tingkat dekomposisi Boelter 1968, pada lapisan atas 0-5 cm memiliki nilai bulk
density yang tinggi sehingga menunjukkan lapisan
atas yang
lebih banyak
terdekomposisi. Bulk density dan konsentrasi karbon
pada lapisan kedalaman yang berbeda memiliki nilai yang berbeda Tabel 1.
4.2 Pengaruh Drainase terhadap emisi
karbon dioksida
Pengaruh drainase
terhadap emisi
karbon dioksida dapat terlihat dari nilai emisi beberapa studi. Nilai emisi pada studi
Murdiyarso et al. 2010 bernilai 59,4 + 10,2 t CO
2
ha
-1
th
-1
pada tingkat kedalaman muka air 50 cm. Pada studi yang dilakukan oleh
Melling et al. 2005 dengan nilai estimasi karbon dioksida pada lahan gambut yang
didrainase pada kedalaman 50-70 cm untuk perkebunan kelapa sawit di lahan gambut
menghasilkan emisi 60,5 + 46 t CO
2
ha
-1
th
- 1
. Hubungan drainase dengan emisi juga terdapat dalam studi Furukawa et al. 2005
Gambar 2.
Gambar 2 Hubungan tingkat muka air tanah dengan fluks CO
2
Furukawa et al. 2005
Studi yang dilakukan Hooijer et al. 2012 untuk pengembangan tanaman kelapa
sawit di lahan gambut rata-rata melakukan drainase pada kedalaman 73 cm dengan
kisaran nilai emisi yang dihasilkan 78-119 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Studi yang dilakukan Rieley dan Page
2008 tanaman kelapa sawit tidak dapat tumbuh dalam air yang tergenang, sehingga
drainase yang dilakukan pada pengolahan kelapa sawit berada pada kisaran 60-80 cm
di bawah permukaan tanah dengan estimasi besaran emisi 146,4 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Dilihat dari kedalaman drainase pada
beberapa studi tersebut, semakin dalam drainase
yang dilakukan
emisi yang
dihasilkan semakin besar pula. Hal tersebut terjadi akibat adanya pengeringan lahan
yang mengakibatkan proses oksidasi pada tanah gambut yang tidak tergenang air
terjadi. Jadi semakin bertambah kedalaman drainase, volume tanah gambut yang
mengalami oksidasi pun semakin besar sehingga
emisi yang
dihasilkan pun
memiliki nilai yang semakin besar. Setiap penurunan muka air tanah pada lahan
gambut searah dengan peningkatan emisi karbon dioksida dari tanah ke atmosfer.
4.3 Faktor Emisi Karbon Dioksida
tanaman Kelapa Sawit pada Lahan Gambut
Perbedaan besaran
emisi yang
dihasilkan memiliki jarak yang cukup signifikan apabila nanti nilai-nilai tersebut
digunakan dalam menghitung besaran emisi di wilayah tertentu. Berdasarkan estimasi
emisi karbon Murdiyarso et al. 2010, emisi yang dihasilkan tersebut diatur dalam proses
biofisik yang komplek yang dipengaruhi oleh praktek manajemen dalam mengelola
lahan gambut untuk pertanian. Dekomposisi gambut,
pemadatan tanah
gambut, keberadaan nutrien, kadar air tanah, dan
kedalaman muka air merupakan proses- proses yang mempengaruhi emisi karbon
dari lahan gambut dan tanaman yang berada di atas lahan gambut. Emisi karbon dioksida
tersebut dipisahkan menjadi beberapa proses Tabel 3. Estimasi total karbon dioksida
yang hilang dari konversi hutan rawa gambut menjadi tanaman kelapa sawit
bernilai 59,4 + 10,2 t CO
2
ha
-1
th
-1
atau 1.486 + 183 t CO
2
ha
-1
pada 25 tahun pertama
setelah dilakukan perubahan lahan. Sebesar 61,6 emisi berasal dari tanah gambut yaitu
termasuk dalam proses akumulasi tanah gambut yang terhenti, pembakaran lahan,
dan karbon tanah gambut yang hilang saat ditanami kelapa sawit.
