tersebut menentukan jumlah karbon yang tersimpan pada lahan gambut di Sumatera.
Pada tahun 1990, kandungan karbon total tanah gambut seluruh Sumatera adalah
22.283 juta ton Wahyunto et al. 2003.
2.2 Pengembangan Tanaman Kelapa
Sawit pada Lahan Gambut
Kelapa Sawit
Elaeis guineensis
merupakan tanaman tahunan yang banyak ditanam di hutan tanaman dari daerah tropis
lembab, untuk
menghasilkan produksi
minyak sawit. Kelapa sawit digunakan dalam
menyajikan makanan,
industri oleokimia dan biofuel Reijnders dan
Huijbregts 2006. Perluasan lahan kelapa sawit berkaitan erat dengan konversi dan
degradasi lahan gambut ICCT 2011.
Gambut memiliki karakter seperti spons sehingga diperlukan drainase pada persiapan
lahan gambut, agar dapat ditanami kelapa sawit. Manajemen air pada lahan gambut
yang dijadikan lahan perkebunan melibatkan drainase tetapi juga menjaga kedalaman
muka air agar tetap dekat di permukaan dengan
mencegah pengeringan
yang berlebihan. Selama musim hujan, sistem
manajemen air
harus mampu
mengakomodasi jumlah
air yang
mempunyai volume lebih besar dan menjaga agar akar kelapa sawit tetap mendapat ruang
udara pada air yang tetap. Selama musim kering, air harus di jaga agar tetap berada
tingkat kedalaman air pada 50-80 cm agar tanaman tidak mengalami stress kekeringan
serta mencegah gambut kering tak balik. Selain itu proses drainase dilakukan untuk
mendorong proses pemadatan lahan gambut yang dimungkinkan sebanyak 1m pada
tahun pertama Mutert et al. 1999.
Pemadatan tanah gambut berguna
meningkatkan kapasitas menahan beban pada
permukaan tanah
sehingga memudahkan operasi di lapangan Rothwell
et al. 1996 serta untuk memanipulasi kedalaman muka air. Hal ini disebabkan
karena gambut memiliki kapilaritas yang baik dan kapasitas tahan air sehingga
meningkatkan pasokan nutrisi, mengurangi resiko kebakaran, resiko terkena hama, serta
meningkatkan pertumbuhan agar tandan kelapa sawit menjadi lebih besar Mutert et
al. 1999.
Pengembangan kelapa sawit dilahan gambut mulai berkembang pada awal tahun
1990 hingga sekarang. Pada tahun 1990 luas lahan kelapa sawit yang berada pada lahan
gambut di Sumatera memiliki luas 17.985 ha. Perluasan terus terjadi hingga pada tahun
2000 terjadi penambahan luas menjadi 512.341 ha. Kemudian pada tahun 2007 luas
tersebut bertambah
kembali menjadi
821.949 dan tahun 2010 perluasan kembali terjadi hingga mencapai luas 1.026.922 ha
ICCT 2012. Pengembangan kelapa sawit terus dilakukan akibat keterbatasan lahan
yang dapat
digunakan sebagai lahan
perkebunan kelapa sawit. 2.3
Sumber Emisi Karbon Dioksida dari
Kelapa Sawit di Lahan Gambut
Meskipun kebakaran
diperkirakan sebagai penyebab utama deforetasi 93
dan emisi karbon netto pada 1989-2008, pada tahun 2007-2008 kelapa sawit secara
langsung menyebabkan 27 deforestasi secara keseluruhan dan 40 deforestasi
pada lahan gambut. Kebutuhan global pada makanan, biofuel, dan sumber alami
medorong
kapitalis mengembangkan
pertanian khususnya untuk tanaman tropis. Konversi hutan dan lahan gambut untuk
tanaman pertanian dapat menjadi sumber emisi gas rumah kaca dari perubahan muka
lahan yang menghasilkan 10-20 emisi netto gas rumah kaca secara global Carlson
et al. 2012
Perubahan penggunaan
lahan dan
degradasi lahan gambut secara langsung ataupun tidak langsung menjadi lahan
pertanian dapat
menyebabkan emisi
dikarenakan karbon yang hilang dari tanah dan biomassa tanaman Achten dan Verchot
2011; Miettinen dan Liew 2010; Oleszczuk et al 2008. Beberapa studi melakukan
estimasi emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari oksidasi gambut itu sendiri
tanpa
menghitung emisi karbon dari respirasi akar dan pengukuran gas fluks.
