3. Potensi. Sebaran potensi tegakan sesuai dengan kelas umur dari kawasan
tersebut. 4.
Luas. Pengukuran luas dari areal hutan untuk pembagian blok tebangan.
3.5 Asumsi-asumsi
Dalam simulasi penggunaan multisistem pemanenan hutan digunakan beberapa asumsi sebagai berikut:
a. Tahapan pemanenan yang dianalisis adalah tahapan penyaradan kayu. Dengan demikian biaya pemanenan yang digunakan sebagai objek penelitian adalah
penyaradan kayu, sedangkan biaya penebangan dan pengangkutan dianggap sama untuk semua sistem pemanenan.
b. Data biaya pemanenan yang digunakan adalah biaya yang berlaku di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, pada tahun 2010.
c. Data sebaran diameter mangium menggunakan hasil penelitian Maphud 2010. d. Data produktivitas penyaradan sulki tangan menggunakan data Nurlita 2000.
e. Data produktivitas penyaradan pemikulan atau manual menggunakan data Safitri 2000.
f. Data produktivitas penyaradan dengan hewan menggunakan data Elias 2000. g. Data produktivitas penyaradan dengan traktor menggunakan data Elias 2000
h. Data produktivitas penyaradan dengan kabel menggunakan data Elias 2000 i. Analisis dilakukan hanya pada luas tebangan untuk tahun 2011.
j. Jam kerja per hari diasumsikan 8 jam.
3.6 Diagram Alir Penelitian
Sistem pemanenan hutan adalah suatu kegiatan dalam pengusahaan hutan yang meliputi kegiatan penebangan, penyaradan, hingga pengangkutan. Namun
sistem pemanenan hutan yang digunakan pada penelitian ini lebih merujuk pada sistem penyaradannya.
Dalam pemilihan sistem pemanenan hutan, tahap awal yang perlu dilakukan adalah analisis biofisik, yaitu analisis terhadap kelerengan, jenis tanah, dan
potensi tegakan. Analisis ini dilakukan dengan mendeliniasi peta topografi, peta tanah, dan peta potensi tegakan. Hasil deliniasi ini adalah berupa sebaran kelas
lereng, jenis tanah, dan potensi tegakan. Pada sisi yang lain dilakukan
inventarisasi sistem-sistem pemanenan yang tersedia yang digunakan dalam penyaradan kayu di hutan tanaman. Faktor utama yang digunakan untuk menilai
kelayakan operasi suatu sistem pemanenan yang digunakan dalam penelitian ini adalah persyaratan ambang batas kelas lereng untuk mengoperasikan sistem
tersebut dan jenis tanah.
Deliniasi
Gambar 1 Diagram alir penelitian. Dari data biofisik yang didapatkan selanjutnya di paduserasikan dengan
sistem pemanenan yang ada. Hasil yang didapatkan dari paduserasi ini adalah sistem pemanenan yang sesuai untuk dioperasikan pada daerah tersebut.
Selanjutnya sebagai tolak ukur kriteria yang digunakan untuk menilai sistem pemanenan terpilih adalah HOK yang tertinggi dan biaya total penyaradan
terendah. Diagram alir penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Analisis Biofisik : ‐ Kelerengan
‐ Tanah ‐ Potensi
tegakan Sistem Pemanenan yang
tersedia: ‐ Sistem Pemikulan
dan Penarikan Manusia
‐ Bantuan Penarikan Binatang
‐ Geletrek ‐ Kabel
‐ Sulki Tangan
Peta sebaran : ‐ Kelas lereng
‐ Jenis tanah ‐ Potensi
tegakan
Peta Sistem Pemanenan
Kinerja Operasi: -
Biaya -
Serapan tenaga kerja
Persyaratan operasi sistem: ‐ Kelerengan
‐ Jenis tanah
Padu serasi
3.7 Simulasi Sistem Pemanenan
Setelah pemilihan sistem pemanenan hutan yang sesuai untuk areal ini dapat ditentukan, selanjutnya dilakukan simulasi pada blok tebangan dengan
berbagai variasi sistem pemanenan, yaitu; 1 Jika masing-masing sistem pemanenan diterapkan di areal tebangan tersebut secara penuh 100; 2 Jika
kombinasi 50 sistem manual dan 50 sistem pemanenan lainnya; 3 Jika diterapkan 75 sistem manual dan 25 sistem pemanenan lainnya; dan 4 Jika
semua sistem pemanenan diterapkan ke areal yang demikian dengan persentase 25. Ringkasan simulasi sistem pemanenan hutan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Simulasi multisistem pemanenan hutan
Simulasi ke-
Sistem Manual
Sistem Hewan
Sistem Sulki tangan
Sistem Geletrek
Sistem Kabel
Sistem Traktor
1 100
100 100
100 100
100 2 75
25 25 25 25 25 3 50
50 50 50 50 50 4 25
75 75 75 75 75 5 25
25 25 25 - -
6 25 25 25
- 25 -
7 25 25 25
- -
25 8 25 -
25 25 25 -
9 25 - -
25 25 25 10 25 -
25 -
25 25 11 -
25 25 25 25 -
12 25 25
- 25 25
-
Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap kinerja sistem pemanenan yang meliputi biaya, dan serapan tenaga kerja. Data produktivitas yang digunakan
untuk simulasi multisistem pemanenan hutan disajikan pada Tabel 6. Tabel 7, 8, dan 9 berturut-turut adalah klasifikasi kelas lereng, kelas tanah, penyaradan
kelerengan untuk setiap sistem pemanenan hutan. Tabel 6 Data produktivitas sistem pemanenan yang digunakan pada simulasi
multisistem pemanenan hutan
No. Sistem pemanenan
Produktivitas m³hari 1. Manual
27,28 2. Hewan
28,00 3. Sulki
tangan 14,24
4. Geletrek 22,24
5. Kabel 21,35
6. Traktor 80,00
Tabel 7 Klasifikasi kelas lereng di bidang kehutanan Indonesia
Kelas Lereng Kemiringan Lapangan
Keterangan 1
0-8 Datar
2 8-15
Landai 3
15-25 Agak curam
4 25-40
Curam 5
40 Sangat curam
Tabel 8 Klasifikasi kelas tanah menurut kepekaannya terhadap erosi di Indonesia.
Kelas Tanah Jenis Tanah
Keterangan 1
Aluvial, tanah Glei, Planosol, Kidromorf kelabu, Laterite air tanah
Tidak peka 2 Latosol
Agak peka
3 Brown forest soil, Non classic Brown, Mediteran
Kurang peka 4
Andosol, Laterite, Grumosol, Podsol, Podsolik Peka
5 Regosol, Litosol, Organosol, Renzina
Sangat peka
Tabel 9 Persyaratan kelerengan tiap sistem pemanenan yang tersedia Elias, 2000.
No. Jenis Pemanenan
Kelerengan 1. Manual
8 2.
Hewan 8 3.
Sulki tangan 8
4. Geletrek 40
5. Kabel 45
6. Traktor 30
3.8 Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan