Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya Tata Ruang Kabupaten Dairi

(1)

Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas

Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

DISUSUN OLEH

O L E H

EVI SRI LUMBAN GAOL

NIM : 11092103O

FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK

UNVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 3


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DA ILMU POITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : Nama : Evi Sri Lumban Gaol

Nim : 110921030

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya Tata Ruang Kabupaten Dairi

Medan, Juli 2013

Ketua Departemen Ilmu Adminitrasi Negara Dosen Pembimbing

Drs. M. Husni Thamrin Nasution, Msi Drs. M. Husni Thamrin, Msi Nip. 196401081991021001 Nip. 196401081991021001

Dekan,

FISIP USU MEDAN

Prof.Dr.Badaruddin, M.S i Nip. 196805261992031002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PENGESAAAN

Skripsi ini tela dipertaankan di depan Panitia Penguji Skrisi Departemen Ilmu Admnistrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik, Universitas Sumatera Utara, oleh

Nama : Evi Sri Lumban Gaol

Nim : 110921030

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya Tata Ruang Kabupaten Dairi

Yang dilaksanakan pada : Hari : Senin

Tanggal : 22 July 2013 Pukul : 10.00 WIB

Tempat : Ruang Sidang Ujian Meja Hijau FISIP USU Tim Penguji

Ketua Penguji : Drs.Kariono,Msi ( ) Nip. 196401081991021001

Penguji I : Drs. M. Husni Thamrin, Msi ( ) Nip. 196401081991021001

Penguji II : Drs. Arifin, Msi ( ) Nip .19600420198031002


(4)

ABSTRAKSI

Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi.

Nama : Evi Sri Lumban Gaol Nim : 110921030

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa. Era keterbukaan dengan adanya demokrasi memungkinkan semua pihak baik masyarakat, aparat hukum, maupun antar instansi pemerintah sendiri saling mengawasi dan memberikan kritik. Sehingga setiap pejabat pengadaan Barang dan Jasa harus benar-benar teliti dalam setiap pekerjaannya. Permasalahan dalam pengadaan Barang dan Jasa pemerintah tidak akan terjadi apabila para pelaksana memahami dan melaksanakan sepenuhnya prinsip dasar pengadaan Barang dan Jasa yang ditetapkan dalam perpres.

Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presidententang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikanpedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang dan Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik pada Dinas Cipta karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, unit analis yang terdiri dari informan kunci yaitu Ketua Panitia pengadaan barang dan jasa, sedangkan informan tambahan adalah anggota panitia pengadaan barang dan jasa.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi ini telah terlaksana dengan baik sesuai dengan perpres 54 Tahun 2010, Walaupun masih terdapat beberapa kendala di beberapa hal.


(5)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata ruang Kabupaten Dairi”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini, baik dalam tata bahasa maupun ruang lingkup pembahsannya. Oleh sebab itu penulis mengharapkan adanya kritik ataupun saran serta masukan yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan skripsi ini.

Dalam masa perkuliahaan tentunya ada banyak kenangan dan juga kesan yang tak terlupakan, oleh sebab itu penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan kesempatan, bantuan dan bimbingan maupun petunjuk ataupun nasihat kepada penulis terutama kepada:

1. Terima kasih kepada Dekan FSIP USU Prof. Dr. Badaruddin, MSi.

2. Terima kasih kepada Bapak Ketua Departemen Administrasi Negara yang juga sebagai Dosen Pembimbing penulis, Bapak Drs. M, Husni Thamrin Nasution, MSi, yang telah membimbing saya dari awal perkuliahan hingga saya mengakhiri kuliah saya di Departemen Administrasi Negara.


(6)

3. Terimakasih kepada Dra. Elita Dewi, M.Sp sebagai Sekretaris Departemen Administrasi Negara.

4. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen di Departemen Administrasi Negara yang saya cintai dan saya hormati yang tidak bisa diuraikan satu persatu. Dan juga untuk para administratur yang ada di Departemen AN yang telah membantu proses kelancaran administrasi, saya ucapkan terima kasih banyak atas jasa dan bantuan yang telah diberikan.

5. Terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan materil yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Terima kasih kepada sahabat ku hanna jerango dan kak nany jerango yang selalu mendukung sekaligus merusak di dalam mengerjakan skripsi ini.

7. Buat seseorang yang jauh, terima kasih karena secara tidak langsung telah memotivasi penulis.

8. Terima kasih untuk instansi tempat penulis melakukan penelitian di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi terutama kepada Bapak Frianto p naibaho S.T.

9. Terima kash juga kepada keluarga besar ku kakak, abang dan adik ku.

10.Terima kasih juga kepada teman-teman satu angkat Administrasi Negara 2011, buat semua nya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih buat semua kebersamaan dan canda tawa nya. Semoga kedepannya kita semua sukses dalam menggapai cita-cita.


(7)

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik semua yang telah membantu penulis dalam dalam penyusunan skripsi ini mendapatkan balasan darri TUHAN YESUS.

Tak lupa penulis juga meminta maaf kepada semuanya apabila ada perkataan maupun perbuatan penulis yang perna menyinggung perasaan dan segala hal yang tidak berkenan dihati. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khusunya dan bagi pembaca umumnya

Medan, Juli 2013 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Kerangka Teori ... 5

1.5.1. Kebijakan Publik ... 5

1.5.1.2. Tahap-tahap kebijakan publik ... 9

1.5.2. Implementasi Kebijakan Publik ... 11

1.5.2.1. Pengertian implentasi kebijakan ... 11

1.5.2.2. Model-model Implentasi Kebijakan ... 12


(9)

1.5.3.1. Pengertian Barang dan Jasa ... 20

1.5.3.2. proses pengadaan Barang dan Jasa ... 20

1.5.3.3. Perda Yang Mengatur Pengadaan barang dan jasa ... 25

1.6. Hipotesis ... 29

1.7. Defenisi konsep ... 30

1.8. Defenisi Operasional ... 31

1.9. Sistematika Penulisan ... 32

BAB 2 METODE PENELITIAN ... 34

2.1. Bentuk Penelitian ... 34

2.2. Lokasi Penelitian ... 34

2.3. Informan Penelitian ... 34

2.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 35

2.5. Tehnik Analisa Data ... 36

BAB 3 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 38

3.1.Sejarah Singkat Dinas Pekerjaan Umum Dinas Cipta Karta Dan Tata Ruang ... 38


(10)

3.2. Logo Dinas Cipta karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi ... 39

3.3. Fungsi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi ... 42

3.3.1 Fungsi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi Dalam Pelayanan Umum Bidang Kecipta Karyaan ... 42

3.4 Uraian Tugas Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya ... 46

3.5 Visi dan Misi Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya ... 48

3.6 Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kab. Dairi ... 50

BAB 4 PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA ... 53

4.1. Hasil Pengumpulan Data ... 54

4.2. Pelaksanaan wawancara ... . 54

4.3. Hasil Wawancara ... . 55

4.3.1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan ... . 55

4.3.2 Sumber-sumber Kebijakan ... 56

4.3.3. Komunikasi Antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksana ... 56

4.3.4. Karakteristik Agen Pelaksana ... 58


(11)

4.3.6. Disposisi Implementor ... . 59

BAB 5 PENUTUP ... . 61

5.1 Kesimpulan ... 61


(12)

ABSTRAKSI

Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi.

Nama : Evi Sri Lumban Gaol Nim : 110921030

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa. Era keterbukaan dengan adanya demokrasi memungkinkan semua pihak baik masyarakat, aparat hukum, maupun antar instansi pemerintah sendiri saling mengawasi dan memberikan kritik. Sehingga setiap pejabat pengadaan Barang dan Jasa harus benar-benar teliti dalam setiap pekerjaannya. Permasalahan dalam pengadaan Barang dan Jasa pemerintah tidak akan terjadi apabila para pelaksana memahami dan melaksanakan sepenuhnya prinsip dasar pengadaan Barang dan Jasa yang ditetapkan dalam perpres.

Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presidententang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikanpedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang dan Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik pada Dinas Cipta karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, unit analis yang terdiri dari informan kunci yaitu Ketua Panitia pengadaan barang dan jasa, sedangkan informan tambahan adalah anggota panitia pengadaan barang dan jasa.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi ini telah terlaksana dengan baik sesuai dengan perpres 54 Tahun 2010, Walaupun masih terdapat beberapa kendala di beberapa hal.


(13)

ABSTRAKSI

Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi.

