II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebutuhan dan Ketersediaan Benih Kedelai di Provinsi Jambi
Kebutuhan kedelai nasional pada saat ini mencapai 2,2 juta ton per tahun, sedangkan produksi kedelai dalam negeri hanya 0,8 juta ton per tahun sehingga
untuk memenuhi kekurangan tersebut diperlukan impor sebanyak 1,4 juta ton per tahun yang berdampak menghabiskan devisa negara sekitar 3 triliun rupiah per
tahun. Selain itu, impor bungkil kedelai telah mencapai kurang lebih 1,3 juta ton per tahun yang menghabiskan devisa negara sekitar 2 triliun rupiah per tahun
Alimoeso 2006. Menurut Partohardjono 2005, terdapat berbagai kendala untuk
meningkatkan produksi kedelai di Indonesia, antara lain: a faktor fisik, seperti tanah dan iklim terutama curah hujan, sebaran hujan, dan suhu udara; b faktor
biologis, terutama hama, penyakit, dan gulma; c faktor sosial yang meliputi rendahnya adopsi teknologi oleh petani yang berakibat beragamnya pengelolaan
tanaman kedelai di lapang; d faktor ekonomi yang mencakup rendahnya keuntungan profitabilitas usahatani dan lemahnya daya saing kedelai terhadap
komoditas pertanian lainnya; dan e kurang berkembangnya kelembagaan penunjang usahatani kedelai, diantaranya sistem perbenihan, kurang tersedianya
sarana produksi penting lainnya seperti penyediaan inokulum rhizobium bagi daerah-daerah pengembangan.
Usahatani kedelai di tingkat lapang dijumpai beberapa masalah antara lain: a benih bermutu dan varietas unggul yang dianjurkan tidak tersedia; b
pengolahan tanah tidak optimal, terutama pada lahan tegalan; c penyiangan yang tidak sempurna mengakibatkan persaingan berat antara tanaman kedelai dengan
gulma; d terjadi cekaman kekeringan; e keterlambatan pengendalian hama; f kurangnya tenaga kerja sehingga budidaya kedelai menjadi ekstensif; g
perluasan areal kedelai mengarah pada lahan kering masampasang surut; dan h kurang dipahami teknik budidaya, penyediaan rhizobium, dan minat petani yang
rendah.
Sentra pertanaman kedelai di Jambi berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur lahan pasang surut dan di Tebo lahan kering masam, dengan luas areal
masing-masing adalah 1.187 ha dan 490 ha atau 54 dan 22 dari luas areal pertanaman kedelai di Jambi dengan produktivitas 1,0–1,3 tha BPS Jambi,
2006. Berdasarkan peta skala tinjau 1:250.000, di Provinsi Jambi terdapat lahan sawah dan non-sawah yang mempunyai potensi tinggi untuk pengembangan
kedelai seluas 24.000 ha, potensi sedang seluas 45.500 ha, dan potensi rendah
seluas 669.000 ha Abdurachman et al. 2007.
Peningkatan produksi kedelai baik kuantitas maupun kualitas yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Jambi dengan program bangkit kedelainya
memerlukan benih bermutu dalam jumlah yang cukup dan waktu yang tepat, serta tidak terlalu menggantungkan kepada sentra produksi dari daerah provinsi,
sehingga di daerah Provinsi Jambi ini perlu dibangun sistem produksi benih bermutu yang mampu menyediakan kebutuhannya secara mandiri.
