Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa Oleh Dinas Kelautan Dan Perikanan Sumatera Utara

(1)

ANALISIS HUKUM TERHADAP KONTRAK PENGADAAN

BARANG DAN JASA OLEH DINAS KELAUTAN DAN

PERIKANAN SUMATERA UTARA

Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

KIKI FITRI M.MANURUNG

060200149

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS HUKUM TERHADAP KONTRAK PENGADAAN

BARANG DAN JASA OLEH DINAS KELAUTAN DAN

PERIKANAN SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Untuk Memperoleh

Gelar Kesarjanaan Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

KIKI FITRI M.MANURUNG

060200149

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN : PERDATA BW

Disetujui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Prof. Dr. TAN KAMELLO, SH. MS NIP. 196204211988031004

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. TAN KAMELLO, SH. MS ZULKIFLI SEMBIRING NIP. 196204211988031004 NIP.196101181988031010

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

ANALISIS HUKUM TERHADAP KONTRAK PENGADAAN

BARANG DAN JASA OLEH DINAS KELAUTAN DAN

PERIKANAN SUMATERA UTARA

Disusun Oleh :

KIKI FITRI M.MANURUNG

060200149

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

(Prof. Dr. H. TAN KAMELLO, S.H., M.S) NIP. 1962 0421 1988 03 1004

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Prof. Dr. H. TAN KAMELLO, SH., M.S) ZULKIFLI SEMBIRING NIP. 1962 0421 1988 03 1004 NIP.196101181988031010

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME atas segala anugerah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini, guna melengkapi syarat untuk mencapai gelar Sarjana pada Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini mengenai “Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara.”

Penulis sadar dalam penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh pihak-pihak tertentu baik berupa bimbingan, kritik, saran bahkan pengarahan, oleh karenanya penulis pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan YME membalas orang-orang yang berbuat baik dan menolong saudaranya. Terima kasih saya ucapkan kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .

2. Prof. Dr. H.Tan Kamello, SH., M.S, Selaku Ketua Jurusan Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Zulkifli Sembiring,SH Selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini, terima kasih untuk segala nasehat dan saran-saran yang diberikan untuk penulis.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama ini.


(5)

5. Keluargaku tercinta, papa ku M.T Manurung , mamaku A.Y.Iswahyuti ,kakak ku Asri Martha N.Manurung, serta seluruh Keluarga Besar Manurung, yang sudah memberikan dukungan yang begitu besar.

6. Terima kasih juga buat Gomgoman Halomoan Simbolon yang telah mengisi hati dan hidupku serta mendukung dalam tiap langkah ku selama 2 tahun terakhir ini. Whatever people said,I’ll be always love u.

7. Buat sahabat-sahabat ku di Fakutas Hukum’06: Sheila Miranda Hsb, Maya Sari, Rizka Utami Wijaya, Andri Manurung, Frans Daniel Sitorus, Alex Tobing, Tanzila Nst, Okki Hariady,Irene Kartika Sari, Semoga Persahabatan itu tidak terputus sampai dibangku kuliah.

8. Teman- teman seperjuangan ku di Fakultas Hukum terutama di Group C ,Tim Klinis ku dan semua nama yg tidak bisa disebut satu persatu. Kebersamaan menjadi indah karena berbagi tawa dan airmata.

9. Sahabat- sahabat ku yang selalu memberi dukungan : Paskalia Marlina Lumbanbatu, Regina Junho, Novianti Hutagalung, Benedic Yan, Leny Zega, Eliz Usen, Meymie Fachriena, Dini Andini, Maria Leonita Pinem, Veronika Theresia, Lisa Siboro, Lestari Viktoria, Theresia D.marlina. Thanks Guys I love u so much.

10. Rekan- rekan PERMAHI DPC Medan yang tidak bisa kusebutkan satu persatu. PERMAHI adalah keluarga ku dan keluargaku adalah Permahi.

11. Sahabat- Sahabat katolik ku di KMK ALBERTUS MAGNUS terkhusus KMK FIDELIS Huku m. Dei Gloriam At Mayorem.


(6)

12. Bang Said Andri, Yang telah membantu memberikan informasi tentang isi skripsi ini.

13. Kepada pegawai di Fakultas Hukum yang telah membantu selama pengurusan akademik penulis selama di Fakultas Hukum USU.

14. Kepada semua orang yang tidak dapat ku sebutkan satu persatu yang telah mencintaiku dan memberikan motivasi dalam hidup ku selama 21 tahun ini.

Terima kasih banyak untuk semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan dari semua pihak, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 10 Maret 2010 Penulis,

Kiki Fitri M. Manurung NIM.060200149


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 3

D. Tinjauan Kepustakaan ... 4

E. Metode Penulisan ... 8

F. Keaslian Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK ... 11

A. Pengertian dan Asas Dalam Kontrak ... 11

B. Syarat Sahnya Suatu Kontrak ... 26

C. Jenis-Jenis Kontrak ... 28

D. Tahap Pembuatan Kontrak dan Struktur dari Sebuah Kontrak ... 31

BAB III KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA ... 42

A. Pengertian Pengadaan Barang Dan Jasa ... 42

B. Cara-cara Menjadi Peserta Pengadaan Barang dan Jasa Dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... 45


(8)

C. Prakuallifiaksi dan Pasca Kualifikasi Dalam

Dalam Pengadaan Barang dan Jasa ... 53

D. Prosedur dalam Pengadaan Barang dan Jasa Dilihat Dari Perpres No. 95 Tahun 2007 ... 60

E. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa ... 67

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA OLEH DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN SUMATERA UTARA ... 71

A. Proses Pembuatan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara ... 71

B. Jaminan Dalam Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa ... 87

C. Analisis Kontrak Hukum yang Kemungkinan Bermasalah Dan Penyelesainnya... 89

D. Penyelesaian Sengketa Terhadap Kontrak yang Bermasalah ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

Abstraksi

Tidak jarang kontrak dibuat asal jadi dan masing-masing pihak tidak begitu memperhatikan sampai sejauh mana kontrak yang akan disepakatinya tersebut akan mempengaruhi keberhasilan atau malah sebaliknya justru menimbulkan kegagalan ataupun kerugian baginya. Semuanya itu memberikan gambaran yang kuat bahwa banyak permasalahan-permasalahan bisnis di lapangan ternyata sebagian besar dipicu oleh kekurang pahaman para pelaku terhadap pengertian dari kontrak yang pada umumnya menjadi dasar dari aktivitas bisnis tersebut. Pengalaman ini harus membuat para perancang kontrak harus lebih hati-hati dalam membuat kontrak bisnis.

Dalam skripsi ini permasalahan yang diangkat oleh penulis adalah Apakah yang menjadi permasalahan dalam kontrak pengadaan barang dan jasa di Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara, Apakah kontrak pengadaan barang dan jasa Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara sudah memenuhi Perpres No.95 tahun 200 serta Bagaimana Penyelesaian sengketa Terhadap kontrak yang Bermasalah.

Pada Pendahuluan Bab I memberikan informasi yang bersifat umum dan menyeluruh serta sistematis terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Pada Bab II Tinjauan Umum kontrak dan Struktur dari Sebuah Kontrak,Hal ini terdiri dari pembahasan mengenai pengertian. Pengertian dan Asas Dalam Kontrak , Syarat Sahnya Suatu Kontrak, Jenis- jenis Kontrak, Tahap Pembuatan Kontrak dan Struktur dari Sebuah Kontrak Pada Bab III Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa ,Memberikan penjelasan mengenai Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa ,Cara-cara Menjadi Peserta Pengadaan Barang Dan Jasa Dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Prakualifikasi dan Pasca Kualifikasi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa , Prosedur dalam Pengadaan Barang dan Jasa dilihat dari Pepres No.95 tahun 2007, Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pengadaan Barang dan jasa Pada Bab IV Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelautan Dan Perikanan Sumatera Utara.Memberikan penjelasan mengenai, Proses Pembuatan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelauatan dan Perikanan Sumatera Utara, Jaminan dalam Perjanjian Pengadaan Barang dan jasa, Analisis Kontrak Hukum yang Kemungkinan Bermasalah dan Penyelesaiannya , Penyelesaian sengketa Terhadap kontrak yang Bermasalah Pada Bab V yaitu Kesimpulan Dan Saran Merupakan bagian akhir yang berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penulisan dan kaitannya dengan masalah yang diidentifikasikan

Kontrak bukan sekedar formalitas pengikatan atau sekedar bukti adanya perjanjian antara para pihak yang melakukan kegiatan bisnis. Kontrak bisnis bisa juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berniat curang dalam bisnis dengan cara me-muat klausul-klausul yang menguntungkan pihaknya. Tanpa ada yang berniat curangpun, para pihak harus hati-hati karena pihak lawan akan mengamankan posisinya bila terjadi sengketa (dispute). Jadi masing-masing pihak harus mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi secara lebih cermat. Apalagi untuk


(10)

proyek-proyek besar harus ekstra hati-hati. Perlu dilakukan review beberapa kali terhadap draft kontrak oleh tim atau beberapa individu yang berbeda-beda. Harus ditanamkan dalam ingatan bahwa sekali kontrak ditandatangani maka kesempatan untuk merevisi atau negosiasi ulang sudah tidak dimungkinkan lagi.


