Hak Menemui Anak-anak Droid de Visite.

31 d. Bahwa penampungan itu benar-benar dilakukan demi kepentingan anak itu sendiri. Penghentian dari penampungan ini hanya dapat dilakukan dengan penetapan Menteri Kehakiman dengan melihat Alasan-alasan yang menyebabkan anak itu tidak memungkinkan penampungan itu dilanjutkan, hal ini diatur dalam pasal 304 KUHPer.

2.4. Hak Menemui Anak-anak Droid de Visite.

Setelah perkawinan putus dan salah seorang dari orang tua itu ditunjuk sebagai wali, maka timbulah pertanyaan : apakah hubungan antara orang tua yang lain dengan anak-anaknya juga terputus, mengenai hal ini KUHPer tidak mengaturnya, sedangkan yurisprudensi mula-mula tidak mengakui adanya “Droit de visite” H.R. 21 Januari 1909, W.8804 dan 17 Juni 1910, W. 9037, akan tetapi dalam arrestnya sesudah itu H.R. 2 Juni 1926,1946 mengizinkan hal tersebut dengan syarat-syarat tertentu 20 . Semula memang tidak diakui hak menemui anak itu, oleh karena pihak yang ditunjuk sebagai wali perlu kebebasan untuk mendidik anak-anaknya, sehingga dialah wali yang menentukan apakah ada kepentingan bagi si anak bila ia ingin bertemu dengan pihak yang lain. Jadi hal ini semata-mata dimaksudkan untuk kepentingan si anak itu sendiri. Bilamana orang tua yang ditunjuk tanpa alasan menolak pertemuan antara anak dengan orang tua yang tidak ditunjuk sebagai wali, maka hal ini dapat mengakibatkan perubahan perwalian, demikian Arrest Hoge Raad 2 Juni 20 R.Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan Di Indonesia, Surabaya-Airlangga University Press,1986, h. 146. 32 1936, N.J. 1936, 1946 Hoge Raad bertitik tolak dari sini bahwa kecuali ternyata sebaliknya maka kunjungan orang tua yang tidak ditunjuk sebagai wali itu adalah untuk kepentingan si anak, demikian Arrest Hoge Raad 28 Agustus1939, N.J. 1939, 1948 21 . Kemungkinan untuk mengubah penunjukan wali atau pencabutan perwalian merupakan jaminan bahwa perwalian itu tidak akan disalahgunakan, Sedangkan pasal 232 KUHPer menentukan bahwa bilamana bekas suami istri itu kawin lagi bersama, maka semua akibat perkawinan itu akan hidup kembali seperti sebelum perceraian. 21 Ibid. 33 BAB III PENERAPAN ATAU PELAKSANAAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO NOMOR : 83PDT.G2005PN.SDA. TERKAIT DARI PERTIMBANGAN PENETAPAN HAKIM PADA PEMBERIAN HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG Perceraian harus dijalankan dengan mentaati syarat-syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang, karena perceraian menimbulkan akibat-akibat yang tidak hanya melibatkan suami dan istri saja tetapi pihak-pihak dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kedua pihak tersebut. 22 Salah satu akibat hukum dari perceraian adalah mengenai wali asuh atau hak asuh anak yang masih minderjarig, pengertian dari minderjarig itu sendiri adalah anak yang masih dibawah umur atau belum dewasa 23 , kebalikan atau lawan kata dari minderjarig adalah Meerderjarig yang artinya adalah anak yang sudah dewasa 24 . Dalam hal ini bisa dimungkinkan hakim mendapatkan pertimbangan- pertimbangan dari si anak untuk menentukan siapa yang berhak menjadi wali asuhnya. Yang terpenting, dalam memberikan putusan, hakim harus mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Meski telah diputus hak asuh atas anak namun tidak diperbolehkan memutuskan hubungan darah atas keduanya. Setelah ditentukan oleh hakim siapa yang menjadi pemegang hak asuh anak tsb, maka suami atau istri yang ditunjuk sebagai wali harus bertanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya sebagai wali dari anaknya tersebut, apabila ada perbuatan 22 Jilly Ariany Siahaan, Hak Asuh, skripsi, FHUI, 2009, h.5. 23 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu-Semarang, 1997, h. 592. 24 Opcit, h. 600. 34 orang tua yang melalaikan kewajibannya terhadap anak setelah bercerai, maka ketentuan yang mengatur berkenaan dengan perbuatan itu ada didalam pasal 45 UU. Perkawinan, yaitu “kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya”. Pasal ini menyangkut kewajiban antara orang tua dan anak dan menegaskan tentang peran kedua orang tua dalam tugasnya untuk bersama-sama memelihara dan mendidik anak-anak mereka. Maka apabila ada salah satu orang tua atau kedua-duanya yang melalaikan anak-anaknya yang seharusnya berkewajiban untuk memelihara dan mendidik mereka, telah menyalahi atau melanggar ketentuan dalam pasal 45 Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum.

3.1. Keputusan Hakim Dalam Memberikan Hak Asuh Anak