20
2.1.2.2. Kebutuhan Air Non Domestik
Kebutuhan air non domestik meliputi pemanfaatan komersial, kebutuhan institusi, dan kebutuhan industri. Kebutuhan air komersial untuk suatu daerah
cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan penduduk dan perubahan tata guna lahan. Kebutuhan ini bisa mencapai 20 sampai 25 dari total suplai
produksi air. Kebutuhan institusi antara lain meliputi kebutuhan air untuk sekolah, rumah
sakit, gedung-gedung pemerintah, tempat ibadah, dan lain lain. Untuk penentuan kebutuhan tersebut cukup sulit karena sangat tergantung dari perubahan tataguna
lahan dan populasi. Pengalaman menyebutkan angka 5 cukup representatif. Kebutuhan untuk industri saat ini dapat diidentifikasikan, namun untuk kebutuhan
industri yang akan datang cukup sulit untuk mendapatkan data akurat. Hal ini disebabkan beragamnya jenis dan macam kegiatan. Untuk estimasi angka 2
sampai 5 dari total produksi dapat dipakai sebagai dasar dan acuan perhitungan. Kebutuhan air untuk industri merupakan kebutuhan untuk kegiatan produksi
meliputi bahan baku, pekerja, industry, dan kebutuhan pendukung industri lainnya. Menurut Erwan et al. 1996 dalam SNI Tahun 2002, untuk memperoleh
data yang akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air industri diperlukan kuesioner dan wawancara langsung, namun jika datanya terbatas maka prediksi
penggunaan air dapat menggunakan standar dari Direktorat Teknik Penyehatan, Ditjen Cipta Karya Depertemen Pekerjaan Umum. Besar kebutuhan rata-ratanya
adalah 2 000 literunithari atau 500 literharikaryawan Nippon Koei 1995 dalam SNI 2002. Proyeksi kebutuhan air industri sangat kompleks dengan segala faktor-
faktor yang ikut mendukungnya. Semakin besar suatu industri maka pemanfaatan air akan semakin banyak. Hal ini juga dipengaruhi oleh jenis industri yang
diusahakan misalnya industri sedang minuman ringan lebih kecil kebutuhannya dibandingkan industri besar minuman ringan. Penelitian ini tidak menghitung
kebutuhan air untuk kegiatan industrinya, namun hanya untuk kebutuhan pekerja yang ada dalam industri. Oleh sebab itu, tidak dibedakan antara kebutuhan
industri besar, menengah, dan kecil. Air irigasi merupakan air yang diambil dari suatu sungai atau waduk melalui
saluran-saluran irigasi yang disalurkan ke lahan pertanian guna menjaga
21
keseimbangan air dan kepentingan pertanian. Air sangat dibutuhkan untuk produksi pangan, seandainya pasokan air tidak berjalan baik maka hasil pertanian
akan terpengaruh. Air irigasi dapat berasal dari air hujan maupun air permukaan atau sungai. Pemanfaatan air irigasi tidak hanya untuk pertanian saja melainkan
dapat juga dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang lain seperti perikanan dan peternakan. Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
kebutuhan untuk penyiapan lahan IR, kebutuhan air konsumtif untuk tanaman Etc, perkolasi P, kebutuhan air untuk penggantian lapisan air RW, curah
hujan efektif ER, efisiensi air irigasi IE, dan luas lahan irigasi A SNI 2002. 2.2. Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai yang disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. DAS dibatasi oleh pemisah topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh dengan aktivitas daratan. Menurut Rahmadi 2005 DAS adalah suatu daerah yang dibatasi
dikelilingi oleh garis ketinggian dimana setiap air yang jatuh di permukaan tanah akan dialirkan melalui satu outlet. Komponen yang ada di dalam sistem
DAS secara umum dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu 1 komponen masukan yaitu curah hujan, 2 komponen output yaitu debit aliran dan
polusisedimen, dan 3 komponen proses yaitu manusia, vegetasi, tanah, iklim, dan topografi.
Dengan pengertian tersebut berarti DAS merupakan satu kesatuan ekosistem yang besar dan luas yang di dalamnya terdapat sub sistem-sub sistem yang
beragam dan saling ketergantungan membentuk satu fungsi. Sebagai suatu ekosistem, DAS merupakan suatu satuan wilayah pembangunan yang perlu ditata
agar pemanfaatannya dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti kegiatan di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan,
industri, pertambangan, pariwisata, dan permukiman. Koefisien run off atau air larian C adalah bilangan yang menunjukkan
perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.
22
atau
Keterangan: d
i
= Jumlah hari dalam bulan ke-i.
Q = Debit rata-rata bulanan m
3
detik dan 86 400 = jumlah detik dalam 24 jam.
P = Curah hujan rata-rata setahun mtahun. A = Luas DAS m
2
. Misalnya C untuk hutan adalah 0.1 artinya 10 dari total curah hujan akan
menjadi air larian. Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti
sebagian besar air hujan menjadi air larian, maka ancaman erosi dan banjir akan besar. Besaran nilai C akan berbeda-beda bergantung pada topografi dan
penggunaan lahan. Semakin curam kelerengan lahan semakin besar nilai C lahan tersebut. Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan bisa dilihat pada
Tabel 2. Tabel 2 Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan
Kondisi Daerah Nilai C
Pegunungan yang curam 0.75 - 0.90
Pegunungan tersier 0.70 - 0.80
Tanah bergelombang dan hutan 0.50
– 0.75 Tanah dataran yang ditanami
0.45 – 0.60
Persawahan yang diairi 0.70
– 0.80 Sungai di daerah pegunungan
0.75 – 0.85
Sungai kecil di dataran 0.45
– 0.75 Sungai besar di dataran
0.50 – 0.75
Sumber : Dr. Mononobe dalam Suyono S. 1999
Pengelolaan DAS pada prinsipnya merupakan suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam
dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat dalam suatu DAS
Air larian mm C =
–––––––––––––––––
Curah hujan mm