13. Penunjukan Pemenang Lelang 14. Penandatangan Kontrak
15. Penyerahan Barang. Belum cukup 1 satu tahun sejak dikeluarkannya Peraturan Presiden
Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, pada tanggal 30 Juni 2011 Pemerintah telah mengeluarkan Perubahan Perpres 54
Tahun 2010 dalam bentuk Perpres 35 Tahun 2011 dan kini telah dikeluarkan perpres 70 Tahun 2012. Dalam perubahan perpres ini ada salah satu alasan yang mendasari
perubahan perpres tersebut.
Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana implementasi pengadaan barang dan jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan
perpres atau sudah sesuai dengan visi dan misi dinas pekerjaan umum.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah timbul karena adanya tantangan adanya kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap suatu kegiatan, adanya penghalang dan rintangan, adanya
celah, baik antara atasan dan bawahan. Penelitian diharapkan dapat memecahkan
masalah-masalah itu, atau sedikit-sedikitnya menutupi celah yang terjadi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Dairi”
1.3 Tujuan Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki suatu tujuan penelitian. Tujuan penelitian merupakan suatu peryataan atau statemen tentang
apa yang ingin kita cari atau ingin kita tentukan. Dalam hai ini yang menjadi tujuan penelitian adalah untuk melihat bagaimana Implementasi pengadaan Barang dan Jasa
pada Dinas Kabupaten Dairi. 1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah; 1. Secara praktis, untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan dan
kemampuan berpikir dalam pembuatan karya tulis ilmiah. 2. Secara praktis, sebagai masukan atau sumbangan pemikiran bagi badan
maupun instansi yang terkait. 3. Secara akademis, sebagai bahan masukan ataupun bahan perbandingan bagi
orang-orang yang belum mengetahui implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa.
1.5 Kerangka Teori
Untuk mempermudah penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan sebagai pedoman menjelaskan
masalah yang sedang disorot, pedoman tersebut disebut dengan kerangka teori. Menurut Setiawan Djuharie, telaah kepustakaan berisi tentang hasil telaah
terhadap teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Telah ini bias dalam arti membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan masing-
masing dalam masalah yang sedang diteliti, dan pada ahirnya menyatakan posisi atau
Universitas Sumatera Utara
pendirian peneliti disertai dengan alasan-alasan nya. Telaah ini diperlukan karena tidak ada penelitian empirik tanpa di dahului telaah kepustakaan.
I.5.1 Kebijakan Publik
Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang pemimpin. Menurut Anderson, kebijakan merupakan arah tindakan
yang mempunyai maksud yang di tetapkan oleh seseorang dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan.
Menurut Chandler dan piano dalam Tangkilisan;2003, kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya dan sumber daya yang ada
untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dan kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun
para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Robert Eyestone mengatakan bahwa secara luas kebijakan publik dapat di defenisikan sebagai
hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungan nya. Dan Thomas R,Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Sedangkan Anderson 1975 memberikan defenisi kebijakan publik sebagai
kebijakan–kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah:
1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan- tindakan yang berorientasi pada tujuan.
Universitas Sumatera Utara
2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah. 3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.
4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat
negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.
5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Sedangkan menurut woll, kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung
maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanakan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai
implikasi dari tindakan pemerintah, yaitu: 1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi,
pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan politik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.
2. Adanya dampak kebijakan yang merupakan elit pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
3. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran,
Universitas Sumatera Utara
pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Istilah kebijakan publik sesungguhnya dipergunakan dalam pengertian yang berbeda-beda. Jones 1977 memandang kebijakan publik sebagai suatu kelanjutan
kegiatan pemerintah dimasa lalu dengan hanya mengubahnya sedikit demi sedikit. Prinsip-prinsip pendekatan Jones tersebut adalah sebagai berikut;
A. Kejadian-kejadian dalam masyarakat diinterpretasi dengan cara yang berbeda oleh organisasi yang berbeda dan dalam waktu yang berbeda.
B. Banyak masalah yang timbul karena adanya peristiwa yang sama. C. Ada berbagi tindakan atau tahapan yang harus dilalui kelompok penekan
untuk memasuki proses kebijakan yang ada. D. Tidak semua masalah-masalah publik menjadi agenda pemerintah.
