PENCIPTAAN BUDAYA PELAYANAN manajemen pelayanan publik

BAB IV PENCIPTAAN BUDAYA PELAYANAN

A. Empat Tipe Budaya Organisasi Sethia dan Glinow dalam Collins dan Mc. Laughlin 1996 : 760-762 membedakan 4 macam budaya organisasi berdasarkan perhatiannya terhadap orang dan kinerja, yaitu : 1. Apathetic Culture Di dalam tipe ini perhatian anggota organisasi terhadap hubungan antar manusia maupun terhadap kinerja pelaksanaan tugas, dua-duanya rendah. Penghargaan diberikan terutama berdasarkan permainan politik dan pemanipulasian orang-orang lain. 2. Caring Culture Dicirikan dengan rendahnya perhatian terhadap kinerja dan tingginya perhatian ter hadap hubungan antar manusia. Penghargaan lebih didasarkan pada kepaduan tim dan harmoni dan bukan didasarkan pada kinerja pelaksanaan tugas. 3. Exacting Culture Ciri utamanya adalah perhatian terhadap orang sangat rendah, tetapi perhatian terhadap kinerja sangat tinggi. Secara ekonomis penghargaan sangat memuaskan, tetapi hukuman atas kegagalan yang dilakukan juga sangat berat. Sehingga tingkat keamanan pekerja sangat rendah. 4. Integrative Culture Baik perhatian terhadap orang maupun kinerja, keduanya sangat tinggi. Secara visual, ke empat model budaya organisasi tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar berikut : Empat Tipe Budaya Organisasi Perhatian Terhadap Hubungan antar manusia ` Perhatian terhadap kinerja. Sumber : Sethia Glinow dalam Collins Mc. Laughlin, 1996 : 760-762 B. Budaya kinerja Dalam Organisasi Pelayanan Sebagian besar organisasi publik di Indonesia memiliki budaya organisasi yang bertipe caring, memiliki perhatian yang sangat rendah terhadap kinerja pelaksanaan tugas, tetapi memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap hubungan antar manusia. Hal ini tampak pada ciri-ciri birokrat sebagai berikut : 1. Lebih mengutamakan kepentingan pimpinan daripada klienpengguna jasa. 2. Lebih merasa sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat. 3. Meminimalkan resiko dengan cara menghindari inisiatif. 4. Menghindari tanggung jawab. 5. Menolak tantangan Caring Integrative Apathetic Exacting 6. Tidak suka berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Budaya caring tersebut tidak cocok dalam pemberian pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, sehingga harus diadopsi budaya organisasi baru yang lebih sesuai dan kondusif dengan manajemen pelayanan publik, yang disebut kultur kinerja. C. Budaya Kinerja Dalam Organisasi Pelayanan Budaya kinerja sebagai suatu situasi kerja yang memungkinkan semua karyawan dapat melaksanakan semua pekerjaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukannya. Budaya kinerja tersebut akan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan kualitas pelayanan jika organisasi memiliki budaya organisasi yang bertipeintegrative dan birokrat-birokrat yang ada dalam organisasi tersebut telah mengadopsi 10 semangat kewirausahaan yang dikembangkan oleh Osborne dan Gaebler, yaitu : 1. Mengarahkan ketimbang mengayuh. 2. Memberi wewenang kepada masyarakat 3. Menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan. 4. Menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi ketimbang oleh peraturan. 5. Lebih berorientasi pada hasil, bukan input. 6. Berorietasi pada pelanggan bukan birokrasi. 7. Berorientasi wirausaha. 8. Bersifat antisipatif. 9. Menciptakan desentralisasi. 10. Berorietasi pada pasar. Organisasi yang memiliki 3 ciri tersebut budaya kinerja, budaya organisasi bertipe integrative dan mengadopsi 10 semangat kewirausahaan disebut organisasi yang memiliki budaya pelayanan. D. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Budaya Pelayanan Sesuai dengan Kep.MENPAN No.1252002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara, nilai-nilai dasar budaya kerja terdiri atas : 1. Komitmen dan Konsistensi 2. Wewenang dan tanggung jawab 3. Keikhlasan dan Kejujuran 4. Integritas dan Profesionalisme 5. Kreativitas dan Kepekaan 6. Kepemimpinan dan Keteladanan 7. Kebersamaan dan Dinamika Kelompok Kerja 8. Ketepatan dan kecepatan 9. Rasionalitas dan kecerdasan Emosi 10. Keteguhan dan ketegasan 11. Disiplin, dan keteraturan kerja 12. Keberanian dan kearifan 13. Dedikasi dan Loyalitas 14. Semangat dan motivasi 15. Ketekunan dan kesabaran 16. Keadilan dan keterbukaan 17. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi. Dalam surat No. 103MENPAN032003 tentang pelaksanaan Pengembangan Budaya Kerja, isinya antara lain menunjuk BPKP sebagai salah satu instansi percontohan dalam rangka pengembangan budaya kerja di lingkungan instansi pusat. Adapun 4 nilai-nilai luhur BPKP merupakan kristalisasi dari 17 pasang nilai-nilai dasar budaya kerja dari MENPAN tersebut yaitu : 1.Profesionalisme 2.Kerjasama 3.Keserasian, keselarasan dan keseimbangan 4.Kesejahteraan Penggabungan antara nilai-nilai luhur BPKP dengan nilai dasar budaya kerja Kementerian PAN adalah sebagai berikut : 1. Profesionalisme, meliputi : a. Komitmen dan konsistensi. b. Wewenang dan tanggung jawab c. Integritas dan professional d. Ketepatankeakurasian dan kecepatan e. Disiplin dan keteraturan kerja f. Penguasaan Iptek 2. Kerjasama, meliputi : a. kepemimpinan dan keteladanan b. Kebersamaan dan dinamika kelompok kerja c. Keteguhan dan ketegasan d. Semangat dan motivasi 3. Keserasian, keselarasan dan keseimbangan, meliputi : a. Keikhlasan dan kejujuranreativitas dan kepekaansensitivitas b. Rasionalitas dan kecerdasan emosi c. Ketekunan dan kesabaran d. Keberanian dan kearifan e. Dedikasi dan loyalitas 4. Kesejahteraan, meliputi : Keadilan dan keterbukaan

BAB V PENGUKURAN KINERJA PELAYANAN