(11)

Abstraksi

Tidak jarang kontrak dibuat asal jadi dan masing-masing pihak tidak begitu memperhatikan sampai sejauh mana kontrak yang akan disepakatinya tersebut akan mempengaruhi keberhasilan atau malah sebaliknya justru menimbulkan kegagalan ataupun kerugian baginya. Semuanya itu memberikan gambaran yang kuat bahwa banyak permasalahan-permasalahan bisnis di lapangan ternyata sebagian besar dipicu oleh kekurang pahaman para pelaku terhadap pengertian dari kontrak yang pada umumnya menjadi dasar dari aktivitas bisnis tersebut. Pengalaman ini harus membuat para perancang kontrak harus lebih hati-hati dalam membuat kontrak bisnis.

Dalam skripsi ini permasalahan yang diangkat oleh penulis adalah Apakah yang menjadi permasalahan dalam kontrak pengadaan barang dan jasa di Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara, Apakah kontrak pengadaan barang dan jasa Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara sudah memenuhi Perpres No.95 tahun 200 serta Bagaimana Penyelesaian sengketa Terhadap kontrak yang Bermasalah.

Pada Pendahuluan Bab I memberikan informasi yang bersifat umum dan menyeluruh serta sistematis terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Pada Bab II Tinjauan Umum kontrak dan Struktur dari Sebuah Kontrak,Hal ini terdiri dari pembahasan mengenai pengertian. Pengertian dan Asas Dalam Kontrak , Syarat Sahnya Suatu Kontrak, Jenis- jenis Kontrak, Tahap Pembuatan Kontrak dan Struktur dari Sebuah Kontrak Pada Bab III Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa ,Memberikan penjelasan mengenai Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa ,Cara-cara Menjadi Peserta Pengadaan Barang Dan Jasa Dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Prakualifikasi dan Pasca Kualifikasi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa , Prosedur dalam Pengadaan Barang dan Jasa dilihat dari Pepres No.95 tahun 2007, Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pengadaan Barang dan jasa Pada Bab IV Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelautan Dan Perikanan Sumatera Utara.Memberikan penjelasan mengenai, Proses Pembuatan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelauatan dan Perikanan Sumatera Utara, Jaminan dalam Perjanjian Pengadaan Barang dan jasa, Analisis Kontrak Hukum yang Kemungkinan Bermasalah dan Penyelesaiannya , Penyelesaian sengketa Terhadap kontrak yang Bermasalah Pada Bab V yaitu Kesimpulan Dan Saran Merupakan bagian akhir yang berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penulisan dan kaitannya dengan masalah yang diidentifikasikan

Kontrak bukan sekedar formalitas pengikatan atau sekedar bukti adanya perjanjian antara para pihak yang melakukan kegiatan bisnis. Kontrak bisnis bisa juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berniat curang dalam bisnis dengan cara me-muat klausul-klausul yang menguntungkan pihaknya. Tanpa ada yang berniat curangpun, para pihak harus hati-hati karena pihak lawan akan mengamankan posisinya bila terjadi sengketa (dispute). Jadi masing-masing pihak harus mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi secara lebih cermat. Apalagi untuk


(12)

proyek-proyek besar harus ekstra hati-hati. Perlu dilakukan review beberapa kali terhadap draft kontrak oleh tim atau beberapa individu yang berbeda-beda. Harus ditanamkan dalam ingatan bahwa sekali kontrak ditandatangani maka kesempatan untuk merevisi atau negosiasi ulang sudah tidak dimungkinkan lagi.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang sedang membangun (developing country), dimana pada saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan disegala bidang. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.1

Pembangunan Nasional tidak terlepas dari partisipasi berbagai pihak.Dalam pelaksanaannya, pembangunan proyek-proyek ini melibatkan berbagai pihak seperti pemborong, pemberi tugas, arsitek, agraria, Pemda dan sebagainya. Disamping itu perlu diperhatikan peralatan-peralatan yang canggih yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut.

Oleh karena itu hasil- hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Dalam mensukseskan pembangunan disegala bidang perlu adanya partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia agar terciptanya tujuan dari Pembangunan nasional tersebut

Pembangunan Nasional sangat banyak jenis dan macamnya, salah satu bentuk realisasi dari pembangunan yaitu pembangunan proyek-proyek sarana dan prasarana umum. Sebagai contohnya adalah pembangunan saluran-saluran air, jalan-jalan, jembatan, perkantoran,perumahan rakyat,dan masih banyak lagi.

1

Djumialdji,S.H. Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia,( Jakarta,PT Rhineka Cipta,1996) Hal 1


(14)

Dalam pelaksanaan pembangunan ini antara pihak- pihak yang melaksankannya perlu adanya suatu perjanjian, salah satu bentuk perjanjian itu adalah perjanjian/ kontak pengadaan barang dan jasa.

Perjanjian pengadaan barang dan jasa termasuk dalam perjanjian pemborongan yang terdapat dalam KUHPerdata dan Pasal 1601,Pasal 1601b dan Pasal 1604 dan sampai dengan Pasal 1616 bahwa agar pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif, efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan,terbuka dan perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak,sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan.

Sebagai negara hukum, maka pembangunan di Indonesia tidak terlepas dari peraturan- peraturan hukum yang berkaitan dengan masalah tersebut. Dalam kenyataanya peraturan-peraturan hukum itu sangatlah banyak, sehingga menimbulkan kurang adanya kepastian hukum. Peraturan- peraturan yang dipakai dalam proyek- proyek pemerintah ada yang sudah ketinggalan jaman tetapi masih digunakan. Maka disempurnakanlah Keppres No.16 tahun 1994 tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara serta pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintah dengan Keppres No.18 tahun 2000, lalu kemudian disempurnakan kembali dengan Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah dan terakhir perubahannya Perpres No.95 tahun 2007.Oleh kerena itu dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa oleh instansi pemerintah haruslah


(15)

berpedoman pada peraturan- peraturan yang ada agar pembangunan nasional di Indonesia dapat berjalan dengan sukses.

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, adapun yang menjadi perumusan masalahan dalam skripsi ini adalah :

A. Apakah yang menjadi permasalahan dalam kontrak pengadaan barang dan jasa di Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara?

B. Apakah kontrak pengadaan barang dan jasa Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara sudah memenuhi Perpres No.95 tahun 2007?

C. Bagaimana Penyelesaian sengketa Terhadap kontrak yang Bermasalah?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dan manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah yang menjadi permasalahan dalam kontrak pengadaan barang dan jasa di Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui apakah kontrak pengadaan barang dan jasa Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara sudah memenuhi Perpres No.95 tahun 2007.


(16)

3. Untuk meneliti, mempelajari dan akhirnya mengetahui proses penyelesaian sengketa terhadap kontrak yang bermasalah.

Manfaat penulisan skripsi ini adalah :

1. Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan penulis tentang kontrak pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara,

2. Secara praktis, diharapkan agar dapat menjadi bahan masukan bagi penulis dan dapat pula bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya mahasiswa agar memahami dan dapat menambah wawasan pengetahuan terutama mengenai pengadaan barang dan jasa.

D. Tinjauan Kepustakaan

”Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara .”

Dari judul diatas dapat diambil pengertian baik secara etimologis maupun dapat diambil dari pengertian Black Law dictionary. Setiap kata demi kata mengandung arti yang dapat dijelaskan secara luas:

”Analisis ” ,menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2

2 Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,1985

Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penalaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman


(17)

arti keseluruhan.Sedangkan menurub Baddudu Zain3

”Hukum”, menurut pendapat sarjana Hukum J.C.T Simorangkir, menjelaskan

pengertian hukum adalah Peraturan- peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran maupun terhadap peraturan-peraturan tadi yang mengakibatkan diambilnya tindakan yaitu dengan hukuman tertentu.

alisisis adalah Penelitian terhadap suatu peristiwa untuk diketahui sebab musababnya; duduk perkaranya;atau prosesnya.

4

”Kontrak” adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak

dimana masing-masing pihak yang ada didalamnya dituntut untuk melakukan satu atau lebih prestasi. Dalam pengertian demikian kontrak merupakan perjanjian. Namun demikian kontrak merupakan perjanjian yang berbentuk tertulis.

5

Pada Asasnya suatu perjanjian harus dibuat dalam suatu bentuk tertentu, artinya dapat dibuat dalam bentuk tertulis namun dapat juga dalam bentuk tidak tertulis. Akan tetapi ada beberapa jenis perjanjian yang menurut undang-undang harus dalam bentuk tertulis. Pengaturan tentang kontrak diatur terutama di dalam KUH Perdata (BW), tepatnya dalam Buku III, di samping mengatur mengenai Menurut Satrio kontrak adalah suatu perjanjian (tertulis) diantara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan (hak) dan kewajiban untuk melakukan sesuatu,atau tidak melakukan sesuatu hal khusus.

3

Baddudu Zain (1994:46)

4 Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, hal 41


(18)

perikatan yang timbul dari perjanjian, juga mengatur perikatan yang timbul dari undang-undang misalnya tentang perbuatan melawan hukum. Pasal 1338 KUH Perdata (BW), yang menyiratkan adanya 3 (tiga asas) yang seyogyanya dalam perjanjian :

1. Mengenai terjadinya perjanjian

Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut BW perjanijan hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak (consensus,

consensualisme).

2. Tentang akibat perjanjian

Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak, berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

3. Tentang isi perjanjian

Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak (contractsvrijheid atau partijautonomie) yang bersangkutan.

Dengan kata lain selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan ketertiban, maka perjanjian itu diperbolehkan.

”Pengadaan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara,


(19)

”Barang ” menurut Keppres No. 80 Tahun 2003 Barang, adalah benda dalam

berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, bahan setengah jadi, barang jadi/peralatan yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa

”Jasa ” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan yg baik atau

berguna dan bernilai bagi orang lain, negara, instansi, dsb: pemimpin itu banyak jasa nya bagi negara; perbuatan yg memberikan segala sesuatu yg diperlukan orang lain; layanan; servis; aktivitas, kemudahan, manfaat, dsb yg dapat dijual kpd orang lain (konsumen) yg menggunakan atau menikmatinya;

”Pengadaan Barang dan Jasa” menurut Keppres no 80 tahun 2003 adalah

kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa;

”Dinas” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bagian kantor

pemerintah yg mengurus pekerjaan tertentu; jawatan; segala sesuatu yg bersangkutan dng jawatan (pemerintah), bukan swasta, bertugas, bekerja

”Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara”adalah Instansi Pemerintah

yang bergerak dalam bidang kelautan dan perikanan di Sumatera Utara. Dinas Perikanan dan Kelautan adalah unsur Pelaksana Pemerintah Propinsi yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas, berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Dinas Perikanan dan Kelautan mempunyai tugas menyelenggarakan sebagaian Kewenangan Pemerintah Propinsi dan Tugas Dekonsentrasi dibidang perikanan dan kelautan.

Untuk melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, Dinas Perikanan dan Kelautan menyelenggarakan fungsi :


(20)

• Menyiapkan bahan perumusan perencanaan/program dan kebijaksanaan teknis dibidang perikanan dan kelautan.

• Menyelenggarakan pembinaan perencanaan, prasarana, pengembangan pesisir dan pulau-pulau kecil, produksi dan teknologi, usaha tani dan pengolahan hasil, pengawasan dan perlindungan.

• Melaksanakan tugas-tugas yang terkait dengan perikanan dan kelautan sesuai ketetapan Kepala Daerah.

Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara berada di Jl. Sei Batugingging No. 6 Medan,Sumatera Utara – Indonesia.

E. Metode Penulisan

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yuridis normative) , yakni penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian dilakukan melalui wawancara langsung dengan Sekretrais Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara, untuk mengumpulkan data atau bahan untuk selanjutnya dianalisa dan diamati sehingga nantinya mendukung teori-teori yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Sedangkan data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksudkan penulis antara lain bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Bahan hukum primer yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa KUH Perdata dan Undang-undang serta peraturan pelaksana perundang-undangan lainnya. Bahan


(21)

hukum sekunder, yaitu semua dokumen resmi yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang kontrak pengadaan barang dan jasa, seperti seminar hukum, buku-buku teks, karya tulis ilmiah, jurnal hukum dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan persoalan di atas, sedangkan bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, bibiograpi, dan lain-lain.

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

1. Field research (penelitian lapangan)

Sehubungan dengan pengumpulan data atau bahan-bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini, juga dilakukan studi lapangan, yaitu pengumpulan data-data mengenai objek yang diteliti dalam hal ini dilakukan melalui wawancara dengan Bapak Said Andri sebagai Sekretaris Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara.

2. Library research (penelitian kepustakaan)

Yakni mengumpulkan bahan-bahan penulisan melalui bacaan-bacaan seperti buku, majalah ilmiah, hasil-hasil seminar, surat kabar, pendapat sarjana dan bahan-bahan bacaan yang relevan sebagai dasar pengembangan uraian teoritis penulisan ini.


(22)

F. Keaslian Penulisan

”Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara .”

Yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusun melalui referensi buku-buku, media elektronik (internet) sebagai sarana penunjang informasi jaringan perpustakaan terluas, dan studi kasus pada data sekunder yaitu menelaah surat kontrak Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara ,dan bantuan dari berbagai pihak.

G. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Merupakan bab yang memberikan ilustrasi guna memberikan informasi yang bersifat umum dan menyeluruh serta sistematis terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Umum kontrak dan Struktur dari Sebuah Kontrak

Hal ini terdiri dari pembahasan mengenai pengertian. Pengertian dan Asas Dalam Kontrak , Syarat Sahnya Suatu Kontrak, Jenis- jenis Kontrak, Tahap Pembuatan Kontrak dan Struktur dari Sebuah Kontrak Bab III : Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa

Memberikan penjelasan mengenai Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa ,Cara-cara Menjadi Peserta Pengadaan Barang Dan Jasa Dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Prakualifikasi dan Pasca


(23)

Kualifikasi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa , Prosedur dalam Pengadaan Barang dan Jasa dilihat dari Pepres No.95 tahun 2007, Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pengadaan Barang dan jasa

Bab IV : Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelautan Dan Perikanan Sumatera Utara

Memberikan penjelasan mengenai, Proses Pembuatan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelauatan dan Perikanan Sumatera Utara, Jaminan dalam Perjanjian Pengadaan Barang dan jasa, Analisis Kontrak Hukum yang Kemungkinan Bermasalah dan Penyelesaiannya , Penyelesaian sengketa Terhadap kontrak yang Bermasalah

Bab V : Kesimpulan Dan Saran

Merupakan bagian akhir yang berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penulisan dan kaitannya dengan masalah yang diidentifikasikan.


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK

A. Pengertian dan Asas Dalam Berkontrak 1. Pengertian Kontrak

Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah ” Kaidah/ aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antar para pihak berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum untuk melaksanakan suatu prestasi/obyek perjanjian” .Pengaturan umum tentang kontrak diatur dalam KUHPerdata buku III.

Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomsrecht.6 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.7

6 Salim H.S, “Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 3

7

Subekti , “Hukum Perjanjian,” Cet. XII, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hal. 1.

Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.


(25)

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat dikemukakan sebagai berikut:8

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum

1. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

2. Subyek hukum

8


(26)

dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

3. Adanya Prestasi

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: memberikan sesuatu;berbuat sesuatu;tidak berbuat sesuatu.

4. Kata sepakat

Di dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud diatas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

5. Akibat hukum

Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.

Pengertian perjanjian sebagai kesepakatan yang dibuat oleh para pihak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Adapun pengertian kontrak tidak disebut secara tegas dalam literatur hukum. Kontrak lebih merupakan istilah yang digunakan dalam perikatan-perikatan bisnis disamping MoU dan LoI, yang pemakaian istilahnya bersifat khusus untuk perikatan bisnis. Kontrak yang dibuat dalam hubungan bisnis memiliki sifat yang tidak berbeda dengan perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat hukum.

