Mekanisme Pengambilan Keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan

7. Teradu adalah Anggota, termasuk Pimpinan AKD dan Pimpinan DPR yang diduga tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih danatau melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan DPR yang mengatur mengenai Tata Tertib. 8. Penyelidik adalah Pimpinan dan seluruh Anggota MKD dengan dibantu Sekretariat dan Tenaga Ahli. Rapat MKD adalah rapat yang dipimpin oleh Pimpinan MKD dan dihadiri oleh Anggota guna melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang MKD. 9. Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum dan pada saat Sidang MKD untuk mencari dan menemukan bukti terkait dengan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran terhadap undang- undang yang mengatur mengenai MD3, serta peraturan DPR yang mengatur mengenai Tata Tertib dan Kode Etik. Berdasarkan Pasal 5-12 Peraturan DPR RI tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 jenis perkara terdiri atas Perkara Pengaduan dan Perkara Tanpa Pengaduan. Gambar 3.2 Mekanisme Pengaduan Perkara 11 1. Perkara Tanpa Pengaduan adalah dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan ini tanpa melalui prosedur pengaduan, yang telah diputuskan dalam Rapat MKD untuk ditindaklanjuti. a. Sidang dilaksanakan atas: 1 Usulan AnggotaPimpinan MKD; 2 Hasil verifikasi oleh Sekretariat dan Tenaga Ahli. b. Sidang meliputi: 1 Mendengarkan keterangan dan sekaligus pembelaan Teradu; 2 Memeriksa Alat Bukti. 2. Perkara Pengaduan adalah Pengaduan yang telah diputuskan dalam Rapat MKD untuk ditindaklanjuti. a. Dugaan Pelanggaran disampaikan oleh: 1 Pimpinan DPR; 11 Keterangan: Penyelidikan dipahami sebagai tindakan untuk turun ke lapangan. Verifikasi dipahami sebagai tindakan untuk memeriksa dokumen terkait. Klarifikasi dipahami sebagai rapat untuk meminta keterangan Pengadu dan Teradu - Mengamati, mengevaluasi disiplin etika dan moral anggota DPR - Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan Perkara Tanpa Pengaduan aktif Mahkamah Kehormatan DPR RI Keputusan Rapat Mahkamah Kehormatan DPR RI - Penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Perkara Pengaduan pasif Kesimpulan Rekomendasi Rapat Mahkamah Kehormatan DPR RI 2 Anggota DPR; 3 Masyarkat: baik perorangan atau pun kelompok. b. Muatan Aduan berisi: 1 Identitas Pengadu; 2 Identitas Teradu; 3 Uraian dugaan pelanggaran. c. Sidang meliputi: 1 Mendengarkan pokok permasalahan yang diajukan oleh Pengadu; 2 Mendengarkan keterangan Teradu; 3 Memeriksa Alat Bukti; 4 Mendengarkan pembelaan Teradu. Selain mengenai jenis pengaduan perkara, dalam melaksanakan tugasnya MKD memiliki anggota sidang yang terdiri atas: 1. Kelompok Kerja Pembentukan Kelompok Kerja ada dalam rapat untuk penanganan perkara, beranggotakan paling banyak 7 tujuh orang yang mewakili unsur fraksi. Tiap Kelompok Kerja dipimpin oleh salah satu Pimpinan MKD. 2. Panel MKD membentuk Panel untuk menangani kasus pelanggaran kode etik yang bersifat berat dan berdampak pada sanksi pemberhentian anggota. Sidang Panel bersifat ad hoc dan anggota Panel terdiri atas 3 orang anggota MKD dan 4 orang dari unsur masyarakat. Semua putusan MKD yang dilaporkan dan atau dibacakan dalam rapat paripurna wajib ditindaklanjuti secara administratif oleh Sekretaris Jenderal DPR. Sekretaris Jenderal DPR harus memberikan laporan tentang tindak lanjut putusan MKD kepada Pimpinan DPR paling lama 14 empat belas hari sejak dilaporkan danatau dibacakan dalam rapat paripurna dengan ditembuskan kepada MKD. MKD mengevaluasi pelaksanaan putusan dalam waktu 30 tiga puluh hari sejak putusan dilaporkan danatau dibacakan dalam rapat paripurna. Putusan MKD mengenai pemberhentian tetap anggota harus mendapatkan persetujuan rapat paripurna. Dalam hal putusan MKD mengenai pemberhentian tetap anggota sebagaimana dimaksud putusan berlaku sejak tanggal mendapatkan persetujuan rapat paripurna. Selanjutnya hasil keputusan MKD disampaikan kepada pimpinan DPR. Keputusan MKD bersifat final dan mengikat kecuali mengenai putusan pemberhentian tetap anggota. Isi putusan terkait dengan terbukti atau tidaknya suatu pelanggaran, disertai adanya pemberian sanksi atau rehabilitasi. Sedangkan Jenis Amar Putusan MKD dalam Pasal 56 ayat 7 Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015, menyatakan: 1. Teradu tidak terbukti melanggar, atau; 2. Teradu terbukti melanggar. 47

BAB IV PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT DALAM PENEGAKAN KODE ETIK

A. Pelanggaran Kode Etik Anggota DPR RI Periode 2004-2019

Keberadaan MKD saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014, bahwa MKD dibentuk sebagai alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap dan bertujuan untuk menjaga serta menegakan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Sedangkan tugas MKD sendiri adalah melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota yang diduga telah melakukan pelanggaran kode etik. Dalam hal ini MKD berperan untuk menegakan persoalan etik yang telah dilakukan anggota DPR. Terlepas dari adanya peran tersebut MKD telah memproses beberapa pelanggaran etik, adapun pelanggaran kode etik anggota DPR yang pernah terjadi pada periode 2004-2009 hingga 2014-2019, data yang didapat dari sumber-sumber terkait digabungkan menjadi satu dan disajikan dalam bentuk tabel agar mudah dipahami.