E. Banyak juga kepentingan elit yang diangkat menjadi isu kebijakan dalam pemerintahan.
F. Banyak masalah-masalah tidak dipecahkan oleh pemerintah, baik sengaja maupun tidak disengaja.
G. Pembuat kebijakan tidak berhadapan dengan kelompok yang ada dimasyarakat.
H. Banyak pengambilan keputusan didasarkan pada informasi dan komunikasi yang kurang akurat.
I. Kebijakan yang dibuat sering direfleksikan sebagai konsensus, daripada substansi dari pemecahan masalah.
Universitas Sumatera Utara
J. Terjadi perbedaan dalam mendefinisikan kebijakan antara pembuat kebijakan dengan masyarakat yang terlibat.
K. Banyak program yang dibuat dan dilaksanakan tidak seperti yang dirancang. L. Organisasi yang ada dalam masyarakat memiliki kepentingan dan fokus yang
berbeda.
1.5.1.2 Tahap-tahap Kebijakan Publik
Pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,beberapa ahli
politik yang menaruh minat untuk mengkaji kabijakan public ke dalam beberapa tahap, Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Universitas Sumatera Utara
a. Tahap penyusunan Agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada ahirnya, beberapa beberapa masalah masuk
ke dalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah-masalah yang
karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama. a. Tahap Formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian di bahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecaha tersebut dapat berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan policy alternativespolicy
actions yang ada. b. Tahap Adopsi Kebijakan
Dari begitu banyak nya alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada ahirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut
diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
c. Tahap Implementasi Kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternative pemecahan masalah
Universitas Sumatera Utara
tersebut harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Pada tahap
implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa kebijakan mendapat dukungan para pelaksana implementer, dan ada juga
beberapa yang akan ditentang oleh para pelaksana. d. Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau di evaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat mampu
memecahkan masalah.
1.5.2 Implementasi Kebijakan Publik 1.5.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakan publik harus di implementasikan agar mempunyai dampak dan tujuan yang di inginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam
pengertian yang luas merupakan tahap dari proses kebijakan setelah penetapan undang-undang. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang
kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran maupun sebagai suatu dampak. Implementasi diartikan dalam konteks keluaran atau
sejauh mana tujuan-tujuan yang direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu program.
Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood hal-hal yang berhubungan dengan implementasi adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan
kemudian menerjemahkan ke dalam keputusan –keputusan yang bersifat khusus.
Universitas Sumatera Utara
Menurut wibawa, implentasi kebijakan merupakan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu undang-undang, namun juga
berbentuk instruksi-instuksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Jones mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai
program-program yang sudah disahkan. Jadi, implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus-menerus usaha-usaha untuk mencari apa
yang dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program kedalam tujuan kebijakan yang
diinginkan. Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan
adalah: 1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program
kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan. 2. Organisasi yaitu unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam
tujuan kebijakan. 3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayan, upah,
dan lain-lain.
1.5.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisa
bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
Pada prinsipnya terdapat dua pemilahan jenis teknik atau model implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang berpola dari atas
ke bawah dari bawah keatas, dan pemilahan implementasi yang berpola paksa dan mekanisme pasar. Model mekanisme paksa merupakan model yang mengutamakan
arti pentingya lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang memiliki hak monopoli atau mekanisme pasar di dalam Negara yang tidak ada mekanisme insentif bafi yang
menjalani, namun ada sanksi bagi yang tidak menjalankan. Model mekanisme pasar merupakan model yang mengutamakan mekanisme insentif bagi yang menjalani dan
bagi yang tidak menjalankan tidak mendapat sanksi namun tidak mendapat insentif. Sekalipun banyak dikembangkan model-model yang membahas tenteng
implementasi kebjakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa model implementasi kebijakan yang relative baru dan banyak mempengaruhi
berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli. Berikut model-model yang di kemukakan oleh beberapa ahli
A. Model yang dikembangkan oleh George C.Edwards III Dalam pandangan George C.Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi
oleh empat variabel yaitu : 1. Komunikasi
Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus dikomunikasikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi, jika
tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali
Universitas Sumatera Utara
oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
2. Sumber daya Sumber daya merupakan faktor penting untuk implementasi kebjakan agar
efektif. Tanpa sumber daya kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi
apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan maka implementasi tidak akan berjalan dengan baik.
3. Disposisi Disposisi merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,
seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti
apa yang telah direncanakan dan sebaliknya. 4. Struktur Birokrasi
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar standard operating procedures atau SOP.
