Faktor Penjatuhan Sanksi Kode Etik

29

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KEHORMATAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI

A. Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat RI

Pada awalnya lembaga ini bernama Dewan Kehormatan DK sebelum diresmikan sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap dan berganti nama menjadi Badan Kehormatan BK pada tahun 2003 dan kemudian diubah menjadi Mahkamah Kehormatan Dewan MKD seperti saat ini. 1 Perubahan nama MKD dibentuk berdasarkan amanat Pasal 83 ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2014. Pada 2 periode sebelumnya, MKD bernama BK, kemudian dengan adanya revisi UU Nomor 27 Tahun 2012 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, BK berganti nama menjadi MKD. Beberapa perubahan terkait MKD, yaitu: 1. Jumlah anggota yang semula 13 orang menjadi 17 orang. 2. Pimpinan MKD semula 3 orang terdiri dari 1 orang ketua dan dua orang wakil ketua, berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2015 perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD ditambah 1 orang wakil ketua. 1 Nur Habibi, Praktik Pengawasan Etika Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jurnal Cita Hukum , Volume 1, Juni 2014, h. 47 3. Pembentukan Panel. Berdasarkan Pasal 148 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, MKD harus membentuk Panel yang terdiri dari 3 orang anggota MKD dan 4 orang dari unsur masyarakat. Mahkamah Kehormatan Dewan yang selanjutnya disebut MKD merupakan lembaga baru di parlemen Indonesia, MKD di DPR pada periode sebelumnya diberi nama ”Dewan Kehormatan” yang tidak bersifat tetap dan hanya dibentuk bila terdapat kasus dan disepakati untuk menuntaskan suatu kasus yang menimpa anggota DPR. 2 Berbeda halnya dengan periode 1999 – 2004 yang menyebut: ”Dewan Kehormatan” sebagai kelembagaan yang tidak bersifat tetap ad hoc karena lembaga ini dapat dibentuk oleh DPR RI bila terdapat kasus terkait dengan perilaku anggota DPR RI. Hingga periode 1999 – 2004 berakhi r, tidak ada kasus yang berhasil diproses oleh ”Dewan Kehormatan”, sehingga dalam periode tersebut ”Dewan Kehormatan” belum pernah terbentuk guna menjalankan tugas dan fungsinya dalam penegakan Kode Etik DPR RI. 3 MKD merupakan salah satu AKD yang dibentuk berdasarkan amanat Pasal 98 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta Keputusan DPR Nomor 08DPR RI2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI Pasal 56-63 yang ditetapkan tanggal 27 September 2005. Berdasarkan Pasal 57 Peraturan Tata 2 Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI, Efektivitas Putusan Badan Kehormatan DPRDPR D, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI, 2011, h. 27 3 Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI, Efektivitas Putusan Badan Kehormatan DPRDPR D, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI, 2011, h. 16 Tertib DPR, Dewan menetapkan susunan dan keanggotaan MKD menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan Tahun Sidang dengan jumlah anggota 13 orang, yang terdiri dari tiga orang Pimpinan dan 10 anggota. 4 Semenjak bergulirnya UU No.22 Tahun 2003, MKD menjadi alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap dan senantiasa diartikan sebagai penjaga dan penegak etik. 5 Mahkamah Kehormatan bekerja dan kode etik adalah pedoman perilakunya. Dalam pelaksanaannya, MKD memiliki dua sanksi yang sangat penting, yaitu sanksi moral dan sanksi hukum. 6 Dapat dipahami bahwa sanksi moral terjadi secara langsung menunjuk dirinya sendiri bersalah atau telah melakukan suatu perbuatan tercela sehingga efeknya menyangkut psikologis seseorang dalam berfikir dan berperilaku sehingga apa yang dirasakan dalam batinnya tidak dapat diketahui orang lain, sedangkan sanksi hukum sendiri jelas terlihat dan dapat dirasakan. Sesuai UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD saat ini pembentukan MKD bersifat tetap dan bertujuan menjaga serta menegakan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Pembentukan MKD sendiri merupakan respon atas sorotan publik akan kinerja para anggota dewan yang dinilai buruk. Berdasarkan Pasal 79 Peraturan DPR RI Nomor 1 4 Sekretariat Jenderal DPR RI, Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban Amanat dan Aspirasi Rakyat , Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2009, h. 129 5 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Menegakkan Etika Memajukan Parlemen, Rekaman Seminar Nasional Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia: Peran Badan Kehormatan Dalam Menjaga Harkat, Martabat, Kehormatan, dan Citra Lembaga Legislatif, Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, 2013, h. 46 6 Nur Habibi, Praktik Pengawasan Etika Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jurnal Cita Hukum , Volume 1, Juni 2014, h. 42 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR RI menetapkan susunan dan keanggotaan MKD yang terdiri atas semua Fraksi dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota setiap Fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Perubahan nama BK menjadi MKD juga bertujuan untuk memperkuat sebuah Mahkamah Kehormatan Dewan dalam menjaga dan menertibkan moril dan perilaku buruk seorang anggota dewan serta melindungi anggota DPR dari citra buruk pelaku pelanggar etik. Perubahan nomenklatur ini tidak semata- mata berupa perubahan nama, namun juga peningkatan kewenangan MKD. Tugas dan kewenangan MKD hampir sama dengan BK yaitu melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota, namun MKD memiliki tujuan eksplisit untuk menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, 7 juga untuk memperkuat suatu alat kelengkapan yang berfungsi dalam menyelesaikan perkara etik.

B. Komposisi Pimpinan Mahkamah Kehormatan DPR RI

Berdasarkan ketentuan Tartib DPR pasal 80 ayat 1 dan 2, Pimpinan MKD merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan MKD terdiri atas 1 satu orang ketua dan paling banyak 2 dua orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MKD dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan Fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. Berikut komposisi pimpinan MKD. 7 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Langkah DPR Menuju Parlemen Modern Dalam Demokrasi Indonesia Laporan Kinerja DPR 1 Oktober 2014 —13 Agustus 2015 , Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 2015, h. 64