Tabel 2 Hubungan korelasi silang antara RMM1 dan OLR 100° BT
Dari Tabel 2 terlihat bahwa sifat
korelasinya adalah linear, karena pada lag nol nilai korelasinya berada di luar batas selang,
dengan nilai korelasi -0.147. Artinya terjadi korelasi negatif antara OLR dan RMM1, yang
menunjukkan bahwa pada saat nilai OLR kecil, maka nilai RMM1 akan tinggi.
Selanjutnya juga dilakukan analisis statistik keterkaitan antara RMM2 dengan
OLR pada posisi 100°BT menggunakan metode korelasi silang. Hasil dari korelasi
silang tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 dan Tabel 3.
Gambar 11 Korelasi silang antara RMM2
dengan OLR 100°BT periode 3 Maret 1979 - 3 Maret 2009
Tabel 3 Hubungan korelasi silang antara RMM2 dan OLR 100° BT
Hasil korelasi silang antara OLR 100°BT dengan RMM2 menunjukkan hasil yang
berbeda dengan hasil korelasi silang antara OLR 100°BT dengan RMM1. Pada Gambar
11 terlihat bahwa pada lag ke nol nilai korelasinya melebihi batas selang, dan
nilainya positif yaitu 0.64. Artinya bahwa jika nilai OLR 100°BT kecil maka nilai RMM2
juga akan kecil mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan diagram dua dimensi dari
Real Time Multivariate
MJO RMM1 dan RMM2 yang menunjukkan ketika MJO aktif
melewati Indonesia barat yaitu pada fase 4 maka nilai RMM1 dan RMM2 berkebalikan
RMM1 positif, RMM2 negatif, yaitu nilai RMM1 lebih besar dari negatif RMM2,
dengan RMM10 dan RMM20. 4.2 Model Prediksi Berbasis ARIMA
4.2.1 Uji Stasioneritas Data
Data yang digunakan untuk membuat model prediksi ini yaitu data harian Real Time
Multivariate MJO RMM1 dan RMM2
periode 1 Maret 1979 – 1 Maret 2009. Pada penelitian ini analisis yang digunakan adalah
ARIMA Autoregressive Integrated Moving Average
, karena melibatkan data deret waktu, sehingga diperoleh model yang
menggambarkan data deret waktu tersebut.
Lag Cross
Correlation Std.
Error
a
-7 .209
.021
-6 .230
.021
-5 .136
.021
-4 -.084
.021
-3 -.392
.021
-2 -.670
.021
-1 -.598
.021
-.147
.021
1 .234
.021
2 .355
.021
3 .302
.021
4 .176
.021
5 .034
.021
6 -.083
.021
7 -.135
.021
Lag Cross
Correlation Std.
Error
a
-7
-.047
.021 -6
-.198
.021 -5
-.354
.021 -4
-.437
.021 -3
-.352
.021 -2
-.008
.021 -1
.458
.021
.640
.021 1
.466
.021 2
.182
.021 3
-.046
.021 4
-.164
.021 5
-.174
.021 6
-.121
.021 7
-.044
.021
Gambar 12 menampilkan plot deret waktu dari data RMM1 dan RMM2. Berdasarkan
plot data tersebut terlihat bahwa variasi data cukup besar.
Gambar 12 Plot data RMM1 a dan RMM2 b periode 1 Maret 1979 – 1 Maret 2009 Uji stasioneritas perlu dilakukan sebelum
pembentukkan model karena peramalan pada data deret waktu mensyaratkan bahwa data
harus bersifat stasioner. Jumlah pembedaan data deret waktu akan menjadi nilai orde d
dalam model ARIMA yang digunakan. Suatu data dikatakan stasioner apabila nilai rata-rata
dan variansnya konstan sepanjang waktu. Dengan kata lain, data stasioner tidak
mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang tidak stasioner perlu dimodifikasi
dilakukan pembedaan untuk menghasilkan data yang stasioner.