Universitas Sumatera Utara
B. Model Bottom-up yang dikemukakan oleh Smith Smith memandang implementasi sebagai proses atau alur. Model ini melihat
proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam
masyarakat sebagai kelompok sasaran. Smith mengatakan bahwa ada empat variabel yang perlu diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan yaitu;
1. Idealized policy, yaitu suatu pola interaksi yang diidealisasikan oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang
target group untuk melaksanakannya. 2. Target group, yaitu bagian dari policy stakehoderrs yang diharapkan dapat
mengadopsi pola-pola interaksi interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan.
Sumberdaya Komunikasi
Implementasi Disposisi
Struktur Organisasi
Universitas Sumatera Utara
3. Implementing organization yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
4. Environmental factors, yaitu unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya, social,
ekonomi, dan politik. Keempat variabel diatas tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu
kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbale balik, oleh karena itu sering menimbulkan tekanan bagi terjadinya transaksi atau tawar- menawar
antara formulator dan implementor kebijakan. 5. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn
Model kebijakan ini berpola “dari atas kebawah” dan lebih berada di “mekanisme paksa” daripada di “mekanisme pasar”. Model ini mengandaikan bahwa
implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik.
Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni: 1 ukuran dan tujuan kebijakan; 2 sumber daya; 3
komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas; 4 karakteristik agen pelaksana; 5 kondisi sosial, politik dan ekonomi; dan 6 disposisi implementor.
1 Ukuran dan tujuan kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn, identifikasi indikator-indikator kinerja
merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan. Indikator- indikator kinerja ini menilai sejauh mana ukuran dasar dan tujuan kebijakan telah
Universitas Sumatera Utara
direalisasikan. Ukuran dasar dan tujuan kebijakan berguna dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh.
Namun, dalam banyak kasus ditemukan beberapa kesulitan besar untuk mengidentifikasi dan mengukur kinerja. Ada dua penyebab yang dikemukakan oleh
Van Meter dan Van Horn. Pertama, mungkin disebabkan oleh bidang program yang terlalu luas dan sifat tujuan yang kompleks. Kedua, mungkin akibat dari kekaburan-
kekaburan dan kontradiksi-kontradiksi dalam pernyataan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan. Kadang kala kekaburan dalam ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan
sengaja diciptakan oleh pembuat keputusan agar dapat menjamin tanggapan positif dari orang-orang yang diserahi tanggung jawab implementasi pada tingkat-tingkat
organisasi yang lain atau system penyampaian kebijakan. 2 Sumber daya
Disamping ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, yang perlu mendapatkan perhatian dalam proses implementasi kebijakan adalah sumber daya
yang tersedia. Sumber daya layak mendapat perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya yang dimaksud mencakup dana
atau perangsang lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. Dalam beberapa kasus, besar kecilnya dana akan menjadi faktor yang menentukan
keberhasilan implementasi kebijakan. 3 Komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas
Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, sangat penting untuk member perhatian yang besar kepada kejelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, ketepatan komunikasinya
dengan para pelaksana, dan monsistensi dan keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan-tujuan yang dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi. Ukuran-
ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan tidak dapat dilaksanakan kecuali jika dinyatakan dengan cukup jelas, sehingga para pelaksana dapat mengetahui apa yang
diharapkan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan itu. Komunikasi didalam dan antara organisasi-organisasi merupakan suatu proses yang sulit dan kompleks. Dalam
meneruskan pesan-pesan kebawahdalam suatu organisasi
ke organisasi lainnya,para komunikator dapat menyimpangkannya atau menyebar- luaskannya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Lebih dari itu, jika sumber-
sumber informasi yang berbeda memberikan interpretasi-interpretasi yang bertentangan, para pelaksana akan menghadapi kesulitan yang lebih besar untuk
melaksanakan maksud-maksud kebijakan. 4 Karakteristik badan-badan pelaksana
Yang dimaksud karakteristik badan pelaksana adalah stuktur birokrasi, norma- norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan
mempengaruhi implementasi sebuah program. Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu
organisasi dalam mengimlpementasikan kebijakan: a.
Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;
Universitas Sumatera Utara
b. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan
proses-proses dalam badan-badan pelaksana; c.
Sumber-sumber politik suatu organisasi misalnya dukungan diantara anggota-anggota legislatif dan eksekutif;
d. Vitalisasi suatu organisasi;
e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka” yang didefinisikan sebagai
jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relative tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu
diluar organisasi; f.
Kaitan formal dan informasi suatu badan dengan badan “pembuat keputusan” atau “pelaksana keputusan”
5 Kondisi sosil, politik dan ekonomi Syarat ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan,
yakni mendukung atau menolak; bagaiman sifat opini publik yang ada dilingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.
