commit to user
3. Alkohol
Di Amerika Serikat, kira-kira 75 dari populasi dewasanya mengonsumsi minuman beralkohol secara teratur. Mayoritas dari populasi
peminum ini bisa menikmati efek memuaskan yang diberikan alkohol tanpa menjadikannya sebagai risiko terhadap kesehatan. Bahkan fakta terbaru
menunjukkan bahwa konsumsi ethanol secukupnya bisa melindungi beberapa orang terhadap penyakit kardiovaskular. Akan tetapi, sekitar 10 dari populasi
umum di Amerika Serikat tidak mampu membatasi konsumsi ethanol mereka, suatu kondisi yang dikenal sebagai penyalahgunaan alkohol. Individu-individu
yang terus meminum alkohol tanpa mempedulikan adanya konsekuensi yang merugikan secara medis dan sosial yang berkaitan langsung dengan konsumsi
alkohol tersebut akan menderita alkoholisme, suatu gangguan kompleks yang nampaknya ditentukan oleh faktor genetis dan lingkungan Katzung, 2002.
Minuman beralkohol yang dikonsumsi dalam jangka panjang akan mengakibatkan radang lambung, kerusakan hati, kerusakan otak, berkurangnya
daya ingat, kekacauan pola pikir, gangguan jantung dan darah, depresi dan masalah sosial. Alkohol yang diminum ibu hamil dapat mengakibatkan
keguguran kandungan dan Sindrom Alkohol pada bayi, yaitu pertumbuhan bayi yang lamban dalam kandungan dan setelah lahir, sehingga risiko cacat mental
pada bayi semakin besar Yayasan Cinta Anak Bangsa, 2004 . Alkohol merupakan penekan SSP paling kuat dibanding zat lain yang
juga banyak dikonsumsi masyarakat seperti kafein pada kopi. Alkohol juga
commit to user
menyebabkan penekanan kerja obat-obat jantung, meningkatkan risiko kematian, peradangan, erosi lambung dan melukai usus Bachtiar, 2004.
Lebih dari 90 alkohol yang digunakan dioksidasi di dalam hati, sebagian besar sisanya dikeluarkan lewat paru-paru dan urine Katzung, 2002.
Jalur utama bagi metabolisme alkohol meliputi Alcohol Dehydrogenase ADH, yaitu enzim sitosol yang mengkatalisasi perubahan alkohol menjadi
acetaldehyde. Enzim ini terdapat terutama di dalam hati, tetapi juga ditemukan di dalam organ-organ lain, misalnya otak dan perut Katzung, 2002.
Selama perubahan ethanol menjadi acetaldehyde, ion hydrogen ditransfer dari alkohol pada Nicotinamide Adenine Dinucleotide NAD
+
untuk membentuk NADH. Sebagai hasil akhir, oksidasi alkohol menyebabkan
penurunan ekuivalen yang berlebihan di dalam hati, terutama sebagai NADH. Produksi NADH yang berlebihan inilah nampaknya yang mendasari sejumlah
gangguan metabolisme yang menyertai alkoholisme kronis Katzung, 2002. Sistem oksidasi dimikrosomal MEOS, yang juga dikenal sebagai sistem
oksidasi campuran, menggunakan NADPH sebagai kofaktor dalam metabolisme ethanol. Pada konsentrasi dalam darah di bawah 100 mgdL 22 mmolL,
sistem MEOS, yang memiliki K
m
relatif tinggi untuk alkohol, memberikan sedikit pengaruh terhadap metabolisme ethanol. Akan tetapi, bila ethanol dalam
jumlah besar dikonsumsi, sistem alcohol dehydrogenase menjadi jenuh karena pengosongan jumlah kofaktor yang dibutuhkan NAD
+.
. Bila konsentrasi ethanol meningkat di atas 100 mgdL, akan terjadi peningkatan peran dari sistem
commit to user
MEOS, yang mana tidak mengandalkan NAD
+
sebagai kofaktor Katzung, 2002.
Selama konsumsi alkohol secara kronis, aktivitas MEOS meningkat. Induksi enzim ini dikaitkan dengan meningkatnya berbagai macam unsur pokok
retikulum endoplasma yang halus di dalam hati. Sebagai akibatnya, konsumsi alkohol yang terus-menerus akan menyebabkan peningkatan yang berarti tidak
hanya dalam metabolisme ethanol tetapi juga dalam klirens obat-obat lain yang dieliminasi oleh sistem enzim mikrosomal hepatis Katzung, 2002.
Sebagian besar acetaldehyde yang dibentuk dari alkohol tampaknya akan dioksidasi di dalam hati. Sementara itu, beberapa sistem enzim mungkin
bertanggung jawab atas reaksi ini, mithocondrial NAD
+
-dependent aldehyde dehydrogenase nampaknya menjadi jalur utama bagi oksidasi acetaldehyde.
Produk dari reaksi ini adalah acetate, yang mana selanjutnya mengalami metabolisme menjadi CO
2
dan air. Konsumsi alkohol kronis akan menurunkan kecepatan penurunan oksidasi acetaldehyde dalam mitikondria yang utuh
Katzung, 2002. a. Intoksisitas akut
Alkohol digunakan secara luas di masyarakat sebagai minuman atau dalam industri, sehingga secara sengaja maupun tidak dapat menimbulkan
keracunan. Kadang-kadang alkohol diminum bersama obat lain dalam percobaan bunuh diri. Dosis letalnya sulit ditentukan karena adanya toleransi
individual. Kadar alkohol setinggi 80 mg akan menyebabkan gambaran
commit to user
mabuk yang jelas. Kadar 300 mg berbahaya bagi kehidupan, tetapi toleransi dapat timbul pada individu yang terbiasa minum alkohol, sehingga penilaian
klinis penting sekali. Sedangkan kadar rata-rata alkohol darah pada kasus yang fatal ialah diatas 400 mg Katzung, 2002.
b. Intoksisitas kronikalkoholisme Penggunaan alkohol menyebabkan terjadinya toleransi secara
farmakokinetik dan farmakokinetik. Bila penggunaan alkohol dihentikan akan timbul gejala putus obat yang menyebabkan toleransi dan ketergantungan.
Toleransi didefinisikan menurunnya respons fisiologik atau tingkah laku pada penggunaan dosis alkohol yang sama. Ketergantungan fisik diperlihatkan
dengan gejala putus obat bila konsumsi alkohol dihentikan Katzung, 2002.
4. Mekanisme Kerusakan Hepar yang di Akibatkan Oleh Alkohol dan Mekanisme Hepatoprotektor