tingkah laku mencari makan, secara umum ikan demersal mencari makan pada malam hari nocturnal dan beristirahat pada siang hari. Hasil tangkapan ikan
demersal di Perairan Sulawesi Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah tangkapan ikan demersal di Perairan Sulawesi Selatan 2011
Nama Indonesia Nama Ilmiah
Jumlah ton Bawal Hitam
Formio niger 475
Bawal putih Pampus argenteus
552 Layur
Trichiurus spp. 793
Pepetek Leiognathidae
5.902 Kakap Merah
Lutjanus malabaricus 8.237
Kuniran Upeneus sulphureus
496 Kurisi
Nemipterus spp. 4.417
Senangin Polynemus spp.
254 Kerapu
Epinephelus spp. 7.116
Pari Trigonidae
1.737 Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2012
2.4. Klasifikasi Dasar Perairan Bottom Classification
Informasi mengenai tipe dasar, sedimen dan vegetasi perairan secara umum dapat digambarkan pada sinyal echo dimana sinyal ini dapat disimpan dan
diperoleh secara bersamaan dengan menggunakan data GPS. Sinyal echo ini dapat diuraikan sehingga informasi mengenai dasar perairan dapat diproyeksikan ke
suatu tabel digital. Verifikasi hasil, sampel fisik dasar perairan harus diobservasi melalui penyelaman atau dengan menggunakan kamera bawah air underwater
camera yang harus direkam bersamaan dengan pengambilan data akustik
sehingga pada saat verifikasi kembali data yang ada dapat digunakan untuk membandingkan tipe dasar perairan yang belum diketahui Burczynski, 2002.
Nilai dari sinyal echo selain tergantung dari tipe dasar perairan khususnya kekasaran dan kekerasan tetapi tergantung juga dari parameter alat misalnya
frekuensi dan transducer beamwidth Burczynski, 2002. Kloser et al., 2001 dan Schlagintweit 1993 mengamati klasifikasi dasar laut dari 2 frekuensi akustik
yang berbeda. Perbedaan indeks kekasaran diamati berdasarkan perbedaan dua frekuensi yang mereka gunakan. Selanjutnya, Schlagintweit 1993 menemukan
bahwa perbedaan timbul dari frekuensi 40 dan 208 kHz yang disebabkan oleh perbedaan penetrasi dasar laut berdasarkan frekuensi kedalaman pada berbagai
tipe dasar perairan. Pada frekuensi rendah dimana panjang gelombang akustik lebih besar dari
skala kekasaran dasar laut, dasar laut secara akustik akan tampak lembut. Di sisi lain, pada frekuensi tinggi dimana panjang gelombang akustik lebih kecil dari
skala penyebaran kekasaran dasar laut, penyebaran kekasaran dapat mendominasi sinyal yang dikembalikan dan dasar laut mungkin secara akustik dianggap kasar.
Sebagai tambahan, ketika dasar laut menyerap lebih sedikit energi pada frekuensi rendah dibanding frekuensi tinggi, lapisan di bawah permukaan dasar laut boleh
jadi tampak secara akustik . Oleh karena itu, backscatter dasar laut dan pemantulan dasar perairan pada frekuensi rendah dapat sampai pada waktu yang
bersamaan dari berbagai sudut Penrose et al., 2005. Bentuk geometri echo permukaan dasar laut yang terekam secara akustik dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber : Siwabessy, 2000 Gambar 1. Geometri echo dasar perairan secara akustik
Klasifikasi habitat dasar perairan meliputi penggolongan dari semua organisme yang hidup pada dasar perairan dimana memiliki hubungan yang erat
dengan karateristik dari sedimen. Tentunya habitat yang hidup pada dasar perairan akan memilih daerah yang sesuai dengan karateristiknya.
Parameter echo dasar perairan bervariasi secara luas dari ping ke ping. Oleh karena variabilitas ini, perlu dilakukan penyaringan data dan mengambil
suatu nilai rata-rata parameter echo dasar perairan di atas sejumlah ping. Penganalisaan data digunakan dengan menggunakan perangkat lunak Echoview
3,5 dimana perangkat lunak ini akan menghasilkan dua variabel yang
menggambarkan karateristik dari sinyal dasar perairan yaitu Ostrand et al., 2005:
1. Energy of the 1st bottom echo E1 2. Energy of the 2nd bottom echo E2
Ostrand et al., 2005 menerangkan hubungan antara E1 Roughness dan E2 Hardness dapat memperlihatkan jenistipe sedimen yang terdapat di suatu
perairan dimana semakin besar kedua nilai tersebut maka jenis sedimen pada suatu perairan sebagian besar berupa substrat keras dan sebagian besar memiliki
kenampakan megaskopis Gambar 2.
Sumber : www.BioSonics.com Gambar 2. Klasifikasi berbagai jenis substrat dasar berdasarkan nilai E1 dan E2
2.5. Sistem Akustik Beam Terbagi Split Beam Acoustic System