82
5.3 Faktor-faktor Terkait Sanitasi yang Berpengaruh terhadap Mutu Hasil
Tangkapan di PPP Lampulo
Dermaga dan TPI PPP Lampulo sebagai tempat yang paling banyak dilakukannya aktivitas perikanan di PPP Lampulo seperti aktivitas pendaratan,
pemasaran, dan distribusi, memiliki dampak dari kondisi sanitasi yang tidak baik yang berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan sehingga terjadinya penurunan
mutu. Terdapat beberapa penyebab penurunan mutu hasil tangkapan terkait permasalahan sanitasi dengan menganalisis faktor penyebabnya menggunakan
diagram sebab akibat fishbone diagram agar diketahui upaya yang tepat dalam mengatasi permasalahan mengenai penurunan mutu hasil tangkapan tersebut.
Faktor penyebab utama penurunan mutu hasil tangkapan terkait sanitasi di PPP Lampulo adalah fasilitas pendukung sanitasi di PPP Lampulo, penanganan hasil
tangkapan, proses pemasaran, dan pelaku. Ikan mulai dianalisis sejak pendaratannya di dermaga sampai dibeli oleh konsumen. Setiap faktor penyebab
utama dibuat akar permasalahan lebih rinci yang disebut sebagai faktor penyebab akar dari karakteristik mutu Murdaniel, 2007. Berikut adalah rincian mengenai
faktor penyebab utama dan faktor penyebab akar dari penurunan mutu hasil tangkapan di PPP Lampulo:
1 Pelaku
Salah satu faktor penyebab utama penurunan mutu hasil tangkapan adalah pelaku. Akar permasalahan dari faktor penyebab utama ini dibagi 3, yaitu
nelayan, pedagang, dan pembeli. Pertama, nelayan sebagai pelaku pertama yang berhubungan langsung dengan hasil tangkapan belum memiliki kesadaran akan
pentingnya sanitasi terhadap mutu hasil tangkapan. Selain itu, kebanyakan nelayan yang terdapat di PPP Lampulo tidak menjaga kebersihan.
Berdasarkan wawancara dengan staf LPPMH diketahui bahwa pernah ada lembaga yang memberikan pelatihan mengenai cara penanganan hasil tangkapan
agar mutu hasil tangkapan tetap terjaga, namun nelayan di PPP Lampulo tidak memberikan respon yang baik karena menurut kebanyakan nelayan PPP Lampulo
penanganan yang mereka lakukan selama ini sudah cukup baik untuk menjaga mutu hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Lampulo. Pada gedung TPI sudah
ditempel spanduk mengenai tata cara penanganan ikan yang baik yang sesuai
83
dengan standar dari FAO agar tubuh ikan tidak rusak dan mutunya tetap terjaga Gambar 31, namun nelayan tidak mengindahkan hal tersebut. Spanduk tersebut
menjelaskan bahwa nelayan harus mencegah kerusakan fisik pada ikan seperti mengambil ikan dari palka secara hati-hati dan bekerja dengan cepat, cermat, dan
higienis. Selain itu, penggunaan wadah yang terbuat dari kayu atau bambu dilarang karena bersifat dapat menyimpan air sehingga bakteri lebih mudah
menempel pada wadah tersebut. Kedua, pedagang yang terbagi atas toke bangku dan pedagang pengecer,
juga tidak memiliki kesadaran terhadap mutu hasil tangkapan, serta pedagang non-ikan yang berjualan di sekitar dermaga dan TPI yang tidak menjaga
kebersihan. Selain itu, toke bangku, pedagang pengecer, dan pedagang non-ikan juga seringkali membuang sampah sembarangan seperti membuang puntung
rokok, meludah sembarangan, dan membuang sampah sisa makanan disembarang tempat. Hal ini berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan dimana dengan
adanya sampah tersebut dapat mempercepat proses pembusukan pada tubuh ikan. Faktor penyebab yang ketiga adalah pembeli. Kebanyakan pembeli tidak
peduli dengan sanitasi terhadap ikan yang dibeli, pembeli hanya melihat fisik ikan sebelum dibeli, padahal mutu ikan yang dibeli belum tentu sama seperti saat
dibeli. Penurunan mutu dapat terjadi karena waktu tunggu jika ikan tersebut tidak ditangani dengan baik. Semakin lama ikan itu ditangani, baik diberi penanganan
seperti diberi es atau dikonsumsidimasak, maka semakin cepat mutunya menurun. Selain itu, pembeli sebagai salah satu pengguna pelabuhan juga sering
membuang sampah sembarangan. Ditambah dengan adanya orang-orang yang tidak berkepentingan beraktivitas di dermaga dan TPI, yang juga berpotensi
menghasilkan sampah fisik. Diperlukan upaya penanganan sampah dari UPTD misalnya dengan menerapkan aturan dan sanksi yang tegas terhadap orang-orang
yang membuang sampah sembarangan.
