Pada BPRS Formes Sleman, Yogyakarta, pengakuan keuntungan dilakukan seperti di bawah ini:
1 pembayaran bagi hasil dilakukan pada setiap pembayaran
angsuran pokok dan periode pembayaran telah disepakati pada awal akad; dan
2 pengakuan penghasilan usaha diakui dari persentase untuk
menentukan perkiraan pendapatan penghasilan karena mayoritas pengelola dana adalah pedagang mikro dan kecil yang tidak
membuat pembukuan. Pengakuan keuntungan di BPRS Formes Sleman, Yogyakarta
belum sepenuhnya sesuai dengan PSAK No. 59 dan PSAK No. 106. Pengakuan penghasilan usaha seharusnya diakui dari penghasilan
usaha riil nasabah, bukan menggunakan persentase. d.
Pengakuan Piutang PSAK No. 59 menjelaskan pengakuan piutang sebagai berikut:
1 dalam paragraf 46, pada saat akad diakhiri, pembiayaan
musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mitra; dan
2 dalam paragraf 50, pada saat akad diakhiri, laba yang belum
diterima bank dari pembiayaan musyarakah yang masih performing diakui sebagai piutang kepada mitra untuk pembiayaan
musyarakah yang non performing diakhiri, maka laba yang belum
diterima bank tidak diakui tetapi diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Dalam PSAK No. 106 paragraf 33, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif pada saat diakhiri diakui sebagai
piutang. Sesuai dengan PSAK No. 59 dan PSAK No. 106, BPRS Formes Sleman, Yogyakarta mengakui piutang sebagai berikut:
1 pembiayaan musyarakah yang belum dibayar oleh pengelola dana
nasabah diakui BPRS sebagai piutang; dan 2
bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana akan diakui BPRS sebagai piutang.
e. Pengakuan Beban
Pengakuan beban diakui dalam PSAK No. 59 sebagai berikut: 1
dalam paragraf 42, biaya yang terjadi akibat akad musyarakah misalnya, biaya studi kelayakan tidak dapat diakui sebagai
bagian pembiayaan musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah; dan
2 dalam paragraf 51, aapabila terjadi rugi dalam musyarakah akibat
kelalaian atau kesalahan mitra pengelola usaha musyarakah, maka rugi tersebut ditanggung oleh mitra pengelola usaha
musyarakah; rugi karena kelalaian mitra musyarakah tersebut diperhitungkan sebagai pengurang modal mitra pengelola usaha,
kecuali jika mitra mengganti kerugian tersebut dengan dana baru.
Sedangkan dalam PSAK No. 106, pengakuan beban dilakukan seperti di bawah ini:
1 dalam paragraf 18, biaya yang terjadi akibat akad musyarakah
misalnya, biaya studi kelayakan tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh
mitra musyarakat; dan 2
dalam paragraf 25, jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut
ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah. Sesuai dengan PSAK No. 59 dan PSAK No. 106, BPRS
melakukan pengakuan beban sebagai berikut: 1
biaya yang terjadi terkait dengan pembiayaan musyarakah tidak diakui sebagai pembiayaan musyarakat; dan
2 kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana
dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi musyarakah.
Belum seluruh praktik pengakuan akuntansi sesuai dengan PSAK No. 59 dan PSAK No. 106. Praktik pengakuan akuntansi yang terdiri dari
pengakuan investasi, pengakuan kerugian, pengakuan piutang, dan pengakuan beban telah sesuai dengan PSAK No. 59 dan PSAK No. 106.
Namun, praktik pengakuan akuntansi pembiayaan musyarakah mengenai pengakuan keuntungan belum sesuai dengan PSAK No. 59 dan PSAK No.
106.
2. Analisis Kesesuaian Pengukuran Akuntansi Pembiayaan Musyarakah
di BPRS Formes Sleman, Yogyakarta dengan PSAK No. 59 dan PSAK No. 106
Pengukuran pembiayaan musyarakah dalam PSAK No. 59 paragraf 42 adalah sebagai berikut:
a. pembiayaan musyarakah dalam bentuk:
1 kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
2 aktiva non-kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih
antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non-kas, maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat
penyerahan; dan b.
biaya yang terjadi akibat akad musyarakah misalnya, biaya studi kelayakan tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah
kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah. Sementara pengukuran investasi musyarakat dalam PSAK No. 106
paragraf 28 adalah sebagai berikut: a.
dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan b.
dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset non-kas, maka selisih
tersebut diakui sebagai: 1
keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau 2
kerugian pada saat terjadinya.
Praktik pengukuran akuntansi pembiayaan musyarakah telah sesuai dengan PSAK No. 59 dan PSAK No. 106. Hal tersebut telah
sesuai karena BPRS Formes Sleman, Yogyakarta mengukur pembiayaan musyarakah sejumlah uang yang dibayarkan BPRS
kepada nasabah pada saat pencairan dana, yaitu setelah akad pembiayaan musyarakah disetujui.
3. Analisis Kesesuaian Penyajian Akuntansi Pembiayaan Musyarakah di
BPRS Formes Sleman, Yogyakarta dengan PSAK No. 59 dan PSAK No. 106
Komponen laporan keuangan BPRS Formes Sleman, Yogyakarta yang telah dibuat terdiri dari neraca, lapran laba rugi, laporan arus kas,
laporan perubahan kekayaan bersih, serta catatan atas laporan keuangan. BPRS Formes Sleman, Yogyakarta menyajikan komponen laporan
keuangan seperti laporan perubahan dana investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan danazakat, infak, dan shadaqah ZIS, serta laporan
sumber penggunaan dana qardhul hasan. Namun, kekosongan nasabah yang melakukan transaksi-transaksi tersebut sepanjang tahun 2015
membuat BPRS tidak menyajikan ketiga komponen laporan keuangan tersebut pada tahun 2015.
BPRS Formes Sleman, Yogyakarta menyajikan laporan laba rugi yang terdiri dari pos pendapatan, beban usaha, hasil usaha kotor, taksiran
pajak penghasilan, dan sisa hasil usaha. Penjelasan secara rinci pos pendapatan dan beban dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Taksiran pajak penghasilan dihitung dari hasil usaha kotor yang diperoleh dari pendapatan dikurangi beban usaha. Sisa hasil usaha diperoleh setelah
mengurangkan hasil usaha kotor dengan taksiran pajak penghasilan.
4. Analisis Kesesuaian Pengungkapan Akuntansi Pembiayaan
Musyarakah di BPRS Formes Sleman, Yogyakarta dengan PSAK No. 59 dan PSAK No. 106
BPRS Formes Sleman, Yogyakarta telah mengungkapkan isi kesepakatan utama usaha musyarakah seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, dan aktivitas usaha musyarakah dalam akad musyarakah. BPRS Formes Sleman, Yogyakarta menyajikan laporan distribusi bagi hasil yang
mengungkapkan kisaran persentase bagi hasil dari tabungan, deposito, dan simpanan lainnya.
Catatan atas laporan keuangan yang dibuat oleh BPRS Formes Sleman, Yogyakarta mengungkapkan gambaran umum mengenai laba
BPRS dan kebijakan akuntansi yang dipakai. Kebijakan akuntansi tersebut antara lain terdiri dari metode penyusustan aset tetap, metode perhitungan
sisa hasil usaha, penjelasan atas pos-pos laporan keuangan, serta analisa dan perhitungan rasio nilai rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas.
Berdasarkan analisis data di atas, dapat diketahui bahwa praktik pengungkapan akuntansi belum seluruhnya sesuai dengan PSAK No. 59
dan PSAK No. 106. Ketidaksesuaian tersebut dikarenakan tidak adanya pengungkapan penyisihan kerugian investasi musyarakah dan
pengungkapan kerugian akibat penurunan nilai aktiva musyarakah.
C. Pembahasan
1. Pembahasan Mengenai Kesesuaian Pengakuan Akuntansi
Pembiayaan Musyarakah di BPRS Formes Sleman, Yogyakarta
dengan PSAK No. 59 dan PSAK No. 106
Menurut Standar Akuntansi Keuangan KDPPLKS, Paragraf 109 dijelaskan bahwa:
Pengakuan recognition merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi unsur kriteria pengakuan yang dikemukakan
dalam paragraf 110 dalam neraca atau laporan laba rugi, pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam kata-kata
maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke dalam neraca atau laporan laba rugi. Pos yang memenuhi kriteria tersebut harus
diakui dalam neraca atau laporan laba rugi. Kelalaian untuk mengakui pos semacam itu tidak dapat diralat melalui pengungkapan
kebijakan akuntansi yang digunakan maupun melalui catatan atau materi penjelasan.
Dalam PSAK No. 59 paragraf 47, laba pembiayaan musyarakah diakui sebesar bagian bank sesuai dengan nisbah yang disepakati atas hasil
usaha musyarakah, sedangkan rugi pembiayaan musyarakah diakui secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. Begitu juga dalam PSAK
No. 106 paragraf 109, keuntungan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan baik berupa
kas maupun aset non-kas atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para
mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan.
Pada praktiknya, pengakuan penghasilan usaha di BPRS Formes Sleman, Yogyakarta belum sesuai dengan PSAK No. 59 dan PSAK No.
106 karena perhitungan nisbah bagi hasil diakui dari persentase untuk menentukan perkiraan pendapatan penghasilan. Dalam Ariani Kusumasari
2011, pengakuan keuntungan pada pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo Cabang Malioboro juga belum sesuai dengan PSAK No. 59
dan PSAK No. 106 dikarenakan anggota pengelola dana yang menerima pembiayaan kurang dari Rp10.000.000,00 tidak membuat laporan
keuangan sehingga penentuan bagi hasil dihitung dari analisa kelayakan usaha pada formulir pengajuan pembiayaan.
Nisbah bagi hasil seharusnya diperoleh dari persentase bagi hasil yang dihitung dari keuntungan riil yang didapat nasabah. Praktik tersebut
sulit dilakukan karena sebagia besar usaha yang dimiliki para nasabah adalah usaha mikro dan kecil yang tidak melakukan pembukuan.
Sedangkan penentuan persentase nisbah pada awal perjanjian dilakukan sebagai antisipasi karena kekhawatiran pihak BPRS apabila nasabah tidak
jujur dalam melaporkan keuntungan hasil usahanya.