Disamping perjanjian dan kontrak, masih dikenal istilah persetujuan atau dalam bahasa Inggris disebut agreement. Sama seperti yang dimaksud oleh perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata, pengertian agreement dalam pengertian


(27)

luas dapat berarti sebagai kesepakatan yang mempunyai konsekuensi hukum dan juga kesepakatan yang tidak mempunyai konsekuensi hukum. Agreement akan mempunyai kualitas atau pengertian perjanjian atau kontrak apabila ada akibat hukum yang dikenakan terhadap pelanggaran janji (breach of contract) dalam agreement tersebut. Dalam pengertian kesepakatan para pihak yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat, maka agreement sama artinya dengan perjanjian. Dari uraian ini dapat disimpulkan istilah kontrak juga merupakan agreement karena agreement dalam bahasa Indonesia merupakan perjanjian, sedangkan sebuah perjanjian merupakan persetujuan yang melahirkan perikatan, maka istilah perjanjian, kontrak, ataupun agreement memiliki pengertian yang sama. Dalam paparan tulisan ini, penggunaan ketiga istilah itu merujuk kepada hal yang sama.

Sekalipun dalam KHUPerdata definisi dari perikatan tidak dipaparkan secara tegas, akan tetapi dalam Pasal 1233 KUHPerdata ditegaskan bahwa perikatan selain dari Undang-undang, perikatan dapat juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan perikatan. Dengan kalimat lain, bila definisi dari pasal 1313 KUHPerdata tersebut dihubungkan dengan maksud dari pasal 1233 KUHPerdata, maka terlihat bahwa pengertian dari perikatan, karena perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian itu sendiri.

Sebagai bahan perbandingan untuk membantu memahami perbedaan dua istilah tersebut, perlu dikutip pendapat Prof Subekti dalam bukunya Hukum


(28)

Perjanjian mengenai perbedaan pengertian dari perikatan dengan perjanjian. Beliau memberikan definisi dari perikatan sebagai berikut:

“Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”9

“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”

Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:

10

Hakekat antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan. Hal lain yang membedakan keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya merupakan hasil kesepakatan para pihak, jadi sumbernya benar-benar kebebasan pihak-pihak yang ada untuk diikat dengan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga mengikat karena diwajibkan oleh undang undang, contohnya perikatan antara orangtua dengan anaknya muncul bukan karena adanya kesepakatan dalam perjanjian diantara ayah dan anak tetapi karena perintah undang-undang.

9 Prof. Subekti, SH, “Hukum Perjanjian,” Cet. XII, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hal. 10Prof R.subekti SH, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta:Intermasa,2003,hal 123


(29)

Selain itu, perbedaan antara perikatan dan perjanjian juga terletak pada konsekuensi hukumnya. Pada perikatan masing-masing pihak mempunyai hak hukum untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari masing-masing pihak yang telah terikat. Sementara pada perjanjian tidak ditegaskan tentang hak hukum yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang berjanji apabila salah satu dari pihak yang berjanji tersebut ternyata ingkar janji, terlebih karena pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata menimbulkan kesan seolah-olah hanya merupakan perjanjian sepihak saja. Definisi dalam pasal tersebut menggambarkan bahwa tindakan dari satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, tidak hanya merupakan suatu perbuatan hukum yang mengikat tetapi dapat pula merupakan perbuatan tanpa konsekuensi hukum.

Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).

Berdasarkan pemahaman tersebut jelaslah bahwa adanya perbedaan pengertian antara perjanjian dan perikatan hanyalah didasarkan karena lebih luasnya pengertian perikatan dibandingkan perjanjian. Artinya didalam hal pengertian perjanjian sebagai bagian dari perikatan, maka perikatan akan mempunyai arti sebagai hubungan hukum atau perbuatan hukum yang mengikat antara dua orang atau lebih, yang salah satu pihak mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Bila salah satu pihak yang melakukan perikatan


(30)

tersebut tidak melaksanakan atau terlambat melaksanakan prestasi, pihak yang dirugikan akibat dari perbuatan melawan hukum tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi atau penggantian kerugian dalam bentuk biaya, ganti rugi dan bunga.

Uraian ini memperlihatkan bahwa perikatan dapat meliputi dua arti, yaitu pada satu sisi sebagai perjanjian yang memang konsekuensi hukumnya sangat tergantung pada pihak-pihak yang terikat didalamnya, dan pada sisi lain merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Sekalipun perjanjian sebagai suatu perikatan muncul bukan dari undang-udang tetapi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perikatan yang muncul dari undang-undang, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang diikat didalamnya.

2 Asas-asas Hukum Kontrak

Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud:


(31)

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1). membuat atau tidak membuat perjanjian; 2). mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3). menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta 4). menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau.11

Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam


(32)

cengkeraman pihak yang kuat sperti yang diungkap dalam exploitation de homme par l’homme.

Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham individualisme mulai pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya Perang Dunia II. Paham ini kemudian tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat menginginkan pihak yang lemah lebih banyak mendapat perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak namun perlu juga diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh pemerintah maka terjadi pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum publik. Oleh karena itu, melalui intervensi pemerintah inilah terjadi pemasyarakatan hukum kontrak/perjanjian.

b. Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas


(33)

konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

c. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagao pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu


(34)

dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.

d. Asas Itikad Baik (good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.12

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPer menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini

5. Asas Kepribadian (personality)

12 JM.Van Dunne dan Van der Burght,Gr. Perbuatan Melawan Hukum, (Ujung Pandang; Dewan Kerja sama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, 19888), hlm 15


(35)

mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan:

“Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”

Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.

Disamping kelima asas yang telah diuraikan diatas, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman RI pada tanggal 17 – 19 Desember 1985 telah


(36)

berhasil dirumuskannya delapan asas hukum perikatan nasional.13

Perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari.

2. Asas Persamaan Hukum

Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.

3. Asas Kesimbangan

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

4. Asas Kepastian Hukum

13 Tim Naskah Akademis BPHN, “Naskah Akademis Lokakarya Hukum Perikatan,” (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1985)


(37)

5. Asas Moralitas

Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

6. Asas Kepatutan

Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.

7. Asas Kebiasaan

Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.

8. Asas Perlindungan

Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan


(38)

demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.

B. Syarat Sahnya Suatu Kontrak

Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu. Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang. Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;


(39)

Berikut penjelasannya, yaitu:

1. Berdasarkan kesepakatan para pihak

Kesepakatan merupakan faktor esensial yang menjiwai perjanjian, kesepakatan biasanya diekspresikan dengan kata “setuju” disertai pembubuhan tanda tangan sebagai bukti persetujuan atas segala hal yang tercantum dalam perjanjian. Dalam perjanjian suatu kesepakatan dinyatakan tidak sah, apabila kesepakatan yang dicapai tersebut terjadi karena kekhilafan atau dibuat dengan suatu tindakan pemaksaan atau penipuan.

2. Pihak-pihak dalam perjanjian harus cakap untuk membuat perjanjian

Setiap orang dan badan hukum (legal entity) adalah subjek hukum, namun KUHPerdata membatasi subjek hukum yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian. Untuk itu kita perlu mengetahui siapa saja yang menurut hukum tidak cakap atau tidak mempunyai kedudukan hukum untuk membuat perjanjian. Berikut adalah pihak-pihak yang tidak cakap secara hukum untuk membuat perjanjian:

1. Orang yang belum dewasa, yaitu orang yang belum berumur 21 tahun.

2. Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, misalnya: anak-anak, orang yang pikirannya kurang sehat atau mengalami gangguan mental.

3. Semua pihak yang menurut undang-undang yang berlaku tidak cakap atau dibatasi kecakapannya untuk membuat perjanjian, misalnya; istri dalam


(40)

melakukan perjanjian untuk transaksi-transaksi tertentu harus mendapatkan persetujuan suami.

3. Perjanjian menyepakati suatu hal

Hukum mewajibkan setiap perjanjian harus mengenai sesuatu hal sebagai objek dari perjanjian, misalnya tanah sebagai objek perjanjian jual beli.

4. Dibuat berdasarkan suatu sebab yang halal

Perjanjian menuntut adanya itikad baik dari para pihak dalam perjanjian, oleh karena itu perjanjian yang disebabkan oleh sesuatu yang tidak halal, misalnya karena paksaaan atau tipu muslihat tidak memenuhi syarat sebagai suatu perjanjian.

Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.

