IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Petani
Karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang pada semua aspek dengan lingkungannya. Pemberdayaan masyarakat terhadap sesuatu
obyek tertentu serta karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui, dalam rangka mengetahui suatu perilaku dalam
masyarakat. Selanjutnya Nelly 1988 mendefinisikan karakteristik individu sebagai hasil pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola
aktivitas dalam meraih cita-citanya. Karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian. Karakteristik individu merupakan ciri-ciri
atau sifat-sifat individual yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan seseorang.
Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh individu yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindakan terhadap lingkungan
hidupnya. Karakteristik identitas petani dibedakan menurut umur, pendidikan, dan pengalaman berusahatani kedelai di lokasi kajian.
4.1.1 Umur Petani
Umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan harus terjadi. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri
seseorang sehingga terdapat keragaman tindakannya berdasarkan usia yang dimiliki Halim 1992. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sebanyak
83,3 petani responden berumur 30 - 50 tahun yang merupakan umur produktif, dimana di lahan pasang surut sebesar 90, lahan sawah irigasi
70 dan lahan kering 90. Umur produktif adalah usia dimana seseorang berada dalam keadaan fisik dan psikis optimal untuk bekerja. Kelompok
usia produktif adalah petani yang secara potensial memiliki kesiapan dan menghasilkan pendapatan untuk mendukung kehidupan dirinya,
keluarganya dan masyarakatnya. Komposisi petani berumur kurang dari 30 tahun adalah 6,7, dan
10 petani berumur lebih dari 50 tahun merupakan umur tidak produktif atau seseorang yang secara fisik tidak senggup lagi untuk bekerja.
Tabel 1 Persentase komposisi umur petani penangkar kedelai di lokasi kajian
Agroekologi Umur Petani
Total 30
30 - 50 50
Lahan pasang surut 10,0
90,0 0,0
100,0 Lahan sawah irigasi
10,0 70,0
20,0 100,0
Lahan kering 0,0
90,0 10,0
100,0 Rata-rata
6,7 83,3
10,0 100,0
Kemampuan kerja petani sangat ditentukan oleh umur petani. Menurut Mulyasa 2003, perkembangan kemampuan berpikir terjadi
seiring dengan bertambahnya umur. Usaha tani di bidang pertanian idealnya ditekuni oleh petani yang berusia lebih muda. Kecenderungan ini
dikarenakan perlunya kekuatan fisik dan proses adopsi inovasi baru, dimana petani yang berumur muda akan lebih tanggap bila dibandingkan
dengan petani yang berumur lebih tua. Menurut Wiriaatmadja 1986, bahwa umur petani akan mempengaruhi penerimaan petani terhadap hal-
hal baru. Lebih lanjut Padmowihardjo 1994 mengemukakan bahwa kemampuan umum untuk belajar berkembang secara gradual semenjak
dilahirkan sampai saat kedewasaan. Hal ini berarti pada umur lebih lanjut orang akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi dalam
jumlah besar daripada usia lebih muda. Setelah mencapai umur tertentu, maka kemampuan belajar akan berkurang secara gradual dan terasa nyata
diatas 50 tahun dan setelah itu penurunan akan lebih cepat lagi. 4.1.2
Tingkat Pendidikan Petani Pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang
sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku Winkel 1986. Tingkat pendidikan petani responden di lokasi kajian
tergolong masih rendah yaitu sebanyak 56,7 berpendidikan SDsederajat, 33,3
berpendidikan SMTPSederajat,
dan 10
berpendidikan SLTASederajat Tabel 2.
Tabel 2 Persentase komposisi petani penangkar kedelai menurut tingkat pendidikan di lokasi kajian
Agroekologi Pendidikan
Total Tamat
SD sederajat
Tamat SMTP
sederajat Tamat
SLTA sederajat
Lahan pasang surut 50,0
40,0 10,0
100,0 Lahan sawah irigasi
80,0 20,0
0,0 100,0
Lahan kering 40,0
40,0 20,0
100,0 Rata-rata
56,7 33,3
10,0 100,0
Pendidikan adalah
usaha mengadakan
perubahan perilaku
berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui masyarakat Wiriatmadja 1986. Tingkat pendidikan rendah tamat SDsederajad di
lahan pasang surut sebesar 50, lahan sawah irigasi 80 dan lahan kering 40. Tingkat pendidikan petani kedelai yang rendah lebih senang
menerapkan teknik berusaha tani kedelai yang telah biasa mereka lakukan secara turun-temurun.
Komposisi tingkat pendidikan tersebut menunjukkan bahwa petani pada agroekologi lahan pasang surut dan lahan kering lokasi kajian dapat
dengan mudah mengadopsi teknologi yang lebih modern daripada petani yang berada di agroekologi lahan sawah irigasi. Pendidikan formal
mempercepat proses belajar, memberikan pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat. Menurut Mulyasa
2003, bahwa pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas, dimana individu-individu memiliki keunggulan yang tangguh,
kreatif, mandiri, dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan rendahnya
keterampilan, sehingga menyebabkan produktivitas usahatani juga rendah, karena tidak dapat menjangkau dan mengadopsi sumberdaya, teknologi
dan keterampilan manajemen. Tingginya tingkat pendidikan seseorang memberikan wawasan pola
berpikir yang semakin rasional dan kompeten dalam pengambilan keputusan berusahatani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang
muda menyebabkan petani lebih dinamis, semakin efisien bekerja dan
semakin banyak teknik berusahatani yang lebih baik dan menguntungkan. Selanjutnya Mardikanto 1993 mengatakan bahwa pendidikan petani
umumnya mempengaruhi pola pikir petani dalam mengelola usahatani. 4.1.3
Tingkat Pengalaman Usaha Tani Pengalaman berusahatani merupakan faktor yang mempengaruhi
aktivitas petani, dimana yang diinginkan petani berdasarkan pengalaman yang baik, mengenai cara bercocok tanam yang baik dan menguntungkan.
Menurut Mardikanto 1993 pengalaman seorang petani berpengaruh dalam mengelola usahatani. Petani yang memiliki pengalaman
berusahatani lebih lama cenderung sangat selektif dalam proses pengambilan keputusan.
Pada umumnya pengalaman berusahatani kedelai petani responden adalah 5-10 tahun yaitu sekitar 70, sedangkan kurang dari 5 tahun
sebanyak 6,7, dan yang berusahatani lebih dari 10 tahun sebesar 23,3 Tabel 3. Kondisi ini menggambarkan bahwa petani penangkar kedelai
memiliki pengalaman yang cukup untuk mendukung pengembangan usahatani kedelai.
Tabel 3 Persentase komposisi petani penangkar menurut pengalaman usahatani kedelai di lokasi kajian
Agroekologi Pengalaman Usaha Tani
Total 5
5 - 10 10
Lahan pasang surut 0,0
50,0 50,0
100,0 Lahan sawah irigasi
10,0 90,0
0,0 100,0
Lahan kering 10,0
70,0 20,0
100,0 Rata-rata
6,7 70,0
23,3 100,0
Pengalaman adalah hasil dari proses mengalami oleh seseorang yang mempengaruhi terhadap informasi yang diterima. Pengalaman akan
menjadi dasar terhadap pembentukan pandangan individu untuk memberikan tanggapan dan penghayatan. Middlebrook 1974 mengatakan
bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu objek secara psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek
tertentu. Bagi orang yang telah lama menggeluti suatu pekerjaan akan
lebih terampil dan cenderung menghasilkan suatu hasil yang lebih baik daripada orang yang baru.
Berdasarkan pengalaman usahatani untuk menghasilkan benih yang bersertifikat ternyata di semua agroekologi lahan menunjukkan
pengalaman antara 2 - 4 tahun sebanyak 90 sedangan 10 persennya berpengalaman lebih dari 4 tahun Tabel 4. Hal ini menunjukkan bahwa
petani penangkar yang aktif sekarang relatif masih baru dalam menghasilkan benih kedelai yang bersertifikat.
Tabel 4 Persentase komposisi petani penangkar kedelai menurut pengalaman usahatani benih bersertifikat di lokasi kajian
Agroekologi Menghasilkan Benih Sertifikat
Total 2-4
4
Lahan pasang surut 90,0
10,0 100,0
Lahan sawah irigasi 100,0
0,0 100,0
Lahan kering 80,0
20,0 100,0
Rata-rata 90,0
10,0 100,0
Menurut Padmowihardjo 1994 pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang
tidak ditentukan. Pengalaman seorang petani akan mempengaruhi dalam mengelola usahatani yang dilakukan. Pengalaman berusahatani memiliki
peranan yang sangat penting bagi petani dalam mengembangkan usahataninya, menerima dan menerapkan teknologi baru.
Perencanaan usahatani memiliki arti penting bagi keberhasilan proses produksi dan hasil produksi yang diinginkan. Pengalaman
usahatani benih yang bersertifikat dapat membantu petani dalam mengorganisasikan dan mengoperasikan usahatani dengan maksud untuk
meningkatkan produksi dan pendapatan, pemanfaatan sumber-sumber produksi dan dalam menaksir biaya produksi dan pendapatan. Menurut
Asngari 2001 mengatakan bahwa petani sebagai manajer diharuskan menguasai
ketrampilan pengelolaan
usahatani yang
dilakukan. Keterampilan merupakan inti dari kompetensi seseorang pada
pekerjaannya, semakin lengkap maka semakin sempurna keterampilan yang dikuasai.