Nama : Evi Sri Lumban Gaol Nim : 110921030

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa. Era keterbukaan dengan adanya demokrasi memungkinkan semua pihak baik masyarakat, aparat hukum, maupun antar instansi pemerintah sendiri saling mengawasi dan memberikan kritik. Sehingga setiap pejabat pengadaan Barang dan Jasa harus benar-benar teliti dalam setiap pekerjaannya. Permasalahan dalam pengadaan Barang dan Jasa pemerintah tidak akan terjadi apabila para pelaksana memahami dan melaksanakan sepenuhnya prinsip dasar pengadaan Barang dan Jasa yang ditetapkan dalam perpres.

Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presidententang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikanpedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang dan Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik pada Dinas Cipta karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, unit analis yang terdiri dari informan kunci yaitu Ketua Panitia pengadaan barang dan jasa, sedangkan informan tambahan adalah anggota panitia pengadaan barang dan jasa.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi ini telah terlaksana dengan baik sesuai dengan perpres 54 Tahun 2010, Walaupun masih terdapat beberapa kendala di beberapa hal.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa.Pengadaan Barang dan Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presidententang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikanpedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang dan Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik.Pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah dalamPeraturan Presiden ini diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yangkondusif, efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan APBN/APBD. Selainitu Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang berpedoman pada Peraturan Presiden ini ditujukan untuk meningkatkan keberpihakan terhadap industri nasional dan usaha. Mengenai pelaksanaan pengadaan Barang dan Jasa yang dilakukan pemerintah ternyata sering dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku karena tidak adanya undang-undang yang memberikan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur negara sehingga pelaksanaan pengadaan Barang dan


(15)

Jasa menimbulkan keresahan di masyarakat. Bahkan tak jarang melanggar hukum sehingga aparat pemerintah harus berurusan dengan pihak yang berwajib. Dari hasil survey lapangan yang dilakukan oleh forum gerakan reformasi (FGR) Dairi yang terdiri dari cendekiawan dan pemuda pemudi Dairi, mendugapenyelenggaraan pemerintah kabupaten Dairi, sarat dengan tindakan penyalah gunaan fungsi dan tugas. Sehingga banyak kebijakan pemerintah Dairi tidak tepat guna, dan pemborosan anggaran, Sehingga upaya dalam percepatan pembangunan untuk mensejahterakan rakyat terhambat. Dari dugaan penyalahgunaan fungsi dan pengawasan Inspektorat tersebut, FGR Dairi itu juga mengungkapkan, bahwa pelaksanaan penggunaan anggaran dari Tahun 2009 sampai Tahun 2010, dan 2011, banyak terjadi penyimpangan, kecurangan, dan praktik korupsi diantaranya, pengadaan barang dan jasa di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi (sumber Dairi pers Rabu, 14 November 2012)

Dalam pengaduan FGR Dairi yang dilakukan secara tertulis, dan juga melampirkan sejumlah bukti – bukti hasil temuan BPK – RI, dan hasil penelitian dari FGR juga menuding, bahwa pelaksanaan proyek, pengadaan barang dan jasa di seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Dairi, tidak sesuai dengan kontrak kerja , dan spesifikasi masing-masing proyek atau kegiatan. Dengan demikian FGR Dairi meminta agar pihak Kejaksaan Negeri Sidikalang, menindak lanjuti tindakan korupsi oknum Pemkab Dairi itu, sesuai dengan hasil audit, dan temuan BPK – RI, meninjau kembali hasil tugas pengawasan yang dilakukan Inspektorat Dairi dari Tahun 2009 -


(16)

2011 untuk ditindaklanjuti ke jalur hukum (sumber Dairi pers Rabu, 14 November 2012)

Era keterbukaan dengan adanya demokrasi memungkinkan semua pihak baik masyarakat, aparat hukum, maupun antar instansi pemerintah sendiri saling mengawasi dan memberikan kritik. Sehingga setiap pejabat pengadaan Barang dan Jasa harus benar-benar teliti dalam setiap pekerjaannya. Permasalahan dalam pengadaan Barang dan Jasa pemerintah tidak akan terjadi apabila para pelaksana memahami dan melaksanakan sepenuhnya prinsip dasar pengadaan Barang dan Jasa yang ditetapkan dalam perpres.Berikut ini disajikan contoh-contoh penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa yang sering terjadi pada :

1. Perencanaan Pengadaan 2. Pembentukan Panitia 3. Prakualifikasi Perusahaan

4. Penyusunan Dokumen Pemilihan 5. Pengumuman Lelang

6. Pengambilan Dokumen Pemilihan 7. Penyusunan HPS

8. Rapat Penjelasan

9. Penyerahan dan Pembukaan Penawaran 10. Evaluasi Penawaran

11. Pengumuman Calon Pemenang 12. Sanggahan Peserta Lelang


(17)

13. Penunjukan Pemenang Lelang 14. Penandatangan Kontrak 15. Penyerahan Barang.

Belum cukup 1 (satu) tahun sejak dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, pada tanggal 30 Juni 2011 Pemerintah telah mengeluarkan Perubahan Perpres 54 Tahun 2010 dalam bentuk Perpres 35 Tahun 2011 dan kini telah dikeluarkan perpres 70 Tahun 2012. Dalam perubahan perpres ini ada salah satu alasan yang mendasari perubahan perpres tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana implementasi pengadaan barang dan jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan perpres atau sudah sesuai dengan visi dan misi dinas pekerjaan umum.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah timbul karena adanya tantangan adanya kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap suatu kegiatan, adanya penghalang dan rintangan, adanya celah, baik antara atasan dan bawahan. Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah itu, atau sedikit-sedikitnya menutupi celah yang terjadi.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Dairi”


(18)

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki suatu tujuan penelitian. Tujuan penelitian merupakan suatu peryataan atau statemen tentang apa yang ingin kita cari atau ingin kita tentukan. Dalam hai ini yang menjadi tujuan penelitian adalah untuk melihat bagaimana Implementasi pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Kabupaten Dairi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah;

1. Secara praktis, untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan berpikir dalam pembuatan karya tulis ilmiah.

2. Secara praktis, sebagai masukan atau sumbangan pemikiran bagi badan maupun instansi yang terkait.

3. Secara akademis, sebagai bahan masukan ataupun bahan perbandingan bagi orang-orang yang belum mengetahui implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa.

1.5 Kerangka Teori

Untuk mempermudah penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan sebagai pedoman menjelaskan masalah yang sedang disorot, pedoman tersebut disebut dengan kerangka teori.

Menurut Setiawan Djuharie, telaah kepustakaan berisi tentang hasil telaah terhadap teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Telah ini bias dalam arti membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan masing-masing dalam masalah yang sedang diteliti, dan pada ahirnya menyatakan posisi atau


(19)

pendirian peneliti disertai dengan alasan-alasan nya. Telaah ini diperlukan karena tidak ada penelitian empirik tanpa di dahului telaah kepustakaan.

I.5.1 Kebijakan Publik

Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang pemimpin. Menurut Anderson, kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang di tetapkan oleh seseorang dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan.

Menurut Chandler dan piano (dalam Tangkilisan;2003), kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya dan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dan kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Robert Eyestone mengatakan bahwa secara luas kebijakan publik dapat di defenisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungan nya. Dan Thomas R,Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan.

Sedangkan Anderson (1975) memberikan defenisi kebijakan publik sebagai kebijakan–kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah:

1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.


(20)

2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Sedangkan menurut woll, kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanakan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah, yaitu:

1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan politik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.

2. Adanya dampak kebijakan yang merupakan elit pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

3. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran,


(21)

pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Istilah kebijakan publik sesungguhnya dipergunakan dalam pengertian yang berbeda-beda. Jones (1977) memandang kebijakan publik sebagai suatu kelanjutan kegiatan pemerintah dimasa lalu dengan hanya mengubahnya sedikit demi sedikit. Prinsip-prinsip pendekatan Jones tersebut adalah sebagai berikut;

A. Kejadian-kejadian dalam masyarakat diinterpretasi dengan cara yang berbeda oleh organisasi yang berbeda dan dalam waktu yang berbeda.