Upaya dalam penghitungan tersebut dapat diyakinkan
karena dalam
menghitung besaran bersih emisi yang dihasilkan lahan
gambut dari estimasi semua fluks keluar dan ke dalam gambut termasuk dalam perubahan
biomassa. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
data yang
tersedia dan
ketidakpastian yang terkait dari beberapa komponen Hooijer et al. 2009.
Respirasi tanah merupakan produk dari respirasi oleh akar respirasi autotrofik dan
dekomposisi tanah respirasi heterotrofik. Pemisahan respirasi tanah menjadi respirasi
autotrofik dan heterotrofik merupakan hal yang
penting dalam
siklus karbon,
perubahan iklim, ilmu tanah, dan fisiologi
tanaman Bond-Lamberty et al. 2004. Respirasi rizhosphere meliputi aktivitas
autotrofik akar tanaman serta aktivitas heterotrofik, termasuk dekomposisi eksudat
akar serta akar tanaman yang baru mati Couwenberg et al. 2010.
Gambar 1 Proses keluar masuk karbon pada tanaman Kelapa Sawit di
Lahan Gambut Verwer et al. 2008
Emisi CO
2
dari tanah timbul dari respirasi oleh akar tanaman, organisme
hidup, serta mineralisasi bahan organik pada tanah tersebut, mikroorganisme yang mati,
dan tumbuhan yang mati. Tingkat emisi karbon dioksida ke atmosfer bergantung
pula pada banyak faktor, antara lain kondisi iklim, jenis gambut, tingkat dekomposisi,
kedalaman muka air dan suhu tanah selain dari jenis dan intensitas pemanfaatan lahan
Oleszczuk et al. 2008.
Beberapa studi melakukan estimasi CO
2
netto yang dihasilkan dari oksidasi lahan gambut itu sendiri tanpa menghitung
respirasi akar Hooijer et al. 2012. Baru- baru ini usaha yang dilakukan dalam
menghitung perubahan netto karbon yang tersimpan di gambut dari semua perbedaan
yang ada diantara estimasi yang masuk serta yang keluar pada lahan gambut termasuk
perubahan
pada biomassa
tanaman Herghoualc’h dan Verchot 2011.
Kandungan karbon total tanah gambut seluruh Sumatera pada tahun 1990 adalah
22.283 juta ton. Kandungan tertinggi terdapat di Propinsi Riau 16.851 juta ton C
atau 75,62 dari total Sumatera, Propinsi Jambi 1851 juta ton, Sumsel 1.799 juta
ton, Aceh 562 juta ton, Sumatera Utara 561 juta ton, dan Sumatera Barat 508 juta
ton, serta terendah adalah Bengkulu 92 juta ton dan Lampung 60 juta ton karbon.
Sedangkan kondisi pada tahun 2002, kandungan
karbon seluruh
Sumatera mengalami perubahan yakni berkurang
sebesar 3.470 juta ton atau kandungan karbon totalnya hanya berkisar 18.813 juta
ton Wahyunto et al. 2003. Pengurangan ketebalan gambut merupakan salah satu
penyebab utama kehilangan karbon dari lahan gambut akibat perubahan penggunaan
lahan. Pembukaan hutan gambut menjadi lahan perkebunan kelapa sawit terjadi sejak
awal tahun 1990. Pengembangan lahan tersebut pada tahun 1990 mencapai 17.985
ha hingga tahun 2000 menjadi 512.341 ha ICCT 2012.
2.4 Hubungan Drainase dengan Emisi