Proses kehilangan karbon tanah gambut pada saat ditanami kelapa sawit yaitu
sebesar 131,1 + 28,2 t C ha
-1
32. Pada proses tersebut, karbon yang masuk dihitung
berdasarkan nilai karbon dari serasah dan kematian akar, sedangkan karbon yang
keluar merupakan nilai dari respirasi tanah serta karbon organik tanah dan partikel
organik. Semua proses tersebut terjadi setelah dilakukan konversi. Sejumlah 25
Tabel 3 Emisi karbon dioksida dari tanaman kelapa sawit pada lahan gambut dari berbagai studi Referensi
Faktor Emisi Karbon
Dioksida t CO
2
ha
-1
th
-1
Kelapa Sawit di Lahan Gambut
Metode
Murdiyarso et al. 2010
59,4 + 10,2 Konversi hutan rawa
gambut menjadi
tanaman kelapa sawit, pada 25 tahun pertama
setelah perubahan
penggunaan lahan Perhitungan dari beberapa studi
literatur berdasarkan
karbon yang masuk dan keluar dari
pembakaran, perubahan karbon stok biomassa, karbon tanah
gambut, respirasi heterotrofik, dan respirasi autotrofik.
Hergoualc’h dan Verchot
2011 62,7 + 13,2
Konversi hutan rawa gambut
menjadi tanaman kelapa sawit
Perhitungan dari beberapa studi literatur
berdasarkan karbon
yang masuk dan keluar dari karbon
tanah gambut,
dan perubahan
stok biomassa,
respirasi heterotrofik,
dan respirasi autotrofik.
Germer dan Sauerborn
2008 52 + 25
Konversi hutan
menjadi tanaman
kelapa sawit pada 25 tahun pertama
Perhitungan dari beberapa studi literatur
berdasarkan karbon
yang masuk dan keluar dari dekomposisi
gambut, fiksasi
biomassa, dan pembakaran Rieley dan
Page 2008 146,4 + -
Pengolahan kelapa
sawit pada
lahan gambut tropis pada 25
tahun pertama Perhitungan dari beberapa studi
literatur berdasarkan
berdasarkan karbon yang masuk dan keluar dari dekomposisi
gambut dan pembakaran
Melling et al. 2005
60,5 + 46 Pengolahan
kelapa sawit
pada lahan
gambut komersil yang sudah berdiri sejak
1997 Pengukuran fluks CO
2
dari tanah menuju atmosfer sebagai emisi
dari repirasi tanah menggunakan closed-chamber method
Fargione et al. 2008
55 + 15 Lahan kelapa sawit
pada lahan gambut
yang telah didrainase selama 50 tahun
Perhitungan dari beberapa studi literatur
berdasarkan karbon
yang masuk dan keluar dari dekomposisi gambut
Hooijer et al. 2012
100 + 9 Pengolahan
kelapa sawit
dengan pengukuran
yang dilakukan pada kelapa
sawit dewasa Karbon yang hilang dihitung
dari ketebalan gambut yang hilang dari proses oksidasi dan
ketinggian muka air.
Reijnders dan Huijbregts
2006 46 + 9,2
Pengembangan kelapa sawit
pada lahan
gambut Perhitungan dari beberapa studi
literatur berdasarkan
karbon yang masuk dan keluar dari
respirasi heterotrofik
Keterangan : Nilai rata-rata + Standard Error emisi yang dihasilkan berasal dari kebakaran
yang terjadi pada lahan gambut tersebut. Perubahan karbon stok pada biomassa
didapat dari jumlah biomassa pada hutan rawa gambut sebesar 179,7 t C
ha
-1
th
-1
yang hilang digantikan dengan tanaman kelapa
sawit yang memiliki jumlah biomassa 24,2 t C
ha
-1
th
-1
. Respirasi tanah merupakan total respirasi akar dan respirasi heterotrofik.