C. Jenis- jenis Kontrak

Dalam KUHPerdata dikenal beberapa jenis perikatan, namun yang dimaksud jenis- jenis perikatan dalam KUHPerdata tersebut pada dasarnya adalah jenis-jenis perjanjian atau jenis- jenis kontrak. Jenis- jenis kontrak yang dimaksud adalah kontrak yang bukan merupakan kontrak yang bersahaja atau kontrak yang dapat dilaksanakan dengan mudah karena para pihak hanya terdiri atas masing- masing satu orang dan objek kontaknya pun hanya satu macam,dan lain- lain yang


(41)

terkait dengan kontrak tersebut serba bersahaja. Kontrak yang tidak bersahaja yang dimaksud adalah sebagai berikut:14

Kontrak manasuka atau alternative ini mungkin jarang kita temui dalam praktik, tetapi hal ini dimungkinkan dalam hukum kontrak. Dalam hal terjadi kontrak manasuka ini, debitur diperkenankan untuk memilih salah satu dari beberapa pilihan yang ditentukan dalam kontrak. Hak untuk memilih dalam kontrak mana suka ini selalu dianggap diberikan kepada debitur, kecuali kalau secara tegas hak memilih tersebut diberikan kepada kreditor.

1. Kontrak Bersyarat

Kontrak bersyarat adalah kontrak yang digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa tersebut belum tentu akan terjadi.Kontrak bersyarat ini dapat dibagi dua yaitu kontrak dengan syarat tangguh dan kontrak dengan syarat batal.Suatu kontrak dengan syarat tangguh jika untuk lahirya kontrak tersebut digantungkan pada suatu peristiwa tertentu yang akan datang dan belum tentu akan terjadi sedangkan suatu kontrak disebut dengan syarta batal jika untuk batalnya atau berakhirnya kontrak tersebut digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan belum tentu akan terjadi.

2. Kontrak dengan ketetapan waktu

Berbeda dari kontrak bersyarat, kontrak dengan ketetapan waktu ini tidak menangguhkan terjadinya atau lahirnya kontrak, melainkan menangguhkan pelaksanaan kontrak.

3, Kontrak mana suka atau alternative


(42)

4. Kontrak Tanggung renteng atau tanggung menanggung

Suatu kontrak dikatakan tanggung menanggung jika dalam kontrak tersebut terdiri atas bebrapa orang kreditor, dan dalam kontrak tersebut secara tegas dinyatakan bahwa masing- masing kreditor berhak untuk menagih seluruh utang atau pembayaran seluruh utang kepada salah seorang kreditor akan membebaskan debitur pada kreditor . Dengan demikian, apabila debitur belum digugat di depan pengadilan, debitur baerhak memilih kepada siapa dia akan membayar utangnya.

5. Kontrak yang dapat dibagi dan tak dapat dibagi

Suatu kontrak digolongkan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi tergantung pada kontrak yang prestasinya berupa barang atau jasa yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi, baik secara nyata maupun secara perhitungan. Namun demikian, walaupun barang dan jasa tersebut sifatnya dapat dibagi,, suatu kontrak dianggap tidak dapat dibagi jika berdasarkan maksud kontrak penyerahan barang atau pelaksanaan jasa tersebut tidak dapat dibagi.

6. Kontrak dengan ancaman hukuman

Ancaman hukuman merupakan suatu klausul kontrak yang memberikan jaminan kepada kreditor bahwa debitur akan memenuhi prestasi, dan ketika debitur tidak memenuhi prestasi tersebut, debitur diwajibkan melakukan sesuatu atau menyerahkan sesuatu.

7. Kuasi kontrak

Dalam berbagai bacaan tentang hukum kontrak, dapat kita baca tentang istilah kuasi kontrak atau biasa juga disebut dengan kontrak tersamar


(43)

(implied contract), namun istilah tersebut tidak ditemukan dalam BW, maka untuk menganalisis apa sebenarnya kuasi kontrak tersebut,menurut Munir Fuadi adalah ” Tidak semua kontrak dapat terlihat dengan jelas adanya kata sepakat. Namun, sampai batas- batas tertentu bahkan suatu kontrak dianggap sudah terbentuk, sungguh pun kesepakatan kehendak tidak jelas- jelas kelihatan. Misalnya kesepakatan kehendak dalam jenis kontrak yang disebut dengan ” kontrak tersamar” (implied contract, quast contract). Kontrak tersamar ini diketemukan baik dalam tradisi hukum eropa kontinental, amupun dalam tradisi hukum anglo saxon.15

Pembuatan suatu Perjanjian sangat tergantung terhadap aspek bisnis yang diperjanjikan dalam Perjanjian, sehingga diperlukan pengetahuan yang memadai atas bisnis tersebut. Biasanya keuntungan yang ditawarkan oleh jenis bisnis tertentu menyebabkan pelaku bisnis tertarik untuk melakukan investasi atau kerjasama, namun tidak semua jenis bisnis dikuasai oleh para pelaku bisnis sehingga diperlukan orang yang menguasai bisnis tersebut yang dapat membantu para pelaku bisnis memahami seluk beluk bisnis dimaksud. Ada baiknya pelaku

D.Tahap Pembuatan Kontrak dan Struktur dari Sebuah Kontrak

Sebelum membuat Perjanjian sebaiknya terlebih dahulu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Penguasaan Terhadap Bisnis dalam Perjanjian


(44)

bisnis yang hendak melakukan Perjanjian bisnis meminta bantuan pihak yang mempunyai wawasan luas tentang bisnis tersebut.

2. Identifikasi Para Pihak

Suatu Perjanjian merupakan bentuk kesepakatan pihak-pihak yang melakukan perjanjian, sehingga dalam penyusunan perjanjian dituntut ketepatan penempatan pihak. Kesalahan penempatan pihak dalam Perjanjian akan berakibat tidak mengikatnya pihak yang dikehendaki sebagai pihak, misalkan apabila yang menjadi pihak dalam perjanjian adalah perseroan, maka hendaknya perjanjian ditandatangani oleh wakil perseroan menurut anggaran dasar, yaitu direksi sesuai dengan kewenangan direksi tersebut atau setidaktidaknya pihak yang menerima kuasa untuk melakukan Perjanjian tersebut;

Disamping aspek legal formal diatas, juga patut dipertimbangkan latar belakang kebudayaan serta kekuatan ekonomi serta aspek-aspek lain yang akan mempengaruhi isi perjanjian. Aspek-aspek tersebut akan menentukan materi dan teknik melakukan negosiasi atas materi-materi (hal-hal) yang akan menjadi bahan dalam perjanjian-perjanjian antara para pihak.

3. Penguasaan Regulasi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Perjanjian yang dibuat tergantung pada jenis bisnis yang diperjanjikan, karena itu regulasi yang berkaitan dengan Perjanjian juga tidak selalu sama. Penguasaan akan jenis bisnis dalam Perjanjian membawa pada tuntutan untuk menguasai regulasi yang berkaitan dengannya, sehingga perlu dipastikan bahwa apa yang diperjanjikan dalam Perjanjian telah disesuaikan dengan regulasi yang mengaturnya, mulai dari


(45)

regulasi besar sampai yang terkecilnya, mulai dari undang-undang sampai pada keputusan kepala instansi terkait. Kadangkala beberapa ketentuan dalam regulasi tidak menunjang aspek Perjanjian, maka perlu disepakati untuk dikesampingkan. Ketentuan-ketentuan dalam regulasi ada yang dapat dikesampingkan dan ada yang tidak, maka diperlukan pengenalan terhadap sifat-sifat dari ketentuan dalam regulasi terkait.

4. Penggunaan Tenaga Lain

Untuk memastikan suatu perjanjian dibuat dengan baik, maka sebaiknya pihak yang melakukan perjanjian meminta bantuan tenaga-tenaga profesional sesuai dengan aspek bisnis yang diperjanjikan. Bila meminta bantuan penasihat hukum, hendaknya penasihat hukum yang tidak hanya mengerti hukumnya tetapi juga yang mengerti bisnisnya, dan sedapat mungkin pada Perjanjian-Perjanjian yang sifatnya sangat khusus dilibatkan pihak-pihak yang ahli di bidangnya.

5. Praktek Kebiasaan Internasional atau Regional (lokal)

Apabila salah satu unsur dalam perjanjian tersebut melibatkan unsur internasional, maka memahami praktek-praktek kebiasaan internasional juga sebaiknya dimengerti. Namun apabila unsur lokal sangat menentukan dalam perjanjian tersebut, maka nilai-nilai lokal tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Unsur lokal atau internasional bisa pada subyek perjanjian atau obyek dari perjanjian yang akan dibuat.


(46)

1. Tahapan-Tahapan Perancangan Perjanjian

Suatu Perjanjian tidak terjadi begitu saja, tetapi setelah melalui tahapan-tahapan tertentu, maka kita perlu mengetahui tahapan-tahapan-tahapan-tahapan penyusunan hingga berakhirnya suatu Perjanjian sebagai berikut:16

16 Fajar Herbudi Arifianto Staff Legal PT WIRATMAN & Associates, Hukum Kontrak Dasar

a. Munculnya kesepakatan dasar diantara para pihak untuk membuat Perjanjian;

b. Negosiasi atas rancangan Perjanjian; c. Penandatanganan Perjanjian;

d. Penerapan Perjanjian; dan

e. Timbulnya perselisihan dalam Perjanjian. Berikut ini adalah ulasan atas tahapan-tahapan diatas

a. Munculnya kesepakatan diantara para pihak untuk membuat Perjanjian

Tahapan ini diawali melalui pembicaraan rencana pembuatan Perjanjian diantara pihak-pihak dengan saling menjajaki hal yang disepakati dalam bisnis sebelum menuangkannya dalam Perjanjian. Dalam bentuk formalnya penjajakan ini biasanya dituangkan dalam bentuk Letter of Intent (LoI) atau Memorandum of Understanding (MoU). Kesepakatan dalam LoI atau MoU belum merupakan sebuah kesepakatan Perjanjian, sehingga tidak mengikat tetapi menjadi garis-garis besar penyusunan Perjanjian.


(47)

Perjanjian memuat kepentingan para pihak dan karena kepentingan pihak-pihak yang telibat dalam Perjanjian berbeda, maka untuk mencapai kesepakatan perlu dilakukan persesuaian diantara kepentingan tersebut. Tahapan ini diwarnai dengan tawar menawar keinginan masing-masing pihak. Karena tidak semua kepentingan para pihak dapat disepakati, maka diperlukan kerelaan masing-masing pihak untuk tidak terlalu memaksakan hal-hal yang sifatnya hakiki dalam Perjanjian demi tercapainya kesepakatan. Tahapan ini merupakan tahapan paling alot dan kesempatan bagi para pihak untuk mengetahui sejauh mana posisi masing-masing kebutuhan dalam Perjanjian, hal-hal yang diprioritaskan, kelemahan-kelemahan rancangan Perjanjian, dan tidak jarang diselingi dengan penggunaaan kekuatan posisi untuk memaksa pihak lain menerima tawaran kepentingannya. Dengan demikian klausul-klausul rancangan Perjanjian bisa mengalami pengurangan dan/atau penambahan.

c. Penandatanganan Perjanjian

Hal-hal yang telah disepakati dalam negosiasi kemudian dituangkan dalam bentuk akhir Perjanjian untuk ditandatangani oleh para pihak. Sebelum Perjanjian ini ditandatangani, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pengecekan akhir, untuk memastikan hal-hal yang dimuat dalam Perjanjian merupakan hal-hal yang telah disepakati dalam tahapan perundingan, termasuk pengecekan terhadap pihak-pihak yang menandatangani Perjanjian.

d. Penerapan Perjanjian

Perjanjian yang telah ditandatangani merupakan undang-undang bagi para pihak, karena itu pelaksanaan Perjanjian tidak boleh keluar dari ha-hal yang telah


(48)

disepakati. Hal-hal yang belum diatur dalam Perjanjian hanya dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan Perjanjian, namun demikian sebaiknya dibicarakan terlebih dahulu diantara para pihak dan bila perlu dilakukan kesepakatan tambahan sepanjang Perjanjian mengijinkannya.

Untuk memastikan pelaksanaan Perjanjian sesuai kesepakatan, maka para pihak sepatutnya melakukan pengawasaan terhadap pelaksanaanya, demi mencegah terjadinya wanprestasi yang berpotensi timbulnya perselisihan diantara para pihak

e. Timbulnya Perselisihan Dalam Perjanjian

Kunci dari Perjanjian adalah kesepakatan dari para pihak. Perselisihan dalam Perjanjian muncul karena adanya penerapan Perjanjian yang bertentangan dengan kesepakatan dalam Perjanjian, atau tidak dipenuhinya hal-hal (prestasi) dalam Perjanjian, bahkan tidak jarang perselisihan muncul akibat bunyi klausula Perjanjian yang multitafsir dalam pelaksanannya yang disebabkan oleh penyusunan Perjanjian yang tidak matang dan terukur. Sama halnya dengan hakekat Perjanjian, maka hakekat penyelesaian perselisihan dalam Perjanjian adalah kesepakatan diantara para pihak, baik oleh kemauan sendiri maupun karena hasil putusan pihak atau badan yang disepakati untuk menyelesaikannya, sehingga dapat dikatakan pada dasarnya suatu perselisihan menimbulkan perik

Dalam membuat statu kontrak biasanya dilakukan dengan melalui beberapa tahap dimulai Sejas adanya pembicaraan awal para pihak ingá selesainya pelaksanaan kontrak. Walaupun tidak selamanya terjadi, tetapi kadang- kadang statu kontrak didahului oleh nota kesepahaman atau memorando of understanding


(49)

(MOU). Seteleh penandatanganan MOU (kalau ada), Selanjutnya dilakukan langkah- langkah atau tahap-tahap berikut.17

a. Pembuatan draft pertama b. pertukaran draft kontrak c. revisi

d. penyelesaian akhir e.penandatangan para pihak

Tidak semua kontrak tertulis harus melalui tahap tersebut diatas, karena dapat saja terjadi bahwa hanya satu pihak yang membuat draft kontrak kemudian diserahkan lepada pihak lain untuk mencermati apa-apa yang maíz perlu disepakati oleh pihak lanilla, kemudian diadakanlah perbaikan-perbaikan seperlunya ingá terjadi kesepakatan mengenai seluruh klausul yang terdapat dalam draft kontrak tersebut. Setelah itu para pihak menandatangani kontrak itu.

2. Struktur Dari Sebuah Kontrak

Dalam penulisan naskah kontrak di samping diperlukan kejelian dalam menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek hukum, dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Dalam penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan sistematis.


(50)

Walaupun tidak ditentukan suatu format baku di dalam perundang-undangan, dalam praktek biasanya penulisan kontrak bisnis mengikuti suatu pola umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak, sebagai berikut :

(1) Judul; (2) Pembukaan; (3) Pihak-pihak;

(4) Latar belakang kesepakatan (Recital); (5) Isi;

(6) Penutupan.

Apabila kita berbicara mengenai kontrak yang lebih rumit atau kontrak bisnis, pada dasarnya susunan bagian- bagian kontrak tetap dibagi atas bagian pendahuluan, bagian isi, dan penutup. Ketiga hal itu dapat diuraikan sebagai berikut.18

18 Ibid hal 127-128 dan Himahanto, Anatomi Kontrak Bisnis (modul III) a. Bagian Pendahuluan terdiri atas:

1. Sub bagian pembuka, memuat tiga hal berikut:

a) sebutan atau nama kontrak dan penyebutan selanjutnya (penyingkatan yang dilakukan)

b) tanggal kontrak yang dibuat dan ditandatangai c) tempat dibuat dan ditandatangai kontrak

2. Sub bagian pencantuman identitas para pihak, ada tiga hal yang perlu diperhatikan:


(51)

b) orang yang menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai apa. c) pendefinisian pihak- pihak yang terlibat dalam kontrak.

3. Sub bagian penjelasan

Pada bagian ini diberikan penjelasan mengapa para pihak mengadakan kontrak (sering disebut bagian premis)

b. Bagian isi, terdiri atas sebagai berikut:

1. Klausul definisi

Klausul definisi ini biasanya memuat berbagai definisi untuk keperluan kontrak. Definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat menyimpang dari pengertian umum. Klausul definisi penting dalam rangka mendefinisikan klausul- klausul selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan.

2. Klausul transaksi

Klausul transaksi adalah klausul- klausul yang berisi tentang transaksi yang dilakukan. Misalnya dalam jual beli aset, harus diatur tentang objek yang akan dibeli dan pembayarannya.

3) Klausul spesifik

Klausuk spesifik mengatur tentang hal- hal yang spesifik dalam suatu transaksi.

4) Klausul ketentuan umum

Klausul ketentuan umum merupakan klausul yang sering kali dijumpai dalam berbagai kontrak dagang maupun kontrak lainnya.Kontrak ini mengatur tentang domisili hukum, penyelesaian sengketa ,pilihan hukum, pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian, dan lain-lain.


(52)

c. Bagian Penutup terdiri atas:

1. Sub bagian kata penutup

Sub bagian ini biasanya menerangkan bahwa perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak- pihak yang memiliki kapasitas untuk itu, atau para pihak menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat dengan isi kontrak.

