya bahan baku untuk proses selanjutnya.

Contoh biaya bahan baku langsung adalah biaya kayu untuk membuat mebel dan minyak mentah untuk membuat bensin.

Pertimbangan utama dalam mengelompokkan bahan kedalam bahan langsung adalah kemudahan penelusuran proses pengubahan bahan tersebut sampai menjadi barang jadi.

b. Upah Kerja Langsung

“Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung untuk menjadi barang jadi. Biaya untuk ini meliputi gaji para karyawan yang dapat dibebankan kepada produk tersebut.”


(23)

Bahwa biaya tenaga kerja langsung dapat ditelusuri apabila biaya yang dibayarkan itu merupakan upah kerja karyawan yang berkaitan dengan proses produksi tanpa memperhatikan bahwa biaya yang dibayarkan kepada karyawan tersebut mungkin tetap (karena mereka menerima gaji bulanan) dan tidak ada hubungannya dengan jumlah yang dihasilkan.

c. Biaya Overhead

“Biaya overhead adalah biaya dari bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung dan semua biaya pabrikase lainnya yang tidak dapat dibebankan langsung pada produk tertentu.”

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa biaya overhead atau disebut juga biaya produksi tidak langsung mencakup semua biaya pabrikase selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya-biaya produksi yang termasuk kedalam biaya overhead dikelompokkan kedalam beberapa golongan antara lain :

1. Biaya bahan penolong atau biaya bahan tidak langsung, yaitu biaya untuk bahan yang menjadi bagian dari produk jadi namun tidak dikategorikan sebagai unsur biaya bahan baku langsung karena sulit diidentifikasi pada produk yang bersangkutan. Contoh biaya biaya kawat las untuk membuat lemari es.

2. Biaya reparasi dan pemeliharaan, yang termasuk kedalam biaya ini adalah biaya untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan bangunan pabrik, mesin-mesin dan kendaraan serta aktiva tetap lainnya yang digunakan untuk keperluan pabrik.


(24)

3. Biaya tenaga kerja tidak langsung, yaitu biaya tenaga kerja yang tidak dapat diidentifikasi secara langsung dalam menghasilkan barang-barang. Biaya tenaga kerja tidak langsung ini terdiri dari ; biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dalam departemen pembantu, seperti departemen pembangkit tenaga listrik, departemen gudang dan lain-lain, dan biaya tenaga kerja tertentu yang dikeluarkan dalam departemen produksi, gaji pegawai, administrasi pabrik, upah mandor..

4. Biaya-biaya yang timbul akibat menurunnya nilai aktiva tetap, biaya ini disebut dengan biaya penyusutan baik itu gedung pabrik, mesin, perlengkapan.

5. Biaya-biaya yang termasuk biaya asuransi yaitu asuransi tenaga kerja, gedung.

Masalah pokok dalam akuntansi biaya adalah masalah penentuan biaya produksi. Biaya produksi itu sendiri menurut Hadibroto (2000 : 68) adalah :

“Biaya-biaya yang dikorbankan untuk memproses bahan-bahan (termasuk biaya untuk bahan-bahannya) atau barang setengah jadi sampai menjadi barang akhir untuk dijual.”

Bahwa biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk memproses bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, biaya tersebut meliputi biaya bahan baku, upah langsung dan biaya tidak langsung.

Biaya serbaguna pabrik Rp. 20.000.000

Ilustrasi


(25)

Biaya tenaga kerja langsung 65.000.000

Penyusutan pabrik 12.000.000

Biaya bahan baku 85.000.000

Biaya bahan tidak langsung 15.000.000

Asuransi pabrik 53.500.000

Biaya tenaga kerja tidak langsung 17.000.000

Dari data tersebut disusun laporan biaya produksi sebagai berikut:

Biaya bahan baku Rp. 85.000.000

Biaya tenaga kerja langsung 65.000.000

Jumlah biaya langsung 150.000.000

Biaya bahan tidak langsung Rp. 15.000.000

Biaya tenaga kerja tidak langsung 17.000.000

Penyusutan pabrik 12.000.000

Asuransi pabrik 53.500.000

Biaya serbaguna pabrik 20.000.000

Jumlah biaya tidak langsung

C. Pengawasan Biaya Produksi

117.500.000

Total biaya produksi Rp. 267.500.000

a. Pengertian Pengawasan Biaya Produksi

Kegiatan yang terbesar dalam perusahaan industri adalah di bidang produksi yaitu mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Oleh sebab itu


(26)

pengawasan terhadap biaya produksi sangat dibutuhkan untuk menilai apakah setiap kegiatan perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif.

Dengan terlaksananya pengawasan biaya produksi, maka kegiatan –kegiatan produksi akan terkoodinasi dan kuantitas maupun kualitas produk serta waktu pengerjaannya yang ditetapkan dapat dicapai. Untuk melaksanakan pengawasan biaya produksi, maka diperlukan suatu sistem pengawasan yang baik seperti yang diungkapkan Wilson and Champell (2001 : 83):

“Pengawasan biaya produksi meliputi :

a. Menetapkan suatu norma standar pengukuran

b. Membandingkan pelaksanaan yang sebenarnya

terhadap norma standar

c. Mencari sebab-sebab terjadinya penyimpangan atau variance

d. Mengambil tindakan korektif”.

Pengawasan biaya produksi adalah mengevaluasi adanya penyimpangan antara biaya yang ditetapkan sebelumnya dengan biaya yang sesungguhnya dikeluarkan. Adanya penyimpangan ini merupakan suatu hal yang biasa di dalam perusahaan, sejauh penyimpangan tersebut masih dalam batas-batas kewajaran. Pengukuran terhadap penyimpangan biaya yang ditetapkan perusahaan terhadap realisasi pelaksanaannya harus dievaluasi sebab-sebab terjadinya penyimpangan tersebut.

2. Unsur Pengawasan Biaya Produksi

Pengawasan biaya produksi secara garis besar meliputi tiga unsur biaya yaitu:

a. Pengawasan biaya bahan baku langsung b. Pengawasan biaya upah langsung


(27)

c. Pengawasan biaya produksi tidak langsung Ad a. Pengawasan biaya bahan baku langsung

Pada setiap perusahaan industri, bahan baku merupakan bagian yang penting dan cukup besar jumlahnya pada aktiva lancar, sehingga perlu diawasi. Tujuan pengawasan bahan baku adalah untuk menjaga keseimbangan jumlah bahan baku sehingga tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan bahan baku. Kelebihan bahan baku akan mengakibatkan peningkatan biaya penyimpanan dan biaya produksi terutama penggunaanya dalam proses produksi, termasuk kerugian karena kerusakan bahan baku, bertambahnya ruang pergudangan yang diperlukan serta penggunaan dana/modal yang tidak produktif. Selain itu kekurangan bahan baku akan berakibat terhentinya proses produksi, meningkatnya biaya memulai kembali produksi yang terhenti dan juga biaya pemesanan bahan baku akan bertambah.

Sofyan Assaury (2003 : 230) menyampaikan bahwa tujuan pengawasan bahan baku adalah sebagai berikut :

1) “Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan bahan baku sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

2) Menjaga agar supaya pembentukan bahan baku oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.

3) Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.”

Perusahaan mengeluarkan biaya untuk pengadaan, penyimpanan dan penggunaan bahan baku. Biaya yang dikeluarkan perusahaan ini perlu diawasi. Mengawasi biaya bahan baku adalah mengukur kemampuan manajemen perusahaan


(28)

untuk memastikan apakah biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan (membeli), menyimpan dan menggunakan bahan baku adalah dalam jumlah, mutu, harga dan waktu yang tepat. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan perusahaan dari kerugian akibat adanya pemborosan dan penyelewengan sehingga keuntungan dan tujuan perusahaan dapat tercapai.

Ad. b. Pengawasan biaya upah langsung

Pengawasan biaya upah langsung dimulai dengan perencanaan produksi disertai dengan jam kerja yang diperlukan juga dilengkapi dengan biaya pekerja.

James D. Wilson dan John B. Campbell menyatakan bahwa pengawasan upah langsung meliputi:

1. menetapkan prosedur-prosedur untuk membatasi pegawai yang

dimasukkan dalam daftar upah sampai sejumlah yang diperlukan untuk rencana produksi.

2. menyediakan informasi pra perencana yang akan dipergunakan dalam menetapkan standar regu kerja dengan menghitung standar jam manusia yang diperlukan untuk program produksi.

3. melaporkan per jam, per hari, atau per minggu prestrasi kerja dari buruh yang sebenarnya dibandingkan dengan standarnya.

