Real Time Multivariate MJO seri 1 dan 2 RMM1 dan RMM2

Gambar 4 Pola curah hujan di Indonesia Bayong dalam Kadarsah, 1999 Pada kondisi normal, daerah yang bertipe hujan Monsun akan mendapatkan jumlah curah hujan yang berlebih pada saat Monsun barat DJF dibanding saat Monsun timur JJA. Pengaruh Monsun di daerah yang memiliki pola curah hujan ekuator kurang tegas akibat pengaruh insolasi pada saat terjadi ekinoks, demikian juga pada daerah yang memiliki pola curah hujan lokal yang lebih dipengaruhi oleh efek orografi . Secara umum awal musim hujan wilayah Propinsi Banten dan DKI Jakarta terjadi pada dasarian I Oktober sampai dengan dasarian III Desember BMKG, 2009 . Def inisi BMKG, musim hujan ditandai dengan curah hujan yang ter jadi dalam satu dasarian sebesar 50 mm atau lebih yang diikut i oleh dasarian berikutnya, atau dalam satu bulan terjadi lebih dari 150 mm. Meninjau definisi tersebut berarti jika curah hujan yang terjadi kurang dari kriteria di atas, maka fase tersebut dianggap sebagai musim kemarau. Musim kemarau di suatu tempat sering diident ikan dengan kejadian kekeringan. Kekeringan sendiri merupakan suatu keadaan dimana curah hujan yang terjadi lebih rendah dari normalnya. Jenis-jenis hujan berdasarkan curah hujan definisi BMG: • hujan sedang, 20 - 50 mm per hari • hujan lebat, 50-100 mm per hari • hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama. Namun masih tergolong cukup banyak, yaitu rata-rata 2000 – 3000 mmtahun. Begitu pula antara tempat yang satu dengan tempat yang lain rata-rata curah hujannya tidak sama. Ada beberapa daerah yang mendapat curah hujan sangat rendah dan ada pula daerah yang mendapat curah hujan tinggi: 1. Daerah yang mendapat curah hujan rata- rata per tahun kurang dari 1000 mm, meliputi 0,6 dari luas wilayah Indonesia, di antaranya Nusa Tenggara, dan 2 daerah di Sulawesi lembah Palu dan Luwuk. 2. Daerah yang mendapat curah hujan antara 1000 – 2000 mm per tahun di antaranya sebagian Nusa Tenggara, daerah sempit di Merauke, Kepulauan Aru, dan Tanibar. 3. Daerah yang mendapat curah hujan antara 2000 – 3000 mm per tahun, meliputi Sumatera Timur, Kalimantan Selatan, dan Timur sebagian besar Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebagian Irian Jaya, Kepulauan Maluku dan sebagaian besar Sulawesi. 4. Daerah yang mendap at curah hujan tertinggi lebih dari 3000 mm per tahun meliputi dataran tinggi di Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dataran tinggi Irian bagian tengah, dan beberapa daerah di Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba.

2.4 Real Time Multivariate MJO seri 1 dan 2 RMM1 dan RMM2

Real Time Multivariate MJO seri 1dan 2 RMM1 dan RMM2 adalah suatu indeks musiman untuk memonitoring MJO. Ini didasarkan pada sepasang fungsi ortogonal empiris EOFs dari gabungan bidang dekat akuatorial, rata-rata 850 hPa angin zonal, 200 hPa angin zonal, dan data hasil observasi satelit Outgoing Longwave Radiation OLR. Proyeksi dari data observasi harian ke beberapa variabel EOFs, dengan siklus tahunan dan komponen interannual variabilitas dihapus menghasilkan komponen pokok PC seri waktu yang berbeda pada umumnya di skala waktu intraseasonal dari MJO. Sehingga proyeksi ini berfungsi sebagai filter yang efektif untuk MJO tanpa perlu waktu untuk konvensional penyaringan yang membuat PC deret waktu sebagai indeks yang efektif Kyong Hwan Seo, 2008. Pasangan PC deret waktu yang membentuk indeks disebut Real-time Multivariate MJO seri 1 RMM1 dan Real- time Multivariate MJO seri 2 RMM2. Walaupun kenyataannya RMM1 dan RMM2 menjelaskan evolusi dari MJO sepanjang khatulistiwa yang independen dari musim, perilaku koheren-off khatulistiwa memperlihatkan pengaruh musiman yang kuat Wheeler dan Hendon, 2004. Wheeler dan Hendon menggambarkan perkembangan indeks untuk banyak pengamatan di Badan Meteorologi Australia. Indeks ini dimaksudkan untuk menjelaskan secara efisien dan ekstrak variabilitas atmosfer yang langsung berhubungan dengan MJO. Prediksi MJO berbasis kepada teknik atau metode Real Time Multivariate MJO RMM1 dan RMM2 hingga kini digunakan oleh pihak Badan Meteorologi Australia BoM, Australia. Secara umum RMM diaplikasikan untuk mengetahui perkembangan aktivitas MJO. Indeks ini telah digunakan oleh Wheeler and Hendon 2004 dalam analisis statistik korelasi antara MJO dengan curah hujan. RMM indeks menghasilkan sinyal secara real tim e yang menunjukkan MJO itu sendiri. Sangat penting bahwa indeks ini menunjukkan hubungan yang pasti dengan efek-efek cuaca yang terkait dengan MJO. Setelah dilakukan banyak pengujian, kombinasi dari bidang dipilih EOF untuk perwakilan MJO, yaitu OLR, 850 hPa angin zonal u850, dan 200 hPa angin zonal u200. MJO ditetapkan sebagai pasangan pasti dari EOFs Xianan et al, 2008. Untuk nilai OLR, datanya diperoleh langsung dari National Centers for Environmental Prediction NCEP, dari Juni 1974 hingga sekarang dan berkelanjutan. Data angin zonal diperoleh dari NCEP –National Center for Atmospheric Research NCEP–NCAR reanalysis dataset Kalnay et al., 1996 dan tersedia untuk periode yang sama dengan OLR. OLR dan angin zonal dianalisis di atas grid 2.5° lintang- bujur. Data NCEP -NCAR reanalysis dihasilkan beberapa hari biasanya 3 hari di belakang real time yang disebabkan waktu yang menunggu untuk mendapatkan pengamatan global yang lebih lengkap. Saat ini data tersebut diperoleh dari NOAA Climate Diagnostics Center. Data OLR biasanya lebih up-to-date yang diperoleh dari NCEP National Centers for Environmental Prediction . Untuk mengoptimalkan sifat real time dari indeks RMM digunakanlah analisis dari model operasional Australian Bureau of Meteorology yang dinamakan Global Asimilasi dan Prediksi Sistem GASP, untuk menghitung perkiraan terbaru dari RMM1 dan RMM2. Ekspansi dan kontraksi zonal dari aktivitas MJO yang terjadi dari musim ke musim dan tahun ke tahun juga ditangkap oleh dua indeks RMM, dan penggunaan indeks RMM untuk ukuran variasi global dan perubahan interannual modulasi dari MJO adalah pemikiran yang lebih baik dari beberapa studi sebelumnya. Indeks RMM tepat untuk mendiagnosis lokasikeberadaan MJO, yaitu ditunjukkan dari diagram dua dimensi fase pergerakan MJO menggunakan RMM1 dan RMM2 Gambar 5. Peramalan MJO dapat menggunakan indeks RMM1 dan RMM2. MJO dikatakan dalam fase aktif jika: Gambar 5 Diagram fase MJO global hasil penurunan RMM1 dan RMM2 Wheller dan Hendon, 2004 Data harian RMM1 dan RMM2 yang tersedia adalah dari tanggal 1 Juni 1974 berkelanjutan hingga saat ini. Terdapat 8 fase pergerakan MJO, dimana Indonesia terletak pada fase 4 dan 5. Dari Gambar 5 terlihat bahwa time-series fase 4 dan 5 merupakan fase yang yang perlu mendapat perhatian mengingat posisinya yang terletak di kawasan maritime Indonesia. MJO aktif dikatakan berada dalam fase 4 ketika nilai RMM1 lebih besar dari negatif RMM2, dengan RMM10 dan RMM20. Untuk MJO aktif yang berada pada fase 5 maka nilai RMM1RMM2, dengan RMM1 dan RMM2 0. Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada kalanya saat memasuki phase 4 atau phase 5, index MJO berada di dalam lingkaran yang artinya bahwa aktivitas MJO melemah, begitupun sebaliknya ketika MJO berada di luar lingkaran artinya MJO dalam fase aktif.

2.5 Analisis Spektral

Dokumen yang terkait

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap propagasi Madden Julian Oscillation (MJO)

3 27 31

Pengembangan Model Prediksi Madden-Julian Oscillation (MJO) Berbasis Hasil Analisis Data Wind Profiler Radar (WPR)

2 19 98

The Influence of the Madden-Julian Oscillation on Diurnal Cycle of Rainfall over Sumatera

0 7 54

Respon Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a terhadap Madden-Julian Oscillation (MJO) di Laut Indonesia

2 12 35

PENGEMBANGAN MODEL PREDIKSI MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO) BERBASIS HASILANALISIS DATA WIND PROFILER RADAR (WPR)

0 4 11

IDENTIFIKASI MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) UNTUK PREDIKSI PELUANG BANJIR TAHUNAN DI SUB DAS SOLO HULU Identifikasi Madden Julian Oscillation (MJO) Untuk Prediksi Peluang Banjir Tahunan Di Sub Das Solo Hulu Bagian Tengah (2007 – 2012).

0 1 15

PENDAHULUAN Identifikasi Madden Julian Oscillation (MJO) Untuk Prediksi Peluang Banjir Tahunan Di Sub Das Solo Hulu Bagian Tengah (2007 – 2012).

0 2 19

DAFTAR PUSTAKA Identifikasi Madden Julian Oscillation (MJO) Untuk Prediksi Peluang Banjir Tahunan Di Sub Das Solo Hulu Bagian Tengah (2007 – 2012).

0 2 4

IDENTIFIKASI MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) UNTUK PREDIKSI PELUANG BANJIR TAHUNAN DI SUB DAS SOLO HULU Identifikasi Madden Julian Oscillation (MJO) Untuk Prediksi Peluang Banjir Tahunan Di Sub Das Solo Hulu Bagian Tengah (2007 – 2012).

0 1 13

Karakteristik Madden-Julian Oscillation (MJO) Ketika El-Nino Southern Oscillation (ENSO) | Muhammad | Wahana Fisika 9376 19201 1 PB

1 2 24