B. Banyak masalah yang timbul karena adanya peristiwa yang sama.

C. Ada berbagi tindakan atau tahapan yang harus dilalui kelompok penekan untuk memasuki proses kebijakan yang ada.

D. Tidak semua masalah-masalah publik menjadi agenda pemerintah.

E. Banyak juga kepentingan elit yang diangkat menjadi isu kebijakan dalam pemerintahan.

F. Banyak masalah-masalah tidak dipecahkan oleh pemerintah, baik sengaja maupun tidak disengaja.

G. Pembuat kebijakan tidak berhadapan dengan kelompok yang ada dimasyarakat.

H. Banyak pengambilan keputusan didasarkan pada informasi dan komunikasi yang kurang akurat.

I. Kebijakan yang dibuat sering direfleksikan sebagai konsensus, daripada substansi dari pemecahan masalah.


(22)

J. Terjadi perbedaan dalam mendefinisikan kebijakan antara pembuat kebijakan dengan masyarakat yang terlibat.

K. Banyak program yang dibuat dan dilaksanakan tidak seperti yang dirancang. L. Organisasi yang ada dalam masyarakat memiliki kepentingan dan fokus yang

berbeda.

1.5.1.2 Tahap-tahap Kebijakan Publik

Pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kabijakan public ke dalam beberapa tahap, Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan


(23)

a. Tahap penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada ahirnya, beberapa beberapa masalah masuk ke dalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah-masalah yang karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

a. Tahap Formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian di bahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecaha tersebut dapat berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy actions) yang ada.

b. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari begitu banyak nya alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada ahirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

c. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternative pemecahan masalah


(24)

tersebut harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementer), dan ada juga beberapa yang akan ditentang oleh para pelaksana.

d. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau di evaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat mampu memecahkan masalah.

1.5.2 Implementasi Kebijakan Publik 1.5.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan publik harus di implementasikan agar mempunyai dampak dan tujuan yang di inginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas merupakan tahap dari proses kebijakan setelah penetapan undang-undang. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran maupun sebagai suatu dampak. Implementasi diartikan dalam konteks keluaran atau sejauh mana tujuan-tujuan yang direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu program.

Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood hal-hal yang berhubungan dengan implementasi adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan ke dalam keputusan –keputusan yang bersifat khusus.


(25)

Menurut wibawa, implentasi kebijakan merupakan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu undang-undang, namun juga berbentuk instruksi-instuksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Jones mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah disahkan. Jadi, implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus-menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program kedalam tujuan kebijakan yang diinginkan.

Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan adalah:

1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

2. Organisasi yaitu unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayan, upah, dan lain-lain.

1.5.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisa bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.


(26)

Pada prinsipnya terdapat dua pemilahan jenis teknik atau model implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang berpola dari atas ke bawah dari bawah keatas, dan pemilahan implementasi yang berpola paksa dan mekanisme pasar. Model mekanisme paksa merupakan model yang mengutamakan arti pentingya lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang memiliki hak monopoli atau mekanisme pasar di dalam Negara yang tidak ada mekanisme insentif bafi yang menjalani, namun ada sanksi bagi yang tidak menjalankan. Model mekanisme pasar merupakan model yang mengutamakan mekanisme insentif bagi yang menjalani dan bagi yang tidak menjalankan tidak mendapat sanksi namun tidak mendapat insentif.

Sekalipun banyak dikembangkan model-model yang membahas tenteng implementasi kebjakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa model implementasi kebijakan yang relative baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.

Berikut model-model yang di kemukakan oleh beberapa ahli A. Model yang dikembangkan oleh George C.Edwards III

Dalam pandangan George C.Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu :

1. Komunikasi

Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus dikomunikasikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi, jika tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali


(27)

oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

2. Sumber daya

Sumber daya merupakan faktor penting untuk implementasi kebjakan agar efektif. Tanpa sumber daya kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan maka implementasi tidak akan berjalan dengan baik.

3. Disposisi

Disposisi merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang telah direncanakan dan sebaliknya.

4. Struktur Birokrasi

Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP).


(28)

B. Model Bottom-up yang dikemukakan oleh Smith

Smith memandang implementasi sebagai proses atau alur. Model ini melihat proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran. Smith mengatakan bahwa ada empat variabel yang perlu diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan yaitu;

1. Idealized policy, yaitu suatu pola interaksi yang diidealisasikan oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya.

2. Target group, yaitu bagian dari policy stakehoderrs yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan.

Sumberdaya Komunikasi

Implementasi

Disposisi


(29)

3. Implementing organization yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan. 4. Environmental factors, yaitu unsur-unsur di dalam lingkungan yang

mempengaruhi implementasi kebijakan (seperti aspek budaya, social, ekonomi, dan politik).

Keempat variabel diatas tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbale balik, oleh karena itu sering menimbulkan tekanan bagi terjadinya transaksi atau tawar- menawar antara formulator dan implementor kebijakan.

5. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn

Model kebijakan ini berpola “dari atas kebawah” dan lebih berada di “mekanisme paksa” daripada di “mekanisme pasar”. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik.

Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni: (1) ukuran dan tujuan kebijakan; (2) sumber daya; (3) komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas; (4) karakteristik agen pelaksana; (5) kondisi sosial, politik dan ekonomi; dan (6) disposisi implementor.

1) Ukuran dan tujuan kebijakan

Menurut Van Meter dan Van Horn, identifikasi indikator-indikator kinerja merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan. Indikator-indikator kinerja ini menilai sejauh mana ukuran dasar dan tujuan kebijakan telah


(30)

direalisasikan. Ukuran dasar dan tujuan kebijakan berguna dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh.

Namun, dalam banyak kasus ditemukan beberapa kesulitan besar untuk mengidentifikasi dan mengukur kinerja. Ada dua penyebab yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn. Pertama, mungkin disebabkan oleh bidang program yang terlalu luas dan sifat tujuan yang kompleks. Kedua, mungkin akibat dari kekaburan-kekaburan dan kontradiksi-kontradiksi dalam pernyataan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan. Kadang kala kekaburan dalam ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan sengaja diciptakan oleh pembuat keputusan agar dapat menjamin tanggapan positif dari orang-orang yang diserahi tanggung jawab implementasi pada tingkat-tingkat organisasi yang lain atau system penyampaian kebijakan.

2) Sumber daya

Disamping ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, yang perlu mendapatkan perhatian dalam proses implementasi kebijakan adalah sumber daya yang tersedia. Sumber daya layak mendapat perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya yang dimaksud mencakup dana atau perangsang lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. Dalam beberapa kasus, besar kecilnya dana akan menjadi faktor yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan.

3) Komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas

Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan.


(31)

Dengan demikian, sangat penting untuk member perhatian yang besar kepada kejelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, ketepatan komunikasinya dengan para pelaksana, dan monsistensi dan keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan-tujuan yang dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan tidak dapat dilaksanakan kecuali jika dinyatakan dengan cukup jelas, sehingga para pelaksana dapat mengetahui apa yang diharapkan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan itu. Komunikasi didalam dan antara organisasi-organisasi merupakan suatu proses yang sulit dan kompleks. Dalam

meneruskan pesan-pesan kebawahdalam suatu organisasi ke organisasi lainnya,para komunikator dapat menyimpangkannya atau

menyebar-luaskannya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Lebih dari itu, jika sumber-sumber informasi yang berbeda memberikan interpretasi-interpretasi yang bertentangan, para pelaksana akan menghadapi kesulitan yang lebih besar untuk melaksanakan maksud-maksud kebijakan.

4) Karakteristik badan-badan pelaksana

Yang dimaksud karakteristik badan pelaksana adalah stuktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi sebuah program. Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimlpementasikan kebijakan:


(32)

b. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan proses-proses dalam badan-badan pelaksana;

c. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara anggota-anggota legislatif dan eksekutif);

d. Vitalisasi suatu organisasi;

e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka” yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relative tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu diluar organisasi;

f. Kaitan formal dan informasi suatu badan dengan badan “pembuat keputusan” atau “pelaksana keputusan”

5) Kondisi sosil, politik dan ekonomi

Syarat ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaiman sifat opini publik yang ada dilingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

6) Disposisi implementor

Disposisi implementor mencakup tiga hal, yakni: a) respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c) intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang dimiliki oleh implementor.


