Pengaruh Suhu Adsorpsi Dan Jumlah Penambahan Karbon Aktif Terhadap Kecerahan Surfaktan Decyl Poliglikosida Dari D-Glukosa Dan Dekanol

(1)

viii

PENGARUHSUHU ADSORPSI DAN JUMLAH

PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP

KECERAHAN SURFAKTAN DECYL

POLIGLIKOSIDA DARI

D-GLUKOSA DAN

DEKANOL

SKRIPSI

Oleh

100405039

WALAD WIRAWAN

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

APRIL 2015


(2)

ix

PENGARUHSUHU ADSORPSI DAN JUMLAH

PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP

KECERAHAN SURFAKTAN DECYL

POLIGLIKOSIDA DARI

D-GLUKOSA DAN

DEKANOL

SKRIPSI

Oleh

100405039

WALAD WIRAWAN

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

APRIL 2015


(3)

i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH SUHU ADSORPSI DAN JUMLAH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP KECERAHAN SURFAKTAN

DECYL POLIGLIKOSIDA DARI D-GLUKOSA DAN DEKANOL

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya. Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku

Medan, April 2015

NIM 100405039 Walad Wirawan


(4)

(5)

iii

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWTatas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Suhu Adsorpsi dan Jumlah Penambahan Karbon Aktif terhadap Kecerahan Surfaktan Decyl Poliglikosida dari D-Glukosa dan Dekanol”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Universtas Sumatera Utara.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Melalui penelitian ini diperoleh hasil surfaktan decyl poliglikosida dari D-glukosa dan dekanol dengan reaksi asetalisasi menggunakan katalis HCl, sehingga hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan khususnya dalam industri kosmetik.

Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyakmendapat pengarahan dan bimbingan dari dosen pembimbing penulis. Untuk itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasihdan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Zuhrina Masyithah, ST, M.Sc selaku pembimbing

2. PT. Ecogreen Oleochemicals Batam selaku penyumbang bahan baku

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, April 2015 Penulis,


(6)

iv

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada :

Orang tua tercinta, Afif danLailan Safina Hasibuan yang selalu berjuang tanpa kenal lelah, mendukung dan mendoakan putranya siang-malam.

Kedua adik tersayang, Yasir Putra dan Muhammad Al Asad atas pengertian dan dukungannya.

Dan sang pujaan hati, Aira Darusmy atas segala dukungan


(7)

v

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Walad Wirawan

NIM : 100405039

Tempat, tanggal lahir : Medan, 12Juni 1992

Nama orang tua : Afif, SE dan Dra. Lailan Safina Hasibuan, MSi Alamat orang tua :

Jl. Suka Cipta No 6 C Medan Asal Sekolah:

• SD Harapan 2 Medan tahun 1998-2004 • SMP Harapan 1 Medan tahun 2004-2007 • SMA Harapan 1 Medan tahun 2007-2010 Beasiswa yang pernah diperoleh:

1. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2011 2. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2012 3. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2013 Pengalaman Kerja dan Organisasi:

1. Covalen Study Group (CSG) periode 2012-2013 sebagai Kepala Bidang Kreatifitas dan Minat

2. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2013-2014 sebagai Anggota Bakat dan Minat

3. Asisten Laboratorium Kimia Organik Departemen Teknik Kimia FT USU tahun 2012-2014 modul Karbohidrat, Hidrokarbon, Pembuatan dan Analisa Mutu Sabun, dan Reaksi Substitusi.

Artikel yang dipublikasikan dalam Jurnal Teknik Kimia USU Vol 4 2015: 1. Pengaruh Suhu Adsorpsi dan Jumlah Penambahan Karbon Aktif

terhadap Kecerahan Surfaktan Decyl Poliglikosida dari D-Glukosa dan Dekanol

2. Pengaruh Rasio Molar Substrat dan Konsentrasi Katalis pada Pembuatan Surfaktan Decyl Poliglikosida dari D-Glukosa dan Dekanol

Prestasi non akademik yang pernah diperoleh:

1. Medali Emas PON XVII Kalimantan Timur tahun 2008 cabang olahraga Polo Air Putera

2. Medali Perunggu PON XVIII Riau tahun 2012 cabang olahraga Polo Air Putera


(8)

vi

ABSTRAK

Alkil poliglikosida (APG) merupakan surfaktan nonionik yang banyak dibutuhkan dan berpotensi sebagai surfaktan yang ramah lingkungan. Sumber karbohidrat sebagai bahan baku APG, menyumbang gugus hidrofilik dan fatty alcohol sebagai

gugus hidrofobik. Beberapa zat yang tidak diinginkan, seperti: zat warna, terbentuk selama sintesis APG dan menghasilkan warna yang gelap. Proses satu tahap dilakukan dengan mereaksikan langsung D-glukosa dan dekanol dengan rasio molar D-glukosa:dekanol 1:5 serta jumlah HCl sebagai katalis sebanyak 0,5 % berbasis

massa D-glukosa selama 1 jam dengan suhu reaksi 90-105 oC. Selanjutnya

dinetralkan dengan NaOH 50 % sampai pH 8-10. Kemudian dimurnikan dengan variasi jumlah penambahan karbon aktif sebanyak 1, 3, 5, 7, dan 9 % berbasis massa total larutan pada variasi suhu adsorpsi 30, 40, dan 50 oC, kemudian campuran disaring dan didistilasi dalam keadaan vakum. Bahan baku dan produk dianalisis

dengan menggunakan spektoroskopi Fourier Transform Infrared(FT-IR) dan

spektrofotometer UV-Vis. % transmisi yang diperoleh berkisar antara 10,01 – 44,90. % transmisi yang tertinggi diperoleh pada suhu adsorpsi 50 oC dan jumlah penambahan karbon aktif 3 % yaitu sebesar 44,90.


(9)

vii

ABSTRACT

Alkyl plyglycosides (APG) is a nonionic surfactant which is environmentally friendly. Carbohidrate source as APG’s raw material supplied the hydrophilic group, and fatty alcohol acted as hydrophobic group. Some undesirable compounds formed during the APG synthesisand caused dark color. In direct synthesis, D-glucose reacts directly with decanol in molar ratio of D-glucose:decanol is 1:5 and 0,5 % of HCl as catalist based on weight of D-glucose for 1 hour at reaction temperature about 90-105

oC. And then the solution is neutralized with NaOH 50 % on pH 8-10. Added activated carbon with variation 1, 3, 5, 7, and 9 % based on weight of solution at adsorption temperature with variation 30, 40, dan 50 oC, then filtrate and distilate the solution at vacuum condition. Raw material and product is analized using spectroscopy fourier transform infrared (FT-IR) and spectroscopy UV-Vis. % transmittance obtained is about 10,01 – 44,90. The highest % transmittance obtained at adsorption temperature 50 oC and amount of activated carbon 3 % is about 44,90. Keyword : APG, D-glucose, decanol, activated carbon, % transmittance


(10)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR TABEL xii

DAFTARLAMPIRANxiii

DAFTAR SINGKATAN xiv

DAFTAR SIMBOL xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1LATAR BELAKANG 1

1.2PERUMUSAN MASALAH 3

1.3TUJUAN PENELITIAN 3

1.4MANFAAT PENELITIAN 4

1.5RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1SURFAKTAN 5

2.2SIFAT-SIFAT SURFAKTAN 6

2.2.1 Kestabilan dalam Emulsi 6

2.2.2 Tegangan Permukaan 6

2.2.3 Nilai Hydrophile-Lipophyle Balance (HLB) 6

2.3ALKIL POLIGLIKOSIDA 8

2.3.1 Fatty Alcohol 10

2.3.2 Sumber Karbohidrat 11

2.3.3 Katalis 12


(11)

ix

2.5PROSES PENCOKLATAN 15

2.6ADSORPSI 16

2.7KARBON AKTIF 17

2.8ANALISIS EKONOMI 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20

3.1LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 20

3.2BAHAN DAN PERALATAN 20

3.2.1 Bahan Penelitian 20

3.2.2 Peralatan 20

3.3RANCANGAN PENELITIAN 21

3.4PROSEDUR PENELITIAN 21

3.4.1 Prosedur Utama 21

3.4.2 Prosedur Analisis 22

3.4.2.1 Analisis Identifikasi APG dengan Spektroskopi FT-IR 22 3.4.2.2 Analisis Pengukuran Kecerahan APG 22 3.4.2.3 Analisis Perhitungan Rendemen APG 23

3.5FLOWCHART PENELITIAN 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25

4.1 ANALISIS IDENTIFIKASI APG DENGAN SPEKTROSKOPI 25 FT-IR

4.2 ANALISIS KECERAHAN SURFAKTAN APG 26

4.2.1 Pengaruh Suhu Adsorpsi terhadap Kecerahan APG 27 4.2.2 Pengaruh Jumlah Penambahan Karbon Aktif 28

terhadap Kecerahan Surfaktan APG

4.3 ANALISIS PERHITUNGAN RENDEMEN SURFAKTAN APG 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 31

5.1 KESIMPULAN 31

5.2 SARAN 31


(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Diagram Skematik dari Sebuah Molekul Surfaktan 5 Gambar 2.2 Kegunaan dari Suatu Produk Dilihat dari Nilai HLB-nya 7 Gambar 2.3 Struktur Molekul dari Alkil Poliglikosida 9 Gambar 2.4 Diagram Balok Produksi Alkil Poliglikosida dengan Berbagai

Sumber Karbohidrat 10

Gambar 2.5 Rute Produksi Fatty Alcohol dari Lemak dan Minyak Alami 11

Gambar 2.6 Sumber Karbohidrat untuk Sintesis Alkil Poliglikosida Skala

Pabrik 12

Gambar 2.7 Rantai Glukosa dalam Bentuk Linier Maupun Cincin 12 Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Hemiasetal dan Hemiketal 13

Gambar 2.9 Reaksi Pembentukan Asetal 14

Gambar 2.10 Reaksi Pembentukan Alkil Poliglikosida Satu Tahap 15 Gambar 2.11 Proses Perubahan D-Glukosa Menjadi HMF 16 Gambar 2.12 Penyerapan suatu Zat oleh Pengadsorpsi 16

Gambar 3.1 FlowchartProsedur Utama 23

Gambar 4.1 Hasil Spektrum APG dari Hasil Optimum (a) Gugus Eter dan (b)

Gugus OH 25

Gambar 4.2 Penampakan Visual APG 27

Gambar 4.3 Pengaruh Suhu Adsorpsi terhadap Kecerahan Surfaktan APG 27 Gambar 4.4 Pengaruh Jumlah Penambahn Karbon Aktif terhadap Kecerahan

Surfaktan APG 28

Gambar 4.5 Hasil Perhitungan Rendemen 30

Gambar L3.1 Foto Proses Asetalisasi 41

Gambar L3.2 Foto Proses Adsorpsi 41

Gambar L3.3 Foto Proses Filtrasi 42

Gambar L3.4 Foto Proses Distilasi 42

Gambar L3.5 Foto Produk Akhir APG 42

Gambar L3.6 Foto Penampakan Visual APG dengan Rentang % Transmisi


(13)

xi

Gambar L3.7 Foto Penampakan Visual APG dengan Rentang % Transmisi

26,27 – 34,56 43

Gambar L3.8 Foto Penampakan Visual APG dengan Rentang % Transmisi

10,01 – 20,91 43

Gambar L4.1 Hasil Spektrum D-Glukosa 44

Gambar L4.2 Hasil Spektrum Dekanol 44


(14)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu terkaitPenggunaan Adsorben untuk

Meningkatkan Kecerahan Surfaktan APG 2

Tabel 2.1 Harga HLB 7

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian 21

Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Karakteristik Peak dari APG 26

Tabel 4.2 Hasil Penampakan Visual APG 27


(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 37

L2.1 DATA HASIL ANALISIS % TRANSMISI DAN

RENDEMEN 37

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 38

L2.1 PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU 38 L2.1.1 Perhitungan Kebutuhan D-Glukosa 38 L2.1.2 Perhitungan Kebutuhan Dekanol 39 L2.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN KATALIS 39

L2.3 PERHITUNGAN RENDEMEN APG 40

LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN 41

L3.1 FOTO PROSES ASETALISASI 41

L3.2 FOTO PROSES ADSORPSI 41

L3.3 FOTO PROSES FILTRASI 42

L3.4 FOTO PROSES DISTILASI 42

L3.5 FOTO PRODUK APG 42

L3.6 FOTO PENAMPAKAN VISUAL APG 43

LAMPIRAN 4 HASIL ANALISIS IDENTIFIKASI BAHAN BAKU DAN

APG 44

L4.1 HASIL ANALISIS IDENTIFIKASI BAHAN BAKU 44 L4.2 HASIL ANALISIS IDENTIFIKASI APG 45


(16)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

APG HMF CMC

Alkil Poliglikosida Hidroksil Metil Furfural

Critical Micelle Concentration

FT-IR Fourier Transform Infrared


(17)

xv

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

T Transmitan

-A Absorbansi -

% T Persen transmisi -

I Intensitas radiasi yang dilewatkan pada sampel

-

I0 Intensitas awal radiasi yang datang -

b/b Perbandingan massa terhadap massa gram/gram

o/w Oil in water -


(18)

vi

ABSTRAK

Alkil poliglikosida (APG) merupakan surfaktan nonionik yang banyak dibutuhkan dan berpotensi sebagai surfaktan yang ramah lingkungan. Sumber karbohidrat sebagai bahan baku APG, menyumbang gugus hidrofilik dan fatty alcohol sebagai

gugus hidrofobik. Beberapa zat yang tidak diinginkan, seperti: zat warna, terbentuk selama sintesis APG dan menghasilkan warna yang gelap. Proses satu tahap dilakukan dengan mereaksikan langsung D-glukosa dan dekanol dengan rasio molar D-glukosa:dekanol 1:5 serta jumlah HCl sebagai katalis sebanyak 0,5 % berbasis

massa D-glukosa selama 1 jam dengan suhu reaksi 90-105 oC. Selanjutnya

dinetralkan dengan NaOH 50 % sampai pH 8-10. Kemudian dimurnikan dengan variasi jumlah penambahan karbon aktif sebanyak 1, 3, 5, 7, dan 9 % berbasis massa total larutan pada variasi suhu adsorpsi 30, 40, dan 50 oC, kemudian campuran disaring dan didistilasi dalam keadaan vakum. Bahan baku dan produk dianalisis

dengan menggunakan spektoroskopi Fourier Transform Infrared(FT-IR) dan

spektrofotometer UV-Vis. % transmisi yang diperoleh berkisar antara 10,01 – 44,90. % transmisi yang tertinggi diperoleh pada suhu adsorpsi 50 oC dan jumlah penambahan karbon aktif 3 % yaitu sebesar 44,90.


(19)

vii

ABSTRACT

Alkyl plyglycosides (APG) is a nonionic surfactant which is environmentally friendly. Carbohidrate source as APG’s raw material supplied the hydrophilic group, and fatty alcohol acted as hydrophobic group. Some undesirable compounds formed during the APG synthesisand caused dark color. In direct synthesis, D-glucose reacts directly with decanol in molar ratio of D-glucose:decanol is 1:5 and 0,5 % of HCl as catalist based on weight of D-glucose for 1 hour at reaction temperature about 90-105

oC. And then the solution is neutralized with NaOH 50 % on pH 8-10. Added activated carbon with variation 1, 3, 5, 7, and 9 % based on weight of solution at adsorption temperature with variation 30, 40, dan 50 oC, then filtrate and distilate the solution at vacuum condition. Raw material and product is analized using spectroscopy fourier transform infrared (FT-IR) and spectroscopy UV-Vis. % transmittance obtained is about 10,01 – 44,90. The highest % transmittance obtained at adsorption temperature 50 oC and amount of activated carbon 3 % is about 44,90. Keyword : APG, D-glucose, decanol, activated carbon, % transmittance


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini, perkembangan industri kosmetik, detergen, produk-produk perawatan diri semakin meningkat, dimana meningkatnya produk-produk tersebut mengakibatkan kebutuhan bahan aktif seperti surfaktan semakin meningkat pula. Surfaktan (surface active agent) merupakan salah satu oleokimia turunan yang

merupakan senyawa aktif yang mampu menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antaramuka suatu cairan.Surfaktan memiliki gugus hidrofilik (biasa disebut bagian kepala, dan yang suka air) dan hidrofobik (yang disebut bagian ekor, yang tidak suka air), sehingga surfaktan dapat digunakan sebagai bahan penggumpal, pembusaan, dan emusifier oleh industri farmasi, kosmetik, kimia, pertanian dan pangan serta industri produk perawatan diri [1].

Industri surfaktan di Indonesia masih terbatas, sementara itu surfaktan dibutuhkan dalam jumlah besar.Kebutuhan surfaktan Indonesia pada tahun 2006 adalah95.000 ton, sekitar 45.000 ton, masih diimpor dandiperkirakan jumlah impor tersebut setiap tahunnya terusberkembang sejalan dengan tumbuhnya industri kosmetik,industri makanan, industri minuman, industri farmasi,industri tekstil dan industri penyamakan kulit.

Bahan baku surfaktan dapat terbuat dari sumbernabati yang bersifat

renewable (dapat diperbaharui) dan biodegradable (mudah terurai),proses produksi

lebihbersih sehingga sejalan dengan isu lingkungan [2]. Salah satu surfaktan yang dapat diproduksi daribahan nabati adalah APG (Alkil Poliglikosida) dansurfaktan APG ini telah diklasifikasikan di Jerman sebagaisurfaktan kelas I (satu) yang ramah lingkungan.Untuk itu potensi pengembangan danproduksi surfaktan APG ini masih sangat besarmengingat potensi pasar yang cukup besar dalam berbagaiindustri, antara lain industri herbisida, perawatanbadan,kosmetik dan bahan pembersih.[3].

Proses produksi APG dapat dilakukan melalui dua prosedur yang berbeda, yaitu prosedur pertama berbasis bahan baku pati dan fatty alcohol sedangkan prosedur


(21)

2

kedua berbasis bahan baku dekstrosa (glukosa) dan fatty alcohol. Prosedur pertama,

berbasis pati-fatty alcohol melalui proses butanolisis dan transasetalisasi, sedangkan

prosedur kedua yang berbasis dekstrosa-fatty alcohol hanya melalui proses asetalisasi

[4]. Dalam skala industri, APG disintesis melalui sintesis Fischer, yaitu reaksi asetalisasi dengan katalis asam. Pada sintesis langsung, glukosa kering direaksikan langsung dengan fatty alcohol [5].

Permasalahan utama dalam sintesis surfaktan alkil poliglikosida yaitu terbentuknya warna gelap yang tidak diinginkan. Warna gelap diakibatkan oleh proses pencoklatan non enzimatis karena kandungan furfuraldehid pada pati. Penggunaan bahanbaku yang berasal dari pati maupun gula-gula sederhana dalam pembuatan alkil poliglikosida sangat mudah terdegradasi akibat penggunaan suhu tinggi dan keadaan asam maupun basa selama proses sintesis. Proses degradasi inilah yang menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan karena menghasilkan warna gelap. Perbedaan kepolaran dari bahan baku sakarida dan alkohol lemak juga menyebabkan ikatan antara glukosa hasil degradasi pati dengan alkohol lemak sulit berikatan, sehingga glukosa membentuk sebuah polimer (polydextrose) yang berwarna kuning hingga coklat tua akibat kondisi

asam, panas dan kandungan air yang yang cukup tinggi selama proses reaksi [6]. Warna gelap juga terbentuk dari degradasi glukosa menjadi hidroksil metil furfural (HMF) [7].