Karbon keluar berasal dari resprasi tanah sebesar 12,7 + 2,7 t C
ha
-1
th
-1
, respirasi akar sebesar 3,4 + 0,4 t C
ha
-1
th
-1
atau sebesar 27 dari total respirasi tanah, dan respirasi
heterotrofik sebesar 9,3 + 2,7 t C ha
-1
th
-1
atau 73 dari total respirasi tanah.
Tabel 4 Pelepasan karbon pada pengolahan kelapa sawit di lahan gambut
Selama 25 tahun Proses
Karbon Hilang t C
ha
-1
Akumulasi gambut yang terhenti
18,8 + 6,3 Pembakaran lahan
gambut untuk pembukaan lahan
100 + 50 Perubahan karbon stok
pada biomassa 155,5 + 39,2
Karbon tanah gambut yang hilang pada
tanaman kelapa sawit 131,1 + 28,2
Total 405,3 + 69,8
Sumber : Murdiyarso et al. 2010 Ket : Nilai rata-rata + standard error
Pada studi Hergoualc’h dan Verchot 2011, estimasi emisi karbon yang hilang
pada tanaman kelapa sawit dilahan gambut berdasarkan perhitungan dari data-data
berbagai proses yang dikumpulkan dari beberapa literatur sehingga didapatkan
besaran nilai emisi karbon dioksida hutan rawa gambut yang dikonversi menjadi lahan
kelapa sawit pada 25 tahun pertama yaitu 62,7 + 13,2 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Emisi karbon dioksida pada studi ini dinilai dapat
digunakan dalam melakukan perhitungan emisi karbon pada suatu wilayah yang
ditanamani kelapa sawit pada lahan gambut untuk seluruh Indonesia.Total karbon yang
hilang merupakan karbon dari biomassa tanaman dan tanah gambut dengan drainase
pada tingkat kedalaman muka air -60 + 5 cm. Tanah gambut memiliki kontribusi
sebesar 63 dari total emisi tersebut yaitu sebesar 10,8 + 3,5 t C
ha
-1
th
-1
atau 37,8 + 12,9 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Kehilangan karbon dari vegetasi terjadi sebesar 6,3 + 1,1 t C
ha
-1
th
-1
atau 23,1 + 4,0 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Tabel 5 Karbon Masuk Sebelum konversi
Hutan Rawa Gambut menjadi Tanaman kelapa sawit
Proses Nilai t C
ha
-1
th
-1
Serasah 1,5 + 0,1 4
Akar 3,6 + 1,1 4
Total 5,0 + 1,1 8
Sumber : Hergoualc’h dan Verchot 2011 Ket : Nilai rata-rata + standard error n
Karbon yang masuk berasal dari kematian akar dan serasah yang di tinjau
dari beberapa studi. Karena studi untuk nilai karbon yang berasal dari kematian akar dan
serasah sangat
kurang, studi
ini mengasumsikan bahwa nilai kematian akar
dan serasah tanaman kelapa sawit yang berada di tanah mineral sama dengan yang
berada di tanah gambut.
Tabel 6 Karbon keluar sesudah konversi hutan rawa gambut menjadi
tanaman kelapa sawit Proses
Nilai t C ha
-1
th
-1
Respirasi Heterotrofik
9,3 + 2,7 5 CH
4
-0,0002 + 0,000 1 Kebakaran
4,5 + 0,03 14 DOC dan POC
1 + 0,5 1 Total
14,8 + 2,8 28 Sumber : Hergoualc’h dan Verchot 2011
Ket : Nilai rata-rata + standard error n Karbon yang hilang dari tanah dihitung
berdasarkan keseimbangan antara karbon yang masuk Tabel 5 dan karbon yang
keluar sebelum dan setelah dilakukan konversi hutan rawa gambut menjadi
tanaman kelapa sawit Tabel 6.