84
Gambar 30 Spanduk di depan gedung TPI PPP Lampulo mengenai tata cara penanganan ikan dengan baik tahun 2010.
Solusi lainnya yang dapat dilakukan oleh UPTD yaitu mengadakan pelatihan bagi nelayan mengenai penanganan hasil tangkapan yang baik,
bekerjasama dengan Panglima Laot sebagai lembaga adat yang dipatuhi oleh nelayan di PPP Lampulo, dan LPPMH sebagai lembaga yang ahli dalam
penjagaan mutu hasil tangkapan. Pelatihan dapat dilaksanakan secara non-formal seperti memberikan penjelasan mengenai tahapan penanganan ikan sejak di kapal
hingga dipasarkan dengan cara membaur dengan masyarakat nelayan, mengingat nelayan-nelayan yang terdapat di PPP Lampulo memiliki watak yang keras dan
susah menerima informasi dari orang yang dianggap asing. Adanya pelatihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran nelayan sebagai pelaku
pertama yang berhubungan langsung dengan hasil tangkapan untuk menjaga mutu dan menangani hasil tangkapan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan,
sehingga nantinya diharapkan pendapatan nelayan dan nilai produksi PPP Lampulo dapat meningkat.
2 Sanitasi
Permasalahan dari segi sanitasi yang berpengaruh terhadap penurunan mutu hasil tangkapan adalah sanitasi di dermaga dan TPI karena aktivitas yang
paling banyak dilakukan berlangsung dikedua tempat tersebut, yaitu pada saat
85
proses pendaratan dan pemasaran. Proses pendaratan dan pemasaran dapat menimbulkan sampah fisik baik berupa potongan sampah maupun berupa
genangan. Adanya sampah fisik berupa sampah padat banyak ditemukan di dermaga dan TPI seperti botolkaleng bekas minuman, plastik bekas, kulit buah,
puntung rokok, potongan tubuh ikan, dan genangan air dan darah ikan. Selain itu, konstruksi beberapa bagian bangunan di TPI dan dermaga juga sudah rusak.
Pada lantai TPI terdapat banyak lubang sehingga mengakibatkan genangan airlendir yang ada digedung TPI tidak bisa mengalir ke saluran pembuangan.
Pada lantai gedung TPI juga tidak terpasang alat penyemprot lantai yang digunakan untuk membersihkan TPI.
Di sekitar dermaga dan TPI tidak ditemukan tempat sampah sehingga orang-orang yang beraktivitas di tempat tersebut membuang sampah sembarangan
yang mengakibatkan saluran-saluran pembuangan di sekitar TPI dipenuhi oleh sampah dan tidak dapat difungsikan lagi. Tempat sampah untuk tempat
penampungan sampah sementara juga tidak ditemukan di PPP Lampulo. Tulisan- tulisan “dilarang membuang sampah” jarang ditemukan di PPP Lampulo sehingga
pengguna pelabuhan sering membuang sampah sembarangan yang menyebabkan banyaknya potongan sampah di tempat-tempat yang banyak terjadi aktivitas
seperti dermaga dan TPI. Permasalahan sanitasi juga terdapat pada keranjang yang digunakan untuk
menaruh hasil tangkapan yang didaratkan. Keranjang terbuat dari anyaman bambu yang memiliki celah yang dapat membuat potongan tubuh ikan menempel
pada celah tersebut. Selain itu, keranjang yang terbuat dari bambu merupakan bahan yang mudah menyerap air sehingga bakteri mudah menempel pada
keranjang, apalagi keranjang tersebut tidak dicuci bersih setelah pemakaian sehingga bisa menyebarkan bakteri pembusuk pada tubuh ikan. Konstruksi
keranjang yang tidak memiliki penutup menjadi faktor lainnya yang dapat menurunkan mutu hasil tangkapan. Seharusnya ikan yang didaratkan, diletakkan
dalam wadah yang bersifat tidak menyerap air seperti plastik dan wadah tersebut memiliki penutup sehingga dapat melindungi ikan dari kontaminasi udara kotor
dan sinar matahari langsung.