4. menetapkan prosedur-prosedur untuk pendistribusian yang cermat dari biaya buruh yang sebenarnya, termasuk pengklasifikasian tenaga kerja yang penting untuk menyediakan analisa biaya tenaga kerja yang informatif.

5. meyediakan data tentang prestasi pelaksanaan masa yang lalu dalam hubungannya dengan penetapan standar.

6. memlihara catatan-catatan yang memadai mengenai standar tenaga kerja dan tetap siap terhadap revisi-revisi yang diperlukan.

7. menyediakan laporan-laporan data tambahan mengenai tenaga kerja,

seperti:

a. jam dan biaya premi lembur, untuk pengendalian lembur (overtime)

b. biaya-biaya kontrak, komparatif, yaitu perbandingan

diantara kontrak-kontrak yang lama dengan yang baru.

c. Jam kerja rata-rata per minggu, penerimaan rata-rata dan data yang serupa untuk negosiasi.


(29)

d. Analisa terperinci mengenai biaya tenaga kerja yang berada di atas atau di bawah standar.

e. Data statistik tentang perputaran tenaga kerja, masa kerja, biaya latihan.

Tujuan pengawasan biaya upah langsung adalah:

- menetapkan secara layak dan tepat jumlah upah yang dibayarkan, - meningkatkan prestasi kerja para pekerja,

- menghindari pemborosan.

Ad. c. Pengawasan biaya produksi tidak langsung

Pengawasan biaya produksi tidak langsung merupakan pengawasan dalam penetapan jumlah biaya produksi tidak langsung yang harus dibebankan ke dalam proses produksi untuk menghasilkan sejumlah produk.. Pengawasan biaya produksi tidak langsung meliputi pengawasan pada:

1) biaya-biaya tidak langsung departemen penunjang yang dialokasikan ke departemen-departemen produksi

2) biaya-biaya tidak langsung yang dibebankan kepada produk. Pengawasan biaya overhead dilakukan dengan cara:

a. Departemenlisasi biaya tidak langsung pabrik

Departemenlisasi biaya overhead pabrik adalah penetapan departemen yang bertanggung jawab terhadap biaya tidak langsung. Penetapan ini untuk memudahkan pengawasan. Agar pengawasan dapat dilakukan dengan akurat maka persyaratannya antara lain adalah pengklasifikasian perkiraan secara wajar. Pengklasifikasian utama yang dilakukan adalah menuntut tanggung jawab masing-masing individu dengan menetapkan


(30)

prinsip responsibility accounting. Artinya menetapkan siapa yang secara akuntansi bertanggung jawab terhadap biaya yang terjadi. Adapun departemen-departemen yang bertanggung jawab terhadap biaya tidak langsung produksi adalah departemen produksi dan departemen penunjang/jasa). Departemen produksi adalah departemen yang melakukan produksi atau kegiatan proses pengolahan yang menghasilkan produk atau jasa. Sedangkan departemen penunjang/jasa adalah departemen yang berfungsi untuk memberikan jasa-jasa tertentu untuk departemen produksi misalnya perawatan mesin dan bangunan, penerangan dan latihan/pendidikan.

b. Pemisahan biaya tidak langsung menjadi dua golongan yaitu biaya tidak langsung tetap dan biaya tidak langsung variabel.

Biaya tidak langsung tetap adalah biaya tidak langsung pabrik yang jumlahnya tidak berubah.atau tetap, contohnya biaya gaji, biaya penyusutan gedung kantor dan pabrik. Sedangkan biaya tidak langsung variabel adalah biaya tidak langsung pabrik yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan., contohnya bahan bakar mesin pabrik.

Pemisahan ini perlu dilakukan untuk memudahkan pengawasan.

3. Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Produksi a. Rencana Kerja

Sebelum melakukan operasinya, manajemen perusahaan harus terlebih dahulu melakukan penelitian, mempelajari dan mengamati masalah-masalah yang


(31)

berhubungan dengan kegiatan yang akan dilakukan. Setelah itu maka manajemen merumuskan rencana kerja.

Rencana kerja adalah rumusan mengenai kegiatan-kegiatan apa yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang, bagaimana melaksanakannya dan hasil apa yang akan dicapai dari kegiatan-kegiatan tersebut..

Rencana kerja dijadikan pedoman kinerja perusahaan di masa depan sehingga manajemen perusahaan harus mampu mengalokasikan sumber daya yang ada sesuai dengan kebutuhan dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana kerja untuk mencapai sasaran perusahaan dalam jangka waktu tertentu.

Rencana kerja dibuat berdasarkan standar. Standar adalah satuan pengukuran yang ditetapkan sebagai patokan dalam pelaksanaan pekerjaan. Standar ini akan terus berubah dengan catatan pada kuantitas dan kualitas tidak akan pernah berubah kecuali terjadi perubahan spesifikasi produk yang dirancang oleh tata tehnik industri.

Rencana kerja sangat penting karena dengan adanya rencana kerja maka dapat ditentukan arah yang akan dituju perusahaan tersebut dan setiap aktifitas perusahaan yang berhubungan dengan pangsa pasar, produk dan teknologi produksi, keuangan, kepegawaian, citra perusahaan, sistem informasi manajemen, budaya perusahaan dan lain sebagainya dapat terkoordinasi.

Untuk memproduksi suatu produk maka manajemen perusahaan terlebih dahulu juga akan membuat rencana kerja biaya produksi, yaitu rencana tertulis mengenai biaya yang akan datang untuk bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung serta biaya produksi tidak langsung (biaya overhead pabrik).. Dalam


(32)

rencana kerja biaya produksi biasanya juga didasarkan pada standar tertentu, yakni sistem akuntansi biaya standar atau sering disingkat dengan biaya standar.

Biaya standar adalah patokan biaya yang ditetapkan dimuka untuk biaya-biaya yang seharusnya dikorbankan dalam proses produksi. Biaya standar dinyatakan dalam nilai uang. Perubahan biaya standar hanya terjadi apabila harga-harganya berubah secara periodik, misalnya upah jam kerja, biaya pembelian bahan baku atau penyimpangan harga lainnya cukup mempengaruhi perubahan biaya standar.

Pada suatu perusahaan yang organisasinya sehat dengan rencana administrasi anggaran perusahaan yang teratur akan dihadapkan dengan anggaran dan biaya standar yang ditentukan terlebih dahulu sebelum periode anggaran berjalan. Oleh karena itu biaya standar juga bermanfat sebagai dasar penentuan dan keputusan rencana anggaran sebagai alat pengukur efisiensi. Dalam hal ini biaya aktual dapat dibandingkan dengan biaya yang direncanakan terlebih dahulu secara periodik sehingga efisiensi produksi dapat diperhitungkan. Apabila biaya aktual yang dikeluarkan lebih kecil dari biaya standar, maka taksiran anggaran yang ditinjau secara insidentil akan menunjukkan efisiensi. Sebaliknya apabila pengeluaran aktual terjadi berlebihan, maka keadaan ini menggambarkan pemborosan, bahkan bila mencolok diperlukan perbaikan dimasa depan.

b. Anggaran Biaya Produksi

1. Pengertian Anggaran Biaya Produksi

Selain rencana kerja, manajemen perusahaan juga menggunakan anggaran (budjet) sebagai pedoman atau patokan pada aktifitas-aktifitas di perusahaan. Karena di dalam anggaran terdapat perkiraan dana yang diperlukan untuk melaksanakan


(33)

rencana kerja di masa akan datang. Seperti yang diungkapkan oleh M. Munandar (2000:1):

“Anggaran ialah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk angka waktu (periode) tertentu yang akan datang”.

Agus Ahyari (2002:18)menyatakan bahwa,

“Anggaran merupakan perencanaan secara formal dari seluruh kegiatan perusahaan di dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan di dalam unit kuantitatif.(moneter)”.

Anggaran memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

- Rencana

Anggaran merupakan suatu rencana dana yang akan dikeluarkan untuk kegiatan yang akan datang.

- Meliputi seluruh kegiatan perusahan

Anggaran harus mencakup seluruh kegiatan yang akan dilakukan semua bagian yang ada dalam perusahaan. Karena anggaran dijadikan pedoman kerja, alat pengkoordinasian dan pengawasan.