(33)

1.5.3 Barang Dan Jasa

1.5.3.1 Pengertian Barang Dan Jasa

Barang dan jasa mempunyai definisi yang sangat luas, karena pada dasar nya barang dan jasa pada dasarnya faktor-faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Luasnya pengertian barang dan jasa menyebabkan timbul banyak asumsi yang disimpulkan oleh para ahli tentang pengertian barang dan jasa. Pada kesempatan ini terdapat sedikit kesimpulan yang didapat dari para ahli mengenai pengertian barang dan jasa, secara sempit pengertian barang (komoditas) dan jasa terdiri dari masing-masing pengertian, barang adalah benda-benda yang berwujud yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk menghasilkan benda lain yang akan memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan pengertian jasa adalah suatu barang yang tidak berwujud, tetapi dapat memberikan kepuasan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Philip Kotler menjelaskan bahwa jasa merupakan setiap tindakan atau unjuk kerja yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. 1.5.3.2 Proses pengadaan Barang Dan Jasa

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabatpada unit kerja SKPD yang melaksanakan


(34)

satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. Sedangkan Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD. Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD. Merujuk pada beberapa peraturan yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa dan pengelolaan keuangan daerah, dimana dijelaskan bahwa yang menetapkan / menunjuk PPTK dan PPK terdapat perbedaan, seperti dijelaskan dalam Perpres No.54 Tahun 2010 bahwa PPTK adalah sebagai salah satu tim pendukung yang dibentuk oleh PPK untuk melaksanakan program /kegiatan SKPD di lingkungannya. Hal ini berbeda dengan penjelasan Permendagri No 3 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran dilingkungan Depdagri pasal 7 dijelaskan bahwa KPA menetapkan PPK, PPTK, serta pejabat yang tugasnya melakukan pengujian SPP dan menandatangani SPM, bendahara pengeluaran; panitia dan/atau pejabat pengadaan barang/jasa. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 13 Permendagri Nomor 3 Tahun 2011 bahwa PPTK ditetapkan oleh Pejabat Struktural


(35)

satu tingkat di bawahnya dan dalam unit kerja yang sama dengan pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja (diangkat oleh PPK) yang ditunjuk oleh kepala SKPD.

Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa PPTK yang dimaksud dalam PP. No. 58 Tahun 2005 dan Pasal 12 Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan perubahannya, adalah Pejabat yang ditunjuk oleh PA/KPA untuk melaksanakan sebagian kewenangan Pengguna Anggaran dengan tugas mengendalikan secara Teknis dan Administratif terhadap pelaksanaan Kegiatan. Sedangkan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) diatur dalam Perpres No.54 Tahun 2010 adalah Pejabat yang bertanggungjawab atas Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, dan mendapat limpahan sebagian kewenangan dari KPA/PA pada Bidang Pengadaan Barang dan Jasa. Selanjutnya PPTK dalam melaksanakan tugas pokoknyanya pada prinsipnya merupakan Asisten Teknik, artinya PPTK itu adalah pembantu PA/KPA/PPK untuk melaksanakan kegiatan di SKPDnya dan bertanggung jawab atas kemajuan dan kesuksesan kegiatan di lapangan. Karena keterlibatan dan tanggung jawab PPTK dalam pelaksanaan kegiatan besar, maka PPTK ikut terlibat dalam pengaturan, pengendalian dan pengalokasian dana pada kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dengan cara ikut bertanggung jawab dan menandatangani laporan kemajuan fisik kegiatan, serta diberikan wewenang penuh untuk menegur pihak pelaksana yang lalai dan lamban dalam menjalankan tugasnya yang akan ddijadikan bahan laporan pertanggung jawaban pada PA/KPA.


(36)

Kepala SKPD dalam melaksanakan tugasnya selaku PA/KPA berwenang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja sesuai yang diatur dalam pasal 6 ayat (2) huruf b). UU No. 1 Tahun 2004, “wewenang tersebut dapat didelegasikan PA kepada PPK antara lain untuk melakukan penandatanganan kontrak. PPTK dapat juga berperan sebagai PPK bilamana wewenang tersebut telah didelegasikan oleh PA/KPA kepada PPTK. Namun bilamana PPTK tidak menerima pendelegasian wewenang, maka PPTK tidak dapat berperan sebagai PPK”.

Selanjutnya penjelasan SE Bersama Mendagri Nomor : 027/824/SJ dan Kepala LKPP No. 1/KA/LKPP/03/2011 tanggal 16 Maret 2011, dimana Pemerintah Daerah dalam Kedudukan, Tugas Pokok, dan wewenang sebagai PPK, PA/KPA, serta PPTK, sesuai yang diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 dan PP No. 58 Tahun 2005 jo. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, maka hal-hal yang perlu dilaksanakan adalah :

(1) Dalam hal Pengguna Anggaran (PA) belum menunjuk dan menetapkan PPK, maka :

a. PA menunjuk KPA

b. KPA bertindak sebagai PPK. Dalam hal ini KPA harus memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa.


(37)

(2) Dalam hal kegiatan SKPD tidak memerlukan KPA seperti Kecamatan atau Kelurahan, maka PA bertindak sebagai PPK sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010;

(3) Untuk pengadaan barang/jasa yang sudah dilaksanakan sebelum terbitnya Surat Edaran Bersama ini, PA/KPA yang telah menunjuk dan menetapkan PPK sesuai dengan tugas pokok dan kewenangannya dalam pengadaan barang/jasa, maka:

a. PPK tetap melaksanakan tugas dan wewenang sebagai PA/KPA untuk menandatangai kontrak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005

b. PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh PPTK sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan PemerintahNomor 58 Tahun 2005

Untuk Informasi lebih lanjut bahwa PPK pada Pemerintah Prov/Kab /Kota baru, wajib memiliki sertifikat keahlian PBJ paling lambat 1 Januari 2012 (pasal 127 huruf (b) Pepres Nomor 54 Tahun 2010). PPK tahun 2011 pada instansi pemerintah pusat diwajibkan memiliki sertifikat keahlian PBJ. Sedangkan PPK di pemerintah daerah baru wajib bersertifikat tahun 2012. Bahwa PPK SKPD dapat berjumlah lebih dari satu orang, disesuaikan dengan beban kerja dan rentang kendali. Tim pendukung dan tim teknis dapat dibentuk oleh PPK dalam rangka membantu tugas PPK. Tim teknis tersebut dapat berasal dari SATKER (unit kerja) yang bersangkutan dan atau dari instansi teknis terkait, misalnya Dinas PU untuk pekerjaan konstruksi. Pejabat pengadaan dapat melakukan transaksi pengadaan barang dengan pengadaan langsung.


(38)

Namun proses pembayaran tetap dilakukan oleh PPK sebagai pejabat yang diberikan tugas/wewenang untuk menandatangani kontrak, tujuannya antara lain pengesahan tanda bukti pembayaran dan pertanggungjawaban keuangan. Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat kami simpulkan bahwa Kepala SKPD dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat PA/KPA berwenang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja sesuai yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2004 pasal 6 ayat (2) huruf b). Wewenang tersebut dapat didelegasikan PA kepada PPK antara lain untuk melakukan penandatanganan kontrak. PPTK dapat berperan sebagai PPK bilamana wewenang tersebut telah didelegasikan oleh PA/KPA kepada PPTK. Namun bilamana tidak menerima pendelegasian wewenang, maka PPTK tidak dapat berperan sebagai PPK.

1.5.3.3 Perda Yang Mengatur Pengadaan Barang Dan jasa

Saat ini salah satu persoalan yang perlu mendapatkan perhatian adalah banyak sekali Perda yang bermasalah. Sejak otonomi daerah digulirkan, ribuan perda dibuat oleh pemerintah daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota yang terkait dengan perizinan, pajak dan retribusi di daerah. Untuk hal ini, Departemen Keuangan sudah merekomendasikan kepada Departemen Dalam Negeri untuk membatalkan perda yang terkait dengan pajak dan retribusi di daerah. Data yang diperoleh dari Departemen Dalam Negeri menunjukkan bahwa sejak Tahun 2002 sampai Tahun 2009 Perda yang telah dibatalkan pemerintah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) mencapai 1.064 Perda. Pembatalan yang dilakukan oleh Pemerintah tersebut adalah sebagai tindak lanjut dari evaluasi


(39)

pemerintah terhadap 7.500 perda yang telah disahkan pemerintah daerah (pemda) sejak 2002 hingga 2009.

Perda adalah produk politik yang dibuat dan dirancang oleh dua body politik, Pemerintah Daerah dan DPRD serta memiliki rujukan normatif dari UUD 1945 dan UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah. Karena hal tersebut, maka perlu ditinjau ulang tentang penempatan perda di urutan ‘terbawah’ hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Begitu juga dengan pengadaan barang dan jasa Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pengguna Anggaran (PA) adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD.

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa. Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya, (K/L/D/I) adalah instansi atau institusi yang menggunakan Anggaran


(40)

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Pengguna Barang dan Jasa adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan Barang dan atau Jasa milik Negara danDaerah di masing-masing K/L/D/I. Unit Layanan Pengadaan (ULP) adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan. Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang dan Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang dan Jasa Panitia atau Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia atau pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan. Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi. Penyedia barang/jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.

Peraturan Presiden pengganti Keppres 80 Tahun 2003 telah ditandatangani oleh Presiden pada tanggal 6 Agustus 2010. Peraturan Presiden tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Menurut pasal 136 Perpres 54 Tahun 2010, Peraturan Presiden ini berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu tanggal 6 Agustus 2010. Akan tetapi dalam ketentuan peralihannya diatur bahwa ULP (Unit Layanan Pengadaan) wajib dibentuk paling lambat pada tahun Anggaran 2014, selain itu adanya kewajiban melaksanakan


(41)

Pengadaan Barang dan Jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh paket-paket pekerjaan pada Tahun Anggaran 2012.

1. Pengadaan Barang adan Jasa yang dilaksanakan sebelum tanggal 1 Januari 2011 tetap dapat berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007. 2. Pengadaan Barang dan Jasa yang sedang dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, dilanjutkan dengan tetap berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terak -hir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.

3. Perjanjian/Kontrak yang telah ditandatangani berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Perjanjian/ Kontrak.

4. Penayangan pengumuman Pengadaan Barang/Jasa di surat kabar nasional dan/atau provinsi, tetap dilakukan oleh ULP/Pejabat Pengadaan di surat kabar nasional dan/atau provinsi yang telah ditetapkan, sampai dengan berakhirnya perjanjian/Kontrak penayangan pengumuman Pengadaan Barang/Jasa.


(42)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Dokumen Pengadaan (Standard Bidding Document) diatur dengan Peraturan Kepala LKPP paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan. Sedangkan mengenai teknis operasional tentang Daftar Hitam, pengadaan secara elektronik, dan sertifikasi keahlian Pengadaan Barang/Jasa, diatur oleh Kepala LKPP paling lambat 3 (tiga) bul-an sejak Peraturbul-an Presiden ini ditetapkbul-an.

Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 ini Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Januari 2011.

1.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana kebenarannya perlu untuk diuji serta dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Dengan kata lain, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris (Sugiyono, 2005:70).

1) Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : mengetahui Bagaimana pengadaan


(43)

barang dan jasa di lingkungan pemerintah kabupaten dairi.Hipotesis Kerja (Ha) diterima jika :

p ≠ 0, “tidak sama dengan nol” berarti lebih besar dari nol atau (-) dari nol

2) Hipotesis Nol (Ho) diterima jika :

p = 0, “berarti ini tidak ada pengaruhnya dan hipotesa ini ditolak. 1.7 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (singarimbun,1997:33).Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya intrepretasi ganda dari variabel yang diteliti. Oleh karna itu untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep dari penelitian ini yaitu:Implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa merupakan pengejawatan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar tentang penanganan barang dan jasa dan mengurangi masalah-masalah.Model implementasi kebijakan yang digunakan dalam melihat pelaksanaan barang dan jasa di Dinas Cipta Karya dan Tata ruang adalah Model Van meter dan van Horn yang dipengaruhi oleh enam variabel, yaitu sebagai berikut:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber daya


(44)

4. Karakteristik badan-badan pelaksana 5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi 6. Disposisi Implementor

1.8 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator agar lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian. Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara menyusun suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator pendukung apa saja yang dianalisis dari variabel tersebut. Dalam penelitian ini, implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa dapat diukur dengan indikator sebagai berikut;

1.Komunikasi, mencakup

a. Adanya komunikasi vertical dan horizontal di instansi terkait yang menangani penyelenggaraan program kepada personalia yang tepat.

b. Kejelasan perintah tentang peyelenggaraan program.

c. Konsistensi perintah yang diberikan tentang penyelenggaraan program yang dilakukan.

2. Sumber daya, mencakup

a. Sumberdaya manusia, yaitu jumlah pegawai yang terdapat dalam instansi yang berkaitan.

b. Sumberdaya financial yaitu anggaran serta fasilitas yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan barang dan jasa.


(45)

3. Disposisi, mencakup

a.Tanggung jawab pegawai di instansi terkait dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa. b. Pemahaman pegawai di instansi terkaid penyelenggaraan pengadaan barang

dan jasa terhadap kebijakan yang ada.

c. Respon implementor terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. 4.Struktur Birokrasi, mencakup

a.Koordinasi antara atasan dan bawahan dan antar pegawai. b. Standar prosedur operasi yang digunakan.

1.9 Sistematika Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka berpikir, hipotesis, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB 2 METODE PENELITIAN

Bab ini secara umum berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, tekhnik pengumpulan data, skala pengukuran dan isntrumen penelitian, serta analisa data, dan pengujian hipotesis.

BAB 3 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian. BAB 4 PENYAJIAN DATA


(46)

BAB 5 ANALISA DATA

Bab ini merupakan pembahasan terhadap data yang diperoleh terhadap interprestasi data.

BAB 6 PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.


(47)

BAB 2

METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk penelitian

Adapun penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan bentuk kualitatif deskriptif. Menurut Hamidi (2005:14), Penelitian kualitatif lebih menggunakan perfekttif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari pada responden dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa , pandangan para responden.

Ciri pokok dari penelitian deskriptif adalah memusatkan perjatian pada masalah yang ada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-maslah yang bersifat aktual dan menggambarkan fakta-fakta tentang masalah-maslah yang diselediki dan sebagai mana adanya dan diiringi dengan interpretasi rasional. Dengan demikian, metode ini diharapkan dapat menggambarkan fakta-fakta dan memberikan penjelasan mengenai implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Dairi Jalan Merdeka No. 4 A Kota Sidikalang. No telpon ( 0627 ) 424062.

2.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari penelitiannya. Oleh karena itu pada penelitian kualitatif ini tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian menjadi informan yang akan membeikan


(48)

berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meeliputi: ( 1 ) informan kunci ( key informan ), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, ( 2 ) informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi social yang diteliti, ( 3 ) informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.

Maka, penelitian dalam hal ini menggunakan informan peneliti yang terdiri dari 1. Informan kunci yaitu kepala pelaksana PemerintahKabupaten Dairi. 2. Informan utama yaitu :

- Ketua panitia pengadaan barang dan jasa Dinas cipta karya dan tata ruang - Sekertaris panitia pengadaan barang dan jasa Dinas cipta karya dan tata ruang - Anggota panitia pengadaan barang dan jasa

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk itu penelitian menggunakan reknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan instrument wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memperoleh informasi yang


(49)

dibutuhkan. Metode wawancara ini dittujukan untuk informa penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si peneliti.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrument sebagai berikut :

1. Stusi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada dilokasi penelitian serta sumber –sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

2. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti.

2.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh di lapangan dari para informan. Penganalisaan ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, informasi kemudian data yang diperoleh akan di analisa sehingga diharapkaan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan


(50)

permasalahan penelitian. Jadi teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menyajikan data dengan melakukan analisa terhadap masalah yang ditemukan dilapangan.


(51)

BAB 3

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Sejarah Singkat Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang

Dengan berlakunya peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah Provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah dan peraturan daerah kabupaten Dairi nomor 05 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Dinas-dinas daerahkabupaten Dairi serta peraturan Bupati Dairi nomor 15 tahun 2008 tentang tugas pokok dan uraian tugas tiap-tiap Jabatan pada Dinas-dinas daerah kabupaten Dairi maka terbentuk Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi, dimanatugas Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi adalah membantu Bupati dalam melaksanakan Urusan pemerintahan daerah dalam bidang bangunan gedung, pengelolaan lingkungan permukiman, kebersihan dan perumahan, penataan ruang dan perkotaan. SKPD ini merupakan gabungan sebagian dari Dinas pasar dan kebersihan serta sebagian dari Dinas pekerjaan umum kabupaten Dairi sebelumnya. Dengan demikian Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi berada pada masa pembenahan, baik dari segi struktur organisasi maupun dari segi tugas pokok dan fungsi.

Sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi, ada beberapa peraturan daerah kabupaten Dairi yang harus dilaksanakan yaitu : 1. Perda Kabupaten Dairi nomor 10 tahun 2002 tentang retribusi IMB;


(52)

2. Perda Kabupaten Dairi nomor 11 tahun 2002 tentang retribusi hasil bumi; 3. Perda Kabupaten Dairi nomor 12 tahun 2002 tentang retribusi pasar;

4. Perda Kabupaten Dairi nomor 13 tahun 2002 tentang retribusi persampahan dan kebersihan.

Dinas cipta karya dan tata ruang ini pertama kalinya di pimpin oleh bapak AMISTER LUMBAN GAOL, BE.

3.2 Logo Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi

Keterangan warna

1. Warna Kuning, mencerminkan kesabaran, kesejahteraan dan keluhuran. 2. Warna Putih, mencerminkan kesucian dan keiklasan jiwa rakyat Dairi. 3. Warna Hijau, mencerminkan kemakmuran dan kesuburan daerah Dairi.


(53)

4. Warna Biru, mencerminkan keindahan dan kesetiaan kepada Negara. 5. Warna Merah, mencerminkan keberanian/semangat yang menyala-nyala. 6. Warna Hitam, mencerminkan kesaksian yang teguh, kuat dan ulet yang

dimiliki oleh rakyat Dairi dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia

7. Warna Coklat, mencerminkan ketabahan serta semangat dan cita-cita untuk terus maju bergiat membangun.

Arti Lambang

1. Lingkaran kiri luar terdiri dari 17 ( tujuh belas ) kuntum bunga kapas dibagian bawah terdapat 8 ( delapan ) batang rotan serta lingkaran kanan luar terdiri dari 45 ( empat puluh lima ) butir padi, semuanya menggambarkan hari sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, Kesatuan Lingkaran tersebut juga mencerminkan kebulatan tekad Rakyat Dairi melawan, membumihanguskan dan menyinhkirkan Imperialisme, Kolonialisme serta paham-paham sejenisnya yang tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

2. Bintang segi lima dibagian tengah atas menggambarkan kerukunan, keharmonisan, toleransi dan kebebasan kehidupan beragama Masyarakat Dairi yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

3. Gunung dibagian tengah ( dibawah bintang ) mencerminkan kehidupan Rakyat Dairi yang tenang, tentram dan aman serta mempunyai ciri-ciri yang luhur membangun Dairi dengan menghayati, mengamalkan Pancasila dan


(54)

Undang-undang Dasar 1945 mewujudkan Masyarakat adil dan makmur. Gunung juga mencerminkan Daerah yang indah permai dengan berbagai panorama yang indah dimana seluruh rakyatnya merasa bertanggungjawab penuh akan kelestarian lingkungan.

4. Rantai yang menghubungkan gunung dengan perisai melambangkan tatanan kehidupan masyarakat yang berkepribadian luhur, memiliki semangat gotong-royong yang dinamis sebagai cerminan dari manusia pembangunan yang tangguh, berpendidikan, taqwa dan beriman.

5. Bambu runcing melambangkan jiwa dan semangat juang patriotis Rakyat Dairi melawan dan mengusir Imperialis, Kolonialisme, Feodalisme, Komunisme serta faham-faham sejenis yang bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

6. Perisai dibagian dalam dibagi dalam empat ruang dimana terdapat empat jenis tanaman yakni kemenyaan ( merupakann tanaman khas di Indonesia ), Kopi, Tembakau dan Nilam serta ditopang oleh batang rotan menggambarkan bahwa komoditi tersebut merupakan komoditi utama Kabupaten Dairi.

7. Rumah Pakpak Dairi sebagai Asset budaya melambangkan rumah tempat berlindung yang mencerminkan bahwa Rakyat Dairi akan melindungi dan menjaga kemerdekaan dan kedaulatan, bangsa ini dari segala rintangan, ancaman, gangguan dan hambatan dan tantangan pembangunan.

8. Selembar ulos Batak juga sebagai asset biudaya yang merupakan alat pemersatu dan pengikat persaudaraan dalam adat istiadat masyarakat Dairi (


(55)

terdiri dalam empat puak Batak ) menggambarkan bahwa untuk mencapai cita-cita pembangunan masyarakat yang adil dan harus bersatu dengan motto "Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".

3.3 Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya

Beberapa fungsi dari Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kabupaten Dairi yaitu:

a. Perumusan kebijakan teknis dalam bidang keciptakaryaan dan tata ruang;

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dalam bidang keciptakaryaan dan tata ruang;

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas teknis dalam bidang keciptakaryaan dan tata ruang;

d. Pembinaan UPT Dinas;

e. Pengelolaan urusan ketatausahaan dinas;

f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati, sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3.3.1 Fungsi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi Dalam Pelayanan Umum Bidang Kecipta Karyaan

Berdasarkan Standar-Standar Rencana Perkampungan (Pedoman tentang Perencanaan Lingkungan Perumahan) yang diterbitkan oleh Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum dan Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak


(56)

Bertingkat yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya bahwa Fasilitas Perkotaan dan Perkampungan mencakup :

a. Fasilitas Pendidikan, meliputi :

- Taman Kanak-Kanak, - Sekolah Dasar,

- Sekolah Menengah Tingkat Pertama dan - Sekolah Menengah Tingkat Atas.

b. Fasilitas Untuk Berbelanja, meliputi :

- Warung, - Pertokoan,

- Pusat Perbelanjaan Lingkungan dan - Pusat Perbelanjaan dan Niaga Kecamatan. c. Balai Pertemuan, meliputi :

- Tempat Hiburan, - Tempat Pertemuan, - Keperluan Sosial dan - Keperluan Pendidikan. d. Fasilitas Kesehatan, meliputi :

- Pos Kesehatan Desa,

- Puskesmas Pembantu, - Puskesmas,


(57)

- Tempat Praktek Dokter, - Rumah Bersalin,

- Apotik, - Rumah Sakit.

e. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum, meliputi :

- Kantor Pemerintahan, - Perpustakaan Umum, - Pos Pemadam Kebakaran, - Parkir Umum dan Kakus Umum, - Tempat Pemakaman Umum - Balai Pertemuan,

- Gardu Listrik.

f. Fasilitas Peribadatan, meliputi :

- Langgar, - Mesjid, - Gereja,

- Tempat Ibadah lainnya.

g. Fasilitas Rekreasi Dan Kebudayaan, meliputi :

- Gedung Serba Guna, - Gelanggang Remaja, - Gedung Bersejarah.


(58)

h. Fasilitas Olah Raga dan Lapangan Terbuka, meliputi :

- Taman Tempat Bermain, - Lapangan Olah Raga, - Kolam renang.

Utilitas Perkotaan dan Perdesaan mencakup : a. Jalan/ Jembatan, meliputi :

- Jalan Penghubung, - Jalan Poros Lingkungan, - Jalan Lingkungan. - Jembatan di perkotaan b. Jaringan Air Minum, meliputi :

- Kran Kebakaran, - Kran Umum, - Air Minum Kota,

- Air Minum Lingkungan, - Pipa Selubung,

- Plambing,

- Pipa Dinas, pipa yang dipasang dari pipa distribusi kota sampai ke meteran

air.

- Sumur Kebakaran.


(59)

- Jaringan Air Limbah Kota,

- Jaringan Air Limbah Lingkungan, - Tangki Septick.

d. Pembuangan Air Hujan, meliputi :

- Saluran Drainase, - Gorong-gorong.

e. Pembuangan Sampah, meliputi :

- Pengumpulan Sampah, - Pengangkutan Sampah, - Pembuangan Sampah, - Penimbunan Saniter, - Pembakaran,

- Pabrik Kompos. Jaringan Listrik.