86
Sebenarnya terdapat beberapa wadah penampungan yang dapat digunakan untuk menaruh hasil tangkapan, seperti tong plastik blong atau styrofoam. Pane
2008 menyebutkan bahwa terdapat 4 fungsi utama dari wadahbasket penampungan ikan yaitu untuk mempertahankan volume, mempertahankan mutu,
fungsi sanitasi atau lingkungan, dan sebagai wadah pengangkut. Wadah yang baik, dapat melindungi tubuh atau daging ikan terhadap gangguan dan tekanan
dari luar seperti tekanan dari tumpukan wadah penampungan ikan lainnya, tekanan dari tumpukan ikan bila tanpa wadah atau tekanan benda-benda lainnya
yang ada di sekitar ikan diletakkanditempatkan. Perlindungan ini akan mencegah tubuhdaging ikan terluka atau menjadi rusak, mencegah ikan terkena tumpahan
atau tetesan lendir dari ikan-ikan dalam basket yang berada di atasnya. Selain itu, wadah penampungan juga melindungi ikan dari sentuhan langsung dengan
pencemar seperti air kotor ataupun kotoran lainnya yang ada di pelabuhan. Selanjutnya Pane juga menyebutkan bahwa jika wadah tersebut digunakan
sebagai pengangkut maka harus mampu mengangkut ikan dalam volume ukuran dan jenis-jenis ikan dominan yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan.
Selain itu, wadah pengangkut juga harus terbuat dari bahan yang tahan karat dan dikonstruksikan dengan baik agar mudah dibersihkan. Bahan-bahan logam kuat
tertentu seperti besi sangat mudah teroksidasi dan menimbulkan karat, terlebih- lebih bila terkena percikan air laut di lingkungan PPPPI. Bagian-bagian karat
tersebut dapat dengan mudah terkelupas dan tercampur dengan ikan-ikan yang berada di dalam wadah dan pada akhirnya akan membahayakan jika ikan tersebut
dikonsumsi. Kurangnya air bersih sub subbab 4.3.3 merupakan permasalahan lainnya
yang dapat menyebabkan penurunan mutu hasil tangkapan. Air bersih yang terdapat di PPP Lampulo tidak mampu mencukupi kebutuhan nelayan untuk
membersihkan hasil tangkapan. Sarana air bersih yang disediakan hanya digunakan untuk membersihkan TPI dan dermaga, sedangkan untuk pencucian
ikan digunakan air kolam pelabuhan. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus dari Pemerintah Kota Banda
Aceh yang bekerjasama dengan UPTD untuk memperbaiki dermaga dan TPI; melakukan pembersihan di seluruh dermaga dan TPI secara rutin agar tidak ada
87
sampah yang tersisa sehingga tidak menimbulkan bau antara lain dengan air bersih; menambah sarana air bersih sehingga kebutuhan dapat tercukupi; dan
hendaknya disediakan sarana pembuangan sampah di beberapa tempat yang terdapat banyak orang yang melakukan aktivitas seperti di dermaga dan TPI.
3 Penanganan Hasil Tangkapan
Penanganan hasil tangkapan yang dilakukan di PPP Lampulo belum dilakukan dengan cermat. Hal ini terlihat ketika proses pemasaran dilakukan,
ikan yang terdapat di dalam keranjang tidak diberi es. Padahal kegiatan pemasaran yang dilakukan di dermaga berlangsung dalam waktu yang cukup lama
sehingga diperlukan penanganan khusus terhadap hasil tangkapan agar mutunya tetap terjaga. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang nelayan
diketahui bahwa jumlah es balok yang terdapat di PPP Lampulo terbatas dan harganya mahal, hal ini terjadi karena es disuplai dari luar pelabuhan sehingga
pemakaian es harus sehemat mungkin. Kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa nelayan tidak
melakukan penanganan yang baik juga terjadi saat aktivitas pembongkaran berlangsung. Dalam aktivitas pembongkaran, beberapa nelayan menggunakan
alat bantu keranjang plastik untuk mengambil ikan dari palka, padahal ini dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh ikan sehingga lebih mudah terkontaminasi
oleh bakteri pembusuk yang dapat menurunkan mutunya. Selain itu, dalam kegiatan penyortiran, nelayan tidak menggunakan sarung tangan ketika
memegang hasil tangkapan, sehingga akan lebih cepat busuk karena bersentuhan langsung yang dapat menyebabkan bakteri yang terdapat pada tangan akan
menyebar ke tubuh hasil tangkapan dengan lebih cepat. Hasil tangkapan yang telah didaratkan dan diterima oleh toke bangku tidak diberikan penanganan
khusus seperti diberi es untuk mendinginkan atau ditaruh di wadah yang bersih dan tertutup agar terhindar dari matahari langsung. Hasil tangkapan yang dijual
oleh pedagang pengecer juga tidak diletakkan ditempatwadah yang bersih, hanya diletakkan di lantai yang dialasi dengan plastik besarterpal yang kotor dan
dipenuhi dengan genangan darah ikan.