- Dinyatakan dalam unit moneter

Anggaran dinyatakan dalam unit moneter sehingga seluruh kegiatan perusahaan akan dapat dihitung, dianalisis dan kemudian dapat dilakukan pengawasan


(34)

- Jangka waktu tertentu yang akan datang

Anggaran dibuat untuk jangka waktu tertentu. Untuk jangka waktu yang relatif singkat, biasanya anggaran ini disebut anggaran jangka pendek. Jangka waktu anggaran ini yakni per minggu, per bulan, per triwulan, per semester atau per tahun). Ada juga anggaran dibuat untuk jangka waktu yang panjang(lebih dari satu tahun). Anggaran tersebut dinamakan rencana jangka panjang

- Sumber daya

Dalam anggaran, manajemen perusahaan harus mampu merencanakan seluruh sumber daya yang ada sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan kegiatan operasional perusahaan.

Glenn A. Welsch (2000:3) berpendapat:

‘Profit planning and control may be broadly as defined as sistematic and formalized approach for accomplishing the planning, coordinating and control responsibility of management.

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa:

a. Anggaran harus bersifat formal artinya disusun dengan sengaja dan sungguh-sungguh dalam bentuk tertulis.

b. Anggaran harus bersifat sistematis artinya anggaran disusun dengan berurutan dan berdasarkan logika.

c. Setiap manajer dihadapkan pada suatu tanggung jawab untuk mengambil keputusan sehingga anggaran merupakan hasil pengambilan keputusan yang berdasarkan asumsi tertentu.


(35)

d. Untuk keputusan yang diambil manajer tersebut, merupakan pelaksanaan fungsi manajer dari segi perencanaan, pengorganisasian, mengarahkan dan pengawasan..

Berdasarkan pengertian anggaran dan unsur-unsur biaya produksi yang telah dibahas sebelumnya, maka anggaran biaya produksi adalah rencana biaya yang akan dikeluarkan perusahaan untuk membiayai keseluruhan proses produksi pada periode tertentu di masa yang akan datang. Anggaran biaya produksi terdiri dari: anggaran biaya bahan baku langsung, anggaran biaya upah langsung dan anggaran biaya tidak langsung.

2) Prosedur Penyusunan Anggaran Biaya Produksi

Agar kegiatan operasional perusahaan dapat terlaksana dengan baik, maka perusahaan menyusun anggaran (budget) yang dijadikan sebagai pedoman kerja, alat pengkoordinasi kerja dan alat pengawasan kerja. Sebagaimana yang diungkapkan M. Munandar (2000,10) bahwa budget mempunyai tiga kegunaan pokok yaitu:

a. “Sebagai pedoman kerja

Budjet berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah serta sekaligus memberikan target-target yang harus diacapai oleh perusahaan di masa yang akan datang.

b. Sebagai alat pengkoordinasi kerja

Budget juga berfungsi sebagai alat pengkoodinasi kerja agar semua bagian-bagian yang terdapat di dalam perusahaan dapat saling menunjang, adanya kerja sama yang baik untuk menunjang sasaran yang dituju.

c. Sebagai alat pengawasan kerja

Budget berfungsi sebagai tolak ukur, sebagai pembanding untuk menilai realisasi (evaluasi) kegiatan perusahaan akan datang. Dengan membandingkan antara apa yang tertuang di dalam angggaran dengan apa yang dicapai oleh realisasi perusahaan, dapat dinilai apakah perusahaan telah sukses bekerja atau tidak.”


(36)

- Top Down

Dalam metode ini, pemimpin perusahaan yang menyusun dan menetapkan anggaran. Sedangkan setiap karyawan atau bawahan merupakan pelaksana dari anggaran yang telah dibuat pimpinan.

Metode ini diterapkan apabila karyawan atau bawahan perusahaan tersebut tidak mampu menyusun anggaran karena tidak memiliki keahlian.

- Bottom Up

Pada Metode Bottom Up, penyusunan anggaran diserahkan kepada karyawan atau bawahan. Hal ini karena karyawan atau bawahan telah mampu menyusun anggaran sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan tepat waktu.

- Campuran atau Top Up dan Bottom Up

Berdasarkan metode campuran, penyusunan anggaran dimulai oleh atasan atau pemimpin perusahaan. Atasan memberikan pedoman terhadap anggaran dan dilanjutkan atau dilengkapi oleh bawahan sesuai dengan intruksi atasan.

Penyusunan anggaran bukan menjadi tanggungjawab satu pihak atau bagian saja, alasannya adalah:

1) Bila anggaran disusun oleh satu pihak saja tanpa melibatkan bagian-bagian lain yang terkait, maka penyusunan anggaran tersebut akan mengalami kesulitan untuk menentukan kebutuhan tiap-tiap bagian atau departemen lainnya.


(37)

2) Ada kemungkinan anggaran yang telah disusun tidak dapat diterapkan dilapangan (tidak praktis), karena tidak melibatkan pihak-pihak yang terkait.

Oleh karena itu anggaran harus merupakan hasil kerja sama dari seluruh departemen/bagian yang ada pada perusahaan atau setidak-tidaknya beberapa departemen yang saling berhubungan. Dari departemen-departemen tersebut dibentuk panitia anggaran yang terdiri dari:

- Unsur Direksi, dalam hal ini diwakili oleh Direktur Keuangan yang bertugas memberikan pedoman umum yang akan dipakai dalam penyusunan anggaranManajer penjualan yang bertugas menyusun anggaran penjualan.

- Manajer produksi, bertugas menyusun anggaran yang berhubungan

dengan seluruh kegiatan produksi, seperti jumlah yang akan dihasilkan, bahan baku, tenaga kerja, pembelian dan biaya overhead.

- Manajer keuangan, bertugas menyusun anggaran yang berhubugan

dengan posisi keuangan perusahaan, seperti anggaran kas, anggaran laba-rugi, dan anggaran neraca.

- Manajer umum, administrasi dan personalia, bertugas menyusun anggaran yang berhubungan dengan biaya umum, administrasi dan personalia. Jika anggaran telah tersusun maka seluruh anggaran disebut sebagai anggaran induk atau anggaran berdasarkan seluruh aktivitas dari setiap departemen/bagian yang ada dalam perusahaan.


(38)

Gambar 2.1: Struktur Anggaran Perusahaan

a. Anggaran Penjualan

Anggaran penjualan merupakan rincian rencana penjualan yang ingin dicapai perusahaan pada masa akan datang. Anggaran penjulan disusun dengan menganalisis data penjualan dan data-data lain yang berhubungan dengan penjualan pada periode sebelumnya juga faktor-faktor berikut ini

Faktor pemasaran:

- Daerah pasar : lokal, regional, nasional atau internasional - Persaingan : monopoli, oligopoly atau bebas

- Konsumen : selera konsumen, daya beli konsumen

- Faktor keuangan : ketersediaan modal kerja yang cukup terhadap target penjualan yang dinggarkan

- Faktor ekonomis : adanya peningkatan laba atau tidak setelah melakukan penjualan

Anggaran T. Kerja Anggaran Produksi

Anggaran Bahan Baku

Anggaran Biaya Overhead Pabrik Anggaran Biaya Administrasi/Umum Anggaran


(39)

- Faktor teknis : fasilitas yang tersedia pada perusahaan seperti mesin-mesin, peralatan dan teknologi untuk produksi dan penjualan

- Faktor lainnya seperti perubahan musim dan keadaan perekonomian

nasional yang mempengaruhi permintaan untuk antisipasi meningkatkan atau menurunkan penjualan.

Berdasarkan hasil analisis data dan faktor-faktor tersebut maka manajemen perusahaan membuat ramalan penjualan produk untuk menilai target penjualan yang akan dicapai dalam periode akan datang. Adanya ramalan penjualan inilah yang menjadi alasan mengapa anggaran penjualan yang pertama kali disusun dibandingkan dengan anggaran-anggaran yang lain karena ramalan penjualan harus ditentukan terlebih dahulu. Setelah perusahaan memiliki ramalan penjualan ini, maka disusunlah anggaran penjualan seperti contoh berikut:

Tabel 2.1.: Anggaran Penjualan

PT. ABCD

ANGGARAN PENJUALAN Tahun 2004

KET

Triwulan Triwulan

Triwulan Triwulan TOTAL

TRIWULAN I-IV

I II III IV

Unit

Penjualan 48.000 66.000 84.000 102.000 300.000

Harga Jual per unit

(Rp) 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000

Jumlah Penjualan


(40)

Penjualan yang dianggarkan PT. ABCD untuk tahun 2004 adalah Rp.9.600.000.000 Nilai tersebut dicapai dengan menjual produk sebanyak 300.000 unit dengan harga Rp. 32.000 per unit

2. Anggaran Produksi

Anggaran produksi merencanakan volume barang yang harus dihasilkan oleh perusahaan dimasa yang akan datang untuk memenuhi tingkat volume penjualan yang telah diramalkan. Setiap unit barang yang akan diproduksi disesuaikan dengan penjualan yang telah dianggarkan dan tingkat persediaan awal dan akhir yang dianggarkan perusahaan pada periode tersebut.