3.4 Uraian Tugas Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya

Uraian- uraian tugas Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya terdiri dari ; a. Menetapkan program, rencana kegiatan dan anggaran Dinas;

b. Mengoordinasikan dan mengarahkan seluruh staf agar dapat melaksanakan tugas dengan baik;

c. Mengoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala UPT Dinas serta Kelompok Jabatan Fungsional;


(60)

d. Menetapkan Kebijakan Teknis dan Operasional dalam rangka penyelenggaraan kegiatan bidang cipta karya dan tata ruang;

e. Menyusun pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan bidang cipta karya dan tata ruang;

f. Melaksanakan pembinaan teknis penyelenggaraan kegiatan di bidang cipta karya dan tata ruang;

g. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap UPT Dinas;

h. Memproses pemberian /penerbitan ijin dan pelayanan umum di bidang cipta karya dan tata ruang;

i. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan bidang cipta karya dan tata ruang;

j. Mengoordinasikan tugas pembinaan dengan instansi terkait di bidang cipta karya dan tata ruang;

k. Menyampaikan usul, pertimbangan, saran kepada Bupati menyangkut kebutuhan personil, anggaran dan asset di lingkungan dinas;

l. Melaksanakan pembinaan atas pengelolaan urusan ketatausahaan Dinas; m. Memberikan petunjuk kepada bawahan baik secara lisan maupun tertulis;

n. Menetapkam dan menerbitkan DP-3 untuk kelancaran dan disiplin kerja bawahan; o. Menerbitkan Kenaikan Gaji Berkala (KGB) dan Cuti, meliputi: Cuti Tahunan, Cuti Sakit, Cuti Bersalin, dan Cuti karena Alasan Penting di Lingkungan Dinas;


(61)

p. Menyampaikan ususl, pertimbangan, saran dan pendapat kepada Bupati terhadap pelaksanaan dan langkah-langkah yang perlu diambil dalam penyelenggaraantugas di bidang cipta karya dan tata ruang;

q. Melaporkan dan bertanggungjawab atas seluruh pelaksanaan tugas kepada Bupati melalaui Sekretaris Daerah;

r. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan, sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3.5 Visi dan Misi Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Visi Dinas Umum Pekerjaan Cipta Karya

Visi adalah pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang harus dibawa dan berkarya agar tetap konsisten dan eksis, antisipatif, inovatif serta produktif dan terkendali sesuai dengan Rencana Tata Ruang dalam menangani berbagai pembangunan yang dapat dinikmati masyarakat dan dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Dalam mengantisipasi tantangan ke depan menuju kondisi yang diinginkan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi sebagai organisasi perlu secara terus menerus mengembangkan peluang dan inovasi. Meningkatnya persaingan, tantangan dan tuntutan masyarakat mendorong Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi untuk mempersiapkan diri agar tetap eksis dan unggul dengan senantiasa mengupayakan transparansi dan persepsi bersama dalam mencapai tujuan.


(62)

Visi pada dasarnya adalah gambaran umum mengenai masa depan, yang merupakan komitmen bersama dari seluruh anggota organisasi yang harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan.

Visi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi adalah:

“Terwujudnya masyarakat maju dan sejahtera melalui peningkatan fasilitas dan utilitas perkotaan dan perdesaan serta penataan ruang yang optimal, dengan

memberdayakan masyarakat dalam memyelenggarakan pembangunan guna mendukung agribisnis yang berdaya saing”

Pernyataan Visi tersebut di atas mengandung arti bahwa Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi bertujuan untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat dengan melibatkan masyarakat itu sendiri dalam penyelenggaraan pembangunan Fasilitas dan Utilitas Perkotaan dan Perdesaan serta mengacu pada prinsip Rencana Tata Ruang dan Peraturan Perundangan yang berlaku.

Misi Dinas Umum Pekerjaan Cipta Karya

Misi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai dengan Visi yang telah ditetapkan agar tujuan dapat terlaksana dan berhasil dengan baik.

Misi sebagai pernyataan cita-cita, merupakan landasan kerja yang harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh seluruh jajaran instansi pemerintah bersama dengan masyarakat. Pernyataan Misi secara eksplisit menyatakan oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi dan kegiatan spesifik “apa yang harus dilaksanakan” dalam pencapaian hal tersebut.


(63)

Adapun Misi dari Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Dairi adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan fungsi manajemen sehingga masing – masing bidang dapat bersinergi dalam mewujudkan Visi;

b. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan kepada masyarakat;

c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan; d. Meningkatkan PAD ( Pendapatan Asli Daerah ) Kabupaten Dairi;

e. Meningkatkan Pengaturan, Pembinaan, Pembangunan dan Pengawasan Fasilitas Perkotaan dan Perdesaan;

f. Meningkatkan Pengaturan, Pembinaan, Pembangunan dan Pengawasan Utilitas Perkotaan dan Perdesaan;

g. Meningkatkan Pengaturan, Pembinaan, Pembangunan dan Pengawasan Penataan Ruang.

3.6 Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kabupaten Dairi Setiap Dinas memiliki struktur organisasi yang berfungsi sebagai landasan bagi seluruh fungsi yang ada dalam orginisasi untuk melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap fungsi. Dalam menjalankan roda organisasi dan untuk melaksanakan tugas pokoknya Dinas pekerjaan umum cipta karya umumnya menggunakan struktur organisasi garis. Pada setiap bagian tersebut mempunyai tugas pelaksana administrasi dan tenaga pelaksana lapangan.

Dengan adanya pembagian tugas tersebut maka sasaran akan dapat tercapai sesuai rencana. Tugas pokok yang dilaksanakan oleh dinas pekerjaan umum cipta


(64)

karya kabupaten Dairi yaitu “Melaksanakan urusan pemerintahan daerah dalam bidang cipta karya dan tata ruang, meliputi bangunan gedung, pengelolaan lingkungan permukiman, kebersihan, perumahan, penataan ruang dan perkotaan.


(65)

BIDANG BANGUNAN GEDUNG SEKSI PERANCANG BANGUNAN SEKSI PENGELOLAAN BANGUNAN SEKSI BINA USAHA BIDANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN SEKSI PERTAMANAN SEKSI PEMAKAMAN BIDANG KEBERSIHAN DAN PERUMAHAN

SEKSI KEBERSIHAN SEKSI PERUMAHAN SEKSI BINA USAHA BIDANG PENATAAN RUANG DAN PERKOTAAN

SEKSI PEMETAAN SEKSI PENGENDALIAN SEKSI TATA KOTA D I N A S

SEKRETARIAT

SUB BAGIAN UMUM SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PROGRAM DAN PELAPORAN KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

BAGAN ORGANISASI

DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG


(66)

BAB 4

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Setelah melakukan pengumpulan data dan penelitian tentang implementasi peraturan presiden 54 Tahun 2010 tentang pelaksanaan barang dan jasa pada dinas cipta karya dan tata ruang kabupaten dairi, pada bab ini penulis akan menyajikan data yang telah diperoleh melalui penelitian di lapangan lalau kemudian di analisis berdasarkan teori yang ada. Data tersebut terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan para informan kunci, informan utama dan informan tambahan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang dapat memperkuat data primer.

Pengumpulan data mengenai kebijakan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi telah dilakukan semenjak bulan Oktober 2012. Sedangkan pengumpulan data mengenai implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi dilakukan semenjak bulan februari 2013. Hal tersebut terjadi karena pada awalnya penulis memilih judul implementasi kebijakan ruang Terbuka Hijau pada Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi, tetapi karena adanya pertimbangan-pertimbangan lain dari dosen pembimbing maka judul tersebut diganti menjadi implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi.


(67)

4.1. Hasil Pengumpulan Data

Berdasarkan data dan informasi yang di dapatkan oleh penulis di lapangan Dinas cipta karya dan tata ruang kabupaten dairi telah melaksanakan pepres 54 Tahun 2010 dalam pengadaan barang dan jasa sejak perpres ini dikeluarkan oleh presiden hingga saat ini, walaupun perpres 70 Tahun 2012 telah dikeluarkan namun belum digunakan dalam proses pengadaan barang dan jasa.

4.2. Pelaksanaan wawancara

Dalam pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian, ada beberapa tahapan yang di lakukan penulis yaitu yang pertama, penulis melakukan pengumpulan data mengenai kebijakan-kebijakan pengadaan barang dan jasa, dan peraturan-peraturan pelaksanaan dalam pengadaan barang dan jasa. Kedua, penulis melakukan pengumpulan data dari berbagai dokumen tertulis tentang profil Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi, seperti struktur organisasi, visi misi, dan data-data lain yang diperlukan. Ketika penulis melakuka wawancara dengan beberapa informan untuk mendapatkan informasi dan fakta yang lebih konferhensif menyangkut permasalahan penelitian.

Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi dari informan kunci tentang permasalahan penelitian. Informan kunci yaitu bapak Frianto P.Naibaho S.T.

Tipe wawancara yang dipilih penulis adalah tipe wawancara terstruktur, dimana sebelum memulai wawancara terlebih dahulu penulis menyusun daftar pertanyaan yang akan di ajukan. Pertanyaan yang disusun jelas berhubungan dengan proses implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa. Namun di dalam proses wawancara penulis tidak menutup adanya kemungkinan akan munculnya pertanyaan-pertanyaan baru yang dapat menggali informasi lebih dalam dari


(68)

para informan kunci maupun informan utama sehingga seluruh permasalahan yang di angkat penelitian ini dapat terjawab.

4.3. Hasil Wawancara

Pemaparan hasil wawancara ini dibuat berdasarkan jawaban informan kunciyaitu Bapak frianto p naibaho S.T selaku sekertaris panitia, informan utama yaitu Bapak Anggara r sinurat S.T selaku anggota panitia, dan informan tambahan yang diwawancara yaitu Bapak willy zebua S.E selaku anggota panitia.

4.3.1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan

Kejelasan standar dan sasaran kebijakan publik memberikan kejelasan bagi agen pelaksana dalam proses pelaksanaan kebijakan publik. Mengenai masalah konsistensi kebijakan, maka dalam implentasi suatu kebijakan dibutuhkan konsistensi dari semua pihak baik dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi maupun pihak lain yang terlibat langsung dalam implementasi kebijakan. Dengan semua pendukung tersebut implementator kebijakan dapat melaksanakan tugas tersebut dengan baik. Dalam hal ini kinerja kebijakan publik dapat dinilai dari tingkat ketercapaian standard dan sasarannya.

Peneliti menanyakan apa yang menjadi indikator keberhasilan pelaksana barang dan jasa ini? Bapakfrianto p naibaho S.T mengatakan “ yang menjadi indikator keberhasilan, dikatakan berhasil apabila calon penyedia atau rekanan-rekanan merasa puas dengan hasil yang diputuskan oleh panitia atau PPK, sehingga tidak adanya penaikan sanggahan lelang karena kalau adanya sanggahan lelang maka proses pekerjaan akan terhenti.

Dan bapak anggara r sinurat S.T mengatakan bahwa indikator keberhasilan nya kalau panitia telah melaksanakan pengadaan barang dan jasa ini sesuai dengan perpres 54 Tahun 2010.


(1)

Variabel – variabel yang diangga peneliti perlu untuk. dikaji sesuai dengan kondidi yang ada dilapangan. Esemua variabel tersebut yakni sebagai berikut :

a. Implementasi Model van Meter dan Van Horn dilihat dari enma variabel. Variabel petama ialah standard dan sasaran kebijakan.Standar dan sasaran Implementasi Kebijkan Pengadaan Barang dan Jasa dan Tata Ruang di kabupaten Dairi sudah dirinci secara jelas. Setelah itu dilakukan Interprestasi maka Pemerintah Kabupaten Dairi juga mengeluakan pedoman pelaksanaan yakni Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing- masing daerah dan telah disesuaikan dengan Perpres 54 Tahun 2010.

b. Sumber daya baik manusia aupun finansial, dalam hal ini sumber daya manusia yakni Sataf Pengadaan Barang adan Jasa dan Para staf yang menbantu yang sudah dipersiapkan melalui Pelatihan Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang Dan Jasa Pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).

c. Komunikasi dilakukan secara berkala yakni satu akli dalm satu bulan dan terkadang dilakukan komunikasi yang bersifat urgrnt dan praktis melalui media telekominikasi, Dalam halini , komunikasi sudah berjalan dengan baik.


(2)

menjadi suatu keharusan bagi agen Pelaksana Implementasi Kebijkan Pengadaan Barang dan Jasa dan Tata Ruang di kabupaten Dairi. Agen ini sudah memiliki kareteristik yang sesuai dengan Perpres 54 dan berkopeten di bidang Pengelolaaan Barang dan Jasa. Hal ini dapat dilihat dari jabatan dan tingkat pendidikan Impelemntor.

e. Kondisi Sosial,ekonomi dan poliik dapat di Kabupaten Dairi tidak menggangu jalanya Implementasi Kebijkan Pengadaan Barang dan Jasa dan Tata Ruang di kabupaten Dairi karena cenderung bersifat normal.

f. Sikap, Kognisi dan Prefensi nilai agen pelaksana Implementasi Kebijkan Pengadaan Barang dan Jasa dan Tata Ruang di kabupaten Dairi cendeerug bersifat positif dan terbuka terhadap pelaksaaan kebijakan yang dimilikisistem pembuat nilai kebijakan g. Tugas sudah memiliki perincian antara Staf pengadaan Barang dan Jasa namun belum

terperinci dengan jelas dan belum dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana perbedaan informasi yang diminta kepada pembantu staf pelaksana.

3.Kepatuhan beberapa kendala dalam melakukan pelaksanaan Implementasi Kebijkan Pengadaan Barang dan Jasa dan Tata Ruang di kabupaten Dairi pada saat melaksanakan Peraturan Perpres 54 Tahun 2010 meyorot Implementasi Kebijkan Pengadaan Barang dan Jasa dan Tata Ruang di kabupaten Dairi yakni masih kurangnya Informasi dari pemerintah Pusat pada awal dikeluarkan PP tersebut sehingga pembentukan Implementasi Kebijkan Pengadaan Barang dan Jasa dan Tata Ruang di kabupaten Dairi tidak sesuai dengan waktu syang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.


(3)

Saran yang diberi peneliti atas Implementasi Kebijkan Pengadaan Barang dan Jasa dan Tata Ruang di kabupaten Dairi

1.Kognisi atau pemahaman para agen pelaksana kebijakan sangat mempengaaruhi berhasil atau tidaknya pencapaian sasaran dan tujuan suatu kebijakan. Untuk itu masih perlu diadakan pertemuan dan pembahasan antara para staf di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Dairi mengenai Perpres 54 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Kterbukaan Informasi Publik karena masih kurangnya pemahaman para agen Implementor

2. Implementasi Peraturan Perpres 54 Tahun 2010 Tentang Pengadan Barang dan Jasa Kabupaten Dairi masih kurang lebih 6 Bulan terhitung pada saat penelitian ini dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan persiapan yang lebih matang lagi bago Pemerintah Kabupaten Dairi

Hal ini misalnya dalam penguatan sumber daya dengan melakukan pelatihaan khusus dan kontiniu bagi para agen pelaksana kebijakan, penguatan sosialisai kepada masyarakat tentang Perpres 54 dimana PP ini masih belum dipahami oleh khalayak banyak.Selain itu para agen pelaksana perlu harus teta mengutamakan kepatuhan, kejujuran dan transparansi.

3. Dalam menjalankan sebuah kebijakan menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih sering ditemukakan kesulitan untuk mencapai kondisi Implementasi yang sempurna dan tidak dihindarkan. Untuk itu agen pelaksana Implementasi Kebijkan Pengadaan Barang dan Jasa dan Tata Ruang di kabupaten Dairi masih dimungkinkan untuk merinci dan menyusun dalam


(4)

4. Implementasi Kebijkan Pengadaan Barang dan Jasa dan Tata Ruang di kabupaten Dairi membutuhkan kerjasama masyarakat dalam pencapaian tujuan kebijakan,untuk itu perlu kepatuhan masyarakat juga dalam melakuakn permohonan dan permintaan informasi sesuai dengan posedur, batasan pengklasifikasian informasi dan ketentuan yang berlaku didalam Perpres 54 di Lingkungan Kabupaten Dairi.

5. Secara Umum melalui penelitian ini, peneliti member saran kepda setiap Pemerintah Daerah untuk melakukan interpretasi atau pemahaman terlebih daahulu atas kebijakan yang turun dari pemerintah pusat sebelum membentuk perturan dibawahnya misaalnya Perwal ataupun Perda. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengkajian dan formulasi ulang sebuah kebijakan apabila sejalaan dengan kebjakan Pemerintah Pusat.


(5)

Djuharie,Setiawan.2001. pedoman penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung : Yrama Widya Dwijowijoto, Riant Hugroho. 2003. Kebijakan public: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Gibson, dkk. terj. Djarkasih. 1994. Organisasi. Jakarta; Erlangga Nazir, Moh.2005. Metode Penelitian. Bogor selatan : Ghalia Indonesia

Singarimbun, Masri,Efendi Sofian.1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES Sumber Internet

http://www.khalidmustafa.info/tag/perpres-542010

http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.com/2010/10/pengadaan-barangjasa-pemerintah-berubah.html#more

http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.com/2010/11/permberlakuan-perpres-54-tahun-2010.html http://www.lkpp.go.id/v2/contentlist-detail.php?mid=2619353719&id=2851808478

http://khalidmustafa.wordpress.com/2008/02/10/pengadaan-barang-dan-jasa-di-pemerintahan-bagian-i-pengertian-umum/


(6)

UU No. 1 Tahun 2004 pasal 6 ayat (2) huruf b).

Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.