Menurut Lueders (1991) untuk menghasilkan alkil glikosida yang cerah dapat dilakukan dengan mengontakkan larutan alkil glikosida dengan karbon aktif pada pH netral atau basa [8]. Penelitian sebelumnya menggunakan bahan tambahan untuk menghasilkan APG yang lebih cerah disajikan dalam Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu terkaitPenggunaan Bahan Tambahan untuk Meningkatkan Kecerahan Surfaktan APG

Jenis Reaksi Jenis Peneliti Tahun Referensi Butanolisis dan

Transasetalisasi

Natrium Borohidrat (NaBH4) dan

Karbon Aktif

Bastian, dkk 2012 [6] Transglikosidasi Karbon Aktif Lueders 1991 [8]

Asetalisasi Natrium Borohidrat (NaBH

4)

Mc Curry Jr,


(22)

3

Karbon aktif dibuat dengan mengaktifasi arang dengan tujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna. Karbon aktif sebagai bahan pemucat lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay. Penggunaan karbon aktif sebaiknya menggunakan yang

berbentuk serbuk karena memiliki daya serap yang lebih bagus dibandingkan dengan karbon aktif yang berbentuk granula [9].

Atas dasar pemikiran yang telah dipaparkan, maka penulismelakukan penelitianpengaruh suhu dan jumlah penambahan karbon aktif terhadap kecerahan surfaktan decyl poliglikosida dari D-glukosa dan dekanol, serta untuk mendapatkan informasi penting terkait suhu adsorbsi dan jumlah penambahan karbon aktif dalam proses pembuatan decyl poliglikosida dengan proses asetalisasi sehingga metode ini nantinya dapat dikembangkan untuk skala industri.

1.2PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap tingkat kecerahan surfaktan yang dihasilkan.

2. Bagaimana pengaruh suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap rendemen yang dihasilkan.

1.3TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahuipengaruh suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap tingkat kecerahan surfaktan yang dihasilkan.

2. Mengetahuipengaruh suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap rendemen yang dihasilkan.


(23)

4 1.4MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah

1. Untuk memperoleh informasi mengenai suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap tingkat kecerahan surfaktan yang dihasilkan.

2. Untuk memperoleh informasi mengenai suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap rendemen yang dihasilkan.

3. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari fatty alcohol yang merupakan

produk turunan dari oleokimia.

1.5RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilakukan di LaboratoriumProses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik dan Laboratorium Farmakologi Farmasi, Fakultas Farmasi,Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bahan baku untuk sintesis APG adalah dekanol (C10H21OH), D-glukosa

(C6H12O6), dan asam klorida (HCl)

3. Bahan tambahan untuk sintesis APG adalah natrium hidroksida (NaOH) dan karbon aktif (C).

4. Reaksi sintesis APG dilangsungkan dengan memvariasikan dua variabel seperti berikut :

- Suhu adsorpsi: 30, 40 dan 50 0C [8] - Jumlah adsorben : 1, 3, 5, 7 dan 9% (b/b) berbasis massa total larutan [8]

Sedangkan variabel tetap nya adalah :

- Rasio molarsubstrat D-glukosa : dekanol : 1:5 [10]

- Suhu reaksi : 950C [9]

- Persenkatalis : 0,5% (b/b) berbasis massa D-Glukosa yang digunakan [9]

- Waktu reaksi: 1 jam [11]

Analisis yang dilakukan adalah :

1. Analisisidentifikasi APG dengan spektrofoskopi FT-IR(Fourier Transform Infrared).

2. Analisis pengukuran kecerahan APG. 3. Analisis perhitungan rendemen APG.


(24)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SURFAKTAN

Surfaktan yang merupakan singkatan dari surface active agent, didefinisikan

sebagai suatu bahan yang mengadsorbsi pada permukaan atau antarmuka (interface)

larutan untuk menurunkan tegangan permukaan atau antarmuka sistem [12]. Surfaktan memiliki gugus hidrofilik (biasa disebut bagian kepala, dan yang suka air) dan hidrofobik (yang disebut bagian ekor, yang tidak suka air).Sifat surfaktan inilah, sehingga surfaktan dapat digunakan sebagai bahan penggumpal, pembusaan, dan emusifier oleh industri farmasi, kosmetik, kimia, pertanian dan pangan serta industri produk perawatan diri (personal careproduct) [1].

Gambar 2.1 Diagram Skematik dari Sebuah Molekul Surfaktan [12]

Surfaktan klasik diproduksi dari bahan baku petrokimia. Untuk ke depannya, bahan baku fosil akan berkurang dan produk dengan bahan baku yang terbarukan akan menjadi lebih penting. Pertumbuhan konsumen berdampak pada penelitian untuk menghasilkan surfaktan baru dari bahan baku yang terbarukan [5].

Surfaktan alami adalah jenis surfaktan yang disintesis dari bahan alami. Sumbernya dapat berasal dari tanaman atau hewan dan produknya didapat melalui beberapa proses pemisahan, seperti: ekstraksi, presipitasi, atau distilasi. Surfaktan dimana salah satu struktur utamanya, bagian kepala ataupun ekor hidrofobik, didapat dari bahan alami biasanya disebut surfaktan alami. Sebagai contoh alkil glukosida yang dibuat dari gula (alami) dan fatty alcohol (non-alami) yang biasanya disebut


(25)

6 2.2 SIFAT-SIFAT SURFAKTAN 2.2.1 Kestabilan dalam Emulsi

Cara kerja bahan penstabil adalah dengan menurunkan tegangan permukaan, dengan cara membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti globula fasa terdisfersi, sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih mudah terdisfersi dalam sistem dan bersifat stabil. Emulsi yang stabil mengacu pada proses pemisahan yang berjalan lambat sedemikian rupa sehingga proses itu tidak teramati pada selang waktu tertentu yang diinginkan [14]. Semakin tinggi viskositas dari suatu sistem emulsi, semakin rendah laju rata-ratapengendapan yang terjadi, sehingga mengakibatkan kestabilan semakin tinggi.Emulsi denganglobula berukuran halus lebih tinggi viskositasnya dibandingkan dengan emulsi yangglobulanya tidak seragam[3].

2.2.2 Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan adalah gaya yang timbul sepanjang garis permukaan suatu cairan. Gaya ini timbul karena adanya kontak antara dua cairan yang berbeda fase. Suatu surfaktan tersusun atas gugus hidrofobik dan hidrofilik pada molekulnya dan memiliki kecenderungan untuk berada pada antarmuka antara kedua fase yang berbeda derajat polaritasnya atau dengan kata lain surfaktan dapat membentuk film

pada bagian antarmuka dua cairan yang berbeda fase. Pembentukan film tersebut

menyebabkan turunnya tegangan permukaan kedua cairan berbeda fase tersebut sehingga mengakibatkan turunnya tegangan antarmuka. Tegangan permukaan dapat diukur menggunakan Tensiometer metode Du Nuoy yang dinyatakan dalam dyne/cm

atau mN/m [1].

2.2.3 Nilai Hydrophile-Lipophile Balance (HLB)

Keseimbangan antara jumlah molekul hidrofilik dan hidrofobik dihitung dengan nilai HLB (Hydrophile-Lipophile Balance). Hal ini dapat digunakan untuk

menentukan kualitas surfaktan berdasarkan data emulsi. HLB dapat menunjukkan tipe aplikasi surfaktan tergantung nilai interval HLB [1].


(26)

7

Gambar 2.2 Kegunaan dari Suatu Produk Dilihat dari Nilai HLB-nya [15] Secara teori harga HLB suatu bahan dapat dihitung berdasarkan harga gugus hidrofil lipofil yang derivatnya dapat dilihat pada tabel2.1 berikut :

Tabel 2.2 Harga HLB [15]

Gugus Hidrofil Harga HLB

-SO4Na+ 37,8

-COONa+ 19,1

N (amida tersier) 9,4

Ester (cincin sorbitan) 6,8

Ester (bebas) 2,4

Hidroksil (bebas) 1,9

Hidroksil (cincin sorbitan) 0,5

Gugus Lipofil

-CH- 0,475

-CH2- 0,475

=CH- 0,475

Kelompok Turunan

-(CH2-CH2-O)- 0,33

-(CH2-CH2-CH2-O)- 0,15

Berdasarkan harga yang terdapat di pada tabel di atas dapat ditentukan harga HLB secara teori dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

HLB = (gugus hidrofil) – (gugus lipofil) + 7

HLB

0 20

15-18 Pelarut

13-15 Detergen

8-18 Emulsifier tipe O/W

7-9 Pembasah

3-7 Emulsifier tipe W/O

1-3 Antibusa 0 10 15 5 Kegunaan [15]


(27)

8

Harga HLB dapat ditentukan dari harga Critical Micelle Concentration

(CMC).Harga CMC diperoleh dengan menggunakan alat tensiometer. Kemudian dengan menggunakan rumus berikut maka akan diperoleh harga HLB.

HLB= 7-0,36 ln�Co

Cw�

Dimana : Cw = Harga CMC Co = 100 – Cw

Penentuan harga HLB dapat juga diperoleh berdasarkan harga bilangan penyabunan dan bilangan asam yakni dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

HLB= 20�1− S

A�

Dimana : S = Bilangan penyabunan A = Bilangan asam

2.3 ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG)

Alkil poliglikosida adalah surfaktan kelas nonionik yang telah menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Surfaktan ini diproduksi dari bahan terbarukan seperti gula dan minyak nabati [16]. Digunakan secara luas sebagai deterjen, agen pembersih, produk kosmetik, dan formula pestisida karena sangat baik digunakan untuk antarmuka [17].

Alkil glikosida pertama kali disintesis dan diidentifikasi di laboratorium oleh Emil Fischer lebih dari 100 tahun yang lalu. Penggunaan paten pertama yang menjelaskan pemakaian alkil glikosida dalam deterjen telah diajukan di Jerman sekitar 40 tahun kemudian. Setelah itu banyak peneliti tertarik meneliti tentang alkil glikosida dan telah mengembangkan proses-proses teknis untuk memproduksi alkil poliglikosida berdasarkan sintesis Fischer.

Selama pengembangan ini, selain dilakukan penelitian awal Fischer yaitu mereaksikan glukosa dengan alkohol yang bersifat hidrofilik seperti metanol, etanol, gliserol, dan lain-lain, juga diteliti reaksi dengan alkohol yang bersifat hidrofobik dengan rantai alkil dari oktil (C8) hingga heksadecil (C16) yang

merupakan sifat dari alkohol lemak. Hasil sintesis yang diperoleh bukan alkil monoglikosida murni, namun campuran kompleks dari alkil mono-, di-, tri, dan oligoglikosida. Karena itu, produknya disebut alkil poliglikosida. Produk alkil

[15]


(28)

9

poliglikosida dapat dicirikan dengan panjang rantai alkil dan derajat polimerisasi [18].

Ikatan kimia antara gugus hidrofobik dan hidrofilik merupakan peran penting dalam karakteristik dari surfaktan alami. Biasanya ikatannya diinginkan untuk stabil selama hidrolisis untuk aplikasinya, tetapi tetap bisa diuraikan secara alami. Ikatan ini juga harus memiliki derajat kebebasan terhadap rotasi sehingga dapat dikemas secara efisien [19].

Sintesis surfaktan APG memiliki gugus yang sama dalam berbagai metodologi. Prosesnya secara umum adalah reaksi antara gugus hidroksil glukosa dengan fatty alcohol, terjadi kondensasi pada gugus OH dan membentuk ikatan eter yang khas

(C-O-C) [20].

Alkil poliglikosida dengan panjang rantai alkil C8, C10, C12, dan C14 larut dalam

air. Sementara bila memiliki lebih dari 16 atom karbon pada rantai alkil, tidak larut dalam air [21].

Gambar 2.3 Struktur Molekul dari Alkil Poliglikosida [18]

Proses produksi alkil poliglikosida dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (1) secara langsung yaitu dengan satu tahap berupa tahap asetalisasi dengan bahan baku dekstrosa (gula turunan pati) dan alkohol lemak (fatty alcohol) dan (2) dengan cara

tidak langsung yang melalui dua tahap yaitu tahap butanolisis dan tahap transasetalisasi, cara ini bahan baku berupa pati dan alkohol lemak (fatty alcohol).

Kedua cara ini kemudian dilanjutkan ke tahap pemurnian yaitu proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan sehingga diperoleh surfaktan alkil poliglikosida [1].

R = (fatty) grup alkil

DP = Jumlah rata-rata unit glukosa/rantai alkil (R) (Derajat Polimerisasi)


(29)

10 Pati atau sirup

dekstrosa Netralisasi Butanolisis Transasetilasi Butanol Fatty Alcohol Butanol/Air Air Fatty Alcohol Fatty Alcohol

Glukosa Anhidrat atau Glukosa Monohidrat (Dekstrosa) Asetalisasi Distilasi Pelarutan Pemucatan Air Alkil Poliglikosida (1) (2)

Gambar 2.4 Diagram Balok Produksi Alkil Poliglikosida dengan Berbagai Sumber Karbohidrat [18]

Adapun beberapa bahan baku utama yang perlu diperhatikan dalam sintesis Alkil Poliglikosida adalah:

2.3.1 Fatty Alcohol

Fatty alcohol merupakan suatu produk berbasis oleokimia yang berkembang

pesat. Sebagai bahan baku utama untuk pembuatan surfaktan, pertumbuhan paralelnya meningkatkan prospek ekonomi dan peningkatan standar hidup. Fatty alcoholdipercaya sebagai bahan baku surfaktan karena dapat terbiodegradasi dengan

baik dan ketersediaannya dari bahan terbarukan [22].

Fatty alcoholdigunakan dalam sintesis alkil poliglikosida untuk membentuk

bagian hidrofobik dari molekulnya. Fatty alcohol alami didapat dari transesterifikasi

dan fraksinasi dari lemak dan minyak (trigliserida), menghasilkan fatty acid methyl ester dan selanjutnya dihidrogenasi. Berdasarkan panjang rantai alkil dari fatty alcohol yang diinginkan, bahan baku utama adalah lemak dan minyak dengan

komposisi: minyak kelapa/inti kelapa sawit untuk range C12/14 dan lemak sapi,


(30)

11

Esterifikasi

Transesterifikasi Hidrolisis

Lemak atau Minyak

Gliserin Asam Lemak Mentah

Hidrogenasi

Fraksinasi Distilasi Pra-pemurnian

Hidrogenasi

Hidrogenasi

Fraksinasi Distilasi

Fraksinasi Distilasi

Gliserin

Metil Ester Mentah

Fatty Alcohol

Gambar 2.5 Rute Produksi Fatty Alcohol dari Lemak dan Minyak Alami [22] Fatty alcoholrantai panjang yang diperkenankan dalam sintesis alkil

poliglikosida adalah dengan panjang rantai atom C8-C22, namun lebih baik lagi jika

menggunakan panjang rantai fatty alcoholC8-C18 [1].

2.3.2 Sumber Karbohidrat

Struktur hidrofilik dari molekul alkil poliglikosida didapat dari karbohidrat. Baik karbohidrat polimerik maupun monomerik cocok sebagai bahan baku untuk produksi alkil poliglikosida. Karbohidrat polimerik, contohnya, pati (dari jagung, gandum, atau kentang) atau sirup glukosa dengan tingkat degradasi yang rendah. Sementara karbohidrat monomerik dapat dari berbagai bentuk dimana glukosa tersedia, seperti glukosa bebas air, glukosa monohidrat (dekstrosa) atau bahkan sirup glukosa dengan tingkat degradasi yang tinggi [21].


(31)

12

Pati Sirup Dekstrosa Rendah DE Sirup Dekstrosa Tinggi DE MonohidratGlukosa Glukosa

Proses dua tahap: 1. Butanolisis

Pati atau sirup/Butanol 2. Transasetilasi

Butil glikosida/Fatty alcohol

Proses satu tahap: Asetilasi

Glukosa/Fatty Alcohol

Alkil Poliglikosida

Gambar 2.6 Sumber Karbohidrat untuk Sintesis Alkil Poliglikosida Skala Pabrik [21] Glukosa merupakan monosakarida yang mengandung gugus aldehid dan terdiri dari enam karbon. Glukosa mempunyai suatu gugus aldehid pada karbon ke-1 dan gugus hidroksil pada karbon ke-4 dan ke-5. Suatu reaksi umum antara alkohol dengan aldehid adalah pembentukan hemiasetal [10].

Gambar 2.7 Rantai Glukosa dalam Bentuk Linier Maupun Cincin [10] 2.3.3 Katalis

Pemilihan katalis pada proses sintesis surfaktan alkil poliglikosida sangat menentukan keberhasilan terbentuknya ikatan asetal serta memperpendek proses sintesis. Katalis-katalis asam yang dapat digunakan pada tahapan proses sintesis surfaktan alkil poliglikosida meliputi :

Ket:


(32)

13

• Asam anorganik : asam fosfat, asam sulfat, asam klorida, dll.

• Asam organik : asam triflouroasetat, asam p-toluena sulfonat, asam sulfosukinat, asam kumena sulfonat, asam lemak tersulfonasi, ester asam lemak tersulfonasi, dll.

• Asam dari surfaktan : asam alkil benzena sulfonat, alkohol lemak sulfat, alkoksilat alkohol lemak sulfat, alkil sulfonat rantai lurus, alkil ester dari asam sulfosukinat, alkil naphthalena sulfonat, dll [1].

2.4 REAKSI ASETILASI

Dalam skala industri, APG disintesis melalui sintesis Fischer. Reaksinya adalah asetalisasi dengan katalis asam. Pada sintesis langsung, glukosa kering direaksikan langsung dengan fatty alcohol [5].

Alkohol merupakan nukleofil lemah oksigen, alkohol mampu mengadisi ikatan C=O (Aldehid/ keton), gugus OR akan melekat pada karbon dan proton akan melekat pada oksigen. Aldehid dapat bereaksi dengan alkohol membentuk hemiasetal.Sedangkan Keton dapat bereaksi dengan alkohol membentuk hemiketal. Reaksi adisi ini bersifat dapat balik[10]

Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Hemiasetal dan Hemiketal [10]

Mekanisme pembentukan hemiasetal/hemiketal melibatkan tiga langkah. Pertama oksigen karbonil (C=O) diprotonasi oleh katalis asam, kemudian oksigen alkohol menyerang karbon karbonil, dan proton dilepaskan dari oksigen positif yang dihasilkan.

Dengan kehadiran alkohol berlebih, hemiasetal/hemiketal bereaksi lebih lanjut membentuk asetal/ketal. Dimana gugus hidroksil (OH) dari hemiasetal digantikan oleh gugus alkoksil (OR). Asetal memiliki dua fungsi eter (COR) pada atom karbon yang sama. Reaksi pembentukan asetal terjadi karena salah satu dari kedua oksigen


(33)

14

hemiasetal dapat diprotonasi. Bila oksigen hidroksil diprotonasi, lepasnya air menghasilkan karbokation resonansi. Reaksi karbokation ini bereaksi dengan alkohol yang biasa sebagai pelarut dan berada dalam keadaaan berlebih menghasilkan asetal (sesudah proton lepas) [10].

Gambar 2.9 Reaksi Pembentukan Asetal [12]

Mc Curry Jr. dan Pickens. (1990) menyebutkan bila glukosa yang digunakan sebagai sumber karbohidrat, suhu reaksi berkisar antara 85-120 oC, namun disarankan berkisar antara 95-110 ̊̊C. Bila suhu secara signifikan lebih besar dari 120 oC, akan terjadi reaksi samping yang lebih cepat dari reaksi utamanya. Ketika glukosa digunakan, pembentukan polidekstrosa dan zat warna yang tidak diinginkan akan meningkat. Sementara suhu juga tidak boleh di bawah 85 oC karena akan menyebabkan penurunan laju reaksi yang tidak dapat diterima [9].

Menurut Buchanan dan Wood (2000) rasio molar katalis dengan monosakarida yang efektif berkisar antara 0,001:1 sampai 0,5:1. Rasio molar yang lebih disarankan berkisar antara 0,006:1 sampai 0,2:1. Namun yang paling disarankan berkisar antara 0,008:1 sampai 0,018:1 [23].


(34)

15

Gambar 2.10 Reaksi Pembentukan Alkil Poliglikosida Satu Tahap [18] 2.5 PROSES PENCOKLATAN

Proses karamelisasi yang terjadi pada proses sintesis APG merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis yang melibatkan degradasi gula karena pemanasan [7]. Karamelisasi memberikan warna mulai dari kuning hingga coklat tua hingga warna gelap selama peningkatan suhu [24].

Proses dehidrasi pelepasan H2O pada gula heksosa membentuk turunan-turunan

furfuraldehida, misalnya hidroksil metil furfural (HMF) [7]. Menurut Aida et al. (2007), pembentukan furfural dari D-glukosa diawali dengan pembentukan 1,2 enediol, kemudian terbentuk D-Fruktosa dan dilanjutkan pembentukan 3-Ketose. Setelah itu terbentuk arabinosa yang terdehidrasi mengeluarkan H2O hingga menjadi

furfural [25].Adapun skema proses perubahan glukosa menjadi furfural dapat dilihat pada Gambar 2.11.


(35)

16

Gambar 2.11 Proses perubahan D-Glukosa menjadi HMF [25]

2.6 ADSORPSI

Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu adsorbat pada permukaan adsorben. Adsorbat adalah zat (molekul, atom, atau ion) yang diserap sedangkan adsorben adalah zat yang menyerap [26]. Adsorpsi melibatkan proses perpindahan massa dan menghasilkan kesetimbangan distribusi dari satu atau lebih larutan antara fasa cair dan partikel.Bahan yang banyak digunakan sebagaiadsorben adalah karbon aktif, molecularsieves dan silika gel [27].


(36)

17 2.7 KARBON AKTIF

Karbon aktif adalah bahan yang mengandung karbon yang telah ditingkatkan kadar adsorpsinya. Aktivasi merupakan suatu proses yang menyebabkan perubahan fisik pada permukaan karbon melalui penghilangan hidrokarbon, gas-gas dan air dari permukaan tersebut sehingga permukaan karbon semakin luas dan berpori [28], sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna [7].

Daya adsorpsi karbon aktif disebabkan karena mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Karbon aktif sebagai bahan pemucat lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay [29].

Menurut Lueders (1991) untuk menghasilkan alkil glikosida yang cerah dapat dilakukan dengan mengontakkan larutan alkil glikosida dengan karbon aktif pada pH netral atau basa. Perlakuan ini dilakukan pada suhu 10-140 oC dengan jumlah karbon aktif sebanyak 0,01-10 % dari massa larutan [8].

Penggunaan karbon aktif sebaiknya yang berbentuk serbuk karena memiliki daya serap yang lebih bagus dibandingkan dengan karbon aktif yang berbentuk granula, namun penggunaan karbon aktif serbuk dapat menyisakan partikel-partikelnya pada produk yang dihasilkan [10].

Pada penelitian ini akan digunakan karbon aktif MERCK dengan CAS Number:

7440-44-0. Adapun spesifikasinya sebagai berikut: • Massa molekul : 12,01 gr/mol

• Titik leleh : 3550 oC • Densitas curah : 150-440 kg/m3

• Ukuran partikel : 90% (< 100 µm) [30]. 2.8 ANALISIS EKONOMI

Fatty alcohol merupakan suatu produk berbasis oleokimia yang berkembang

pesat. Sebagai bahan baku utama untuk pembuatan surfaktan, pertumbuhan paralelnya meningkatkan prospek ekonomi dan peningkatan standar hidup. Fatty alcoholdipercaya sebagai bahan baku surfaktan karena dapat terbiodegradasi dengan


(37)

18

yang diperkenankan dalam sintesis alkil poliglikosida (APG) adalah dengan panjang rantai atom C8-C22, namun lebih baik lagi jika menggunakan panjang rantai fatty alcoholC8-C18 [1]. Karena itu dalam sintesis APG digunakan dekanol (fatty alcohol

C10).

D-Glukosa merupakan salah satu sumber karbohidrat yang dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan APG. Penggunaan D-Glukosa dalam pembuatan APG dapat mengurangi investasi awal karena peralatan yang diperlukan lebih sedikit.

Dalam skala industri, APG disintesis melalui sintesis Fischer, yaitu reaksi asetalisasi dengan katalis asam. Pada sintesis langsung, glukosa kering direaksikan langsung dengan fatty alcohol [5].

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi APG dari dekanoldan D-glukosa dengan menggunakan karbon aktif sebagai adsorben untuk meningkatkan kecerahan APG. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual APG.

Dibutuhkan 1 Ldekanol, 180 gramD-glukosa dan 29,4 gramkarbon aktif untuk menghasilkan 409,2 gramAPG dengan % transmisi 44,90. Dekanol yang digunakan sebagai bahan baku dapat digunakan kembali setelah melalui proses distilasi sehingga menghemat biaya produksi. Sehingga diperkirakan biaya produksi APG adalah sebagai berikut:

 Biaya bahan baku :

• Biaya pembeliandekanol = 1 L = Rp 19.148/L [31] • Biaya pembelian D-glukosa = Rp 665.000/kg [32]

= 0,18 kg x Rp 665.000/kg = Rp 119.700

• Biaya pembelian karbon aktif = Rp 1.905.000 /kg [32] = 0,0294 kg x Rp 1.905.000 /kg = Rp 56.007

• Biaya listrik pada hot plate = 0,5 kWh x Rp 1.352 kWh x 2 jam

= Rp 1.352 [33]


(38)

19

 Harga jual APG = Rp 239.187/kg x 0,4092 kg [34] = Rp 97.875

Dapat dilihat bahwa harga bahan baku pembuatan APG dengan menggunakan dekanol dan D-glukosa serta menggunakan karbon aktif untuk meningkatkan kecerahan, jauh berbeda dengan harga bahan jual APG secara komersil. Hal ini disebabkan karena pembuatan APG ini masih dalam skala kecil, sumber karbohidrat yang digunakan D-glukosa, dekanolyang digunakan tidak dilakukan recycle, serta

penggunaan karbon aktif p.a. Tentu hal ini tidak membawa nilai ekonomis dalam pembuatan APG. Namun dari segi produksi, peningkatkan kecerahan dengan

menggunakan karbon aktifdinilai ekonomis karena dapat mengurangi penggunaan


(39)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, dan Laboratorium Farmakologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. D-Glukosa (C6H12O6)

2. Dekanol (C10H21OH)

3. Asam Klorida (HCl)

4. Aquadest (H2O)

5. Natrium Hidroksida (NaOH) 6. Karbon Aktif (C)

3.2.2 Peralatan

Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Labu Leher Tiga

2. Magnetic Stirrer

3. Hot Plate

4. Termometer 5. Selang 6. Gabus

7. Refluks Kondensor 8. Corong Buchner 9. Pompa Vakum

10. Rotary Vacuum Evaporator

11. Gelas Ukur 12. Statif 13. Pipet Tetes

14. Beaker Glass 15. Erlenmeyer

16. Indikator Universal 17. Kertas Saring


(40)

viii 3.3 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu jumlah karbon aktif dan suhu pada proses adsorpsi sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan seperti terlihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Run Rasio Molar D-Glukosa :

Dekanol

Jumlah Katalis %

(b/b)

SuhuAdsorpsi (oC)

Jumlah Karbon Aktif %

(b/b) A1

1 : 5 0,5 30

1

A2 3

A3 5

A4 7

A5 9

B1

1 : 5 0,5 40

1

B2 3

B3 5

B4 7

B5 9

C1

1 : 5 0,5 50

1

C2 3

C3 5

C4 7

C5 9

3.4 PROSEDUR PENELITIAN 3.4.1 Prosedur Utama

Prosedur utama dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Swasono[35]dan Bastian [7] yaitu :

1. D-Glukosa ditambahkan dekanol dengan rasio perbandingan glukosa dan dekanol 1: 5(mol/mol).

2. Cairan dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan

magneticstirrer, termometer, refluks kondensor.

3. Ditambahkan 0,5 % (b/b) HCl sebagai katalis berbasis massa D-Glukosa. 4. Campuran dipanaskan hingga suhu 90-105 oC sambil diaduk selama 1 jam. 5. Hasil reaksi didinginkan hingga suhu 70 oC kemudian ditambahkan NaOH 50


(41)

ix

6. Ditambahkan karbon aktif sebanyak 1 % (b/b) pada suhu 30 oC selama 45 menit.

7. Kemudian hasil reaksi didinginkan hingga suhu kamar dan disaring menggunakan corong buchner dan pompa vakum.

8. Didistilasi dengan rotary vacuum evaporator.

9. Kemudian lapisan surfaktan dianalisa.

10.Percobaan diulangi dengan variabel yang berbeda.

3.4.2 Prosedur Analisis

3.4.2.1 Analisis Identifikasi APG dengan Spektroskopi FT-IR

SpektroskopiFT-IR merupakan alat untuk mendeteksi gugus fungsi suatu senyawa dengan spektrum infra merah dari senyawa organik yang memiliki sifat fisik yang khas. Energi radiasi inframerah akan diabsorpsi oleh senyawa organik sehingga molekulnya akan mengalami rotasi atau vibrasi [10].

Spektroskopi yang paling modern menggunakan inferogram. Inferogram adalah sinyal kompleks, tetapi memiliki pola seperti gelombang yang memiliki berisi semua frekuensi yang membentuk spektrum inframerah [36]. Kebanyakan inferometer yang digunakan pada spektroskopi FT-IR adalah inferometer Michelson [37].

Dalam penelitian ini, analisis menggunakan alat spektroskopi FT-IR dilakukan di Laboratorium Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB) Tipe B, Bea Cukai Medan.

3.4.2.2 AnalisisPengukuran Kecerahan APG

Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 470 nm [9] dengan menghitung % Transmitansi sampel. Dimana larutan blanko adalah aquades [7]. Hasil penggunaan spektrofotometer UV-Vis berupa absorbansi. Adapun hubungan antara absorbansi dengan % transmisi adalah:

A = - log T T = I

I0�%T = � I

I0� x 100

atau

[38] [38]


(42)

x dimana:

A = Absorbansi I = Intensitas radiasi yang dilewatkan pada sampel T = Transmitan I0 = Intensitas awal radiasi yang datang

%T = Persen transmisi

Dalam penelitian ini, analisis menggunakan alat spektrofotometerUV-Vis dilakukan di Laboratorium Kimia, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKLPP)Medan.

3.4.2.3 AnalisisPerhitungan Rendemen APG

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh dengan berat total bahan baku awal yang digunakan

Rendemen (%) = Berat APG Murni

Berat total bahan baku awal x 100

3.5 FLOWCHART PENELITIAN

[7]

Glukosa dan dekanol dengan perbandingan molar 1:5 dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi

magnetic stirrer dan refluks kondensor

Ditambahkan katalisHCl0,5 % (b/b)berbasis massa D-Glukosa

Campuran dipanaskan hingga suhu 90-105 oC sambil diaduk selama 1 jam

Mulai

Didinginkan hingga suhu 70 oC kemudian ditambahkan NaOH 50 % hingga pH 8-10

Ditambahkan karbon aktifsebanyak 1 % (b/b)dan dipanaskan pada suhu 30 oC sesuai variasi selama 45 menit


(43)

xi

Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Utama

Didistilasi dengan rotary vacuum evaporator

Lapisan surfaktan dianalisa

Selesai

Ya

Tidak

Campuran disaring dengan corong buchner dan pompa vakum

A B

Apakah ada variabel lain yang


(44)

xii

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS IDENTIFIKASI APG DENGAN SPEKTROSKOPI FT-IR

SpektroskopiFT-IR merupakan alat untuk mendeteksi gugus fungsi suatu senyawa dengan spektrum infra merah dari senyawa organik yang memiliki sifat fisik yang khas. Energi radiasi inframerah akan diabsorpsi oleh senyawa organik sehingga molekulnya akan mengalami rotasi atau vibrasi. Setiap ikatan kimia yang berbeda seperti C-C, C-H, C=O, O-H dan sebagainya mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda [7]. Adapun hasil spektrum APG yang diperoleh ditunjukkan oleh Gambar 4.1

Gambar 4.1 Hasil Spektrum APG dari Hasil Optimum (a) Gugus Eter dan (b) Gugus OH

Terbentuknya gugus eter (C-O-C) menandakan bahwa sintesis antara glikosida dan alkohol lemak telah terbentuk dan struktur gugus hidrofobik telah terbentuk, sedangkan gugus OH menandakan gugus hidrofilik dari APG [20]. Dari gambar dapat dilihat bahwa gugus eter terdapat pada serapan jumlah gelombang 1143 cm-1 dan gugus OH terdapat pada serapan jumlah gelombang 3380 cm-1. Adapun

(a)


(45)

xiii

perbandingan hasil peak yang didapat pada penelitian ini dengan hasil penelitian terdahulu disajikan dalam Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Karakteristik Peak dari APG

No. Gugus

Molekul

Panjang Gelombang Hasil Penelitian Terdahulu [20] (cm-1)

Panjang Gelombang yang Diperoleh (cm-1)

1 C-O-C 1122-1170 1143

2 OH 3200-3400 3380

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil karakteristik peak yang didapat sesuai dengan penelitian terdahulu. Maka dapat disimpulkan bahwa sintesis APG telah berhasil dilakukan.

4.2 ANALISIS KECERAHAN SURFAKTAN APG

Permasalahan utama dalam sintesis surfaktan alkil poliglikosida yaitu terbentuknya warna gelap yang tidak diinginkan. Warna gelap diakibatkan oleh proses pencoklatan non enzimatis karena kandungan furfuraldehid pada pati. Penggunaan bahanbaku yang berasal dari pati maupun gula-gula sederhana dalam pembuatan alkil poliglikosida sangat mudah terdegradasi akibat penggunaan suhu tinggi dan keadaan asam maupun basa selama proses sintesis. Proses degradasi inilah yang menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan karena menghasilkan warna gelap. Perbedaan kepolaran dari bahan baku sakarida dan alkohol lemak juga menyebabkan ikatan antara glukosa hasil degradasi pati dengan alkohol lemak sulit berikatan, sehingga glukosa membentuk sebuah polimer (polydextrose) yang berwarna kuning hingga coklat tua akibat kondisi

asam, panas dan kandungan air yang yang cukup tinggi selama proses reaksi [6]. Warna gelap juga terbentuk dari degradasi glukosa menjadi hidroksil metil furfural (HMF) [7].

Menurut Lueders (1991) untuk menghasilkan alkil glikosida yang cerah dapat dilakukan dengan mengontakkan larutan alkil glikosida dengan karbon aktif pada pH netral atau basa. Perlakuan ini dilakukan pada suhu 10-140 oC dengan jumlah karbon aktif sebanyak 0,01-10 % dari massa larutan [8].

APG hasil sintesis berupa cairan kental. Menurut Ware et al. (2007) sintesis APG menggunakan alkohol lemak C8 dan C10 akan menghasilkan APG yang bersifat


(46)

xiv

Adapun penampakan visual APG hasil sintesis ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut:

Gambar 4.2 Penampakan Visual APG

Gambar penampakan visual APG dapat dilihat lebih jelas pada lampiran 3. Adapun hasil penampakan visual APG dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Hasil Penampakan Visual APG

Kode Rentang % Transmisi Penampakan Visual APG

(a) 39,24 – 44,90 Kuning keemasan

(b) 26,27 – 34,56 Cokelat kemerahan

(c) 10,01 – 20,91 Cokelat kehitaman

4.2.1 Pengaruh Suhu Adsorpsi terhadap Kecerahan Surfaktan APG

Pengaruh suhu adsorpsi terhadap kecerahan surfaktan APG ditunjukkan pada Gambar 4.3 berikut:

Gambar 4.3 Pengaruh Suhu Adsorpsi terhadap Kecerahan Surfaktan APG

Pada Gambar 4.3dapat dilihat bahwa kecenderungan terjadi peningkatan perolehan % transmisi pada suhu adsorpsi 40 dan 50 oC. Adapun kenaikan perolehan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

30 40 50

% Tr a n sm isi

Suhu Adsorpsi (⁰C)

Karbon Aktif 1% Karbon Aktif 3% Karbon Aktif 5% Karbon Aktif 7% Karbon Aktif 9%


(47)

xv

% transmisi disebabkan oleh banyaknya HMF yang diadsorpsi pada suhu adsorpsi 40 dan 50 oC. Menurut Al-Ghouti et al (2005) kenaikan suhu mengakibatkan kenaikan kapasitas adsorpsi dan laju adsorpsi [40]. Peningkatan laju adsorpsi menyebabkan gaya adsorpsi yang kuat di antara sisi aktif adsorben dan molekul yang berdekatan dengan fasa adsorbat [41]. Peningkatan suhu adsorpsi dapat menyebabkan laju adsorpsi meningkat sehingga mengakibatkan banyaknya HMF yang diadsorpsi.

Akan tetapi terjadi penyimpangan terhadap hasil yang diperoleh, dimana pada jumlah karbon aktif 5 % dan suhu adsorpsi 40 oC diperoleh % transmisi sebesar 33,66 yang lebih rendah dibandingkan dengan pada jumlah karbon aktif 5 % dan suhu adsorpsi 30 oC yaitu sebesar 34,56. Selain itu pada jumlah karbon aktif 9 % dan suhu adsorpsi 50 oC diperoleh % transmisi sebesar 10,91 yang lebih rendah dibandingkan dengan pada jumlah karbon aktif 1 % dan suhu adsorpsi 40 oC yaitu sebesar 12,72. Hal ini mungkin disebabkan oleh suhu yang tidak terjaga konstan selama proses adsorpsi.

4.2.2 Pengaruh Jumlah Penambahan Karbon Aktif terhadap Kecerahan Surfaktan APG

Pengaruh jumlah penambahan karbon aktif terhadap kecerahan surfaktan APG ditunjukkan pada Gambar 4.4 berikut:

Gambar 4.4 Pengaruh Jumlah Penambahan Karbon Aktif terhadap Kecerahan Surfaktan APG 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

1 3 5 7 9

% Tr a n sm isi

Jumlah Penambahan Karbon Aktif (%)

Suhu Adsorpsi 30 Suhu Adsorpsi 40 Suhu Adsorpsi 50 oC oC oC


(48)

xvi

Hasil analisis kecerahan surfaktan APG yang diperoleh berdasarkan % transmisi berkisar antara 10,01 – 44,90. Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa penambahan karbon aktif sebanyak 3 % mampu menghasilkan kerjernihan yang paling tinggi dengan % transmisi tertinggi sebesar 44,90. Hal ini disebabkan karena karbon aktif mampu menyerap HMF yang terbentuk [6].

Penambahan karbon aktif di bawah 3 % diperoleh % transmisi yang lebih rendah dibandingkan dengan penambahan karbon aktif 3 %. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah karbon aktif yang terlalu sedikit sehingga masih banyak HMF yang tidak teradsorpsi dan menyebabkan tingkat kecerahan produk yang rendah. Sementara pada penambahan karbon aktif di atas 3 % diperoleh penurunan % transmisi. Hal ini disebabkan karena partikel karbon aktif berlebih yang tersisa pada produk, sehingga menyebabkan produk menjadi lebih gelap [7].

Partikel karbon aktif berlebih yang tersisa pada produk membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengadsorpsi HMF. Sementara dalam penelitian ini, waktu adsorpsi relatif singkat yaitu selama 45 menit. Sehingga dalam waktu adsorpsi yang relatif singkat tersebut, partikel karbon aktif berlebih yang tersisamenyebabkan produk menjadi lebih gelap.

Bastian (2011), menggunakan bahan baku tapioka dan dodekanol serta para toluene sulfonic acid (PTSA) sebagai katalis, kemudian menggunakan karbon aktif 5

% dan NaBH4 0,2 % sebagai adsorben dengan suhu adsorpsi 50 oC selama 45 menit

dan dipucatkan menggunakan H2O2 2 % dan MgO 500 ppm, memperoleh %

transmisi sebesar 63,68 [7], sementara pada penelitian ini yang menggunakan bakan baku D-glukosa dan dekanol serta HCl sebagai katalis, kemudian menggunakan karbon aktif 3 % sebagai adsorben dengan suhu adsorpsi 50 oC selama 45 menit memperoleh % transmisi sebesar 44,90.

4.3 ANALISIS PERHITUNGAN RENDEMEN SURFAKTAN APG

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan terhadap bahan baku untuk setiap tahap pada sintesis APG [7], antara lain yaitu glukosa dan dekanol (fatty alcohol C10). Hasil dari perhitungan rendemen dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut:


(49)

xvii

Gambar 4.5 Hasil Perhitungan Rendemen

Rendemen yang diperoleh dari hasil penelitian ini berkisar antara 28,97 – 47,65 %. Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin banyak jumlah penambahan karbon aktif, maka semakin rendah rendemen yang diperoleh. Menurut Bastian (2011) karbon aktif dapat mengurangi tingkat rendemen karena sifat karbon aktif yang mampu menyerap senyawa surfaktan [7]. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak karbon aktif yang digunakan maka semakin banyak APG yang diserap karbon aktif.

Selain itu dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu adsorpsi, maka semakin rendah rendemen yang diperoleh. Pada umumnya proses adsorpsi dikatakan endotermik bila kenaikan suhu membantu proses adsorpsi melalui aktivasi daerah adsorpsi [38]. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini merupakan proses adsorpsi endotermik.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

R e nde m e n ( % )

Jumlah Penambahan Karbon Aktif (%)

Suhu Adsorpsi 30 Suhu Adsorpsi 40 Suhu Adsorpsi 50 oC oC oC


(50)

xviii

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian yang telah di lakukan adalah:

1. Pada hasil identifikasi APG, gugus eter terdapat pada serapan jumlah gelombang 1143 cm-1 dan gugus OH terdapat pada serapan jumlah gelombang 3380 cm-1.

2. Peningkatan suhu adsorpsi dapat menyebabkan laju adsorpsi meningkat sehingga mengakibatkan banyaknya HMF yang diadsorpsi. Peningkatan suhu adsorpsi dapat meningkatkan perolehan % transmisi, dimana pada suhu 50 °C diperoleh % transmisi yang paling tinggi.

3. Karbon aktif mampu menyerap HMF yang terbentuk. Penambahan jumlah karbon aktif sebanyak 3 % memberikan % transmisi yang paling tinggi. 4. Partikel karbon aktif berlebih yang tersisa pada produk membutuhkan

waktu yang lebih lama untuk mengadsorpsi HMF. Dalam penelitian ini, waktu adsorpsi relatif singkat yaitu selama 45 menit. Sehingga dalam waktu adsorpsi yang relatif singkat tersebut, partikel karbon aktif berlebih yang tersisamenyebabkan produk menjadi lebih gelap.

5. Adapun % transmisi yang paling tinggi diperoleh pada suhu 50 °C dan jumlah karbon aktif 3 % yaitu sebesar 44,90.

6. Semakin banyak jumlah penambahan karbon aktif, maka semakin rendah rendemen yang diperoleh.Rendemen yang diperoleh dari hasil penelitian ini berkisar antara 28,97 – 47,65 %.

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat di ambil dari penelitian yang telah di lakukan adalah: 1. Sebaiknya suhu adsorpsi dijaga konstan agar proses adsorpsi dapat berjalan


(51)

xix

2. Sebaiknya menggunakan katalis asam lemah seperti PTSA dalam sintesis APG.

3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya memperlama waktu adsorpsi karena partikel karbon aktif berlebih yang tersisapada produk membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengadsorpsi HMF.

4. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilanjutkan ke proses bleaching


(52)

xx

DAFTAR PUSTAKA

[1] Siti Aisyah.“Produksi Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dan Aplikasinya pada Sabun Cuci Tangan Cair.”Tesis, Sekolah Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri Pertanian, IPB, Bogor, 2011.

[2] Ani Suryani, Dadang, Setyadjit, Agus Sudirman Tjokrowardojo,Mochammad Noerdin N. Kurniadji, “Sintesis Alkil Poliglikosida (APG) Berbasis Alkohol Lemak dan Pati Sagu untuk Formulasi Herbisida,”Jurnal Pascapanen, 5(1) 2008 : hal. 10-20.

[3] Mochammad Noerdin N. K. “Perancangan Proses Produksi Surfaktan Non Ionik Alkil Poliglikosida (APG) Berbasis Pati Sagu dan Dodekanol serta Karakterisasinya pada Formulasi Herbisida.” Tesis, Sekolah Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri Pertanian, IPB, Bogor, 2008.

[4] Rizky Oktavian. “Kajian Kinerja Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) untuk Aplikasi Enchaced Water Flooding.” Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknologi

Pertanian IPB, Bogor, 2011.

[5] Jolanda MoniquePestman. “Carbohydrate-Derived Surfactants Containing an N-Acylated Amine Functionality: Fundamental Aspects and Practical Applications.”Disertasi, Groningen Biomolecular Sciences and Biotechnology

University of Groningen, Groningen, 1998.

[6] Februadi Bastian, Ani Suryani, Titi CandraSunarti,“Peningkatan Kecerahan pada Proses Sintesis Surfaktan Nonionik Alkil Poliglikosida (APG) Berbasis Tapioka dan Dodekanol,”Reaktor, 14(2) 2012 : hal. 143-150.

[7] Februadi Bastian. “Pemurnian Surfaktan Nonionik Alkil Poliglikosida (APG) Berbasis Tapioka dan Dodekanol.” Tesis, Sekolah Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri Pertanian, IPB, Bogor, 2011.

[8] Herald Lueders, “Method of Manufacturing Alkyloligoglycosides.” US. Patent, No. 4,990,605, 1991.

[9] Patrick M.Mc Curry Jr, Carl EPickens, “Process for Preparation of Alkylglycosides.” US. Patent, No. 4,950,743, 1990.

[10] Rochmad Indrawanto.“Optimasi Nisbah Mol Glukosa-Fatty Alcohol C12 dan

Suhu Asetalisasi pada Proses Pembuatan Surfaktan Nonionik Alkyl Polyglycosides (APG).” Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor, 2008. [11] Baak W. Lew, “Process for Preparing Mono- and Polyglycosides.” US. Patent, No. 3,707,535, 1972.

[12] Adisalamun. “Pengembangan Proses Produksi Alkil Pologlikosida (APG) dari Glukosa dan Pati Sagu.” Tesis, Sekolah Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri Pertanian, IPB, Bogor, 2012.


(53)

xxi

[13] Krister Holmberg,“Natural Surfactants,”Current Opinion in Colloid & Interfase Science, 6 (2001) : hal. 148-159.

[14] Kartika Sari Suparman Putri. “Optimasi Nisbah Mol Pati Tapioka-Butanol dan Nisbah Mol Pati Tapioka-Fatty Alcohol C10 pada Proses Pembuatan Surfaktan

Nonionik Alkil Poliglikosida (APG).” Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian IPB,Bogor, 2010.

[15] Johannis Riah Ukur Bangun.“Sintesis Surfaktan Campuran Poliglikil N-etil Sisteina.”Tesis, Program Pascasarjana Program Studi Kimia USU, Medan, 2002. [16] Larry D.Ryan, Eric W.Kaler, “Alkyl Polyglucoside Microemulsion Phase Behavior,”Colloid and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 176

(2001) : hal.69-83.

[17] Gunther Czichocki, Harald Fiedler, Klaus Haage, Helmut Much, Steffen Weidner, “Characterization of Alkyl Polyglicosides by both Reversed-Phase and Normal-Phase Modes of High-Performance Liquid Chromatography,”Journal of Chromatography A, 943 (2002) : hal.241-250.

[18] K. Hill, W. von Rybinski, G. Stoll, Alkyl Polyglicosides: Technology, Properties and Application(Weinheim: VCH, 1997), hal 1.

[19] Peter S. Piispanen. “Synthesis and Characterization of Surfactants Based on Natural Products.” Disertasi, Kungl Tekniska Högsolan, Stockholm 2002.

[20] M. M. A. El-Sukkary, Nagla A. Syed, Ismail Aiad, W. I. M. El-Azab, “Synthesis and Characterization of some Alkyl Polyglycosides Surfactants,” Journal

Surfactant Detergent, 11 (2008) : hal 129-137.

[21] NguyênMinh Nguyêt Ánh. “Optimisation of the Analysis of Alkyl

Polyglicosides by MEKC-PAD.” Disertasi, Bergische Universität

Wuppertal,Wuppertal 2004.

[22] Fereidoon Shahidi,Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Sixth Edition(New Jersey: John Wiley & Sons, 2005), hal. 2956, 2958.

[23] Charles MichaelBuchanan, Matthew DavieWood, “Process for Making Alkylpolyglycosides.” US. Patent, No. 6,077,945, 2000.

[24] Hugh Anthony Broadhurst. “Modeling Adsorption of Cane Sugar Solution Colorant in Packed-Bed Ion Exchangers.” Tesis, Louisiana state University,

Louisiana 2002.

[25] Taku Michael Aida, Yukiko Sato, Masaru Watanabe, Kiyohiko Tajima, Toshiyuki Nonaka, Hideo Hattori, Kunio Arai, “Dehydration of D-glucose in High Temperature Water at Pressures up 80 MPa,” The Journal of Supercritical Fluids,


(54)

xxii

[26] Esty Rahmawati, Leni Yuanita, “Adsorbsi Pb2+ oleh Arang Aktif Sabut

Siwalan (Borassus flabellifer),” UNESA Journal Of Chemistry, 2(3) 2013 : hal.

82-87.

[27] Marlundu Naibaho. “Kajian Eksperimental Evaporator untuk Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi yang Digerakkan Energi Surya.” Skripsi, Program Sarjana Departemen Teknik Mesin USU, Medan 2011.

[28] Tiar Delimawati Tambunan. “Pembuatan Keramik Berpori sebagai Filter Gas Buang dengan Aditif Karbon Aktif.” Tesis, Program Pascasarjana Program Studi Fisika USU, Medan, 2008.

[29] S. Ketaren, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan (Jakarta:

UI-Press, 2005), hal 78.

[30] MERCK, Safety Data Sheet, 2014.

[31] Zauba (2015). Import Data and Price of Fatty Alcohol Ecorol. Diakses 25

Maret 2015. http://www.zauba.com

[32] CV Rudang Jaya (2015). Laboratory Chemicals. Diakses 25 Maret 2015.

http://www.yellowpages.co.id

[33] Kementrian ESDM (2015). Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Tentang Tarif Tenaga Listrik. Diakses 25 Maret 2015.

http://www.esdm.go.id

[34] Garden of Wisdom (2015). Decyl Polyglucoside / 8 oz. Diakses 25 Maret

2015. http://gardenofwisdom.com

[35] Anastasia Wulan Pratidina Swasono, Putri Dei Elvarosa Sianturi, Zuhrina Masyithah, “Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida dari Glukosa dan Dodekanol dengan Katalis Asam,” Jurnal Teknik Kimia USU, 1(1) 2012 : hal. 5-9.

[36] Donald L. Pavia, Gary M. Lampman, George S. Kriz, Introduction to Spectroscopy: A Guide for Students of Organic Chemistry Third Edition(Washington:

Thomson Learning Inc., 2001), hal 23.

[37] Barbara Stuart, Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications(Chichester: John Wiley & Sons, 2004), hal 18.

[38] Tony Owen, Fundamentals of Modern UV-Visible Spectroscopy, (Germany:

Agilent Technologies, 2000), hal 6.

[39] A. M. Ware, J. T. Waghmare, S. A. Momin, “Alkylpolyglycoside: Carbohydrate Based Surfactant,”Journal of Dispersion Science and Technology,28(3) 2007 :hal. 437- 444


(55)

xxiii

[40] M. Al-Ghouti, M. A. M. Khraisheh, M. N. M. Ahmad, S. Allen, “Thermodynamic Behaviour an the Effect of Temperature on the Removal of Dyes from Aqueous Solution using Modified Diatomite: A Kinetic Study,”Journal of Colloid and Interphase Science, 287 (2005) : hal. 6-13.

[41] Olushola S. Ayanda, Olalekan S. Fatoki, Folahan A. Adekola, Erica Suana, Bhekumusa J. Ximba, ”Comparative Performance Evaluation of Activated Carbon And Fly Ash/Activated Carbon Composite for Triphenyltin Chloride Removal by Adsorption,” International Journal of Nano Corrosion Science and Engineering, 1(1)

2014 : hal. 1-12.

[42] Kelly B. Payne, Tarek M. Abdel-Fattah, “Adsorption of Divalent Lead Ions by Zeolites and Activated Carbon: Effects of pH, Temperature and Ionic Strength,”Journal of Environmental Science and Health Part A – Toxic / Hazardous Substances & Environmental Engineering, A39(9) 2004 : hal. 2275-2291.

LAMPIRAN 1


(56)

xxiv

L1.1 DATA HASIL ANALISIS %TRANSMISI DAN RENDEMEN Tabel L1.1 Hasil Analisis % Transmisi, Nilai HLB, dan Rendemen

Run Rasio Molar D-Glukosa : Dekanol Jumlah Katalis % (b/b) SuhuAdsorpsi (oC)

Jumlah Karbon Aktif % (b/b) % Transmisi Rendemen (%) A1

1 : 5 0,5 30

1 20,91 47,65

A2 3 39,24 42,88

A3 5 34,56 39,77

A4 7 16,38 35,62

A5 9 10,01 33,23

B1

1 : 5 0,5 40

1 26,27 46,59

B2 3 41,76 42,33

B3 5 33,66 39,12

B4 7 17,28 35,04

B5 9 12,72 30,68

C1

1 : 5 0,5 50

1 32,12 45,98

C2 3 44,90 41,76

C3 5 41,83 38,45

C4 7 19,96 32,86

C5 9 10,91 28,97

LAMPIRAN 2


(57)

xxv

L2.1 PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU

Rasio Molar D-Glukosa : Dekanol = 1 : 5

BM D-Glukosa = 180,16 gram/mol

BM Dekanol = 158,3 gram/mol

ρ Dekanol = 0,826 gram/cm3

Perhitungan berbasis 0,05 mol D-Glukosa

L2.1.1 Perhitungan Kebutuhan D-Glukosa Mol D-Glukosa = 0,05

Mol D-Glukosa =

Glukosa

-D BM

Massa

Massa = Mol D-Glukosa x BM D-Glukosa = 0,05 mol x 180,16 gram/mol = 9,08 gram

L2.1.2 Perhitungan Kebutuhan Dekanol Mol Dekanol = 0,25

Dekanol


(58)

xxvi Mol Dekanol =

Dekanol

BM Massa

Massa = Mol Dekanol x BM Dekanol = 0,25 mol x 158,3 gram/mol = 39,75 gram

ρ = v

m → v =

ρ m v = 3 gram/cm 0,826 gram 9,75 3

v = 47,91 ml

L2.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN KATALIS

ρ HCl = 0,826 gram/cm3

BM HCl = 36,5 gram/mol

% HCl dalam botol reagen = 37 % Perhitungan berbasis massa D-Glukosa Massa HCl = 0,5 % x massa D-Glukosa = 0,5 % x 9,08 gram

= 0,045 gram M HCl =

HCl BM

10

%×ρ× =

gram/mol 36,5

10 gram/cm 1,19

37× 3×

= 12,063 M

M = v HCl BM 1000 m × × v = M HCl BM 1000 m × × = M 12,063 gram/mol 36,5 1000 gram 0,045 × ×

= 0,102 ml ≈ 2 tetes

L2.3 PERHITUNGAN RENDEMEN APG


(59)

xxvii Berat APG murni = 20,46 gram Berat total bahan baku awal = 49 gram Rendemen (%) = Berat APG Murni

Berat total bahan baku awal x 100

= 20,46 gram

49 gram x 100 = 41,76

Analog perhitungan di atas dipakai untuk data yang lainnya


(60)

xxviii

DOKUMENTASI PENELITIAN

L3.1 FOTOPROSES ASETALISASI

Gambar L3.1 Foto Proses Asetalisasi L3.2 FOTO PROSESADSORPSI

Gambar L3.2 Foto Proses Adsorpsi


(61)

xxix

Gambar L3.3 Foto Proses Filtrasi L3.4 FOTOPROSES DISTILASI

Gambar L3.4 Foto Proses Distilasi L3.5 FOTOPRODUK APG

Gambar L3.5 Foto Produk Akhir APG L3.6 FOTOPENAMPAKAN VISUAL APG


(62)

xxx

Gambar L3.6 Foto Penampakan Visual APG dengan Rentang % Transmisi 39,24 – 44,90

Gambar L3.7 Foto Penampakan Visual APG dengan Rentang % Transmisi 26,27 – 34,56

Gambar L3.8 Foto Penampakan Visual APG dengan Rentang % Transmisi 10,01 – 20,91


(63)

xxxi

LAMPIRAN 4

HASIL ANALISISIDENTIFIKASI BAHAN BAKU DAN

APG

L4.1 HASIL ANALISISIDENTIFIKASI BAHAN BAKU

Gambar L4.1 Hasil Spektrum D-Glukosa


(64)

xxxii L4.2 HASIL ANALISISIDENTIFIKASI APG


(1)

xxvii Berat APG murni = 20,46 gram Berat total bahan baku awal = 49 gram Rendemen (%) = Berat APG Murni

Berat total bahan baku awal x 100 = 20,46 gram

49 gram x 100 = 41,76 Analog perhitungan di atas dipakai untuk data yang lainnya


(2)

xxviii

DOKUMENTASI PENELITIAN

L3.1 FOTOPROSES ASETALISASI

Gambar L3.1 Foto Proses Asetalisasi

L3.2 FOTO PROSESADSORPSI

Gambar L3.2 Foto Proses Adsorpsi


(3)

xxix

Gambar L3.3 Foto Proses Filtrasi

L3.4 FOTOPROSES DISTILASI

Gambar L3.4 Foto Proses Distilasi

L3.5 FOTOPRODUK APG

Gambar L3.5 Foto Produk Akhir APG


(4)

xxx

Gambar L3.6 Foto Penampakan Visual APG dengan Rentang % Transmisi 39,24 – 44,90

Gambar L3.7 Foto Penampakan Visual APG dengan Rentang % Transmisi 26,27 – 34,56

Gambar L3.8 Foto Penampakan Visual APG dengan Rentang % Transmisi 10,01 – 20,91


(5)

xxxi

LAMPIRAN 4

HASIL ANALISISIDENTIFIKASI BAHAN BAKU DAN

APG

L4.1 HASIL ANALISISIDENTIFIKASI BAHAN BAKU

Gambar L4.1 Hasil Spektrum D-Glukosa


(6)

xxxii

L4.2 HASIL ANALISISIDENTIFIKASI APG