2. Sub bagian penempatan ruang tanda tangan

Sub bagian ini merupakan tempat pihak- pihak menandatangani perjanjian atau kontrak dengan menyebut nama pihak yang terlibat dalam kontrak,nama jelas orang menandatangani dan jabatan dari orang yang menandatangani.

Menurut UU No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi pasal 22 ayat (2) kontrak minimal harus terdiri atas:19

11. Keadaan memaksa 1. Para pihak

2. Rumusan pekerjaan 3. Nilai pekerjaan

4. Masa pertanggungan/pemeliharaan 5. Tenaga ahli

6. Hak dan kewajiban 7. Cara pembayaran 8. Cedera janji

9. Penyelesaian perselisihan 10. Pemutusan kontrak kerja


(53)

12. Perlindungan pekerja 13. Aspek lingkungan


(54)

BAB III

KONTRAK DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA

A. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa

Proses pengadaan barang ataupun jasa dalam institusi pemerintah tidak semudah pengadaan di institusi swasta. Seluruh pengadaan barang yang pembiayaannya melalui APBN/APBD, baik sebagian atau keseluruhan, harus mengacu kepada aturan yang berlaku 20

1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam proses pengadaan ini, diantaranya:

2. Penyedia barang/jasa, adalah badan usaha atau perseorangan yang menyediakan barang/jasa

3. Barang, adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, bahan setengah jadi, barang jadi/peralatan yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa

4. Khusus jasa, terbagi atas 3 jenis, yaitu Jasa Pemborongan, Jasa Konsultasi dan Jasa lainnya

APBN merupakan sumber pembiayaan pembangunan yang paling dominan yang dapat mencakup keseimbangan alokasi dan distribusi sumber daya yang langka keseluruh wilayah negara. Sejak tahun 1980 mulai dilakukan


(55)

pengaturan mengenai pelaksanaan APBN dengan suatu Keputusan Presiden dimulai dengan Keppres no. 14/1980 dan kemudian disempurnakan beberapa kali hingga sampai Keppres no. 29/1984 yang merupakan Keppres yang paling lama bertahan dan disempurnakan kembali dengan Keppres no. 16/1994, disempurnakan kembali dengan Keppres no. 18/2000 dan terakhir Keppres no. 80/2003 yang diterbitkan tanggal 3 November 2003 dan selanjutnya diikuti dengan Keputusan Menteri Kimpraswil no. 339/2003 yang diterbitkan tanggal 31 Desember 2003 sebagai Petunjuk Pelaksanaannya dalam Jasa Konstruksi.

Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan

barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa;

Keppres no. 80/2003 sendiri hingga saat ini telah di adendum sebanyak empat kali, yang terakhir dengan Peraturan Pemerintah no 95 tahun 2007. Maksud dikeluarkannya Pepres tersebut adalah untuk mengatur pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari APBN/APBD sesuai dengan tugas, fungsi, hak dan kewajiban serta peranan masing-masing pihak dalam pengadaan barang/jasa instansi pemerintah. Tujuannya adalah agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD diperoleh barang/jasa yang dibutuhkan instansi pemerintah dalam jumlah yang cukup, dengan kualitas dan harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, akuntabel.


(56)

Keppres juga mengatur dalam pasal tersendiri (Pasal 5) tentang etika pengadaan yang harus dipatuhi oleh pengguna barang /jasa, penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait dalam pelaksanaan meliputi :

(i) melaksanakan tugas secara tertib disertai rasa tanggung jawab, (ii) bekerja secara profesional dan mandiri atas dasar kejujuran,

(iii) tidak saling mempengaruhi langsung / tidak langsung untuk mencegah persaingan tidak sehat,

(iv) menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan sesuai kesepakatan para pihak,

(v) menghindari dan mencegah terjadinya kepentingan para pihak langsung/tidak langsung (conflict of interest),

(vi) menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran, (vii) menghindari dan mencegah penyalah gunaan wewenang dan / atau kolusi yang secara langsung/tidak langsung merugikan negara,

(viii) tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.

Ruang lingkup yang diatur dalam Keppres no. 80/2003 meliputi pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya :


(57)

(ii) dibiayai dari Pinjaman / Hibah Luar Negeri (PHLN) yang sesuai atau yang tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah bersangkutan,

(iii) untuk investasi dilingkungan BI, BHMN, BUMN, BUMD dibebankan kepada APBN. Keppres no. 80/2003 juga mengatur bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dari dana APBN, apabila ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri / Pemimpin Lembaga / Panglima TNI / Kapolri / Direksi BI / Pemimpin BHMN / Direksi BUMN dan Peraturan Daerah / Keputusan Kepala Daerah yang mengatur pengadaan barang / pemerintah yang dibiayai dari dana APBD,7 semuanya harus tetap berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Keppres

.

Perencanaan Pengadaan adalah tahap awal dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang peranannya sangat stratejik dan menentukan. Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan secara rinci mengenai target, waktu, mutu, biaya, dan manfaat dari paket-paket pengadaan barang & jasa untuk keperluan pemerintah, yang dibiayai dari dana APBN maupun Bantuan Luar Negeri

B. Cara-cara Menjadi Peserta Pengadaan Barang Dan Jasa dilihat dari Kitab Undang- Undang Hukum Perdata

Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang- undang untuk melakukan kontrak. Pihak- pihak dalam kontrak ini dapat berupa orang


(58)

perorangan atau badan usaha yang bukan badan hukum atau badan hukum. Dalam melakukan kontrak, pihak- pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut dapat bertindak untuk kepentingan dan atas namanya sendiri, namun dapat pula bertindak atas nama sendiri, namun untuk kepentingan orang lain bahkan dapat bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.

1. Subjek Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa

Dalam dunia hukum perikatan orang (person) berarti pembawa hak, yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dan disebut sebagai subjek hukum. Dewasa ini subjek hukum itu terdiri dari:

a. Manusia

Sekarang boleh dikatakan tiap manusia baik warga negara ataupun orang asing dengan tidak memandang agama atau kebudayaannya adalah subjek hukum. Sebagai subjek hukum, sebagai pembawa hak, manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan sesuatu tindakan hukum, ia dapat mengadakan persetujuan- persetujuan untuk menikah, membuat wasiat dan sebagainya.

Berlakunya manusia itu sebagai pembawa hak, mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia, malah seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir) jika kepentingannya memerlukannya (untuk menjadi ahli waris)

Walaupun menurut hukum, setiap orang tiada terkecuali dapat memiliki hak- hak akan tetapi didalam hukum tidaklah semua orang diperbolehkan sendiri didalam melaksanakan hak-haknya itu.


(59)

b. Badan Hukum

Disamping manusia pribadi sebagai pembawa hak, terdapat pula badan- badan (kumpulan manusia) yang oleh hukum diberi status ”persoon” yang mempunyai hak dan kewajiban. Seperti manusia, yang disebut ”badan hukum”. Badan hukum sebagai pembawa hak tidak berjiwa dapat melalukan persetujuan- persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota- anggotanya. Bedanya , dengan manusia ialah bahwa badan hukum itu dapat dihukum penjara (kecuali hukuman denda)

Adapun badan hukum itu bermacam- macam bentuknya:

a. Badan Hukum Publik, yaitu Negara, daerah swatantra Tingkat 1 dan 1, kotamadya.Kotapraja,desa

b. Badan Hukum Perdata, yang dapat dibagi dalam:

1). Badan hukum (perdata) Eropa, seperti Perseroan terbatas, Yayasan. 2). Badan Hukum Indonesia seperti: Gereja Indonesia, mesjid,

wakaf,koperasi Indonesia.

Dalam menjalankan peranannya di lalu lintas hukum, badan hukum ini dianggap sama dengan subjek hukum manusia yaitu dengan perantaraan pengurusnya badan hukum dapat menggugat atau digugat dimuka hakim.

2. Obyek Perjanjian

Jika dapat kita jelaskan, yang dimaksud dengan obyek adalah hal yang diperlakukan oleh subyek. Subyek dalam perjanjian, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah para pihak dalam perjanjian. Sedangkan onyek tentu saja berupa suatu ” hal” yang penting yang harus dilakukan atau ” terkena” perlakuan


(60)

para pihak dalam perjanjian sehubungan dengan tujuan untuk apa dibuat perjanjian tersebut.

Jadi dengan kata lain Obyek suatu perjanjian adalah hal yang diwajibkan kepada pihak yang berkewajiban (debitur)dan hal mana pihak yang berhak (kreditur) mempunyai hak.

Dalam kitab Undang- Undang Hukum Perdata ditentukan beberapa syarat tertentu agar suatu hal dapat menjadi obyek perjanjian, yaitu:21

3. Pasal 1334 ayat 1 mengatakan: ”Barang- barang yang abru akan ada dikemudian hari dapat juga menjadi pokok persetujuan”.Istilah ”belum ada” dapat bearti mutlak seperti misalnya orang menjual beras dimana padinya belum

1. Pasal 1332 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata mengatakan :” Hanya barang- barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.” Pasal ini biasanya ditafsirkan bahwa benda- benda yang dipergunakan untuk kepentingan umum adalah termasuk benda-benda diluar perdagangan seperti misalnya: jalan,pantai, sungai, pelabuhan, dan lain- lain.

2. Pasal 1333 Kitab Undang- Undang Hukum perdata menyatakan: ”Suatu persetujuan harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah tersebut terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.

Jadi untuk menjadi obyek perjanjian benda tersebut harus tertentu paling tidak diketahui jenisnya,Mengenai jumlah tidak perlu ditentukan terlebih dahulu asal ada kemungkinan untuk ditentukan kemudian.

21


(61)

ditanam, tetapi dapat berarti tidak mutlak seperti misalnya orang menjual beras yang memang sudah berwujud beras tetapi masih menjadi milik orang lain.

Kemudian Obyek perjanjian selain berupa benda atau barang dapat pula berupa bukan benda seperti misalnya perjanjian pemborongan pekerjaan dalam pengadaan barang dan jasa, obyek dalam perjanjian pemborongan untuk melakukan pekerjaan adalah bukan suatu benda meskipun secara tidak langsung perjanjian ini menyangkut sesuatu benda yaitu benda yang dihasilkan dari pekerjaan yang diborongkan, Obyek dalam perjanjian yang dapat berupa suatu barang menurut Keputusan Presiden no 80 tahun 2003.

Jadi objek perjanjian pemborongan pekerjaan adalah bukan suatu benda melainkan merupakan suatu unsur dari suatu perjanjian. Dalam suatu perjanjian harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian) dan pekerjaan itu haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja. Secara umum yang dimaksud dengan pekerjaan adalah segala perbuatan yang harus dilakukan oleh pekerja untuk kepentingan perusahaan sesuai isi perjanjian kerja. Unsur yang kedua yang harus ada dalam setiap hubungan kerja adalah adanya upah. Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetatpkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarga atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah dilakukan.


(1)

barang/jasa di Dinas Perikanan dan Kelauatan Sumatera Utara, selanjutnya dihubungkan dengan syarat-syarat sahnya perjanjian seperti diatur oleh Pasal 1320 KUHPerdata, maka dapat disimpulkan bahwa dalam kontrak/perjanjian pengadaan barang/jasa telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, karena di dalamnya secara jelas telah mengandung unsur adanya kesepakatan para pihak, yaitu antara pihak Pejabat Pembuat Komitmen (sebagai yang mewakili instansi dan yang memiliki pekerjaan) yaitu Ir. Yoseph Siswanto Sebagai Pengguna Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara APBD Tahun anggaran 2009 dan pihak Penyedia Barang/Jasa yaitu Bambang Suarso,SE Sebagai Direktur C.V.BIMA PUTRA PERKASA, dimana para pihak tersebut jelas mempunyai kapasitas untuk melakukan perbuatan hukum karena telah memenuhi kualifikasi sebagaimana ditentukan undang-undang (untuk syarat kecakapan untuk membuat perjanjian).

Sedangkan untuk syarat obyektifpun telah memenuhi, dimana mengenai obyek perjanjiannya secara jelas dan tegas dinyatakan dalam judul setiap dokumen pengadaan, juga dalam pencantuman nama maupun lingkup pekerjaan, serta isi perjanjiannyapun telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga dalam hal ini jelas tidak ada pelanggaran undang-undang, ketertiban umum, maupun kesusilaan sebagaimana disyaratkan dalam syarat adanya suatu sebab (causa) yang halal.

3. Apabila kontrak tersebut bermasalah maka langka awal yang ditempuh oleh pihak- pihak dalam pengadaan barang dan jasa adalah dengan jalan musyawarah (kekeluargaan), apabila menemui kata sepakat maka para pihak akan


(2)

melakukan addendum (perubahan) terhadap isi dari kontrak tersebut sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.Apabila tidak menemui kesepakatan maka akan ditempuh penyelesaian melalui litigasi dan non litigasi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas maka disarankan hal-hal sebagai berikut :

1) Pasal- pasal didalam kontrak haruslah diuraikan secara jelas dan tegas apa yang dimaksud dan diinginkan oleh para pihak. Sehingga kontrak tersebut tidak menimbulkan penafsiran ganda karena adanya isi kontrak yang rancu.

2) Bagi para pihak yang akan membuat atau mengadakan suatu perjanjian/kontrak hendaklah terlebih dahulu memahami dan mengerti mengenai dasar-dasar suatu perjanjian, terlebih lagi mengenai asas-asas yang berlaku dalam berkontrak sebelum menandatangani perjanjian/kontrak tersebut sehingga dapat terhindari hal-hal yang tidak diinginkan dan terlaksananya tujuan melakukan kontrak. Sangat disarankan pula bagi para pihak minimal membaca dan mengerti akan kontrak yang akan ditandatanganinya sehingga jelas akan hak dan kewajiban kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam berkontrak. Umumnya hal ini ditujukan kepada pihak tertentu yang memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah.


(3)

3) Para pelaksana pengadaan barang/jasa yang belum memiliki Sertifikat Ahli Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Panitia / Pejabat Pengadaan) mutlak diperlukan upaya peningkatan pemahaman atas Keppres Nomor 80 Tahun 2003 beserta semua perubahannya terakhir dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2007 melalui diklat-diklat dengan sasaran lulus dalam ujian sertifikasi ahli pengadaan yang merupakan persyaratan mutlak bagi pelaksana pengadaan (berlaku mulai 1 Januari 2008)


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustinus Dawarja, S.H. & Aksioma Lase, S.H. PERJANJIAN - Pengertian Pokok dan Teknik Perancangannya July 17th 2007.

Abdul Muis,SH, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum,cet I.Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,Medan,1990

Budiono Kusumohamidjojo,Panduan Merancang Kontrak, Jakarta,PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,2001

Dr.Ahmadi Miru, SH.MS, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak,Jakarta,Raja Grafindo Persada,2008

Djumialdji,S.H. Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, Jakarta,PT Rhineka Cipta,1996

Fajar Herbudi Arifianto S.H, Staff Legal PT WIRATMAN & Associates, Hukum Kontrak Dasar

Hardijan Rusli, SH, “Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law,” Cet. Kedua, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996)

JM.Van Dunne dan Van der Burght,Gr. Perbuatan Melawan Hukum, Ujung Pandang; Dewan Kerja sama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, 19888.

Komar Kantaantmadja, Beberapa Hal tentang Arbitrase, makalah pada Penataran Hukum Ekonomi Internasional, Fakultas Hukum UNPAD, 1989.

Komar Kantaatmadja, Beberapa Masalah dalam Penerapan ADR di Indonesia, Makalah pada Pelatihan Kepengacaraan Penanganan Sengketa Bisnis melalui Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa, SMFH Unpad, Bandung, 1997.


(5)

Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,1985 Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, “Mengenal Hukum: Suatu Pengantar,” Cet.

Kedua, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1999),

Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata=Burgerlijk Wetboek (terjemahan),” Cet. 28, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1996)

Said Andri,Sekretaris Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara.

Subekti, Prof. Kitab Undang Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek dengan Tambahan UU Pokok Agraria dan UU Perkawinan. Pradnya Paramita.Jakarta Cetakan ke 30. 2003.

Salim H.S. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan. Sinar Grafika:Jakarta. Cetakan Keempat; November 2006

Salim H.S. Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHPerdata buku satu Jakarta,PT Raja Grafindo Persada,2007

Satrio., J., S.H., Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Undang- Undang, Bagian Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, 1993

Setiawan, S.H., R., Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung, Putra Abardin,1977 Soerjono Soekanto, S.H., M.A., Prof., Dr., Pengantar Penelitian Hukum,

Jakarta, UI - Press, 1986

Tim Naskah Akademis BPHN, “Naskah Akademis Lokakarya Hukum Perikatan,” (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1985)

Yahya Harahap, Alternative Dispute Resolution, BNHN, Jakarta.


(6)

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4330), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah .3.Undang-Undang No 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. 2000. Harvarindo.