Untuk mengetahui jumlah unit yang akan diproduksi dapat dihitung dengan cara berikut:

Penjualan yang dinggarkan XXX

Persediaan akhir XXX +

Produk tersedia (unit) XXX

Persediaan awal XXX -

Yang akan diproduksi (unit) XXX

Adanya anggaran produksi yang terencana, akan memudahkan melakukan penyusunan anggaran biaya produksi. Sebab dalam penyusunan anggaran produksi, telah diperhitungkan hal-hal yang berhubungan dengan bidang produksi seperti faktor tersedianya bahan baku/pelengkap, tenaga kerja dan infrastruktur yang mendukung kelancaran proses produksi


(41)

Berdasarkan contoh anggaran penjualan pada tabel 2.1, maka disusun anggaran produksi dengan contoh sebagai berikut:

Tabel 2.2 : Anggaran Produksi

PT. ABCD

ANGGARAN PRODUKSI Tahun 2004

KETERANGAN (unit)

Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan

TOTAL TRIWULAN

I II III IV I - IV

Penjualan

dianggarkan 48.000 66.000 84.000 102.000 300.000

Ditambah

Target persediaan

akhir 5.000 8.000 11.000 14.000 38.000

Total produk

tersedia 53.000 74.000 95.000 116.000 338.000

Dikurangi

Persediaan awal 1.000 5.000 8.000 11.000 25.000

Yang harus

diproduksi 52.000 69.000 87.000 105.000 313.000

Jumlah barang yang harus diproduksi PT ABCD adalah 313.000 unit. Produksi sejumlah 313.000 unit diperoleh dari

= total produk tersedia – persediaan awal

= (total penjualan + total persediaan akhir) - total persediaan awal = 300.000 + 38.000 – 25.000 = 313.000 unit

3. Anggaran Biaya Produksi

Anggaran biaya produksi merupakan penjabaran dari anggaran produksi. Sehingga penyusunan anggaran biaya produksi sangat dipengaruhi oleh penyusunan anggaran produksi. Selanjutnya anggaran biaya produksi berarti rencana tertulis mengenai biaya-biaya yang akan dikeluarkan dalam usaha mengubah bahan baku menjadi barang jadi,


(42)

Anggaran biaya produksi meliputi unsur : a. Anggaran Biaya Bahan Baku Langsung

Anggaran biaya bahan baku langsung merupakan anggaran semua bahan yang langsung dipergunakan dalam proses produksi untuk mengolah barang setengah jadi dan barang jadi.

M. Munandar (2000 : 134) yang menyatakan bahwa:

“Anggaran biaya bahan baku langsung adalah anggaran yang merencanakan secara lebih terperinci tentang biaya bahan baku untuk produksi selama periode yang akan datang, yang di dalamnya meliputi rencana tentang jenis (kualitas) bahan baku yang diolah, jumlah (kuantitas) bahan baku yang diolah, harga bahan baku yang diolah dan waktu (kapan) bahan baku tersebut akan diolah dalam proses produksi, yang masing-masing dikaitkan dengan jenis barang jadi (produk) yang membutuhkan bahan baku tersebut.”

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan anggaran biaya bahan baku langsung, yaitu :

1) anggaran kebutuhan bahan baku 2) anggaran pembelian bahan baku

3) metode akuntansi (pembukuan) bahan baku ad 1). Anggaran kebutuhan bahan baku

Anggaran kebutuhan bahan baku adalah anggaran yang merencanakan bahan baku yang diperlukan dalam proses produksi pada periode yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunannya adalah

1. anggaran unit yang diperlukan dalam produksi, khususnya tentang jenis (kualitas) dan jumlah (kuantitas) bahan baku yang dibutuhkan dari waktu ke waktu selama periode yang akan datang


(43)

2. .standar pemakaian bahan baku atau ketentuan teknis yang berlaku dalam jangka waktu tertentu yaitu selama perusahaan belum mengadakan penggantian teknologi yang bersangkutan.

Contoh anggaran pemakaian bahan baku untuk tahun 2004 adalah Tabel 2.3 : Anggaran Pemakaian Bahan Baku

PT. ABCD

ANGGARAN PEMAKAIAN BAHAN BAKU Tahun 2004

KETERANGAN Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan

TOTAL TRIWULAN

I II III IV I-IV

Produksi yang

diaanggarkan (unit) 52.000 69.000 87.000 105.000 313.000

Bahan baku untuk

satu unit produk 5 5 5 5 5

Bahan baku yang dibutuhkan untuk

produksi (unit) 260.000 345.000 435.000 525.000 1.565.000

Persediaan awal

bahan baku (unit) 8.200 10.500 13.600 16.500

48.800

Biaya per unit 500 650 800 950 2.900

Persediaan awal

bahan baku (Rp) 4.100.000 6.825.000 10.880.000 15.675.000 141.520.000

Pembelian bahan

baku (Rp) 158.145.000 262.000.000 395.115.000 520.725.000 1.335.985.000

Bahan baku yang

tersedia (Rp) 162.245.000 268.825.000 405.995.000 536.400.000 1.477.505.000

Persediaan akhir bahan baku yang

diinginkan (unit) 10.500 13.500 16.500 20.000 60.500

Biaya per unit 650 800

950 990 3.390

Persediaan akhir bahan baku yang

diinginkan (Rp) 6.825.000 10.800.000 15.675.000 19.800.000 205.095.000

Biaya total bahan baku yang digunakan


(44)

Data pada tabel 2.3 tersebut disusun berdasarkan contoh anggaran produksi pada tabel 2.2. Dari tabel 2.3 anggaran pemakaian bahan baku dapat diketahui bahwa bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi adalah 1.565.000 unit, atau

= total produksi yang dianggarkan x bahan baku yang dibutuhkan untuk satu unit produk

= 313.000 unit x 5 = 1.565.000 unit

Selain itu juga dapat diketahui bahwa total biaya bahan baku yang digunakan dalam produksi tahun 2004 adalah Rp. 1.272.410.000,. atau

= (Total persediaan awal bahan baku x total biaya per unit persediaan awal bahan baku) + total pembelian bahan baku pada anggaran pembelian – (persediaan akhir bahan baku yang diinginkan x biaya per unit persediaan akhir bahan baku yang diinginkan)

= (48.800 unit x Rp.2.900) + Rp. 1.335.985.000 – (60.500 unit x Rp.3.390) = Rp.141.520.000 + Rp.1.335.985.000 – Rp.205.095.000

= Rp.1.272.410.000

ad. 2. Anggaran pembelian bahan baku

Anggaran pembelian bahan baku khususnya rencana tentang harga beli dari masing-masing jenis bahan baku yang dibeli dari waktu-kewaktu selama periode yang akan datang seperti pada tabel 2.4 pada halaman 34


(45)

Tabel 2.4. : Anggaran Pembelian Bahan Baku

PT. ABCD

ANGGARAN PEMBELIAN BAHAN BAKU Tahun 2004

KETERANGAN Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan TOTAL

I II III IV I-IV

Jumlah bahan baku yang dibutuhkan dalam produksi (unit)

260.000

345.000 435.000 525.000

1.565.000 Persediaan akhir bahan

baku yang diinginkan (unit) 10.500 13.500

16.500 20.000 60.500 Jumlah bahan baku yang

dibutuhkan (unit)

270.500

358.500 451.500 545.000

1.625.500

Dikurangi

Persediaan awal bahan

baku (unit) 8.200 10.500 13.600 16.500 48.800 Jumlah pembelian bahan

baku (unit) 262.300 348.000

437.900 528.500 1.576.700 Jumlah biaya pembelian

bahan baku (Rp)

158.145.000

262.000.000 395.115.000 520.725.000

1.335.985.000

Dari tabel anggaran pembelian bahan baku tersebut dapat diketahui bahwa jumlah pembelian bahan baku adalah 1.576.700 unit, atau

= (jumlah bahan baku yang dibutuhkan dalam produksi + persediaan akhir bahan baku) – persediaan awal bahan baku

= (1.565.000 unit + 60.500 unit) – 48.800 unit = 1.576.700 unit

Ad. c. Metode akuntansi (pembukuan) bahan baku

Metode akuntansi (pembukuan) bahan baku yang dipakai oleh perusahaan khususnya yang berhubungan dengan masalah penilaian bahan baku yang diolah dalam proses produksi. Beberapa metode untuk pembukuan bahan baku, antara lain:


(46)

a. Metode First In First Out (FIFO), yaitu metode yang menganggap bahwa bahan baku yang lebih awal dibeli merupakan bahan baku yang lebih awal pula diolah dalam proses produksi. Harga /biaya bahan baku dari pembelian pertama sebagai beban perkiraan biaya bahan baku.

b. Metode Last In First Out (LIFO), yaitu metode yang menganggap bahwa bahan baku yang lebih akhir dibeli merupakan bahan baku yang lebih awal diolahnya dalam proses produksi. Harga/biaya bahan baku dari pembelian terakhir sebagai beban perkiraan biaya bahan baku

c. Metode Moving Average, yaitu metode yang menganggap bahwa nilai (harga) bahan baku yang diolah, didasarkan pada rata-rata nilai (harga) pembelian-pembelian bahan baku yang pernah dilakukan perusahaan, sejak awal sampai dengan yang terakhir. Metode yang akan digunakan harus mempertimbangkan sifat dari kegiatan produksi, berbagai kebutuhan internal dan eksternal pada informasi dan keinginan untuk menyederhanakan prosedur akuntansi.

7) Anggaran Biaya Upah Tenaga Kerja Langsung

Anggaran biaya upah tenaga kerja langsung merupakan taksiran penilaian dan kebutuhan tenaga kerja dan upah langsung guna menghasilkan jenis dan kuantitas produksi yang direncanakan dalam anggaran produksi. Anggaran upah langsung dibuat bedasarkan ketentuan yang ditentukan oleh pimpinan produksi yang membantu bagian personalia untuk menetapkan jumlah dan jenis tenaga kerja yang


(47)

diperlukan. Jika tenaga kerja telah bekerja didalam perusahaan selama beberapa tahun dan bagian produksi tidak membutuhkan tambahan tenaga kerja, maka tugas dari bagian personalia menjadi lebih ringan. Jika penambahan tenaga kerja atau pengurangan tenaga kerja diperlukan, maka bagian personalia harus membuat rencana jauh sebelumnya untuk menjamin tersedianya tenaga kerja yang dibutuhkan.

Menurut M. Munandar (2000 : 143) menyebutkan bahwa :

“Anggaran Biaya Upah Tenaga Kerja Langsung adalah anggaran yang merencanakan secara lebih terperinci tentang upah yang akan dibayarkan kepada Tenaga Kerja Langsung selama periode yang akan datang, yang didalamnya meliputi rencana tentang jumlah waktu yang diperlukan oleh para Tenaga Kerja Langsung untuk menyelesaikan unit yang akan diproduksikan, tarif upah yang akan dibayarkan dan waktu (kapan) kegiatan proses produksi dilaksanakan, yang masing-masing dikaitkan dengan jenis barang jadi (produk) yang akan dihasilkan, serta tempat dimana para Tenaga Kerja Langsung akan bekerja.”

Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan anggaran biaya upah tenaga kerja langsung yang harus dipertimbangkan antara lain :

a. Anggaran Unit yang akan diproduksikan, khususnya rencana tentang jenis (kualitas) dan jumlah (kuantitas) barang yang akan diproduksikan dari waktu-kewaktu selama periode yang akan datang.

b. Standar waktu (Time Standard) untuk mengerjakan proses produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Untuk menetapkan angka-angka standar ini dapat dilakukan dengan dua cara (metode), yaitu :

- Dengan cara mendasarkan diri pada data historis atau pengalaman

diwaktu-waktu yang lalu.


(48)

Sistem pembayaran upah yang dipakai oleh perusahaan, pada dasarnya ada tiga sistem pembayaran upah, yaitu :

- Sistem upah menurut waktu, yang menentukan bahwa besar kecilnya

upah yang akan dibayarkan kepada masing-masing tenaga kerja, tergantung pada banyak-sedikitnya waktu kerja mereka.

- Sistem upah menurut hasil (output), yang menentukan bahwa besar-kecilnya upah yang akan dibayarkan tergantung pada banyak-sedikitnya unit (output) yang mereka hasilkan selama bekerja.

- Sistem upah dengan insentif, yang menentukan bahwa besar-kecilnya upah yang akan dibayarkan tergantung pada waktu lamanya mereka bekerja, atau jumlah unit hasil (output) yang mereka selesaikan, ditambah dengan insentif (tambahan upah) yang besar-kecilnya didasarkan pada prestasi dan keterampilan kerja mereka.


(49)

Tabel 2.5 : Anggaran Biaya Upah Langsung

PT. ABCD

ANGGARAN BIAYA UPAH LANGSUNG Tahun 2004

KETERANGAN Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan TOTAL

I II III IV I-IV

Semi Terlatih

1. Produksi yang dianggarkan 52.000 69.000 87.000 105.000 313.000 2. Jam kerja langsung per unit 1 1 1 1 1 3.Total jam kerja langsung 52.000 69.000 87.000 105.000 313.000 4. Tarif upah per jam (Rp) 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 5. Total upah untuk pekerja

semi terlatih (Rp) 364.000.000 483.000.000 609.000.000 735.000.000 2.191.000.000

Terlatih

6. Produksi yang dianggarkan 52.000 69.000 87.000 105.000 313.000 7. Jam kerja langsung per unit 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 8. Total jam kerja langsung 41.600 55.200 69.600 84.000 250.400 9. Tarif upah per jam (Rp) 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000

10. Total upah untuk

pekerja terlatih (Rp) 416.000.000 552.000.000 696.000.000 840.000.000 2.504.000.000

Total

11. Total jam kerja langsung

Produksi 93.600 124.200 156.600 189.000 563.400 12. Total biaya tenaga kerja

Langsung produksi (Rp) 780.000.000 1.035.000.000 1.305.000.000 1.575.000.000 4.695.000.000

Terdapat dua golongan tenaga kerja yang terlibat langsung dalam kegiatan produksi 313.000 unit yaitu tenaga kerja semi terlatih dan tenaga kerja terlatih. Total upah untuk pekerja semi terlatih adalah Rp. 2.191.000.000, atau

= total jam kerja langsung semi terlatih x tarif upah per jam

= (total produksi yang dianggarkan x total jam kerja langsung per unit) x tarif upah per jam

= (313.000 unit x 1 jam) x Rp.7000 = Rp.2.191.000.000


(50)

sedangkan total upah untuk pekerja terlatih adalah Rp. 2.504.000.000 atau

= total jam kerja langsung terlatih x tarif upah per jam

= (produksi yang dianggarkan x total jam kerja langsung per unit) x tarif upah per jam

= (313.000 unit x 0,8) x Rp. 10.000 = 250.400 jam x Rp.10.000

= Rp. 2.504.000.000

Sehingga total biaya upah tenaga kerja kerja langsung adalah Rp. 4.695.000.000 atau Rp. 2.191.000.000 + Rp. 2.504.000.000.

3. Anggaran Biaya Tidak Langsung

Anggaran biaya tidak langsung merupakan anggaran biaya-biaya (di luar biaya bahan baku langsung dan upah langsung) yang berhubungan dengan proses produksi namun tidak mempunyai hubungan langsung dengan hasil produksinya.

M. Munandar (2000 : 157), menyatakan bahwa :

“Anggaran Biaya Pabrik Tidak Langsung adalah anggaran yang merencanakan secara lebih terperinci tentang beban biaya pabrik tidak langsung selama periode yang akan datang, yang didalamnya meliputi rencana tentang jenis (kualitas), jumlah (kuantitas) dan waktu (kapan) biaya pabrik tersebut dibebankan, yang masing-masing dikaitkan dengan tempat (departemen) dimana biaya pabrik tidak langsung tersebut terjadi.”

Secara umum, anggaran biaya tidak langsung mempunyai tiga kegunaan pokok, yaitu sebagai pedoman kerja, sebagai alat pengkoordinasian kerja, serta sebagai alat pengawasan kerja yang membantu manajemen dalam memimpin jalannya perusahaan. Sedangkan secara khusus anggaran biaya overhead pabrik


(51)

berguna sebagai dasar untuk menyusun anggaran harga pokok barang yang diproduksikan (cost of goods manufactured budjet) dan anggaran harga pokok penjualan (cost of goods sold budjet), yang tercantum dalam master income statement budjet, bersama-sama dengan anggaran biaya bahan baku langsung dan anggaran biaya upah tenaga kerja langsung.