6 Disposisi implementor Disposisi implementor mencakup tiga hal, yakni: a respon implementor terhadap
kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c intensitas disposisi
implementor, yakni prefansi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3 Barang Dan Jasa 1.5.3.1 Pengertian Barang Dan Jasa
Barang dan jasa mempunyai definisi yang sangat luas, karena pada dasar nya barang dan jasa pada dasarnya faktor-faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan manusia. Luasnya pengertian barang dan jasa menyebabkan timbul banyak asumsi yang disimpulkan oleh para ahli tentang pengertian barang dan jasa.
Pada kesempatan ini terdapat sedikit kesimpulan yang didapat dari para ahli mengenai pengertian barang dan jasa, secara sempit pengertian barang komoditas
dan jasa terdiri dari masing-masing pengertian, barang adalah benda-benda yang berwujud yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk
menghasilkan benda lain yang akan memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan pengertian jasa adalah suatu barang yang tidak berwujud, tetapi dapat memberikan
kepuasan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Philip Kotler menjelaskan bahwa jasa merupakan setiap tindakan atau unjuk kerja yang terdiri atas serangkaian
aktivitas intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun.
1.5.3.2 Proses pengadaan Barang Dan Jasa
Pengadaan BarangJasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan BarangJasa adalah kegiatan untuk memperoleh BarangJasa oleh
KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh
kegiatan untuk memperoleh BarangJasa. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabatpada unit kerja SKPD yang melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. Sedangkan Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan BarangJasa. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. Pengguna
Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat Daerah atau
Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBNAPBD. Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang
ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD. Merujuk pada beberapa peraturan yang mengatur tentang
pengadaan barang dan jasa dan pengelolaan keuangan daerah, dimana dijelaskan bahwa yang menetapkan menunjuk PPTK dan PPK terdapat perbedaan, seperti
dijelaskan dalam Perpres No.54 Tahun 2010 bahwa PPTK adalah sebagai salah satu tim pendukung yang dibentuk oleh PPK untuk melaksanakan program kegiatan
SKPD di lingkungannya. Hal ini berbeda dengan penjelasan Permendagri No 3 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran dilingkungan Depdagri
pasal 7 dijelaskan bahwa KPA menetapkan PPK, PPTK, serta pejabat yang tugasnya melakukan pengujian SPP dan menandatangani SPM, bendahara pengeluaran; panitia
danatau pejabat pengadaan barangjasa. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 13 Permendagri Nomor 3 Tahun 2011 bahwa PPTK ditetapkan oleh Pejabat Struktural
Universitas Sumatera Utara
satu tingkat di bawahnya dan dalam unit kerja yang sama dengan pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja diangkat
oleh PPK yang ditunjuk oleh kepala SKPD. Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa PPTK yang dimaksud dalam PP.
No. 58 Tahun 2005 dan Pasal 12 Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan perubahannya, adalah Pejabat yang ditunjuk oleh PAKPA untuk melaksanakan sebagian
kewenangan Pengguna Anggaran dengan tugas mengendalikan secara Teknis dan Administratif terhadap pelaksanaan Kegiatan. Sedangkan PPK Pejabat Pembuat
Komitmen diatur dalam Perpres No.54 Tahun 2010 adalah Pejabat yang bertanggungjawab atas Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, dan mendapat
limpahan sebagian kewenangan dari KPAPA pada Bidang Pengadaan Barang dan Jasa. Selanjutnya PPTK dalam melaksanakan tugas pokoknyanya pada prinsipnya
merupakan Asisten Teknik, artinya PPTK itu adalah pembantu PAKPAPPK untuk melaksanakan kegiatan di SKPDnya dan bertanggung jawab atas kemajuan dan
kesuksesan kegiatan di lapangan. Karena keterlibatan dan tanggung jawab PPTK dalam pelaksanaan kegiatan besar, maka PPTK ikut terlibat dalam pengaturan,
pengendalian dan pengalokasian dana pada kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dengan cara ikut bertanggung jawab dan menandatangani laporan kemajuan
fisik kegiatan, serta diberikan wewenang penuh untuk menegur pihak pelaksana yang lalai dan lamban dalam menjalankan tugasnya yang akan ddijadikan bahan laporan
pertanggung jawaban pada PAKPA.
