I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu dari tiga kawasan penting dunia sebagai lokasi
terjadinya perubahan iklim global. Dua diantaranya adalah di atas daratan sekitar
kawasan hutan hujan di Congo di ekuator Afrika dan kawasan Amazon di Amerika
Selatan. Hal ini dimungkinkan karena kurang lebih tujuh puluh persen wilayah Indonesia
didominasi oleh lautan yang menyebabkan kawasan ini diduga sebagai penyimpan
bahang panas terbesar baik yang sensibel ataupun latent
tersembunyi bagi pembentukkan awan-awan kumulus, seperti
Cumulonimbus Hermawan, 2002. Curah hujan di Indonesia umumnya
dipengaruhi oleh fenomena sirkulasi atmosfer baik skala global, regional, maupun lokal.
Salah satu fenomena global yang mempengaruhi cuaca dan iklim Indonesia
adalah Madden Julian Oscillation MJO.
Madden Julian Oscillation
MJO merupakan model osilasi dominan dari
variabilitas daerah tropik Madden dan Julian, 1971. Ia dimanifestasikan dalam skala waktu
antara 30 -60 hari melalui anomali skala besar dari propagasi penjalaran proses konveksi ke
arah timur. Fenomena MJO dapat menjelaskan variasi iklim di wilayah tropis.
Fenomena MJO terkait langsung dengan pembentukan kolam panas di Samudra Hindia
bagian timur dan Samudra Pasifik bagian barat sehingga pergerakan MJO ke arah timur
bersama angin baratan westerly wind sepanjang ekuator selalu diikuti dengan
konveksi awan kumulus tebal. Awan konvektif ini menyebabkan hujan dengan
intensitas tinggi sepanjang penjalarannya yang menempuh jarak 100 kilometer dalam sehari
di Samudra Hindia dan 500 kilometer per hari ketika berada di Indonesia.
MJO melibatkan variasi angin, sea surface temperature
SST, perawanan, dan hujan. Kebanyakan curah hujan tropis adalah
konvektif, dan puncak awan konvektif sangat dingin
memancarkan sedikit radiasi gelombang panjang, maka fenomena MJO
akan terlihat jelas pada variasi Outgoing Longwave Radiation
OLR yang terukur dari sensor inframerah pada satelit. Bureau of
Meteorology Australia menggunakan indeks
Real Time Multivariat e MJO RMM1 dan
RMM 2 untuk memonitoring MJO. Indeks ini melibatkan variabel angin pada ketinggian
200 mb dan 850 mb, serta data OLR. Indeks ini dimaksudkan untuk menjelaskan secara
efisien dan ekstrak variabilitas atmosfer yang langsung berhubungan dengan MJO.
Studi fenomena MJO hingga saat ini belum banyak dilakukan orang, terutama
mengenai prediksi terjadinya MJO. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini yaitu
dikembangkannya model prediksi MJO berbasis kepada hasil analisis data time series
Real Time Multivariate
MJO RMM. M etode yang akan digunakan adalah metode
Box-Jenkins atau ARIMA Autoregresive Integrated Moving Average
. Penelitian ini juga akan menganalisis
keterkaitan fenomena MJO dengan curah hujan yang terjadi di beberapa kawas an barat
Indonesia. Dipilihnya kawasan barat karena fenomena MJO paling dominan terjadi di
Indonesia bagian barat Hermawan, 2009.
Kejadian banjir pada tahun 1996, 2002, dan 2007 merupakan salah satu bukti nyata
bahwa prediksi MJO penting dilakukan. Diduga, MJO den gan fase aktif saat itu
dominan meliputi hampir seluruh kawasan barat Indonesia.
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya tugas akhir ini adalah 1. Memodelkan data time series Real Time
Multivariate MJO RMM1 dan RMM2
2. Menduga besarnya RMM1 dan RMM2 yang terjadi di atas wilayah Indonesia
untuk beberapa dekade mendatang 2-3 hari dari data.
3. Menganalisis keterkaitan nilai RMM1 dan RMM2 dengan curah hujan yang
terjadi di beberapa kawasan barat Indonesia
studi kasus: Jakarta,
Lampung, Palembang, dan Kerinci.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Madden Julian Oscillation MJO
Madden Julian Oscillation MJO adalah
osilasigelombang tekanan pola tekanan tinggi-rendah dengan periode 30-50 hari
menjalar dari barat ke timur. Fenomena ini pertama kali diketemukan oleh Roland
Madden dan Paul Julian 1971 ketika menganalisis anomali angin zonal di Pasifik
Tropis sehingga kemudian dikenal dengan Madden Julian Oscillation
MJO. Mereka menggunakan data tekanan selama 10 tahun di
Pulau Canton 2,80 LS di Pasifik dan data angin di lapisan atas Singapura.
Osilasi ini dihasilkan dari sirkulasi sel skala besar di ekuatorial yang bergerak ke
timur dari laut Hindia ke Pasifik Tengah.
Anomali angin zonal dan kecepatan potensial di troposfer atas yang sering menyebar untuk
melakukan siklus mengit ari bumi. Proses tersebut ditandai dengan perubahan tekanan
permukaan dan momentum relatif angular atmosfer. MJO merupakan variasi
intraseasonal
kurang dari setahun yang terkenal di daerah tropis. Osilasi ini
merupakan faktor penting saat fase aktif dan fase lemah Monsun India dan Australia,
sehingga menyebabkan gelombang laut, arus, dan interaksi laut -udara. Pergerakan awan ke
arah timur diasosiasikan dengan osilasi MJO. Awal dan aktivitas Monsun Asia-Australia
dipengaruhi sangat kuat oleh pergerakan MJO ke timur Yasunari 1979; Lau dan Chan
1986.