Tabel 2.6. : Anggaran Biaya Tidak Langsung

PT. ABCD

ANGGARAN BIAYA TIDAK LANGSUNG Tahun 2004

KETERANGAN Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan TOTAL

I II III IV

TRIWULAN I-IV Jam kerja langsung total 93.600 124.200 156.600 189.000 563.400

Biaya tidak langsung tetap (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

1. Penyusutan 100.000.000 100.000.000 100.000.000 100.000.000 400.000.000 2. Perawatan gedung 22.500.000 22.500.000 22.500.000 22.500.000 90.000.000 3. Asuransi 75.000.000 75.000.000 75.000.000 75.000.000 300.000.000 Total biaya tidak langsung

tetap 197.500.000 197.500.000 197.500.000 197.500.000 790.000.000

Biaya tidak langsung variabel

4. Biaya tenaga kerja tidak

Langsung 135.600.000 158.520.000 174.128.200 188.835.000 657.083.200 5. Peralatan 7.663.000 8.472.000 9.907.000 11.215.300 37.257.300 6. Bahan baker 46.765.000 52.859.000 55.192.000 58.333.000 213.149.000 7. Listrik 16.696.000 24.883.000 30.736.000 39.204.000 111.519.000 Total biaya tidak langsung

variable 206.724.000 244.734.000 269.963.200 297.587.300 1.019.008.500

Total biaya tidak langsung 404.224.000 442.234.000 467.463.200 495.087.300 1.809.008.500

Total anggaran biaya tidak langsung PT. ABCD untuk tahun 2004 adalah Rp.1.019.008.500


(52)

Atau

= total biaya tidak langsung tetap + total biaya tidak langsung variabel = Rp. 790.000.000 + Rp. 1.019.008.500

= Rp. 1. 809.008.500

D. Manfaat Pengawasan Biaya Produksi Terhadap Keputusan Manajemen.

Tinggi rendahnya biaya produksi yang dikeluarkan sangat mempengaruhi laba yang akan diperoleh perusahaan, karenanya perlu mendapat perhatian khusus dalam melakukan pengawasan oleh manajemen. Dengan pengawasan biaya produksi ini, tujuan perusahaan untuk memperoleh laba akan dapat tercapai.

Pengawasan biaya produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rencana kerja dan anggaran perusahaan yaitu anggaran biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya tidak langsung. Membandingkan rencana kerja dan anggaran tersebut dengan realisasinya maka manajemen perusahaan akan memperoleh informasi ada tidaknya ketidakefisienan dan ketidakefektifan (pemborosan/penyelewengan) yang terjadi dalam proses produksi. Jika ada pemborosan/penyelewengan maka perlu diambil tindakan perbaikan untuk mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya pemborosan/penyelewengan.

Pemborosan/penyelewengan yang dapat dikurangi/dicegah melalui pengawasan biaya produksi tentunya sangat menguntungkan bagi manajemen karena manajemen dapat mengambil keputusan yang tepat dalam hal penentuan tingkat harga, memilih barang atau jasa yang akan diprooduksi dan dijual, menyeleksi pelanggan, menentukan jumlah tenaga kerja, upah yang sesuai dan waktu kerja yang


(53)

seharusnya. Selain itu manajemen perusahaan tentunya dapat juga untuk melakukan investasi dan ekspansi perusahaan.

Dengan adanya pengawasan biaya produksi yang dilakukan secara rutin dan teratur mempermudah manajemen perusahaan untuk mengambil keputusan yang menguntungkan bagi perusahaan.

E. Analisis Penyimpangan Biaya Produksi

Penyimpangan atau variance adalah perbedaan atau selisih antara anggaran dengan biaya yang sesungguhnya terjadi. Perbedaan atau selisih ini biasa terjadi pada setiap perusahaan karena anggaran yang bersifat taksiran atas kegiatan yang akan datang sehingga sangat tergantung kepada keadaan saat pembuatan taksiran anggaran tersebut.

Penyimpangan biaya perlu dianalisis untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan dan juga untuk mengetahui apakah peyimpangan tersebut wajar atau tidak serta siapa yang bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut. Kemudian dicari solusi untuk memperbaiki atau mencegah penyimpangan jika penyimpangan tersebut tidak wajar atau merugikan perusahaan.

Penyimpangan biaya disebabkan oleh:

1) penyimpangan biaya bahan bahan baku (Material Cost Variance), terdiri dari:

a) penyimpangan harga bahan (Material Price Variance) merupakan

penyimpangan yang disebabkan karena harga yang dibayar untuk bahan baku berbeda (lebih besar/lebih kecil) dari harga standar yang ditentukan.


(54)

Bila harga yang dibayar lebih besar dari harga standar yang ditentukan maka merupakan penyimpangan yang tidak menguntungkan (unfavorable cost variance). Sebaliknya bila harga yang dibayar lebih kecil dari harga standar yang ditentukan maka merupakan penyimpangan yang menguntungkan (favorable cost variance).

Formula penyimpangan harga bahan adalah sebagai berikut:

penyimpangan harga bahan baku = kuantitas bahan baku aktual x (harga bahan baku aktual – harga bahan baku standar)

Harga bahan baku aktual pada formula tersebut dapat dihitung dengan membagi biaya bahan baku aktual dengan kuantitas bahan baku aktual.

b) penyimpangan jumlah pemakaian bahan (Material Quantity Variance) atau disebut juga penyimpangan efisiensi merupakan penyimpangan yang disebabkan oleh pemakaian bahan baku melebihi atau kurang dari jumlah standar yang ditentukan.

Bila pemakaian bahan baku melebihi jumlah standar yang ditentukan maka merupakan penyimpangan yang tidak menguntungkan (unfavorable cost variance). Sebaliknya bila pemakaian bahan baku kurang dari jumlah standar yang ditentukan maka merupakan penyimpangan yang menguntungkan (favorable variance cost)

Formula penyimpangan jumlah pemakaian bahan adalah sebagai berikut: Penyimpangan jumlah pemakaian bahan = harga bahan baku standar x (kuantitas bahan baku aktual- kuantitas bahan baku standar)


(55)

Kuantitas bahan baku standar pada formula tersebut adalah jumlah unit yang diproduksi dikali dengan kuantitas bahan baku standar per setiap unit produk. Perhitungan yang akurat dari jumlah barang atau produk yang dihasilkan adalah sangat penting karena hal ini menjadi dasar dari semua perhitungan penyimpangan efisiensi.

Contoh

Buat analisis penyimpangan biaya bahan baku :

Berdasarkan data berikut ini :

- kuantitas bahan baku standar per unit produk 0,50 kg

- jumlah produksi 100.000 equivalent unit

- kuantitas bahan baku aktual 40.000 kg

- biaya bahan baku aktual Rp. 140.000.000

- harga bahan baku standar Rp. 3.550 per kg

Jawaban

a) penyimpangan harga bahan baku

= kuantitas bahan baku aktual x (harga aktual - harga standar) = 40.000 x (Rp.140.000.000 / 40.000 – Rp. 3.550)

= 40.000 x (Rp. 3.500 – Rp. 3.550) = 40.000 x (-50)

= Rp. 2.000.000 (Favorable karena harga aktual lebih kecil dari harga standar)


(56)

b) penyimpangan kuantitas pemakaian bahan baku

= harga bahan baku standar x (kuantitas bahan baku aktual - kuantitas bahan baku standar)

= Rp. 3.550 (40.000 – 50.000) = Rp. 3.550 (-10.000)

= Rp. 35.500.000 (Favorable karena kuantitas bahan baku aktual lebih kecil dari kuantitas bahan baku standar)

kuantitas bahan baku standar

= jumlah unit yang diproduksi x kuantitas bahan baku standar per unit produk

= 100.000 x 0,50 kg = 50.000 kg

2) penyimpangan biaya tenaga kerja langsung (Labour Cost Variance), terdiri dari: a) penyimpangan tarif upah (labour rate variance) : disebabkan oleh perbedaan

antara tarif upah yang dibayarkan (actual wage rate) dengan tarif upah standar (standar wage rate)

Bila tarif upah yang dibayarkan lebih kecil dari tarif upah standar maka merupakan penyimpangan menguntungkan (favorable variance). Sebaliknya jika tarif upah yang dibayarkan lebih besar dari tarif upah standar maka merupakan penyimpangan tidak menguntungkan (unfavorable variance) Formula penyimpangan tarif upah adalah sebagai berikut::

Penyimpangan tarif upah = jam kerja aktual x (tarif upah aktual – tarif upah standar)


(57)

Tarif upah aktual pada formula tersebut dapat dihitung dengan membagi biaya tenaga kerja langsung aktual terhadap pemakaian jam tenaga kerja langsung aktual

b) penyimpangan jam kerja buruh (labour time variance) : disebabkan oleh pemakaian jam kerja langsung yang melebihi (kurang dari) jumlah jam yang seharusnya menurut standar.