Karbon yang hilang merupakan hasil dari respirasi heterotrofik sebesar 9,3 + 2,7 t
C ha
-1
th
-1
31,4 + 10 t CO
2
ha
-1
th
-1
atau sebesar 73 dari total respirasi tanah. Fluks
CH
4
hanya berpengaruh sangat kecil dibanding dengan proses lain. Kontribusi
lain pada karbon keluar yaitu dari proses kebakaran sebesar 4,5 + 0,037 t C
ha
-1
th
-1
16,5 + 0,11 t CO
2
ha
-1
th
-1
serta dari dissolved organic carbon dan particulat
organic carbon. Total karbon keluar dari resprasi tanah sebesar 12,7 + 2,7 t C
ha
-1
th
-1
sehingga pendugaan
karbon yang
dikeluarkan pada respirasi akar sebesar 3,4 + 0,4 t C
ha
-1
th
-1
atau sebesar 27 dari total respirasi tanah.
Tabel 7 Biomassa tanaman kelapa sawit Selama 25 Tahun
Biomassa Nilai t C
ha
-1
Biomassa Atas Tanah 24,2 + 8,1 51
Biomassa Bawah Tanah 6,2 + 3,5 14
Total 30,4 + 11,5
Sumber : Hergoualc’h dan Verchot 2011 Ket : Nilai rata-rata + standard error n
Karbon yang hilang dari vegetasi merupakan biomassa yang hilang dari
konversi hutan rawa gambut sebesar 188,1 + 29,8 t C
ha
-1
th
-1
dikurangi dengan total
karbon stok pada tanaman kelapa sawit Tabel 7.
Karbon yang hilang akibat perubahan muka vegetasi hutan rawa gambut termasuk
karbon yang tersimpan pada biomassa di atas tanah. Pendekatan yang digunakan
dalam mengestimasi keseluruhan karbon yang hilang yaitu dengan mengombinasikan
―stock” dan ― flux approaches‖. Studi yang dilakukan oleh Germer dan
Sauerborn 2007 menetapkan emisi karbon yang dihasilkan pada setiap ha lahan gambut
yang masih dalam kondisi hutan dikonversi menjadi kelapa sawit dengan nilai sebesar
1.300 t CO
2
selama siklus hidup ekonomi tanaman kelapa sawit selama 25 tahun
dihasilkan dari tinjauan beberapa studi. Tabel 8 Faktor emisi CO2eq t ha-1 pada
konversi hutan menjadi tanaman kelapa sawit di lahan gambut
Kondisi Proses
Tanpa Pembakaran
Pembakaran Pembukaan
lahan 627 + 326
648 + 337 Dekomposisi
gambut 816 + 393
816 + 393 Fiksasi pada
biomassa tanaman
kelapa sawit -129 + 40
-129 + 40 Emisi
1314 + 679 1335 + 690
Sumber : Germer dan Sauerborn 2007 Ket : Nilai rata-rata + standard error
Emisi dari proses pembukaan lahan yang dimaksud dalam studi Germer dan
Sauerborn 2007 menunjukkan bahwa emisi yang dihasilkan dari dekomposisi biomassa
saat konversi hutan. Setiap pemotongan 1 t biomassa yang mengalami dekomposisi
akibat konversi menghasilkan emisi 1,8 t CO
2
. Jadi, hasil emisi dari dekomposisi biomassa pada konversi hutan yaitu sebesar
627 + 326 t CO
2
ha
-1
. Apabila dilakukan pembakaran pada proses pembukaan lahan
tersebut emisi yang dihasilkan sebesar 648 + 337 t CO
2
ha
-1
. Sehingga emisi yang dihasilkan dari proses pembakaran terjadi
peningkatan sebesar 21 t CO
2
ha
-1
. Emisi gas rumah kaca dari dekomposisi
lahan gambut sebesar 816 + 393 t CO
2
ha
-1
merupakan total potensial emisi dari CO
2
dan N
2
O dari dekomposisi dan penyerapan CH
4
pada drainase lahan gambut. Emisi CO
2
yang termasuk dalam dekomposisi gambut ditinjau dari nilai emisi pada studi Melling et
al. 2005 yaitu sebesar 785 + 353 t CO
2
ha
-1
atau 31,4 + 14,1 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Jadi dalam dekomposisi gambut, yang dilepaskan N
2
O memiliki kontribusi yang sangat kecil
dibandingkan dengan emisi CO
2
dalam emisi gas rumah kaca. Hal ini nenberikan
kontribusi respirasi heterotrofik dalam
pelepasan karbon sebesar 31,4 + 14,1 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Fiksasi pada biomassa tanaman yang
dilakukan tanaman
kelapa sawit
mempengaruhi nilai total emisi karbon dioksida akibat konversi lahan. Emisi yang
dihasilkan berkurang akibat karbon yang diserap tanaman kelapa sawit tersebut.
