viii
3.3 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial dengan dua faktor yaitu jumlah karbon aktif dan suhu pada
proses adsorpsi sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan seperti terlihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Run
Rasio Molar D-Glukosa :
Dekanol Jumlah
Katalis bb
SuhuAdsorpsi
o
C Jumlah Karbon
Aktif bb
A1 1 : 5
0,5 30
1 A2
3 A3
5 A4
7 A5
9 B1
1 : 5 0,5
40 1
B2 3
B3 5
B4 7
B5 9
C1 1 : 5
0,5 50
1 C2
3 C3
5 C4
7 C5
9
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Prosedur Utama
Prosedur utama dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Swasono[35]dan Bastian [7] yaitu :
1. D-Glukosa ditambahkan dekanol dengan rasio perbandingan glukosa dan
dekanol 1: 5
mol mol
. 2.
Cairan dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan magneticstirrer
, termometer, refluks kondensor. 3.
Ditambahkan 0,5 bb HCl sebagai katalis berbasis massa D-Glukosa. 4.
Campuran dipanaskan hingga suhu 90-105
o
C sambil diaduk selama 1 jam. 5.
Hasil reaksi didinginkan hingga suhu 70
o
C kemudian ditambahkan NaOH 50 hingga pH 7,5-12.
ix 6.
Ditambahkan karbon aktif sebanyak 1 bb pada suhu 30
o
C selama 45 menit.
7. Kemudian hasil reaksi didinginkan hingga suhu kamar dan disaring
menggunakan corong buchner dan pompa vakum. 8.
Didistilasi dengan rotary vacuum evaporator. 9.
Kemudian lapisan surfaktan dianalisa. 10.
Percobaan diulangi dengan variabel yang berbeda.
3.4.2 Prosedur Analisis 3.4.2.1 Analisis Identifikasi APG dengan Spektroskopi FT-IR
SpektroskopiFT-IR merupakan alat untuk mendeteksi gugus fungsi suatu senyawa dengan spektrum infra merah dari senyawa organik yang memiliki sifat fisik
yang khas. Energi radiasi inframerah akan diabsorpsi oleh senyawa organik sehingga molekulnya akan mengalami rotasi atau vibrasi [10].
Spektroskopi yang paling modern menggunakan inferogram. Inferogram adalah sinyal kompleks, tetapi memiliki pola seperti gelombang yang memiliki berisi semua
frekuensi yang membentuk spektrum inframerah [36]. Kebanyakan inferometer yang digunakan pada spektroskopi FT-IR adalah inferometer Michelson [37].
Dalam penelitian ini, analisis menggunakan alat spektroskopi FT-IR dilakukan di Laboratorium Balai Pengujian dan Identifikasi Barang BPIB Tipe B, Bea Cukai
Medan.
3.4.2.2 AnalisisPengukuran Kecerahan APG
Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 470 nm [9] dengan menghitung Transmitansi
sampel. Dimana larutan blanko adalah aquades [7]. Hasil penggunaan spektrofotometer UV-Vis berupa absorbansi. Adapun hubungan antara absorbansi
dengan transmisi adalah: A = - log T
T = �
I I
� T = �
I I
� x 100 atau
[38] [38]
x dimana:
A = Absorbansi I = Intensitas radiasi yang dilewatkan pada sampel
T = Transmitan I
= Intensitas awal radiasi yang datang T = Persen transmisi
Dalam penelitian ini, analisis menggunakan alat spektrofotometerUV-Vis dilakukan di Laboratorium Kimia, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian
Penyakit BTKLPPMedan.
3.4.2.3 AnalisisPerhitungan Rendemen APG
Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh dengan berat total bahan baku awal yang digunakan
Rendemen = Berat APG Murni
Berat total bahan baku awal x 100
3.5 FLOWCHART PENELITIAN
[7]
Glukosa dan dekanol dengan perbandingan molar 1:5 dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi
magnetic stirrer dan refluks kondensor
Ditambahkan katalisHCl0,5 bbberbasis massa D-Glukosa
Campuran dipanaskan hingga suhu 90-105
o
C sambil diaduk selama 1 jam
Mulai
Didinginkan hingga suhu 70
o
C kemudian ditambahkan NaOH 50 hingga pH 8-10
Ditambahkan karbon aktifsebanyak 1 bbdan dipanaskan pada suhu 30
o
C sesuai variasi selama 45 menit
A B
xi Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Utama
Didistilasi dengan rotary vacuum evaporator
Lapisan surfaktan dianalisa
Selesai Ya
Tidak Campuran disaring dengan corong
buchner dan pompa vakum A
B
Apakah ada variabel lain yang
divariasikan ?
xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISIS IDENTIFIKASI APG DENGAN SPEKTROSKOPI FT-IR
SpektroskopiFT-IR merupakan alat untuk mendeteksi gugus fungsi suatu senyawa dengan spektrum infra merah dari senyawa organik yang memiliki sifat fisik
yang khas. Energi radiasi inframerah akan diabsorpsi oleh senyawa organik sehingga molekulnya akan mengalami rotasi atau vibrasi. Setiap ikatan kimia yang berbeda
seperti C-C, C-H, C=O, O-H dan sebagainya mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda [7]. Adapun hasil spektrum APG yang diperoleh ditunjukkan oleh Gambar
4.1
Gambar 4.1 Hasil Spektrum APG dari Hasil Optimum a Gugus Eter dan b Gugus OH
Terbentuknya gugus eter C-O-C menandakan bahwa sintesis antara glikosida dan alkohol lemak telah terbentuk dan struktur gugus hidrofobik telah terbentuk,
sedangkan gugus OH menandakan gugus hidrofilik dari APG [20]. Dari gambar dapat dilihat bahwa gugus eter terdapat pada serapan jumlah gelombang 1143 cm
-1
dan gugus OH terdapat pada serapan jumlah gelombang 3380 cm
-1
. Adapun a
b
xiii perbandingan hasil peak yang didapat pada penelitian ini dengan hasil penelitian
terdahulu disajikan dalam Tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Karakteristik Peak dari APG
No. Gugus
Molekul Panjang Gelombang Hasil
Penelitian Terdahulu [20] cm
-1
Panjang Gelombang yang Diperoleh cm
-1
1 C-O-C
1122-1170 1143
2 OH
3200-3400 3380
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil karakteristik peak yang didapat sesuai dengan penelitian terdahulu. Maka dapat disimpulkan bahwa sintesis APG
telah berhasil dilakukan.
4.2 ANALISIS KECERAHAN SURFAKTAN APG
Permasalahan utama dalam sintesis surfaktan alkil poliglikosida yaitu terbentuknya warna gelap yang tidak diinginkan. Warna gelap diakibatkan oleh
proses pencoklatan non enzimatis karena kandungan furfuraldehid pada pati. Penggunaan bahanbaku yang berasal dari pati maupun gula-gula sederhana dalam
pembuatan alkil poliglikosida sangat mudah terdegradasi akibat penggunaan suhu tinggi dan keadaan asam maupun basa selama proses sintesis. Proses degradasi
inilah yang menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan karena menghasilkan warna gelap. Perbedaan kepolaran dari bahan baku sakarida dan
alkohol lemak juga menyebabkan ikatan antara glukosa hasil degradasi pati dengan alkohol lemak sulit berikatan, sehingga glukosa membentuk sebuah
polimer polydextrose yang berwarna kuning hingga coklat tua akibat kondisi asam, panas dan kandungan air yang yang cukup tinggi selama proses reaksi
[6]. Warna gelap juga terbentuk dari degradasi glukosa menjadi hidroksil metil furfural HMF [7].
Menurut Lueders 1991 untuk menghasilkan alkil glikosida yang cerah dapat dilakukan dengan mengontakkan larutan alkil glikosida dengan karbon aktif pada pH
netral atau basa. Perlakuan ini dilakukan pada suhu 10-140
o
C dengan jumlah karbon aktif sebanyak 0,01-10 dari massa larutan [8].
APG hasil sintesis berupa cairan kental. Menurut Ware et al. 2007 sintesis APG menggunakan alkohol lemak C
8
dan C
10
akan menghasilkan APG yang bersifat cairan kental [39].
xiv Adapun penampakan visual APG hasil sintesis ditunjukkan pada Gambar 4.2
berikut:
Gambar 4.2 Penampakan Visual APG Gambar penampakan visual APG dapat dilihat lebih jelas pada lampiran 3.
Adapun hasil penampakan visual APG dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2 Hasil Penampakan Visual APG
Kode Rentang Transmisi
Penampakan Visual APG a
39,24 – 44,90 Kuning keemasan
b 26,27 – 34,56
Cokelat kemerahan c
10,01 – 20,91 Cokelat kehitaman
4.2.1 Pengaruh Suhu Adsorpsi terhadap Kecerahan Surfaktan APG
Pengaruh suhu adsorpsi terhadap kecerahan surfaktan APG ditunjukkan pada
Gambar 4.3 berikut:
Gambar 4.3 Pengaruh Suhu Adsorpsi terhadap Kecerahan Surfaktan APG Pada Gambar 4.3dapat dilihat bahwa kecenderungan terjadi peningkatan
perolehan transmisi pada suhu adsorpsi 40 dan 50
o
C. Adapun kenaikan perolehan
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
30 40
50
Tr a
n sm
isi
Suhu Adsorpsi ⁰C
Karbon Aktif 1 Karbon Aktif 3
Karbon Aktif 5 Karbon Aktif 7
Karbon Aktif 9
a b
c
xv transmisi disebabkan oleh banyaknya HMF yang diadsorpsi pada suhu adsorpsi 40
dan 50
o
C. Menurut Al-Ghouti et al 2005 kenaikan suhu mengakibatkan kenaikan kapasitas adsorpsi dan laju adsorpsi [40]. Peningkatan laju adsorpsi menyebabkan
gaya adsorpsi yang kuat di antara sisi aktif adsorben dan molekul yang berdekatan dengan fasa adsorbat [41]. Peningkatan suhu adsorpsi dapat menyebabkan laju
adsorpsi meningkat sehingga mengakibatkan banyaknya HMF yang diadsorpsi. Akan tetapi terjadi penyimpangan terhadap hasil yang diperoleh, dimana pada
jumlah karbon aktif 5 dan suhu adsorpsi 40
o
C diperoleh transmisi sebesar 33,66 yang lebih rendah dibandingkan dengan pada jumlah karbon aktif 5 dan suhu
adsorpsi 30
o
C yaitu sebesar 34,56. Selain itu pada jumlah karbon aktif 9 dan suhu adsorpsi 50
o
C diperoleh transmisi sebesar 10,91 yang lebih rendah dibandingkan dengan pada jumlah karbon aktif 1 dan suhu adsorpsi 40
o
C yaitu sebesar 12,72. Hal ini mungkin disebabkan oleh suhu yang tidak terjaga konstan selama proses
adsorpsi.
4.2.2 Pengaruh Jumlah Penambahan Karbon Aktif terhadap Kecerahan