26
Menurut UU. Perkawinan, masalah kewajiban orang tua terhadap anak setelah adanya perceraian tersebut diatur dalam Bab X Pasal 45, yang
menyatakan bahwa : a.
Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik- baiknya.
b. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai
anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
2.2. Sanksi Hak Asuh Anak Yang Masih Minderjarig Pada Orang Tua.
Ketentuan hukum yang mengatur berkaitan dengan perbuatan seorang ayah yang melalaikan kewajibannya terhadap anak tersebut yaitu menyangkut
kewajiban antara orang tua dan anak. Pasal 45 ayat 1 tersebut menyatakan kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan
sebaik-baiknya. Di dalam pasal ini menegaskan tentang peran kedua orang tua dalam tugasnya untuk bersama-sama memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya, kewajiban orang tua yang dimaksud tersebut berlaku sampai anak itu dewasa, kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana
berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus, maka apabila ada salah satu orang tua yang melalaikan kewajiban terhadap anaknya berarti
telah menyalahi atau melanggar ketentuan dalam Pasal 45 ayat 1.
27
Mengenai ruang lingkup pengertian memelihara dan mendidik anak ada 2 definisi yang dapat diberikan, yaitu :
a. Pemeliharaan adalah pemberian tempat tinggal, makanan, pakaian dan
perawatan jika anak tersebut sakit, sedangkan mendidik adalah mendidik anak tersebut menjadi anak yang baik dan berguna bagi nusa dan
bangsa.Bagian yang utama dari kewajiban orang tua ini adalah menyekolahkan anak-anak agar dapat hidup mandiri dikemudian hari.
b. Selain itu masih dalam rangka memberi definisi yang lebih spesifik tentang
pemeliharaan dan pendidikan itu, dalam hubungan antara orang tua dan anak, ada kewajiban orang tua dalam memberikan penghidupan, jadi selama anak
masih belum dewasa atau belum menikah, maka orang tuanya wajib memberikan nafkah.
Dengan adanya kedua definisi itu secara tegas dapat dikatakan bahwa perbuatan seorang ayah yang melalaikan kewajibannya tersebut adalah
melanggar hukum, yaitu pasal 45 UU. Perkawinan. Jadi setiap orang tua mempunyai kewajiban untuk memelihara dan mendidik anaknya sampai anak itu
dewasa atau telah kawin walaupun kedua orang tuanya bercerai.
2.3. Akibat Hukum Dari Perceraian bagi Anak Yang Masih Minderjarig.
Salah satu akibat hukum dari perceraian adalah bagi anak yang masih dibawah umur atau minderjarig. Oleh karena itu jika perkawinan dipecahkan
oleh hakim harus pula diatur tentang perwalian itu terhadap anak-anak yang masih dibawah umur atau minderjarig. Penetapan wali oleh hakim dilakukan
setelah mendengar keluarga dari pihak ayah atau dari pihak ibu. Menjadi wali
28
Tergantung dari siapa yang dipandang paling cakap atau baik mengingat kepentingan anak-anak. Penetapan wali ini juga dapat berdasarkan perubahan
keadaan.
18
Dahulu mengenai kekuasaan atas anak-anak yang masih minderjarig baru diatur oleh hakim setelah ada putusan perceraian atau pisah meja dan
tempat tidur. Akan tetapi, kini penentuan mengenai hal tersebut telah tercantum dalam putusan-putusan pengadilan tentang perceraian.
19
Pada judul diatas terkandung pengertian Kekuasaan orang tua terhadap anak yang masih minderjarig. Didalam UU. Perkawinan terdapat tiga pasal yang
mengatur tentang kekuasaan orang tua yaitu pasal 47, 48 dan 49. Menurut ketentuan-ketentuan tersebut dikatakan bahwa anak yang belum mencapai umur
delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan dibawah kekuasaan orang tuanya. Kekuasaan ini mencakup segala perbuatan hukum, baik
didalam maupun diluar pengadilan. Atau dengan tegasnya kekuasaan orang tua ini meliputi pribadi dan harta kekayaan si anak, dengan ketentuan pasal 48 UU.
Perkawinan yang meliputi harta kekayaan ini terdapat pembatasannya, yaitu: “Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-
barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 delapan betas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila
kepentingan anak itu menghendakinya”.
18
H. Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung-Mandar Maju, 1990, h.160.
19
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Marthalena Pohan, Sejarah Perkembangan Hukum Perceraian Di Indonesia dan Belanda, Surabaya-Airlangga University Press, 1996, h. 217.
29
Seterusnya dalam pasal 49 ayat 1 dikatakan bahwa kekuasaan yang dimiliki orang tua ini hanya mungkin dicabut jika ada permintaan dari orang tua
yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas, saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hal-
hal : a.
Orang tua itu melalaikan kewajibannya terhadap anaknya b.
Berkelakuan buruk sekali. Permohonan pencabutan kekuasaan ini dapat dilakukan kepada
pengadilan dimana orang tua dan anak tersebut bertempat tinggal. Menurut pasal 49 ayat 2 mengatakan bahwa “meskipun orang tua dicabut kekuasaannya,
mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut”. Pencabutan kekuasaan ini tidak berarti bahwa kewajiban orang
tua ini terhenti untuk memberikan nafkah atau pemeliharaan, sebab kewajiban itu masih terus harus dilaksanakan.Pencabutan kekuasaan ini dapat untuk
sementara waktu atau mungkin juga untuk selamanya tergantung berat ringannya kesalahan orang tua yang dimaksudkan.
Didalam kitab Undang-undang Hukum Perdata selanjutnya disingkat KUHPer, hal kekuasaan orang tua diatur terlebih luas dan lengkap yaitu
didalam pasal-pasal 298 hingga 329 Buku 1 titel XIV: a.
Bagian kesatu mengatur tentang kekuasaan terhadap pribadi si anak. b.
Bagian kedua tentang kekuasaan terhadap harta kekayaan anak. Lebih lanjut dalam pasal 299 KUHPer menentukan bahwa tiap-tiap anak
yang belum dewasa berada di bawah kekuasaan orang tuanya melainkan jika
30
kedua orang tuanya ini telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaannya. Terkecuali adanya pemisahan meja dan tempat tidur, kekuasaan itu dipegang
oleh ayah, kalau tidak memungkinkan, maka yang akan memegang kekuasaan itu adalah ibu dan sekiranya ibu pun berhalangan, pengangkatan wali diserahkan
diserahkan kepada kebijaksanaan hakim, hal ini tercantum dalam pasal 300 KUHPer. Orang yang diserahi kekuasaan itu berkewajiban untuk memelihara
dan mendidik anaknya secara wajar. Pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua tidak berarti kewajibannya berhenti untuk memberi nafkah kepada
anaknya. Kewajiban itu masih tetap ada dan untuk keperluan pemeliharaan dan pendidikan anak mereka yang belum dewasa diharuskan tiap-tiap minggu, tiap-
tiap bulan atau tiap tiga bulan sekali menyampaikan tunjangan nafkah kepada wali atau Dewan Perwalian sejumlah sebagaimana ditetapkan oleh pengadilan.
Orang tua atau Dewan Perwalian dalam hal kelakuan si anak yang diluar batas dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan agar anak itu diletakkan
dibawah Lembaga Negara atau swasta yang bergerak dalam pendidikan anak nakal. Persyaratan yang perlu untuk maksud tersebut tercantum dalam pasal 302
KUHPer, yaitu : a.
Segala biaya penampungan dipikul oleh yang memegang kekuasaan. b.
Untuk anak yang berumur dibawah empat belas tahun hanya boleh ditampung paling enam bulan.
c. Untuk anak yang berumur di atas empat belas tahun diperkenankan sampai
batas waktu satu tahun lamanya.
31
d. Bahwa penampungan itu benar-benar dilakukan demi kepentingan anak itu
sendiri. Penghentian dari penampungan ini hanya dapat dilakukan dengan
penetapan Menteri Kehakiman dengan melihat Alasan-alasan yang menyebabkan anak itu tidak memungkinkan penampungan itu dilanjutkan, hal
ini diatur dalam pasal 304 KUHPer.
2.4. Hak Menemui Anak-anak Droid de Visite.