Petani penangkar yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru lebih inovatif dari masyarakat yang pasif, sehingga kemampuan petani yang
sudah bertahun-tahun lamanya kalau mereka sangat pasif maka benih kedelai yang dihasilkan pun akan sangat beragam. Berdasarkan Tabel 5
dapat diketahui bahwa pelatihan yang diikuti petani dalam memproduksi benih juga sangat minim pada agroekologi lahan sawah irigasi. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan petani untuk berusahatani kedelai di lahan sawah irigasi relatif sangat baru.
Tabel 5 Persentase komposisi petani penangkar kedelai yang mengikuti pelatihan produksi benih kedelai di lokasi kajian
Agroekologi Pelatihan produksi benih
kedelai Total
2-3 3
Lahan pasang surut 50,0
50,0 100,0
Lahan sawah irigasi 100,0
0,0 100,0
Lahan kering 40,0
60,0 100,0
Rata-rata 63,3
36,7 100,0
Pengetahuan tentang produksi benih kedelai harus diupayakan, agar tanaman tumbuh sehat dan bebas dari tekanan organisme pengganggu
serta harus diikuti oleh teknologi penanganan pascapanen yang benar. Penanganan pra panen sama pentingnya dengan penanganan pasca
panen untuk tujuan produksi benih. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam produksi benih kedelai adalah perbenihan dilakukan
pada sentra produksi dan dipilih dari lahan yang subur dengan irigasi yang cukup serta bukan daerah endemik hama penyakit, menanam
pada waktu yang tepat, pemeliharaan tanaman harus dilakukan optimal supaya tanaman tumbuh normal, dihindari penanaman dari lahan bekas
varietas yang berbeda, dan panen tepat waktu serta penanganan pasca panen yang benar.
Berbagai kendala yang dihindari dalam peningkatan produktivitas ini diantaranya menyangkut inovasi teknologi yang belum atau kurang
sempurna diadopsi oleh petani sebagai pengguna. Menurut Rogers Shoemaker 1971, proses adopsi merupakan proses mental yang terjadi pada
diri seseorang sejak mengenal inovasi sampai memutuskan mengadopsi inovasi tersebut. Berkaitan dengan itu Mardikanto 1993 menyampaikan
bahwa adopsi adalah proses perubahan perilaku pada seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan sumber informasi, baik media cetak
maupun interpersonal. Dengan kata lain mempercepat adopsi inovasi dapat dilakukan dengan menggunakan media komunikasi, baik satu media atau
gabungan beberapa media seperti media cetak, media eletronik dan interpersonal.
Pengalaman usahatani dapat diperoleh dari peranan media dalam menyampaikan informasi ke petani, namun komunikasi timbal balik tidak
terjadi akibatnya tidak ada interaksi diantara sumber dengan pengguna. Khusus untuk tanaman kedelai, petani menerapkan teknologi berdasarkan
program dinas, bukan hasil pertimbangan sendiri. Secara umum petani menyukai varietas Anjasmoro, tetapi petani akan menanam varietas lain
apabila itu diberikan oleh dinas. Hal ini berarti petani bukan mengadopsi teknologi namun menerapkan teknologi bila itu diberikan secara gratis.
Petani kedelai dalam hal proses percepatan adopsi sangat tergantung dengan : musim dan ketersediaan varietas dan sarana.
Keberadaan kelembagaan penunjang belum memadai untuk mencapai hasil yang lebih baik dan menyeluruh bagi petani penangkar,
sehingga diperlukan perbaikan dan perhatian petani serta pemerintah daerah yang diselaraskan dengan perbaikan teknologi. Selanjutnya
diperlukan pengkajian teknologi spesifik lokasi, baik yang bersifat komponen maupun berupa paket demi peningkatan produktivitas usahatani
pada lahan kering. Teknologi usahatani yang diterapkan petani saat ini perlu perbaikan.
Prioritas perbaikan menyangkut teknologi budidaya, termasuk varietas unggul. Perbaikan sistem usahatani meliputi kegiatan perbaikan paket
teknologi, perbaikan kelembagaan, pemanfaatan infrastruktur penunjang secara maksimal dan peningkatan kesadaran serta kerjasama antar
masyarakat yang semuanya dijalankan dengan pembinaan dan pengawasan yang intensif mutlak diperlukan.
Dalam melaksanakan usahatani kedelai, petani masih menerapkan teknologi yang sangat tergantung pada kemampuan pengadaan masukan
produksi, sehingga hasil yang diperoleh masih rendah. Sementara adopsi teknologi usahatani secara baik dan utuh akan dapat meningkatkan hasil
dan pendapatan. Pencapaian peningkatan produksi akan lebih baik bila
pengelolaan lahan terus ditingkatkan.
4.2 Teknologi Produksi Benih Kedelai