Analisa Usahatani Produksi Benih Kedelai

Benih bermutu dan bersertifikat, diperlukan sertifikasi yang mencakup pemeliharaan di lapang dan laboratorium. Persyaratan secara umum adalah sebagai berikut: 1. Produksi benih bersertifikat harus terdaftar di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih BPSB 2. Sertifikasi lapang di mulai pada saat penentuan lokasi fase vegetatif, fase generatif dan panen 3. Petani bukan penangkar benih, dapat memproduksi benih bersertifikat melalui kerjasama dengan penangkar benih, seperti melalui sistem operasi lapangan Oplap. 4. Sertifikasi lapangan dilakukan oleh BPSB

4.3 Analisa Usahatani Produksi Benih Kedelai

Perkembangan tanaman kedelai selama 10 tahun terakhir menunjukkan penurunan yang cukup besar, lebih dari 50, baik dalam luasan areal maupun produksinya. Ada dua masalah yang saling terkait dan berpengaruh terhadap perkembangan kedelai, yaitu faktor teknis dan sosial-ekonomi. Faktor teknis yang berpengaruh terhadap perkembangan kedelai yaitu kualitas benih yang ditanam, cara tanam, cara pemeliharaan tanaman, serta panen dan penanganan pascapanen. Faktor social ekonomi yang mempengaruhi usaha tani kedelai di tingkat petani, diantaranya yaitu luas pemilikan lahan, status tanaman kedelai, modal, dan resiko. Kondisi tersebut mencerminkan adanya perbedaan sumber daya yang akhirnya menyebabkan adanya keragaman dalam usaha tani kedelai yang dilakukan oleh petani. Hal ini pula yang menyebabkan biaya dan keuntungan yang diperoleh petani bervariasi. Pengeluaran biaya dalam usaha tani kedelai yang berbeda tersebut antara lain harga benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Biaya yang digunakan pada kegiatan usaha tani adalah jumlah biaya yang dikeluarkan yang akan berpengaruh terhadap jumlah produk yang dihasilkan. Ini berarti semakin besar produk yang dihasilkan maka akan semakin besar pula jumlah biaya yang harus dikeluarkan. Dari hasil analisa usaha tani yang diperoleh pada tiga agroekologi lahan Tabel 6 dapat dilihat bahwa biaya produksi yang digunakan berbeda antara lahan pasang surut sebesar Rp. 5.936.560,- dengan lahan sawah irigasi sebesar Rp. 4.782.500,- dan lahan kering sebesar Rp. 4.452.650,-. Hal ini dikarenakan komponen kebutuhan pupuk, pestisida dan tenaga kerja yang digunakan di lahan pasang surut sangat tinggi. Biaya produksi yang tinggi teryata diikuti dengan hasil yang tinggi pula, dimana penerimaan hasil yang diperoleh di lahan pasang surut sebesar Rp. 11.722.500,-, lahan sawah irigasi sebesar Rp. 9.670.000,- dan lahan kering sebesar Rp. 8.515.000. Tabel 6 Analisa usahatani produksi benih kedelai di tiga agroekologi lahan Peubah pengamatan Agroekologi Lahan pasang surut Lahan sawah irigasi Lahan kering BIAYA PRODUKSI 5.936.560 4.782.500 4.452.650 − Benih RpHa 516.000 675.000 498.000 − Pupuk RpHa 1.340.000 1.096.500 370.150 − Pestisida RpHa 731.560 434.000 497.500 − Tenaga kerja RpHa 2.354.000 1.727.000 1.997.000 − Pasca panen RpHa 995.000 850.000 1.090.000 PENERIMAAN RpHa 11.722.500 9.670.000 8.515.000 KEUNTUNGAN RpHa 5.785,940 4.887.500 4.062.350 Sumber data : Rekap Data Primer Kajian Produksi Benih Kedelai di Provinsi Jambi, 2010 4.3.1 Persentase biaya produksi terhadap pendapatan pada tiga agroekologi lahan. Pendapatan yang diperoleh petani akan dipengaruhi oleh seberapa besar biaya yang dikeluarkan dalan berusaha tani, termasuk persentase biaya yang dikeluarkan dalam satuan luas lahan. Persentase komponen biaya produksi di setiap agroekologi lahan berbeda beda, tergantung pada volume bahan dan satuan harga disetiap agroekologi. Persentase komponen biaya produksi yang digunakan dapat dilihat dari Gambar 11. Di lahan pasang surut komponen biaya produksi dengan persentase besar dalam memproduksi benih secara berurutan yaitu: tenaga kerja 39,65, pupuk dan kapur 22,57, panen dan pasca panen 16,76, pestisida 12,32 dan benih 8,69. Di lahan sawah irigasi yaitu: tenaga kerja 36,11, pupuk dan kapur 22,93, pasca panen 17,77, benih 14,11 dan pestisida 9,07. Di lahan kering berupa tenaga kerja 44,85, pasca panen 24,48, benih 11,18, pestisida 11,17 dan pupuk 8,31. Gambar 11 Persentase biaya produksi pada tiga agroekologi lahan. Introduksi teknologi pada tiga agroekologi lahan dapat didasarkan pada persentase biaya produksi yang digunakan. Kebutuhan tenaga kerja menunjukkan persentase yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan pemakaian tenaga kerja