Gambar 13 Fungsi Autokorelasi ACF RMM1 a dan RMM2 b periode 1 Maret 1979 – 1 Maret 2009
Kestasioneran dalam rataan dan ragam dari suatu proses deret waktu dapat dilihat
secara visual dari plot data, fungsi autorelasi ACF, dan fungsi autokorelasi parsial
PACF. Berdasarkan Gambar 12, terlihat adanya trend datarhampir datar dan
membentuk pola menyebar. Yang ke-2 untuk mengidentifikasi kestasioneran dapat dilihat
berdasarkan plot ACF data RMM1 dan RMM2 pada Gambar 13, dimana pada gambar
tersebut terlihat adanya pola alternating naik turun secara teratur. Selanjutnya yaitu
mengidentifikasi kestasioneran dengan melihat plot fungsi PACF.
a b
a b
Gambar 14 Fungsi Autokorelasi Parsial PACF RMM1 a dan RMM2 b periode 1 Maret 1979 – 1 Maret 2009
Pada Gambar 14 terlihat jelas bahwa setelah lag pertama nilai PACF menurun
drastis dan seluruh PACF setelah lag 1 tidak signifikan secara statistik. Tiga fakta tersebut
menunjukkan bahwa data bersifat non- stasioner.
Plot ACF dan PACF mengidentifikasikan adanya
ketidakstasioneran dalam varian. Untuk menghilangkan pola musimannya sehingga
data menjadi lebih stasioner maka dilakukan pembedaan pertama. Berikut ini adalah
deskriptif data asli, deskriptif data pembedaan pertama, plot ACF dan PACF pembedaan
pertama. Dari plot data pembedaan pertama akan terlihat jelas apakah data telah stasioner
atau belum.
Tabel 4 Deskripsi statistik data Real Time Multivariate MJO RMM1 dan RMM2 30 tahun 1 Maret 1979-1 Maret 2009 dan data pembedaan 1
Variabel N
Minimum Maximum
Mean Std. Dev
Variance
Statistic Statistic
Statisti c Statistic
Std. Error
Statistic Statistic
RMM1 RMM2
dif1_RM M1
dif1_RM M2
Valid N listwise
10959 10959
10958 10958
10958
-3.5079 -3.3625
-1.0471
-.8783
3.9406 3.8504
.8069
1.0120
.003757 -.008161
.000034
.000032
.0096820 .0096405
.0022481
.0021556
1.013565 7
1.009216 5
.2353361
.2256462 1.027
1.019 .055
.051
Setelah dilakukan pembedaan pertama ternyata terlihat pada T abel 4 bahwa variasi
data mengecil menjadi 0.055 untuk
pembedaan data RMM1 dan 0.51 untuk data RMM2, begitu pula dengan nilai standar error
data yang menurun setelah dilakukan pembedaan pertama.
a b
Gambar 15 Plot data pembedaan 1 RMM1 a dan RMM2 b periode 1 Maret 1979 – 1
Maret2009
Gambar 16 Fungsi Autokorelasi ACF pem bedaan 1 RMM1 a dan RMM2 b p eriode 1 Maret
1979 – 1 Maret 2009
Gambar 17 Fungsi Autokorelasi Parsial PACF pembedaan 1 RMM1 a dan RMM2 b periode
1 Maret 1979 – 1 Maret 2009 Hasil pembedaan pertama ternyata lebih
baik, terlihat dari gambar plot data lebih stasioner dan nilai variansinya lebih kecil dari
data asli. Melalui plot ACF dan PACF data a
b a
b a
b
asli yang dilakukan pembedaan pertama, ditentukan model sementara data RMM1 dan
RMM2 periode 1 Maret 1979-1 Maret 2009. 4.2.2 Identifikasi dan Penaksiran Model
Dari plot ACF Gambar 16 dan PACF Gambar 17 diperoleh informasi bahwa ACF
RMM1 dan RMM2 signnifikan pada lag 1, 2, 3, 4, dan 5. Sedangkan PACF RMM1 dan
RMM2 signifikan pada lag 1 dan 2. Dengan demikian model sementara dari plot data
RMM1 dan RMM2 adalah campuran dari autoregresif, pembedaan pertama, dan moving
average atau model ARIMA p, 1, q. Dengan nilai p adalah 1 dan 2 sedangkan nilai q dipilih
1, 2, 3, 4, dan 5. Selanjutnya dilakukan estimasi terhadap lag-lag yang ada untuk
mendapatkan model terbaik.
Setelah menetapkan identifikasi model sementara,
selanjutnya parameter-parameter AR dan MA harus ditetapkan. Lampiran 1 menampilkan
penaksir parameter untuk model-model deret waktu RMM1 dan RMM2 yang mungkin.
4.2.3 Uji Diagnostik