Universitas Sumatera Utara
Kepala SKPD dalam melaksanakan tugasnya selaku PAKPA berwenang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja
sesuai yang diatur dalam pasal 6 ayat 2 huruf b. UU No. 1 Tahun 2004, “wewenang tersebut dapat didelegasikan PA kepada PPK antara lain untuk
melakukan penandatanganan kontrak. PPTK dapat juga berperan sebagai PPK bilamana wewenang tersebut telah didelegasikan oleh PAKPA kepada PPTK.
Namun bilamana PPTK tidak menerima pendelegasian wewenang, maka PPTK tidak dapat berperan sebagai PPK”.
Selanjutnya penjelasan SE Bersama Mendagri Nomor : 027824SJ dan Kepala LKPP No. 1KALKPP032011 tanggal 16 Maret 2011, dimana Pemerintah
Daerah dalam Kedudukan, Tugas Pokok, dan wewenang sebagai PPK, PAKPA, serta PPTK, sesuai yang diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 dan PP No. 58 Tahun
2005 jo. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, maka hal-hal yang perlu dilaksanakan adalah :
1 Dalam hal Pengguna Anggaran PA belum menunjuk dan menetapkan PPK, maka :
a. PA menunjuk KPA b. KPA bertindak sebagai PPK. Dalam hal ini KPA harus memiliki sertifikat keahlian
pengadaan barangjasa. c. KPA sebagai PPK dapat dibantu oleh PPTK
Universitas Sumatera Utara
2 Dalam hal kegiatan SKPD tidak memerlukan KPA seperti Kecamatan atau Kelurahan, maka PA bertindak sebagai PPK sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden nomor 54 Tahun 2010; 3 Untuk pengadaan barangjasa yang sudah dilaksanakan sebelum terbitnya Surat
Edaran Bersama ini, PAKPA yang telah menunjuk dan menetapkan PPK sesuai dengan tugas pokok dan kewenangannya dalam pengadaan barangjasa, maka:
a. PPK tetap melaksanakan tugas dan wewenang sebagai PAKPA untuk menandatangai kontrak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 b. PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh PPTK sesuai dengan tugas
dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan PemerintahNomor 58 Tahun 2005
Untuk Informasi lebih lanjut bahwa PPK pada Pemerintah ProvKab Kota baru, wajib memiliki sertifikat keahlian PBJ paling lambat 1 Januari 2012 pasal 127
huruf b Pepres Nomor 54 Tahun 2010. PPK tahun 2011 pada instansi pemerintah pusat diwajibkan memiliki sertifikat keahlian PBJ. Sedangkan PPK di pemerintah
daerah baru wajib bersertifikat tahun 2012. Bahwa PPK SKPD dapat berjumlah lebih dari satu orang, disesuaikan dengan beban kerja dan rentang kendali. Tim pendukung
dan tim teknis dapat dibentuk oleh PPK dalam rangka membantu tugas PPK. Tim teknis tersebut dapat berasal dari SATKER unit kerja yang bersangkutan dan atau
dari instansi teknis terkait, misalnya Dinas PU untuk pekerjaan konstruksi. Pejabat pengadaan dapat melakukan transaksi pengadaan barang dengan pengadaan langsung.
Universitas Sumatera Utara
Namun proses pembayaran tetap dilakukan oleh PPK sebagai pejabat yang diberikan tugaswewenang untuk menandatangani kontrak, tujuannya antara lain pengesahan
tanda bukti pembayaran dan pertanggungjawaban keuangan. Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat kami simpulkan bahwa Kepala SKPD dalam
melaksanakan tugasnya selaku pejabat PAKPA berwenang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja sesuai yang diatur dalam
UU No. 1 Tahun 2004 pasal 6 ayat 2 huruf b. Wewenang tersebut dapat didelegasikan PA kepada PPK antara lain untuk melakukan penandatanganan
kontrak. PPTK dapat berperan sebagai PPK bilamana wewenang tersebut telah didelegasikan oleh PAKPA kepada PPTK. Namun bilamana tidak menerima
pendelegasian wewenang, maka PPTK tidak dapat berperan sebagai PPK.
1.5.3.3 Perda Yang Mengatur Pengadaan Barang Dan jasa
Saat ini salah satu persoalan yang perlu mendapatkan perhatian adalah banyak sekali Perda yang bermasalah. Sejak otonomi daerah digulirkan, ribuan perda
dibuat oleh pemerintah daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota yang terkait dengan perizinan, pajak dan retribusi di daerah. Untuk hal ini,
Departemen Keuangan sudah merekomendasikan kepada Departemen Dalam Negeri untuk membatalkan perda yang terkait dengan pajak dan retribusi di daerah. Data
yang diperoleh dari Departemen Dalam Negeri menunjukkan bahwa sejak Tahun 2002 sampai Tahun 2009 Perda yang telah dibatalkan pemerintah melalui Keputusan
Menteri Dalam Negeri Kepmendagri mencapai 1.064 Perda. Pembatalan yang dilakukan oleh Pemerintah tersebut adalah sebagai tindak lanjut dari evaluasi
Universitas Sumatera Utara
pemerintah terhadap 7.500 perda yang telah disahkan pemerintah daerah pemda sejak 2002 hingga 2009.
Perda adalah produk politik yang dibuat dan dirancang oleh dua body politik, Pemerintah Daerah dan DPRD serta memiliki rujukan normatif dari UUD 1945 dan
UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah. Karena hal tersebut, maka perlu ditinjau ulang tentang penempatan perda di urutan ‘terbawah’ hierarki peraturan perundang-
undangan sebagaimana disebutkan pada Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Begitu juga dengan pengadaan barang dan jasa Lembaga Kebijakan Pengadaan BarangJasa Pemerintah yang selanjutnya disebut LKPP adalah lembaga
Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun
2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pengguna Anggaran PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
Kementerian LembagaSatuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBNAPBD.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala
Daerah untuk menggunakan APBD. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan
Barang dan Jasa. KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi lainnya, KLDI adalah instansi atau institusi yang menggunakan Anggaran
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan dan Belanja Negara APBN dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD.
Pengguna Barang dan Jasa adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan Barang dan atau Jasa milik Negara danDaerah di masing-masing KLDI. Unit
Layanan Pengadaan ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan. Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian
Pengadaan Barang dan Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang dan Jasa Panitia atau Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia atau pejabat yang ditetapkan
oleh PAKPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan. Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya
disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas
dan fungsi organisasi. Penyedia barangjasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan BarangPekerjaan KonstruksiJasa KonsultansiJasa
Lainnya. Peraturan Presiden pengganti Keppres 80 Tahun 2003 telah ditandatangani
oleh Presiden pada tanggal 6 Agustus 2010. Peraturan Presiden tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah. Menurut pasal 136 Perpres 54 Tahun 2010, Peraturan Presiden ini berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu tanggal 6 Agustus 2010. Akan tetapi dalam
ketentuan peralihannya diatur bahwa ULP Unit Layanan Pengadaan wajib dibentuk paling lambat pada tahun Anggaran 2014, selain itu adanya kewajiban melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
Pengadaan Barang dan Jasa secara elektronik untuk sebagianseluruh paket-paket pekerjaan pada Tahun Anggaran 2012.
1. Pengadaan Barang adan Jasa yang dilaksanakan sebelum tanggal 1 Januari 2011 tetap dapat berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.
2. Pengadaan Barang dan Jasa yang sedang dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, dilanjutkan dengan tetap berpedoman
pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terak
-hir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007. 3. PerjanjianKontrak yang telah ditandatangani berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 95 Tahun 2007, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Perjanjian Kontrak.
4. Penayangan pengumuman Pengadaan BarangJasa di surat kabar nasional danatau provinsi, tetap dilakukan oleh ULPPejabat Pengadaan di surat kabar nasional
danatau provinsi yang telah ditetapkan, sampai dengan berakhirnya perjanjianKontrak penayangan pengumuman Pengadaan BarangJasa.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Dokumen Pengadaan Standard Bidding Document diatur dengan Peraturan Kepala LKPP paling lambat 3 tiga
bulan sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan. Sedangkan mengenai teknis operasional tentang Daftar Hitam, pengadaan secara elektronik, dan sertifikasi
keahlian Pengadaan BarangJasa, diatur oleh Kepala LKPP paling lambat 3 tiga bul- an sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan.
Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 ini Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa
Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1
Januari 2011.
1.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana kebenarannya perlu untuk diuji serta dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
data. Dengan kata lain, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris Sugiyono,
2005:70. 1
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : mengetahui
Bagaimana pengadaan
Universitas Sumatera Utara
barang dan jasa di lingkungan pemerintah kabupaten dairi .Hipotesis Kerja Ha
diterima jika : p
≠ 0, “tidak sama dengan nol” berarti lebih besar dari nol atau - dari nol
2 Hipotesis Nol Ho diterima jika :
p = 0, “berarti ini tidak ada pengaruhnya dan hipotesa ini ditolak.
1.7 Defenisi Konsep