Formula penyimpangan jam kerja adalah sebagai berikut:

Penyimpangan jam kerja = tarif upah standar x (jam tenaga kerja langsung aktual - jam kerja standar)

Jam tenaga kerja langsung standar pada formula tersebut adalah jumlah produksi x jam kerja standar per unit produk

Contoh:

Dari data kegiatan dan biaya berikut ini:

Jam standar per unit produk P 0,20 jam

Jumlah produk P yang diproduksikan selama

periode 100.000 unit

Jam tenaga kerja langsung aktual 22.000 jam

Biaya tenaga kerja langsung aktual

(jumlah upah yang dibayarkan) Rp. 45.000.000

Tarif upah standar per jam tenaga kerja langsung Rp.2.000 Buat analisis penyimpangan biaya tenaga kerja langsung

a. Penyimpangan tarif upah


(58)

Rp.45.000.000 Rp.2.000 = 22.000 22.000

= Rp. 45.000.000 – Rp. 44.000.000

= Rp.1.000.000 (Unfavorable karena tarif upah aktual lebih besar dari tarif upah standar)

b. Penyimpangan jam kerja

= tarif upah standar x (jam kerja aktual - jam kerja langsung standar) = Rp.2.000 x (22.000 – 20.000)

= Rp.4.000.000 (Unfavorable)

Jumlah jam tenaga kerja langsung standar = jumlah produksi x jam standar per unit produk = 100.000 x 0,20 jam

= 20.000 jam

3) Penyimpangan Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead Variance)

disebabkan karena:

- jumlah produksi melebihi atau kurang dari kapasitas produksi yang dipersiapkan atau dianggarkan. Penganggaran kapasitas produksi biasanya didasarkan pada aktivitas normal

- realisasi biaya overhead produksi melebihi atau kurang dari jumlah yang telah dianggarkan

- jam tenaga kerja (volume aktivitas) yang digunakan melebihi atau kurang dari jumlah yang diperkenankan menurut standar untuk jumlah produksi yang dihasilkan.


(59)

Penyimpangan biaya overhead pabrik terjadi apabila realisasi pemakaian jam tenaga kerja langsung (actual direct labour hour) berbeda dari jumlah jam standar dan dari jumlah yang dianggarkan untuk kapasitas produksi. (catatan: kapasitas produksi dalam hal ini diukur dengan jam tenaga kerja langsung).

Penyimpangan biaya overhead dapat dihitung sebagai berikut:

Penyimpangan biaya overhead = Realisasi biaya overhead pabrik – (jumlah jam standar x tarif overhead)

Metode untuk mengetahui penyebab penyimpangan biaya overhead adalah: a) Metode dua selisih, terdiri dari:

i) penyimpangan terkendali (controllable variance): selisih antara biaya overhead pabrik aktual dengan jumlah biaya overhead pabrik standar. Penyimpangan terkendali = (biaya overhead pabrik aktual – anggaran biaya

overhead pabrik standar)

Anggaran biaya overhead pabrik pada jam standar pada formula tersebut= anggaran biaya overhead tetap + (jumlah jam standar x tarif overhead variable)

Bila biaya overhead pabrik aktual lebih besar dari anggaran biaya overhead pabrik standar maka merupakan penyimpangan tidak menguntungkan (unfavorable variance). Sebaliknya bila biaya overhead pabrik aktual lebih kecil dari anggaran biaya overhead pabrik standar maka merupakan penyimpangan menguntungkan (favorable variance)


(60)

ii) penyimpangan volume (volume variance) : penyimpangan yang terjadi karena volume kegiatan/produksi tidak mencapai atau melibihi kapasitas produksi yang direncanakan.

Penyimpangan volume = anggaran biaya overhead standar – (jam standar x tarif overhead)

Bila anggaran biaya overhead standar lebih besar dari biaya overhead yang dibebankan maka merupakan penyimpangan tidak menguntungkan (unfavorable variance). Bila biaya overhead standar lebih kecil dari biaya overhead yang dibebankan maka merupakan penyimpangan yang menguntungkan (favorable variance)

Contoh:

Berdasarkan data kegiatan dan biaya berikut ini buat analisis penyimpangan terkendali (contrllable variance) dan penyimpangan volume (volume variance):

Jam tenaga kerja langsung aktual 5.000 jam

Jumlah jam standar 5.200 jam

Kapasitas normal 6.000 jam

Biaya overhead aktual Rp. 29.500.000

Anggaran Biaya overhead standar

Overhead variable Rp. 12.000.000

Overhead tetap Rp. 18.000.000


(61)

Analisisnya adalah:

Rp.12.000.000

Tarif overhead variable = = Rp.2.000/jam

6.000 jam Rp.18.000.000

Tarif overhead tetap = = Rp.3.000/jam

6.000 jam +

Total tarif overhead = Rp. 5.000/jam

Penyimpangan terkendali (controllabe variance)

Realisasi biaya overhead Rp. 29.500.000

Anggaran biaya overhead pada jam standar

Tetap Rp.18.000.000

Variable = (5.200 x Rp. 2.000) Rp.10.400.000

Rp. 28.400.000

Penyimpangan terkendali (Unfavorable) Rp. 1.100.000

Penyimpangan volume (volume variance)

Biaya overhead standar Rp. 28.000.000

Jam Standar x tarif overhead (5.200 x Rp. 5.000) Rp. 26.000.000

Penyimpangan volume (Unfavorable) Rp. 2.400.000

Jadi, penyimpangan biaya overhead untuk metode dua selisih::

Penyimpangan terkendali Rp. 1.100.000 (Unfavorable.)

Penyimpangan volume Rp. 2.400.000 (Unfavorable.)


(62)

Atau

Biaya overhead aktual Rp.29.500.000

Biaya overhead standar (5.200x5.000) Rp. 26.000.000

Penyimpangan biaya overhead (Unfavorable) Rp. 3.500.000

b) Metode tiga selisih, terdiri dari:

i) penyimpangan pengeluaran/anggaran (spending/budget variance) : selisih antara realisasi biaya overhead pabrik (actual overhead cost) dengan biaya overhead yang diperkenankan menurut anggaran untuk jumlah jam yang sesungguhnya terpakai (actual hours), dengan formula sebagai berikut:

= biaya overhead aktual – anggaran biaya overhead pada jumlah jam sesungguhnya terpakai

= biaya overhead aktual – (anggaran biaya overhead tetap + anggaran biaya overhead variable actual)

= biaya overhead aktual – (anggaran biaya overhead tetap + jam actual x tarif overhead variable

Bila biaya overhead aktual lebih besar dari biaya overhead berdasarkan anggaran untuk jumlah jam yang sesungguhnya terpakai (actual hours) maka merupakan penyimpangan tidak menguntungkan (unfavorable variance). Bila biaya overhead aktual lebih kecil dari biaya overhead berdasarkan anggaran untuk jumlah jam yang sesungguhnya terpakai (actual hours) maka merupakan penyimpangan menguntungkan (favorable variance)

ii) Penyimpangan efisiensi (overhead cost efficiency variance) : selisih antara jumlah biaya overhead yang dibebankan berdasarkan jumlah pemakaian jam


(63)

tenaga kerja langsung sesungguhnya dengan jumlah biaya overhead yang dibebankan berdasarkan jumlah jam tenaga kerja langsung standar, dengan formula sebagai berikut:

Penyimpangan efisiensi= biaya tarif overhead x (jam aktual – jumlah jam standar)

Bila jam aktual lebih besar dari jam standar maka merupakan penyimpangan yang tidak menguntungkan (unfavorable variance).

Bila jam aktual lebih kecil dari jam standar maka merupakan penyimpangan yang menguntungkan (favorable variance)

iii) Penyimpangan kapasitas mengangur (idle capacity variance) : terjadi karena volume kegiatan produksi kurang atau melebihi kapasitas produksi yang dipersiapkan atau dianggarkan, dengan formula sebagai berikut:

= tarif overhead tetap x (jam kapasitas yang dianggarkan – jam aktual) Bila jumlah jam pada volume kapasitas yang dianggarkan lebih besar dari jam aktual maka merupakan penyimpangan tidak menguntungkan (unfavorable variance).

Bila jumlah jam pada volume kapasitas yang dianggarkan lebih kecil dari jam aktual maka merupakan penyimpangan yang menguntungkan (favorable variance)

Contoh:

Berdasarkan data kegiatan dan biaya pada contoh penyimpangan biaya overhead di atas, analisis penyimpangan biaya overhead dengan menggunakan metode 3 selisih adalah sebagai berikut:


(64)

a) Penyimpangan pengeluaran

= biaya overhead aktual – (anggaran biaya overhead tetap + jam aktual x tarif overhead variable

= Rp. 29.500.000 - (Rp.18.000.000 + 5.000 x Rp.2.000) = Rp. 29.500.000 – Rp.28.000.000.