88
Pencucian ikan tidak dilakukan dengan menggunakan air bersih tetapi dengan menggunakan air kolam pelabuhan, padahal sampah-sampah fisik dibuang
ke dalam kolam pelabuhan. Hal ini beresiko terhadap menurunnya mutu hasil tangkapan yang dipasarkan. Sebagian besar pengguna PPP Lampulo menganggap
bahwa sampah fisik yang dibuang ke kolam pelabuhan tidak akan mencemari airnya karena letak PPP Lampulo disamping sungai Aceh sehingga air dari kolam
pelabuhan tersebut akan mengalir ke laut. Tidak dilakukannya pencucian ikan juga terjadi di PPI Muara Angke
Faubiany, 2008, dimana ikan-ikan yang akan dilelang tidak diberikan es sebagai pengawet, hanya ikan-ikan yang memiliki kualitas ekspor yang diberikan es,
misalnya tenggiri, kakap, dan kerapu. Hal ini diindikasikan dengan adanya peningkatan jumlah ikan yang tidak layak konsumsi di PPI Muara Angke
dikarenakan ikan-ikan tersebut telah mengalami penurunan mutu yang cukup jauh jika dibandingkan dengan mutunya pada saat setelah pembongkaran.
Sebaiknya pada saat pembongkaran dan penyortiran, nelayan dapat meminimalisir sentuhan langsung dengan hasil tangkapan, misalnya dengan
menggunakan sarung tangan yang bersih. Selain itu, saat proses pembongkaran berlangsung sebaiknya hasil tangkapan tidak terkena sinar matahari langsung.
Hal ini dapat dihindari dengan membuat penutup sementara dari terpal plastik di tempat terjadinya aktivitas pembongkaran. Ketika proses pembongkaran telah
selesai, hendaknya hasil tangkapan diberi es curahbalok atau diletakkan dalam air dingin untuk menjaga mutunya.
Menurut Junianto 2003, penjagaan mutu hasil tangkapan pada saat pemasaran dapat dilakukan dengan meletakkan hasil tangkapan di atas meja
porselen atau meja kayu yang dilapisi plastik atau aluminium. Cara lainnya adalah dengan merendam hasil tangkapan pada air yang ditambah es. Selama
hasil tangkapan dipajang ketika dipasarkan, sebaiknya sesekali disiram dengan air dingin, tujuannya untuk menjaga agar tubuh hasil tangkapan tetap dingin dan
menghilangkan lendir. Penghilangan lendir dapat memperkecil jumlah bakteri, terutama bakteri di permukaan kulit hasil tangkapan. Lendir merupakan senyawa
glukoprotein yang dihasilkan dari proses-proses biokimia yang terjadi pada ikan dan diperlukan oleh bakteri untuk pertumbuhannya.
89
4 Proses Pemasaran
Proses pemasaran dimulai sesaat setelah proses pendaratan selesai. Pemasaran yang pertama kali dilakukan oleh toke bangku di dermaga pendaratan.
Pemasaran pada pagi hari biasanya dimulai pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 10.30 WIB, sedangkan pemasaran pada sore dimulai pada pukul 15.00 WIB
hingga pukul 17.00 WIB. Proses pemasaran berlangsung dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat menyebabkan penurunan mutu hasil tangkapan.
Selain itu jumlah orang yang beraktivitas pada saat proses pemasaran berlangsung juga cukup banyak sehingga secara tidak langsung membuat sampah fisik di
dermaga dan TPI serta membawa kuman-kuman dan ikut mencemari ikan yang nantinya berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan. Oleh karena itu, diperlukan
adanya aturansyarat tertentu terhadap orang-orang yang ingin masuk ke dermaga dan TPI untuk meminimalisir sampah atau kuman di dermaga dan TPI sehingga
kualitas ikan dapat lebih terjaga, misalnya dengan mensyaratkan memakai sepatu khusus untuk dapat masuk ke TPI, tidak membawa masuk binatang peliharaan,
dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penurunan mutu hasil
tangkapan merupakan dampak sanitasi yang tidak baik yang terdapat di PPP Lampulo, khususnya sanitasi di dermaga dan TPI. Kondisi sanitasi yang tidak
baik ini disebabkan beberapa faktor seperti yang telah dijelaskan pada subbab 5.3. Oleh karena itu, hendaknya hal ini menjadi perhatian khusus UPTD PPP Lampulo
sebagai pihak pengelola agar dapat memperbaiki kondisi sanitasi di PPP Lampulo sehingga sanitasi di PPP Lampulo menjadi lebih baik dan membawa efek positif
terhadap lingkungan di PPP Lampulo sendiri, misalnya lingkungan pelabuhan yang menjadi lebih nyaman karena jumlah sampah yang sedikit dan tidak adanya
bau busuk sampah dan ikan yang rusak.
90
Gambar 31 Diagram sebab akibat penurunan mutu hasil tangkapan terkait sanitasi di PPP Lampulo tahun 2010.
91
6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN