Gambar 1 menunjukan siklus MJO dengan interval selama 3 harian atau 22.5 derajat.
Gambar tersebut menggunakan OLR sebagai salah satu cara untuk menggambarkan
perjalanan siklus MJO. Siklus MJO pada fase 0 atau t=0, konveksi tumbuh dan berkembang
di Samudera Hindia dan terjadi supresi mengalami kekeringan di Samudera Pasifik.
Kedua peristiwa ini bergerak ke timur sampai fase 180 dengan lokasi yang berkebalikan
konveksi di Samudera Pasifik dan supresi di Samudera Hindia. Kondisi ini terus bergerak
ke timur dan kembali ke fase 0 konveksi di Samudera Hindia dan supresi di Samudera
Pasifik. Penjalaran ini memerlukan waktu 30- 60 hari dengan efek basah dan kering pada
daerah-daerah yang di lewatinya.
Gambar 2 Skema MJO di ekuatorial Madden dan Julian, 1972
Gambar 2 menunjukan skema MJO di ekuatorial. Garis panah menunjukan sirkulasi
meridional yang diasosiasikan dengan MJO. Garis atas menunjukkan tinggi tropopause dan
garis bawah menunjukan tekanan permukaan laut sea-level pressure, SLP. Terlihat dalam
gambar tersebut munculnya awan dan posisinya bergeser ke arah timur. Periode
sirkulasi MJO disimbolkan dengan huruf, dimana skema konveksi kuat ditandai oleh
terbentuknya awan Cumulus dan Cumulonimbus Madden dan Julian, 1972.
Siklus M JO bergerak ke timur berawal dari Samudra Hindia menuju Samudra Pasifik dan
belahan bumi bagian barat dibagi dalam 8 f ase Matthews AJ, 2000. F ase-8,1 daerah
konveksi di belahan bumi bagian barat dan Afrika, fase-2,3 di samudra India bagian barat
dan 8 tim ar, fase-4,5 di benua maritim Indonesia, fase-6,7 di kawasan Pasifik barat.
2.2 Outgoing Longwave Radiation OLR
OLR atau radiasi gelombang panjang adalah jumlah energi yang dipancarkan bumi
ke angkasa Juniarti et al., 2002. Atmosfer dapat dikatakan hampir transparan terhadap
radiasi gelombang pendek, namun tidak semua radiasi yang berasal dari matahari
sampai ke bumi. Hanya sekitar 50 yang mencapai bumi, yang lainnya diserap oleh
awan dan gas gas yang ada di atmosfer. Radiasi yang diserap oleh permuka an bumi
kemudian dipancarkan dalam bentuk panas radiasi gelombang panjang. Selanjutnya
radiasi gelombang panjang ini diemisikan ke atmosfer, sebagian ada yang lolos ke angkasa
dan sebagian lagi tertahan atau terperangkap dan diserap oleh GRK gas rumah kaca yang
ada di atmosfer, misalnya uap air, CO
2
, O
3
, CFC, serta awan sehingga tidak dapat lolos ke
angkasa. Nilai OLR diperoleh dari sensor
inframerah satelit. Satelit memancarkan sensor ke awan yang paling tinggi, awan
memantulkannya kembali dalam bentuk nilai Temperature Black Body
TBB. Nilai TBB ini kemudian dikonversikan ke dalam nilai
OLR, melalui suatu persamaan konversi tertentu. Nilai OLR yang rendah biasanya
mengindikasikan suhu yang rendah atau adanya hujan, sedangkan nilai yang tinggi
menunjukkan daerah hangat di bumi.
Outgoing Longwave Radiation OLR
adalah ukuran atau nilai radiasi bumi yang memiliki panjang gelombang panjang yang
terdeteksi dari luar angkasa. Deteksi ini biasa dilakukan dengan peralatan satelit. Nilai yang
diukur ini menggambarkan seberapa besar perawanan menghambat keluarnya radiasi
bumi tersebut. Nilai OLR merupakan nilai negatif yang menunjukkan besarnya hambatan
tersebut. Semakin kecil nilai dalam skala negatif menunjukkan semakin besarnya
hambatan sehingga dapat divisu alisasi sebagai semakin tingginya awan yang menghambat
tersebut yang biasanya adalah awan konvektif. Secara umum pola OLR menggambarkan pola
daerah daerah konvektif potensial Aldrian, 2000.
Gambar 3 Anomali OLR periode 14
D esember 2008 – 31 Mei 2009 Climate Prediction
Center NCEP, 2009
Gambar 3 menunjukkan bagaimana fenomena MJO dapat dilihat berdasarkan
anomali OLR. Warna orange merupakan positif anomali OLR, sedangkan w arna biru
menunjukkan negatif anomali OLR. Pada pertengahan Januari hingga pertengahan
Februari terlihat adanya propagasi MJO yang ditunjukkan oleh anomali OLR - ke timur
dari Samudera Hindia melewati Indonesia dan menuju ke Samudera Pasifik.
2.3 Curah Hujan di Indonesia