Fenomena MJO terkait langsung dengan pembentukan kolam panas di Samudra Hindia
bagian timur dan Samudra Pasifik bagian barat sehingga pergerakan MJO ke arah timur
bersama angin baratan westerly wind sepanjang ekuator selalu diikuti dengan
konveksi awan kumulus tebal. Awan konvektif ini menyebabkan hujan dengan
intensitas tinggi sepanjang penjalarannya yang menempuh jarak 100 kilometer dalam sehari
di Samudra Hindia dan 500 kilometer per hari ketika berada di Indonesia. Pergerakan super
cloud cluster
tentu saja berkaitan dengan pergerakan pusat tekanan rendah yang akan
diikuti oleh perubahan pola angin Seto, 2002. P ada akhir Desember 2007, ketika
MJO dalam fase matang, intensitas curah hujan tinggi dan dalam waktu cukup lama
torrential rains terjadi di laut dan pantai utara Jawa menyebabkan wilayah Jawa
Tengah mengalami longsor akibat hujan deras yang terus-terusan mengguyur —yang
menimbulkan korban jiwa—dan menyebabkan instabilitas atmosfer di perairan
selatan Bali Kompas, 18 Januari 2008.
Dengan menggunakan analisis EAR Equatorial Atmosphere Radar secara
vertikal zonal-vertikal, data angin dapat menunjukan adanya pergerakan ke timur di
permukaan dan ke barat di lapisan atas Nurhayati, 2007 dan inilah yang disebut
dengan siklus MJO serta hal tersebut sesuai dengan teori skema perpotongan MJO
sepanjang ekuator. MJO juga memiliki siklus 40-50 hari. MJO mempengaruhi seluruh
lapisan tropis, terlihat jelas di Pasifik Barat dan Hindia. Unsur yang dilibatkan dalam
menganalisis MJO dapat berupa angin, SST Sea Surface Temperature, perawanan, hujan,
dan OLR Outgoing Longwave Radiation. Fenomena MJO terlihat jelas pada variasi
OLR sensor inframerah satelit, sebab curah hujan tropis adalah konvektif dengan puncak
awan konvektif sangat dingin sehingga memancarkan sedikit radiasi gelombang
panjang. Pergerakan awan konvektif dari barat ke timur sepanjang Pasifik Tropis ditandai
konvergensi di lapisan bawah troposfer dan divergensi di lapisan atas stratosfer. MJO
merupakan sirkulasi skala besar di ekuator dan berpusat di Samudera Hindia dan
bergerak ke timur antara 10° LU dan 10° LS.
Fenomena ini juga dipengaruhi oleh inter aksi antara atmosfer dan lautan,
diantaranya sea surface temperature SST, sea level presure
SLP, angin zonal, keawanan, dan evaporasi dari permukaan
lautan. Pengaruh yang nyata dari osilasi MJO adalah tidak normalnya curah hujan yang
diterima di kawasan Barat Samudera Hindia dan penjalaran sisanya.
Siklus MJO ditunjukan berupa gugus- gugus awan tumbuh di Samudera Hindia lalu
bergerak ke arah timur dan membentuk suatu siklus dengan rentang 30-60 hari dan dengan
cakupan daerah 10N -10S Matthews A J, 2000, seperti yang ditunjukan pada Gambar
1.
Gambar 1 Siklus MJO Matthews A.J., 2000
Gambar 1 menunjukan siklus MJO dengan interval selama 3 harian atau 22.5 derajat.
Gambar tersebut menggunakan OLR sebagai salah satu cara untuk menggambarkan
perjalanan siklus MJO. Siklus MJO pada fase 0 atau t=0, konveksi tumbuh dan berkembang
di Samudera Hindia dan terjadi supresi mengalami kekeringan di Samudera Pasifik.
Kedua peristiwa ini bergerak ke timur sampai fase 180 dengan lokasi yang berkebalikan
konveksi di Samudera Pasifik dan supresi di Samudera Hindia. Kondisi ini terus bergerak
ke timur dan kembali ke fase 0 konveksi di Samudera Hindia dan supresi di Samudera
Pasifik. Penjalaran ini memerlukan waktu 30- 60 hari dengan efek basah dan kering pada
daerah-daerah yang di lewatinya.
Gambar 2 Skema MJO di ekuatorial Madden dan Julian, 1972
Gambar 2 menunjukan skema MJO di ekuatorial. Garis panah menunjukan sirkulasi
meridional yang diasosiasikan dengan MJO. Garis atas menunjukkan tinggi tropopause dan
garis bawah menunjukan tekanan permukaan laut sea-level pressure, SLP. Terlihat dalam
gambar tersebut munculnya awan dan posisinya bergeser ke arah timur. Periode
sirkulasi MJO disimbolkan dengan huruf, dimana skema konveksi kuat ditandai oleh
terbentuknya awan Cumulus dan Cumulonimbus Madden dan Julian, 1972.
Siklus M JO bergerak ke timur berawal dari Samudra Hindia menuju Samudra Pasifik dan
belahan bumi bagian barat dibagi dalam 8 f ase Matthews AJ, 2000. F ase-8,1 daerah
konveksi di belahan bumi bagian barat dan Afrika, fase-2,3 di samudra India bagian barat
dan 8 tim ar, fase-4,5 di benua maritim Indonesia, fase-6,7 di kawasan Pasifik barat.
2.2 Outgoing Longwave Radiation OLR