1. Pelanggaran Periode 2004-2009

BK sebelumnya menerima sejumlah pengaduan dari masyarakat sepanjang Periode 2004-2009. Berikut ini adalah beberapa dari pengaduan yang masuk tersebut, terutama yang sempat menarik perhatian masyarakat. 1 Tabel 4.1 Pelanggaran Periode 2004-2009 Tahun Sidang Pengadu Materi Pengaduan 2004-2005 Emilia Puspita, Pinping Wiranata, Rudi Sugianto, Rohmadi, Lingkar Studi Indonesia Maju, Perempuan PPD, Aliansi Pemuda Peduli Parlemen Mengenai kericuhan dalam Rapat Paripurna DPR 2004-2005 Lembaga Advokasi Reformasi Indonesia Mengenai dugaan korupsi dan penyelundupan beras 60.000 Metrik Ton asal Vietnam 2004-2005 Staf Pemda Pesisir Selatan Mengenai kunjungan kerja beberapa anggota DPR yang telah menguras uang daerah sebesar RP 100 juta 2004-2005 Amalya Murad Mengenai penyalahgunaan status keanggotaan dalam pemeriksaan di Polda 2004-2005 Sutardjo dan Chalid Masjkur Mengenai penggunaan ijazah palsu dalam pencalonan anggota DPR 2004-2005 DPC PAN Pesisir Selatan Mengenai pelanggaran oleh anggota DPR dalam Pilkada 2005-2006 Surat dari Pimpinan DPR RI Perihal isu negatif terhadap anggota DPR 1 Sekretariat Jenderal DPR RI, Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban Amanat dan Aspirasi Rakyat, Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2009, h. 130 2005-2006 Bupati Semeulue Mengenai dugaan pemerasan 2005-2006 Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Riau dan Yusri Sabri Mengenai dugaan keterlibatan seorang anggota DPR dalam peristiwa pemboman di Provinsi Kepulauan Riau 2005-2006 Anggota DPD Mengenai permintaan pengembalian uang sewa- menyewa rumah dinas Blok E412, Kalibata 2005-2006 Surat dari Pimpinan DPR RI Perihal tindak lanjut laporan uang pansus RUU tentang Pemerintahan Aceh 2005-2006 Sekretariat Bersama Pokja Petisi 50, Komite Waspada Orde Baru TEWAS ORBA, Gerakan Rakyat Marhaen GRM, dan Himpunan Mahasiswa Islam HMI Mengenai kasus percaloan di pemondokan haji dan katering 2006-2007 Laporan ICW Tentang kasus dugaan aliran dana non-bujeter DKP senilai Rp. 1 miliar ke anggota DPR 2 2006-2007 - BK melakukan kunjungan ke daerah Provinsi Yogykarta dalam kasus percaloan dana bencana alam 2006-2007 Abdul Aziz Bahlmar Kunjungan ke Semarang mengenai tindakan ikut campur dalam pengadilan 2006-2007 - Kunjungan Provinsi Jawa Timur dalam kasus ijazah 2 Kasus ini telah ditindaklanjuti dan diputus melalui proses hukum palsu 2006-2007 - Provinsi Sulawesi Selatan dalam kasus ijazah palsu 2007-2008 Koalisi Penegak Citra DPR RI Mengenai kasus dugaan aliran dana BI ke DPR 2007-2008 Masyarakat Profesional Madani Terkait skandal keuangan antar lembaga negara 2008-2009 - Tuduhan menerima gratifikasi senilai US6,6000 terkait pengadaan kapal patroli di Ditjen Perhubungan Laut 3 2008-2009 ICW Dugaan pelanggaran Tatib oleh Ketua DPR pada saat memimpin Rapat Paripurna Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Mahkamah Agung Pada periode 2004-2009 terdapat 125 pelanggaran yang masuk dan telah melalui proses persidangan BK DPR, sebagai contoh adanya pelanggaran tersebut penulis menyebutkan 21 materi pelanggaran seperti yang terdapat pada tabel di atas. Berdasarkan tahun sidang 2004-2005 terdapat 6 enam materi pengaduan diantaranya mengenai kericuhan dalam Rapat Paripurna, dugaan korupsi dan penyelundupan beras, menguras uang daerah saat melakukan kunjungan kerja, menyalahgunakan status keanggotaan, penggunaan ijazah palsu, serta pelanggaran mengenai kecurangan dalam pilkada. Kemudian pada tahun sidang 2005-2006 dibahas enam jumlah pelanggaran perihal isu negatif 3 MKD Beri Pelanggaran Etika Berat, artikel diakses pada 11 Juli 2016, dari http:www.kompasiana.comhendisetiawanpelanggaran-etika-berat-yang-mengherankan