Benih kedelai bermutu tinggi dapat diperoleh dengan pengelolaan pertanaman maksimal meliputi pemilihan lokasi yang tepat, musim tanam, kultur
teknik, waktu tanam, penanganan pascapanen, dan seleksi yang ketat. Beberapa varietas unggul yang telah dilepas dapat dipilih dan diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan benih. Pengembangan kedelai di Provinsi Jambi tahun 2009 adalah 18.000 ha,
12.660 ha diantaranya berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur lahan pasang surut, Kabupaten Tanjung Jabung Barat lahan sawah irigasi, dan di Kabupaten
Tebo, Muaro Jambi, Bungo, Merangin dan Sarolangun Lahan kering masam. Salah satu langkah yang akan ditempuh oleh Dinas Pertanian Provinsi Jambi
dalam meningkatkan produksi kedelai tahun 2009 dengan meningkatkan rata-rata produktivitas sampai dengan 1,4 tonha. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
dengan teknik budidaya kedelai yang sesuai rata-rata produktivitas mencapai 2,11 tonha atau meningkat 26,3 dibandingkan rata-rata hasil yang dicapai petani
Adie Yardha 2008. Kebutuhan benih di Provinsi Jambi, terutama benih sebar benih, selama ini
sebagian besar didatangkan dari sentra produksi benih daerah lain seperti dari Provinsi Lampung dan Provinsi lain yang ada di Pulau Jawa. Dilihat dari
beberapa aspek kondisi ini kurang menguntungkan, karena: 1 harga benih menjadi relatif lebih mahal, karena memerlukan biaya transportasi angkutan dari
sentra produksi benih ke lokasi programproyek; 2 kemungkinan mengalami penurunan mutu karena sistem pengangkutan yang kurang baik, cukup besar;
3 kemurniannya tidak bisa dijamin, dan; 4 memerlukan adaptasi dengan lokasi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi 2009
Pola pengusahaan perbenihan, terbagi kepada pola pengusahaan perbenihan formal dan non-formal Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007 yang
dibedakan oleh ciri sebagai berikut: A. Pola pengusahaan benih formal:
1. Pola produksi benih dengan memproduksi sendiri. Produksi benih disesuaikan dengan kelasnya. Produksi benih pokok
menghasilkan benih label ungu, dan produksi benih sebar menghasilkan benih label biru, Produksi benih di lahan sendiri dengan modal perusahaan
dan dengan mengikuti aturan-aturan sertifikasi benih. 2. Pola jalinan benih antar lapang dan musim Jabalsim
Benih dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan benih pada waktu yang bersamaan. Proses penyediaan benih yang cepat tidak lebih dari satu
bulan. Biaya proses rendah, harga jual rendah, tingkat keuntungan kecil, label merah jambu, asal usul benih kurang jelas, penyediaan benih tidak
teratur, benih tersedia tepat waktu. 3. Pola penyediaan melalui penyimpanan jangka panjang
Benih terpenuhi dalam kondisi yang mendadak atau sewaktu-waktu. Benih di simpan dalam waktu yang cukup lama lebih dari 5 bulan, maka
kadar air benih diatur ±9 dan daya tumbuh awal benih harus di atas 90, supaya daya tumbuhnya masih cukup tinggi pada saat akan digunakan.
Pengadaan benih kedelai melalui penyimpanan membutuhkan proses waktu yang cukup lama, biaya proses sangat mahal, harga jual tinggi,
tingkat keuntungan cukup tinggi, risiko benih tidak tumbuh cukup besar karena kondisi benih kurang segar, label biru, asal-usul benih jelas, proses
sertifikasi standar.
B. Pola Pengusahaan Benih non-formal: 1. Operasi lapangan hasil panen
Pengusaha benih mendatangi lokasi pertanaman untuk membeli hasil panen kedelai yang bijinya bagus dengan harga 10 di atas harga pasar.
Biji kedelai diproses sehingga menjadi benih. 2. Kerja sama dengan petani
Pengusaha benih menyediakan benih untuk ditanam oleh petani terpercaya. Hasil panen dibeli pengusaha benih, pembayarannya dipotong
harga benih yang ditanam. 3. Penanamani produksi benih sendiri
Benih ditanam di lahan sendiri atau sewa seluas 5-10 ha yang sesuai untuk tanaman kedelai, satu musim sebelum tanam raya.
4. Kontrak beli dan mitra usaha dengan petani Pengusaha benih menyediakan sarana produksi tanaman untuk ditanam
petani. Petani melakukan penanaman dan pemeliharaan. Pada saat panen, hasil kedelai dibeli oleh pengusaha benih dengan memperhitungkan
pemotongan harga kredit sarana produksi. 5. Pembuatan benih saat panen raya dengan penyimpanan
Pada musim panen raya, ketersediaan biji kedelai cukup banyak sehingga pembelian calon benih lebih mudah dan harga sedikit lebih murah. Biji
yang terkumpul diproses dan dijemur hingga mencapai kadar air 9-10. benih dikemas dalam wadah kantong semen dilapisi plastik, kemudian
disimpan rapih dan teratur.
2.2. Benih Kedelai Bermutu