= Rp. 1.500.000 (Unfavorable) b) Penyimpangan efisiensi

= tarif biaya overhead x (jam aktual – jumlah jam standar) = Rp. 5.000 x (5.000 – 5.200)

= Rp. 1.000.000 (Favorable)

c) Penyimpangan kapasitas menganggur

= tarif overhead tetap x (jam kapasitas yang dianggarkan – jam aktual) = Rp. 3.000 x (6.000 – 5.000)

= Rp. 3.000.000 (Unfavorable)

Maka berdasarkan metode 3 selisih adalah:

Baya overhead aktual Rp. 29.500.000

Biaya overhead standar (5.200 x Rp. 5.000) Rp. 26.000.000

Penyimpangan biaya overhead Rp. 3.500.000(Unfavorable)

Penyimpangan biaya overhead terdiri dari::

Penyimpangan pengeluaran Rp. 1.500.000 (Unfavorable)

Penyimpangan efisiensi Rp. 1.000.000 (Favorable )

Penyimpangan kapasitas menganggur Rp. 3.000.000 (Unfavorable)


(1)

kelapa sawit di pabrik. Perusahaan telah menetapkan bahwa Administratur yang bertanggung jawab penuh terhadap pengawasan biaya produksi di kebun dan pabrik supaya biaya yang dikeluarkan tidak melebihi anggaran yang telah ditetapkan.

Berikut ini digambarkan informasi mengenai perbandingan antara anggaran dan relisasi biaya produksi:

Tabel 4.6 : Perbandingan antara Anggaran dan Realisasi Biaya Produksi Kelapa Sawit Tahun 20XX

BIAYA REALISASI RKAP S E L I S I H

PRODUKSI (Rp.Juta) (Rp. Juta) (Rp. Juta) F/UF %

Biaya Tanaman 208.637 249.504 40.867 F 16,38

Biaya Pengolahan 53.685 45.738 (7.947) UF 17,37 Biaya Penyusutan 27.552 23.987 (3.565) UF 14,86

Total 289.874 319.229 29.355 F 9,2

Jumlah Produksi (kg) 151.132 165.410 14.278 F 8,63

KETERANGAN : F : Favorable (Menguntungkan) UF : Unfavorable (Tidak menguntungkan)

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa ada penyimpangan pada biaya produksi yaitu sebesar Rp. 29.355.000 atau 9,2 %. Penyimpangan ini merupakan penyimpangan yang menguntungkan (favorable) karena di bawah anggaran. Target produksi tidak tercapai sesuai anggaran yang mana berdasarkan anggaran, produksi adalah sebesar 165.410 ton dan kenyataannya produksi sebesar 151.132 ton. Produksi di bawah anggaran disebabkan karena

a. jumlah tandan per pokok pada areal tanaman muda dan tanaman tua rendah

b. kehilangan produksi akibat pencurian


(2)

d. pemupukan pada tahun sebelumnya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Tindakan perbaikan

a. meningkatkan pengamanan dengan melibatkan aparat dan efektifitas pengamanan internal perusahaan

b. meningkatkan pengawasan pelaksanaan panen (TBS) sampai ke pabrik dengan melibatkan semua pimpinan pada masing-masing tingkat pertanggungjawaban,

c. pengadaan dan pelaksanaan pemupukan tepat waktu.

d. memberikan penyuluhan kepada tenaga kerja megenai kuantitas pemakaian pupuk yang sesuai dengan rekomendasi e. memperbaiki sarana dan prasarana

f. meningkatkan pengawasan pengelolaan tanaman, pengawasan panen (dari mulai pelaksanaan panen sampai ke pabrik) dan pengawasan pengolahan di pabrik

Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi di masa yang akan datang


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari pembahasan diatas yang dikaitkan dengan pengawasan biaya produksi kelapa sawit, penulis mencoba menarik kesimpulan dan memberikan saran dengan membandingkan antara teori dengan praktek yang telah dilaksanakan di perusahaan yakni:

A) Kesimpulan

1. Penyajian laporan biaya produksi dengan membandingkan angka realisasi dengan angka anggaran memberikan informasi yang memadai bagi manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan.

2. Unsur-unsur biaya poduksi pada PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa yang terdiri dari biaya langsung (biaya tanaman, biaya pengolahan) dan biaya tidak langsung (biaya umum dan biaya penyusutan). 3. Perusahaan tidak merinci harga pokok produksi untuk setiap jenis produk

(minyak sawit dan inti sawit) yang dihasilkan padahal kuantitas dan harga jualnya berlainan

4. Setiap tahunnya perusahaan menyusun anggaran dengan melibatkan setiap bagian/unit kerja karena perusahaan menerapkan pola top down dan bottom up. 5. Anggaran produksi dan biaya produksi digunakan sebagai tolak ukur dan

sebagai pengawasan sampai sejauh mana pekerjaan-pekerjaan maupun hasil produksi dapat dicapai.


(4)

6. Analisis perbedaan/penyimpangan dilakukan terhadap selisih anggaran dan realisasi yang nilai uangnya besar (significant) dan merugikan perusahaan sehingga perlu diambil tindakan korektif.

B. Saran

1. Perbedaan antara anggaran dan realisasi harus diawasi secara ketat dan penyimpangan dianalisis guna memahami mengapa realisasi berbeda dengan anggaran. Analisis ini harus diikuti tindakan koreksi jika merugikan perusahaan 2. Sebaiknya unsur-unsur biaya produksi yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung, biaya bahan dan tenaga kerja tidak langsung disajikan dalam laporan biaya produksi kebun dan perusahaan baik anggaran maupun realisasinya. Dengan demikian dapat diketahui pada unsur biaya mana perbedaan yang cukup significant dan dapat diketahui dimana dan siapa yang bertanggung jawab. Dengan penerapan siteem tersebut diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas dan dapat lebih memudahkan pengawasan biaya dan kejelasan pihak yang bertanggung jawab jika penyimpangan biaya terjadi.

3. Harga pokok produksi minyak sawit dan inti sawit baik jumlah maupun harga pokok produksi per kilogram oleh perusahaan diperlakukan sama dalam komponen biaya untuk perhitungan laba-rugi. Sebaiknya perhitungan jumlah harga pokok produksi maupun harga pokok produksi per kilogram (untuk rincinya) dipisahkan sehingga perbedaan nilai dari kedua jenis produksi itu dapat diketahui.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Assaury, Sofyan, 2003. Akuntansi Suatu Pengantar, Edisi Keempat. Penerbit Liberty, Yogyakarta:

Azhari, Ahmad, 2006. Prinsip-prinsip Akuntansi , Edisi 1, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Fess, Niswonger, Warren, Reeve, 2001. Prinsip-prinsip Akuntansi, Edisi 19, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hadibroto, S., 2000. Dasar Akuntansi. Penerbit Lembaga Pendidikan Pengkajian Pengembangan Sarjana, Jakarta.

Harahap, Sofyan Syafri, 2003. Akuntansi Suatu Pengantar. Edisi Keempat, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Hartanto, 2001. Akuntansi Untuk Usahawan, Edisi Kelima, Cetakan Kesatu, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesiaa, Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia, 2004. Standar Akuntansi Keuangan, Buku Satu, Penerbit

Salemba Empat, Jakarta.

Matz, Adolph dan Usry, Milton F., 2000. Akuntansi Biaya, Perencanaan dan Pengendalian, Terjemahan Alfonsus Sirait dan Elterman Wibowo, Cetakan Kesembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta.


(6)

Munandar, M., 2000. Budjeting Perencanaan Kerja Pengawas Kerja, Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Rangkuti, Freddy, 2001. Manajemen Persediaan, Edisi Keempat, Penerbit Liberty, Jakarta.

Simamora, Henry, 2001. Pengantar Akuntansi, Edisi Kedua, Penerbit Liberty, Jakarta.

Sugiyono, 2002. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kelima, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Supomo, Bambang dan Indrianto, Nur, 2001. Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, Balai Penerbitan Fakultas Ekonomi-Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Tambunan, Loran, 2001. Akuntansi Biaya Konsep, Sistem dan Metode, Edisi Kedua, Penerbit Universitas HKBP Nommensen, Medan.

Welsch, Glenn A., Hilton, Ronald W., Gordon, Paul N., 2000. Anggaran, Perencanaan dan Pengendalian Laba, diterjemahkan oleh Purwatiningsih, Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Wilson, James D., Campbell, 2001. Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian, Edisi Kesepuluh, Penerbit Erlangga, Jakarta.