Tanaman kelapa sawit memiliki kemampuan yang cukup berpengaruh dalam mengurangi
emisi karbon.
Studi yang dilakukan Rieley dan Page 2008 untuk mendapatkan estimasi nilai
emisi karbon kelapa sawit dilahan gambut yaitu 146,4 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Untuk
mengestimasi nilai emisi karbon digunakan data primer dan data sekunder selama 25
tahun. Periode 25 tahun merupakan siklus pertama yang merupakan siklus ekonomi
tanaman kelapa sawit karena produksi kelapa sawit saat mencapai umur tersebut
sudah menurun.
Skenario pada studi yang dilakukan Rieley dan Page 2008, hutan rawa gambut
direpresentasikan dalam kondisi alami pada daerah tropis dataran rendah di Asia
tenggara. Gambut yang dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit termasuk
penghilangan hutan dan penyiapan lahan termasuk drainase dan kebakaran yang
terjadi saat pembukaan lahan. Tanaman kelapa sawit tidak dapat tumbuh dalam air
yang tergenang, sehingga drainase yang dilakukan pada pengolahan kelapa sawit
berada pada kisaran 60-80 cm dibawah permukaan tanah.
Pada tanaman kelapa sawit, siklus pemanenan dimulai sekitar 5-8 tahun setelah
tanam dan berlanjut sampai kelapa sawit berumur 25 tahun. Ketika tumbuhan kelapa
sawit tersebut semakin besar, produktivitas kelapa sawit menurun sehingga tanaman
yang lama digantikan dengan tanaman baru. Penanaman ulang pun dilakukan sehingga
kemudian dilakukan kembali penyiapan lahan dengan menebang dan membuang
tanaman kelapa sawit yang lama.
Emisi tersebut hanya menunjukkan pelepasan
karbon yang
dilihat dari
penurunan muka tanah gambut dan karbon yang hilang dari hasil pembakaran. Emisi
yang dihasilkan dari penurunan muka tanah gambut selama 25 tahun yaitu sebesar 862,5
t C ha
-1
atau 34,5 t C ha
-1
th
-1
. Emisi yang dilihat dari penurunan muka lahan gambut
tersebut merupakan emisi yang bersumber dari proses heterotrofik atau akibat dari
dekomposisi gambut yang menyebabkan terjadi subsiden dan emisi yang dihasilkan
sebesar 126,6 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran lahan
gambut sebesar 135 t C ha
-1
5,4 t C ha
-1
th
- 1
atau 19,8 t CO
2
ha
-1
th
-1
sehingga pelepasan karbon tahunan sebesar 39,9 t C
ha
-1
atau 146,4 t CO
2
ha
-1
. Studi yang dilakukan Melling et al.
2005, lokasi penelitian di lahan gambut tropis
di Sarawak,
Malaysia. Untuk
mendapatkan nilai fluks CO
2
tanah respirasi tanah
pada tanaman
kelapa sawit,
pengukuran dilakukan setiap bulan lebih dari satu tahun. Kondisi iklim daerah kajian
tersebut dengan rata-rata curah hujan tahunan: 2.471 mm, kedalaman gambut:
5,55 m, bulk density: 0,20 + 0.007 gcm
3
, total karbon 44,69 + 1,09 , pada tipe
gambut fibrik.
Studi dilakukan pada ekosistem kelapa sawit yang berlokasi di
tanaman kelapa sawit komersil sekitar 4000 ha lahan gambut yang didrainase yang
didirikan sejak tahun 1997. Drainase telah dilakukan pada kedalaman muka air antara
50-70 cm. Studi kelapa sawit ini dimulai umur tanaman 4 tahun dan hampir semua
kanopi menutupi lahan gambut. Sawit tersebut memiliki tinggi sekitar 5.5 m dan
kerapatan kelapa sawit yaitu 160 sawit per ha. Sebanyak 103 kg N ha
-1
dalam bentuk urea digunakan secara tahunan di bulan
November 2002 dan Mei 2003. Pada sawit yang masih muda tidak terdapat serasah dan
lantai permukaan lahan gambut tersebut bersih dari perakaran. Fluks karbon tanah
pada kelapa sawit yaitu 45,7 to 334,5 mg C m
−2
h
−1
atau 4-29 t C ha
-1
th
-1
. Pelepasan karbon tersebut dihitung
berdasarkan pengukuran karakteristik utama tanah gambut yang ditanami kelapa sawit
yaitu sebesar 14,68-106,43 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Berdasarkan
studi yang
dilakukan Murdiyarso et al. 2010 dan studi yang
dilakukan Hergoualc’h dan Verchot 2011. Respirasi heterotrofik memiliki kontribusi
73 dari total respirasi tanah dan respirasi akar dari tanaman kelapa sawit memiliki
kontribusi sebesar 23. Sehingga estimasi dari total respirasi tanah yang dilakukan
pada studi Melling et al. 2005, respirasi heterotrofik sebesar 3,9-28,7 t CO
2
ha
-1
th
-1
dan respirasi akar autotrofik sebesar 10,6- 77,7 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Estimasi karbon dioksida yang hilang
dari tanaman kelapa sawit di lahan gambut pada studi yang dilakukan Fargione et al.
2008 sebesar 55 + 15 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Estimasi yang dilakukan Fargione et al.
2008 mengasumsikan emisi yang terjadi yaitu pada lahan gambut yang telah
didrainase lebih dari 50 tahun. Respirasi heterotrofik pada studi tersebut sebesar
40,15 + 10,95 t CO
2
ha
-1
th
-1
dan respirasi akar autotrofik sebesar 14,85 + 4,05 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Estimasi karbon dioksida pada studi Fargione et al. 2008 dihitung berdasarakan
beberapa studi yaitu IPCC 2006 dengan nilai emisi sebesar 73,3 t CO
2
ha
-1
th
-1
, Murayama dan Bakar 1996 54,3 t CO
2
ha
-1
th
-1
, Melling et al. 2005 36,6 t CO
2
ha
-1
th
- 1
dan Germer dan Sauerborn 2007 56,5 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Studi yang dilakukan Hooijer et al.
2012 menetapkan emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari oksidasi pada lahan
gambut 0 –18 tahun setelah drainase sebesar
119 t ha
-1
th
-1
, sebanyak 92 dijelaskan oleh subsiden lebih dari 18 tahun dengan rata-rata
subsiden 5
cmtahun. Rata-rata
dari keseluruhan nilai yang didapat yaitu 100 + 9
t CO
2
ha
-1
th
-1
, nilai emisi tersebut berasal dari pelepasan karbon pada tanah saja.
Respirasi heterotrofik pada studi tersebut sebesar 27 + 2,43 t CO
2
ha
-1
th
-1
dan respirasi akar autotrofik sebesar 73 + 6,57 t CO
2
ha
- 1
th
-1
. Studi yang dilakukan Hooijer et al.
2012 dilakukan pada daerah jambi dengan tanaman kelapa sawit yang sudah dewasa.
Dengan kondisi iklim daerah tersebut yaitu memiliki rata-rata curah hujan tahunan
sekitar 2500 mm dan rata-rata suhu udara 30
o
C ke bawah. Studi tersebut dilakukan selama periode 2007-2010. Pada saat
periode tersebut, di tahun 2007, 2008, 2010 mengalami musim kering dengan rata-rata
curah hujan 100 mmbulan. Pada lokasi penelitian tersebut dari saat dimulainya
pengukuran subsiden di tahun 2009, kondisi lahan gambut telah didrainase antara14-19
tahun dengan rata-rata 18 tahun.
Manajemen drainase yang dilakukan pada studi yang dilakukan Hooijer et al.
2008 yaitu dengan jaringan kanal yang memiliki lebar 5-8 m dengan kedalaman 3
meter dan dipisahkan oleh ruang 500-800 meter.
Untuk tanaman
kelapa sawit
pembukaan lahan
digunakan cara
pembakaran lahan. Pengukuran subsiden dan
pengukuran tinggi muka air dilakukan pada Juni 2009 sampai Juli 2010 dengan interval
pengukuran selama dua minggu. Untuk hasil nilai subsiden yaitu nilai rata-rata tahunan.
Ketebalan dan tipe gambut ditentukan saat waktu pembuatan lubang menggunakan
kayu dan interpretasi secara visual. Bulk density diukur dari sampel pada kedalaman
2-2,5 m dan sampel dikumpulkan dalam interval 0,1 m dimulai dari 0,1 m dibawah
permukaan.
Total sampel pada pengukuran bulk density sebanyak 1201 sampel gambut yang
dikeringkan pada suhu 105
o
C selama 96 jam 4 hari untuk menghilangkan kelembaban
dari tanah tersebut. Karbon yang hilang dihitung dari ketebalan gambut yang hilang
dari proses oksidasi dengan menerapkan BD pada gambut yang berada di bawah muka
air. Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata nilai subsiden yaitu 5,4 + 1,1 cm th
-1
18 tahun setelah drainase, pada dasarnya rata-
rata tahunan
penurunan muka
tanah subsiden
yaitu 5cmtahun.
Untuk kedalaman muka air rata-rata pada 0,73 m
dan berkisar antara 0,33-1,03 m. Ketebalan lahan gambut pada lahan kelapa sawit yaitu
5,6-10,7 m dengan rata-rata 7,7 + 1,4 m. Pada bagian atas kedalaman 0,3-0,5 m
secara umum merupakan gambut hemik, dan beberapa gambut fibrik dan gambut saprik.
Studi yang dilakukan Reijnder dan Huijbregs 2008, mengasumsikan nilai
emisi karbon dioksida tanaman kelapa sawit yang dikelola di lahan gambut dengan
parameter C
below
yaitu sebesar 10-15 t C ha
-1
th
-1 .
C
below
merupakan emisi karbon yang berhubungan dengan pengurangan biomassa
dibawah permukaan tanah. Kehilangan karbon tersebut di estimasi dari beberapa
studi, hanya dari proses heterotrofik untuk kehilangan karbon dari tanah sebesar 46 +
9,2 t CO
2
ha
-1
th
-1
. Perhitungan nilai tersebut didapat berdasarkan beberapa studi.
Pemisahan respirasi tanah pada lahan gambut yang ditanami kelapa sawit dikaji
dari beberapa
studi, proses
respirasi autotrofik memiliki peran sebesar 27 dari
total respirasi tanah dan heterotrofik sebesar 73 dari total respirasi tanah. Kontribusi
respirasi heterotrofik lebih besar sehingga dalam pengelolaan lahan gambut perlu
dilakukan
pemantauan secara
berkala terhadap penurunan muka tanah dan muka
air pada lahan gambut yang ditanami kelapa sawit. Dekomposisi gambut yang terjadi di
atas batas kedalaman muka air merupakan komponen dalam penurunan muka tanah
gambut yang menghasilkan karbon dioksida yang dilepas menuju ke atmosfer Hooijer
2012.
4.4 Emisi Karbon Dioksida Total