pada waktu melakukan penanaman, panen dan pasca panen. Sehingga introduksi teknologi perlu memperhatikan ketersediaan tenaga kerja atau peralatan yang bisa dipakai untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan budidaya produksi benih kedelai. Produktivitas hasil yang tinggi terdapat di lahan pasang surut, yaitu sebesar 2 tonha. Hal ini dipengaruhi oleh persentase petani yang melaksanakan teknologi pemakaian pupuk, tenaga kerja, pestisida dan teknologi pasca panen yang digunakan dengan persentase yang tinggi. Dosis pupuk tertinggi di lahan pasang surut sebesar 100 kg urea + 100 kg SP-36 + 75 kg KCl + PONSKA 100 kg + Pukan 1000 kg + pupuk cair 2 liter + kapur 500 kg, sehingga memberikan produktivitas hasil yang tinggi pula Gambar 12. Hal ini masih dapat ditingkatkan dengan memperhatikan perawatan yang lebih intensif dengan pengendalian hama penyakit secara terpadu, roguing dan perlakuan pasca panen yang optimal. 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 Lahan pasang surut Lahan sawah irigasi Lahan kering P r os e n tas e Agroekologi Benih Pupuk kapur Pestisida Tenaga Kerja Panen Pasca Panen Gambar 12 Produktivitas kedelai dalam 1 ha pada tiga agroekologi lahan Di lahan kering kekurangan air menjadi masalah maka di daerah pasang surut, kelebihan air yang merupakan masalah utama. Daerah ini tergenang terutama pada waktu pasang besar di musim penghujan. Sifat- sifat tanah di daerah ini serta penyebaran vegetasi jelas sekali dipengaruhi oleh sifat airnya. Produktivitas hasil yang diperoleh di tiga agroekologi lahan menunjukkan bahwa di lahan pasang surut mempunyai fluktuasi yang tinggi dari kisaran 1,0 - 2,0 tonha, di lahan sawah irigasi berkisar 1,2 - 1,6 tonha, dan di lahan kering berkisar 1,1 - 1,5 tonha. Hal ini disebabkan kondisi cuaca di lahan pasang surut yang sangat fluktuatif, sehingga mempengaruhi tata air di dalam lahan. Pada kondisi lahan tergenang air pada pasang tinggi dalam waktu yang lama akan mempengaruhi produksi tanaman kedelai. Sehingga hal ini menjadi pertimbangan di dalam membuat target produksi benih untuk skala yang lebih luas. 4.3.2 Kelayakan usahatani produksi benih kedelai pada tiga agroekologi lahan Industri yang bergerak di sektor benih kedelai telah ada di Jambi, tetapi masih sangat diperlukan pemacuan terhadap optimalisasi penangkar benih dengan meningkatkan efisiensi usahatani dan mengurangi resiko 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 P r od u k ti vi tas ton h a Petani Penangkar Lahan Pasang Surut Lahan Sawah Irigasi Lahan Kering kegagalan. Penanaman tepat waktu dan serempak pada satu hamparan akan mengurangi resiko kegagalan dan berpeluang menekan biaya produksi perbenihan. Pengelolaan gulma dan hama yang dilakukan secara benar dan tepat waktu sangat penting untuk mengefisiensi-kan sistem produksi. Dari aspek kelayakan usaha tani Tabel 7 dapat dilihat bahwa di Provinsi Jambi produksi benih kedelai dapat dilakukan di tiga agroekologi yang berbeda karena nilai RC ratio masih diatas satu, yang artinya layak untuk dikerjakan. Nilai RC ratio pada lahan pasang surut sebesar 2,09, di lahan sawah irigasi sebesar 2,04, dan di lahan kering sebesar 1,95. Tabel 7 Analisis finansial usahatani produksi benih pada tiga agroekologi lahan di Provinsi Jambi Agroekologi Analisis finansial RC BEP YieldTIP Kgha BEP PriceTIH Rpkg Lahan pasang surut 2,09 498,58 3.630,42 Lahan sawah irigasi 2,04 430,23 3.626,44 Lahan kering 1,95 415,49 3.532,51 Hasil analisis titik impas produksi TIP dan titik impas harga TIH usahatani kedelai disajikan pada Tabel 7. Analisis TIH dan TIP dilakukan untuk mengetahui hubungan antara harga, penerimaan dan volume produksi. Produksi dan harga impas pada lahan pasang surut sebesar 498,58 kg dan Rp. 3.630,42 kg, dilahan sawah irigasi sebesar 430,23 kg dan Rp. 3.626,44 kg, dilahan kering sebesar 415,49 kg dan Rp. 3.532,51 kg. Sedangkan produktivitas rata rata di lahan pasang surut sebesar 1.545 kg, lahan sawah irigasi 1.305 kg dan lahan kering 1.235 kg. Harga jual per kg di tiga agroekologi lahan yaitu di lahan pasang surut Rp. 11.250,-, lahan sawah irigasi Rp. 11.000,- dan lahan kering Rp. 10.500,-. Nilai impas di berbagai agroekologi tersebut berada dibawah nilai produksi dan harga aktual berarti usahatani produksi benih kedelai yang dilakukan menguntungkan, sehingga layak untuk dikerjakan.

4.4 Hubungan antara Persentase Penggunaan Teknologi Budidaya