c.
Apakah lokasi kantor tersebut mudah dijangkau semua klien?
d.
Apakah prosedur yang diterapkan sederhana?
e.
Apakah informasi untuk konsumen mudah didapat dan jelas?
9 Communication
Bagaimana petugas menjelaskan prosedurmekanisme untuk mendapatkan pelayanan?
Apakah klien segera bisa mendapatkan respon jika terjadi kesalahan?
Apakah semua keluhanpengaduan akan dijawab segera dan jika perlu keluhan atau pengaduan diberi follow
up secar detail? Apakah tersedia feedback lewat radio feedback
interactive? 10
Understanding the
customer Apakah providers tanggap terhadap kebutuhan klien?
Sumber : Diadaptasikan dari Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam Ratminto 2007;183-185
BAB VI OTONOMI DAERAH DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN
A.
Konsep Dasar Otonomi Daerah Sesuai dengan UU No. 22 Thn 1999 tentang Pemda dapat disimpulkan dengan Otonomi
Daerah telah diberikan kewenangan dan keluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan. Kewenangan tersebut semestinya dipergunakan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat lebih lancar, lebih mudah, lebih murah.
Meskipun UU tersebut direvisi dengan UU No. 32 dan 33 Th.2004, yang menarik sebagian kewenangan tersebut, tetapi tanggung jawab dan kewenangan pemda masih sangat
besar dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sehingga secara teoritis pelaksanaan otda akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, karena :
1.
Otda akan memperpendek tingkatan jenjang hirarkhi pengambilan keputusan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara lebih cepat.
2.
Otda akan memperbesar kewenangan dan keleluasaan daerah sehingga pemda kabupaten kota dapat merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang lebih sesuai
dengan kebutuhan daerah dan tuntutan masyarakat.
3.
Otda akan memperdekat penyelenggaraan pemerintahan dengan konstituennya sehingga penyelenggaraan pemerintah akan dapat merespons tuntutan masyarakat secara
tepat.
4.
Kedekatan dengan konstituen tersebut juga akan meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan karena masyarakat lebih dekat dan memiliki akses yang lebih
besar untuk mengontrol jalannya pemerintahan.
B.
Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah;Temuan Empiris di beberapa daerah.
Secara teoritis Otda akan dapt meningkatkan kualitas pelayanan publik, karena dengan otda dapat diciptakan kesetaraan posisi tawar antara pemda sebagi penyelenggara
jasa pelayanan dengan masyarakat sebagai pengguna jasa. Namun temuan empiris di beberapa Kabupatenkota menunjukkan pelaksanaan Otda belum dapat meningkatkan kualitas
pelayanan publik, seperti nampak dalam beberapa kasus berikut :
1. Kasus Pelayanan Pendidikan di Kabupaten A.
Kebijakan di bidang pendidikan dengan membebaskan siswa SMU dari iuran BP3 sekilas tampak sangat hebat dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan di daerah
tersebut. Namun, kenyataannya kebijakan tersebut justru menurunkan kualitas pelayanan pendidikan karena subsidi pengganti BP 3 yang diberikan pemerintah hanya
Rp15.000,-siswabulan. Angka yang sangat kecil untuk meningkatkan kualitas pendidikan, apalagi sudah diatur bahwa 75 diantaranya dialokasikan untuk kesejahteraan dan 10 untuk
kegiatan siswa, sehingga dana yang tersedia untuk pengembangan pendidikan sangat kecil.
2. Kasus Pelayanan Pendidikan di Kabupaten B.
Kota B yang memiliki SDM cukup memadai dan juga banyak sekolah dan Perguruan Tinggi yang menjadi kebanggaan warga seluruh negeri, menetapkan Visi kota tersebut salah satunya
adalah menjanjikan terwujudnya peningkatan kualitas pendidikan. Namun, dalam implementasinya, visi tersebut sulit terwujud karena alokasi anggaran pengembangan
pendidikan 5 dan sudah dialokasikan hampir seluruhnya untuk membayar guru.
3. Kasus Pelayanan Air Bersih di Kota D.
Kota D dengan kontribusi PAD-nya terhadap ABPD masih sangat rendah, karena potensi pajak dan retribusi yang belum digarap dengan baik dan laba dari BUMD juga masih sangat kecil.
Dengan Otda harapan terhadap peningkatan kualitas pelayanan air bersih air minum menjadi semakin besar, sehingga secara otomatis akan meningkatkan laba perusahaan daerah, yang
berarti juga meningkatkan PAD. Namun kenyataannya meskipun harapan masyarakat dan pemda sebenarnya sama, dalam realitanya kualitas pelayanan PAM tersebut tidak menjadi
lebih baik, hal ini terjadi karena :
a. Tingginya kebocoran 37.
b. Tingginya biaya operasional yang belum dapat diimbangkan dengan kenaikan tarif.
c. Tingginya intervensi dari pemda dalam rekrutmen pegawai, kebijakan pemasaran dan keuangan
perusahaan.
C.
Pengaruh Otda terhadap Kualitas Pelayanan Publik; Evaluasi diri Birokrasi Dalam hubungannya dengan manfaat Otda, 3 kelompok responden 29 birokrat Sleman,
21 Birokrat Banyumas dan 12 Birokrat yang studi S2 di MAP UGM memberikan jawaban yang bervariasi, namun ada kecenderungan bahwa sebagian besar responden membenarkan
otonomi memang mempercepat proses pengambilan keputusan, tetapi tidak memperbaiki kualitas pelayanan publik. Angka rata-rata menunjukkan :
1. 10 responden berpendapat bahwa Otda berhasil menurunkan korupsi
2. 10 yang menyatakan Otda berhasil memperbaiki koordinasi antar instansi
3. 50 responden menyatakan pelayanan menjadi lebih cepat
4. 46 responden menyatakan birokrasi lebih trasparan
5. Hampir semua responden menyarankan perlunya perbaikan sistem administrasi, karena masih
sangat jelek, dalam arti proses tidak trasparan, birokrasi diragukan dan masyarakat menganggap pemda tidak mampu bekerja dengan baik.
Karena diketahui bahwa Otda gagal memperbaiki kualitas pelayanan publik, maka sangat menarik untuk mengetahui siapa yang paling diuntungkan dengan adanya Otda
tersebut. Data menunjukkan responden dari Banyumas dan Sleman menjawab yang paling diuntungkan adalah politisi, sementara pendudukmasyarakat pengguna pelayanan publik
bukanlah pihak yang paling diuntungkan.
Berdasarkan evaluasi diri yang dilakukan oleh birokrasi di Kabupaten Sleman,Banyumas dan Karyasiswa S2 MAP UGM menetapkan tiga faktor utama penghambat pelaksanaan Otda,
yaitu : 1.
Kurangnya SDM yang memiliki kompetensi 2.
Keragu-raguan legislatif 3.
Tidak kondusifnya peraturan yang dibuat oleh negara dan propinsi.
Berdasarkan analisis data evaluasi diri tersebut, beberapa hal yang perlu digarisbawahi adalah sebagai berikut :
1. Di dalam diri birokrasi sendiri telah ada kesadaran bahwa Otda masih belum berhasil
meningkatkan kualitas pelayanan publik. 2.
Kegagalan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik ini terjadi antara lain karena Otda belum berhasil merombak sistem administrasi, struktur administrasi masih belum dapat
menciptakan kesetaraan posisi tawar antara pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik dengan masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik.
3. Ada kecenderungan bahwa masyarakat pengguna jasa pelayanan publik merupakan pihak yang
kurang diuntungkan dengan adanya Otda. 4.
Hambatan penerapan Otda yang ideal terletak pada inkompetensi SDM,ketidaktepatan peran DPRD dan lemahnya dukungan dari negara dan propinsi.
Dengan demikian rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik harus dilakukan upaya memberdayakan
masyarakat agar posisi tawar masyarakat naik dan mengontrol Pemda 2.
Peningkatan posisi tawar masyarakat dapat dilakukan dengan cara antara lain : a.
Perumusan dan sosialisasi Citizen’s Charter b.
Perumusan dan sosialisasi standar pelayanan minimal SPM c.
Pemberian sistem ganti rugi apabila pemerintah daerah gagal memberikan pelayanan publik yang berkualitas
d. Pemberian kebebasan kepada masyarakat untuk memilih penyelenggara pelayanan publik yang
disenanginya, dengan sisitem kupon dan kompetisi antar lembaga penyelenggara pelayanan publik.
3. Untuk mengontrol pemda dapat dilakukan dengan cara :
a. Sistem penggajian berdasarkan prestasi
b. Pengguna kultur pelayanan
c. Sistem kerja berdasarkan kontrak
d. Sistem evaluasi prestai kerja 360
e. Penyempurnaan sistem pengawasan kualitas, misalnya dengan membentuk lembaga pengawas
independen
BAB VII PEDOMAN PENERAPAN KONSEP DAN TEORI MANAJEMEN PELAYANAN DALAM