Metode Pendekatan METODE PENELITIAN

commit to user 184

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Penelitian yang hendak dilakukan adalah penelitian hukum empiris atau sosiologis, karena dalam penelitian ini yang hendak dikaji adalah tentang pemikiran hakim dalam proses persidangan sampai dengan pengambilan putusan. Walaupun jenis penelitiannya empiris atau sosislogis, namun juga tidak meninggalkan penelitian hukum normatif, karena dalam penelitian sosiologis juga membutuhkan data sekunder sebagai data awal penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian data primer. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal 278 . Soetandyo Wignjosoebroto, mengemukakan penelitian hukum doktrinal adalah penelitian-peneltian atas hukum yang dikonsepkan atau dikembangkan atas dasar doktrin yang dianut sang pengkonsep danatau sang pengembangannya 279 . Berdasarkan jenis doktrin dalam penelitian hukum doktrinal tersebut, maka dalam kajian ini dipilih aliran hukum positivis, karena berkaitan dengan pembahasan permasalah yang pertama dalam penelitian ini. Dalam penelitian ilmu hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif. Bahan hukum tersebut terdiri bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder 280 . Di dalam penelitian hukum normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang statute approach , pendekatan kasus case approach , pendekatan historis historical approach dan pendekatan 278 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm., 118. hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan law in books atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 279 Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Jakata : Elsam-Huma, hlm., 147. 280 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung : Mandar Maju, hlm., 86. commit to user 185 komparatif comparative approach serta pendekatan konseptual conceptual approach 281 . Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang- undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi. Pendekatan komparatif dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu negara dengan undang-undang satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama, di samping undang-undang dapat juga putusan pengadilan, yaitu dimaksudkan untuk mendapatkan persamaan dan perbedaan di antara undang-undang atau putusan pengadilan. Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan- pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum, hal ini dimaksudkan untuk menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian- pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi 282 . Pendekatan perundang-undangan bukan menelaah bentuk dari perundang-undangannya, tetapi lebih ditekankan pada substansi atau materi muatan perundang-undangan. Hukum bukan sekedar gejala atau fenomena sosial, tetapi juga dalam kajian fenomena budaya. Sebagai suatu fenomena budaya, hukum harus dipandang sebagai konsep budaya, yaitu suatu konsep realitas yang dikaitkan dengan nilai-nilai keadilan yang justru harus ditampung oleh undang-undang dan bukan sekedar produk tawar-menawar politik 283 Berkaitan dengan kenyataan bahwa undang-undang tidak selamanya lengkap, jelas, maka dalam kajian tersebut hakim dapat melakukan interpretasi 281 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Op., cit., hlm., 93. 282 Ibid., hlm., 93-95. 283 Ibid., hlm., 104. commit to user 186 sebagaimana yang tersedia dalam kajian ilmu hukum. Dalam pendekatan kasus, maka yang perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya. Ratio decidendi dapat dilihat pada konsiderans ”menimbang” pada ”pokok perkara”. Tidak dapat disangkal bahwa tindakan hakim untuk memberikan alasan-alasan yang mengarah kepada putusan merupakan tindakan yang kreatif. Ratio decidendi tersebut bukan tidak mungkin merupakan pilihan dari berbagai kemungkinan yang ada. Ratio decidendi dapat diketemukan dengan memperhatikan fakta materiil dan putusan yang didasarkan atas fakta itu. Fakta materiil diperlukan sebagai rujukan, karena di dalam membangun argumentasi guna meneguhkan posisinya para pihak berpangkal dari fakta materiil tersebut. Para pihak akan mencari ketentuan- ketentuan hukum yang menguatkan posisi masing-masing untuk fakta materiil itu. Dalam hal ini, hakim akan menilai masing-masing argumentasi dan ketentuan hukum yang menopang argumnetasi tersebut 284 Studi perbandingan hukum merupakan kegiatan untuk membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain atau hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang lain 285 . Di samping itu juga membandingkan suatu putusan pengadilan yang satu dengan putusan pengadilan yang lainnya untuk masalah yang sama 286 . Dari pertimbangan- pertimbangan yang melandasi putusan peradilan di berbagai negara itulah dapat ditemukan pemikiran filosofis dan doktrin-doktrin tentang ketentuan- ketentuan hukum. Dalam kajian ini peneliti perlu membandingkan dengan PTUN dari Perancis dan Belanda, hal ini didasarkan kesamaan sistem yang dianut dan Perancis merupakan negara yang pertama kali memperkenalkan PTUN dalam sistem hukumnya. Kemudian Belanda mempunyai kemiripan dengan Indonesia, terutama dasar pengujian hakim yang didasarkan pada asas- asas umum pemerintahan yang baik. 284 Peter Mahmud Marzuki, Op., cit., hlm., 119-121. 285 Paton G.W. 1972. A.Texbook of Jurisprudence, English Language Book Society, London : Oxford Univeresity Press, hlm., 42. dalam Peter Mahmud Marzuki, hlm., 132. 286 Peter Mahmud Marzuki, Op. cit., hlm., 135. commit to user 187 Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi. Dalam membangun konsep, peneliti harus beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum, meskipun tidak secara eksplisit, konsep hukum dapat juga diketemukan di dalam undang-undang. Hanya saja dalam mengidentifikasi prinsip tersebut, peneliti terlebih dahulu memahami konsep tersebut melalui pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang ada. Di samping dalam perundang-undangan, konsep hukum dapat juga diketemukan di dalam putusan-putusan pengadilan, kalau peneliti telah memahami lewat doktrin-doktrin dan pandangan-pandangan para sarjana 287 . Di dalam perundang-undangan, seperti Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang PTUN, sebagai diubah dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang PTUN, tidak secara tegas menyebukan konsep penemuan hukum yang harus dilakukan hakim dalam menyelesaikan sengketa TUN, maka konsep tentang penemuan hukum dapat dikaji lebih dahulu dengan memperhatikan doktrin-doktrin dan pandangan para sarjana. Seperti aliran penemuan hukum, asas ius curia novit, amanat undang-undang kekuasaan kehakiman Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 10 ayat 1 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa penelitian yang hendak dilakukan mengambil konsep hukum sebagai putusan yang diciptakan oleh hakim in crocreto dalam proses-proses peradilan sebagai bagian dari upaya hakim untuk menyelesaikan kasus atau perkara, dan mempunyai kemungkinan sebagai precedent bagi kasus atau perkara-perkara berikutnya. Sejauh studi- studi itu berkaitan erat dengan soal opini-opini hakim tentang substansi hukum perundang-undangan danatau keputusan-keputusan para hakim terdahulu yang berkekuatan sebagai preseden-preseden, tidaklah ada salahnya kalau studi-studi tersebut tetap dikategorikan sebagai studi-studi doktrinal, 287 Peter Mahmud Marzuki, Op. cit., hlm., 137-139. commit to user 188 tetapi, studi-studi tentang perilaku hukum di ruangan-ruangan pengadilan sulitlah kalau diktegorikan sebagai studi tentang doktrin-doktrin hukum. Variabel-variabel yang extra-legal itu jelaslah kalau eksis keluar ranah doktrinal, dan penelitian-penelitian serta studi-studinya tak ayal lagi sudah terbilang ke dalam kategori non doktrinal, dengan menggunakan metode- metode dan idiom-idiom yang non doktrinal pula 288 . B. Lokasi Penelitian Sesuai dengan data yang dgunakan dalam peneltian ini, maka lokasi penelitian ditentukan di PTUN Yogyakarta dan PTUN Semarang, dan Surabaya. Di PTUN tingkat pertama ini pemeriksaan secara lengkap terhadap fakta-fakta yang diajukan para pihak di muka sidang atau judex facti, di tingkat banding juga dilakukan judex facti, namun karena tidak setiap sengketa diajukan banding. Di samping penelitian dilakukan di PTUN Yogyakarta dan Semarang, maka peneltian dilakukan di kepustakaan Fakultas Hukum UNS dan kepustakaan pusat UNS, yaitu untuk diperoleh data sekunder yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sebagai data pendukung penelitian hukum empiris. Peneltian data sekunder yang berupa bahan hukum primer, yaitu dalam bentuk putusan pengadilan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive, yaitu sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian adalah pertama, terdapat isu yang sangat menarik bahwa sengketa tata usaha negara yang diselesaikan melalui putusan pengadilan tersebut mendapat tanggapan, sorotan, dari berbagai mass media, pakar hukum. Hal tersebut menggugah penulis untuk melakukan penelitian. Kedua, PTUN merupakan suatu lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, yaitu sebagai salah satu unsur penegak hukum, sudah barang aturan hukum ditegakkan melalui putusan- putusannya. Putusan hakim merupakan mahkota yang mencerminkan nilai- nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini dimaksudkan bahwa hakim dalam memutus dan menyelesaikan sengketa, tidak hanya 288 Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Op., cit., hlm., 160. commit to user 189 berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga harus memperhatikan dan memahami kearifan lokal yang sedang berkembangan dalam masyarakat. Ketiga, PTUN sebagai salah satu fungsi kontrol terhadap tindakan pemerintah, bahwa melalui putusannya, yaitu dalam menguji keabsahan KTUN yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN dapat diketahui apakah tindakan Badan atau Pejabat TUN tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik atau berjalan di atas rel hukum, sebagaimana diamanatkan konsep negara hukum bahwa semua tindakan pemerintah dan warga negara harus didasarkan pada hukum. Keempat, untuk mewujudkan perlindungan hukum bagi warga negara dari sikap tindak atau tindakan Badan atau Pejabat TUN yang seharusnya memberikan perlidungan hukum bagi warga negara sebagai konsekuensi konsep negara kesejahteraan welfare state , karena peran aktif atau campur tangan pemerintah lebih dominan dalam segala bidang kehidupan . Ke empat, putusan hakim antara lain memuat pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusannya dan dalam pertimbangan hukum tersebut terdapat penalaran hukum yang merupakan argumentasi alasan-alasan yang dikemukakan hakim untuk mengambil putusan atau sampai pada putusan. Sehubungan dengan hal tersebut dapat diketahui alasas-alasan yang dikemukakan hakim dalam menerapkan aturan hukum dan asas-asas umum pemerintahan yang baik memperhatikan kearifan lokal terhadap peristiwanya C. Jenis dan Sumber Data Berdasarkan dengan jenis penelitian yang dilakukan, maka jenis data yang diperlukan dalam peneltian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya atau diperoleh secara langsung dari masyarakat mengenai perilakunya ; data empiris. Data primer diperoleh langsung dari informan, yaitu hakim pengadilan tata usaha negara Yogyakarta dan hakim pengadilan tata usaha negara Semarang. Jenis data ini memberikan memberikan keterangan atau informasi secara langsung commit to user 190 terutama yang berkaitan dengan obyek penelitian. Pemikiran-pemikiran hakim dalam menyelesaikan sengketa dituangkan dalam pertimbangan hukum yang mengemukakan alasan-alasan dan merupakan penalaran hukum sebagai dasar putusannya. Data primer diperoleh melalui wawancara secara mendalam indeepth interview , dalam bentuk wawancara tak berstruktur dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya telah disusun atau disiapkan lebih dahulu oleh interviewer. Data sekunder dalam peneltian diperoleh dari bahan pustaka 289 , hal ini dimaksudkan untuk menelusuri tentang berbagai masalah yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan peradilan tata usaha negara, buku-buku teks dalam kaitannya dengan masalah obyek penelitian. Di samping itu, penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk memahami teori-teori, doktrin dan asas yang diharapkan dapat menghasilkan pengertian hukum dalam arti in abstracto. Data sekunder yang bersumber dari bahan pustaka, meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri dari peraturan perundang- undang, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang PTUN dan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang PTUN, sebagai perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN, Undang- undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, putusan hakim, yurisprudensi, semua dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum dari bahan hukum yang diteliti, berupa surat keputusan Badan atau Pejabat TUN KTUN atau beschikking . Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku teks, jurnal hukum, kamus hukum, laporan atas hasil penelitian, komentar atas putusan pengadilan, bahan seminar dan lokakarya. 289 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, hlm., 51. lihat juga Lexy J. Moleong, 1998, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya Offsets, hlm., 112, data primer adalah data yang berasal dari sumber data utama, yang berwujud pandangan pemikiran, aspirasi, tindakan-tindakan, peristiwa-peristiwa dan hubungan-hubungan hokum dan kata-kata. commit to user 191 D. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan jenis data dalam peneltian ini, maka data yang dikumpulkan dapat dilakukan melalui, studi kepustakaan, wawancara dan observasi. a. Studi kepustakaan Tujuan studi kepustakaan dimaksudkan untuk menemukan teori- teori, doktrin-doktrin, asas-asas dan ketentuan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diajukan. Dari studi kepustakaan dapat diperoleh pengertian hukum dalam arti in abstracto, sedangkan dari penelitian terhadap putusan hakim akan diperoleh pengertian hukum dalam arti in concreto 290 . Hakim di mana-mana tidak akan mungkin dan juga memang tidak akan diharapkan untuk cuma sekedar menemukan lafal-lafal hukum in abstrakto, untuk kemudian secara logis berdasarkan silogisme deduktif menjabarkan lafal-lafal yang in abstrakto tersebut menjadi lafal-lafal yang in croncreto, sine ira, di mana-mana hakim itu selalu mengimbuhkan suatu pertimbangan pribadi yang ekstra legal sifatnya, dengan cita-cita bahwa putusan yang dibuat itu akan lebih fungsional bagi kehidupan 291 . Melalui studi literatur yang cukup mendalam dan luas, akan mempermudah seorang peneliti menyusun landasan teori berupa kerangka teori dan kerangka konsep yang kerap kali disebut juga penelaahan kepustakaan atau studi pustaka. Kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana masalah yang telah dipilih akan disoroti, sedangkan kerangka konsep disusun sebagai perkiraan teoritis dari hasil yang akan dicapai setelah dianalisa secara kritis berdasarkan bahan appersepsi yang dimiliki 292 . Melalui kajian pustaka dimaksudkan untuk meneliti norma- norma dan asas-asas dan prinsip yang terdapat dalam peraturan perundang- 290 R.W.M. Dias, 1994, Jurisprudence, New Delhi : Aditya Books Private Limited, hlm., 451. 291 Burhan Ashsofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, hlm., 44. 292 Hadari Nawawi, 1987, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, hlm., 43. commit to user 192 undangan tentang peradilan tata usaha negara dan dipergunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan putusan. b. Wawancara Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu, dan bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta pendapat-pendapat mereka 293 . Sesuai dengan data yang ingin dikumpulkan, yaitu dalam kaitan dengan putusan hakim PTUN terhadap pengujian keabsahan keputusan beschikking atau KTUN yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN, pengujian yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka peneliti melakukan wawancara dengan para hakim di PTUN Yogyakarta dan Semarang. Wawancara dengan Maftuh Effendi, Teguh Satya Bhakti, dari PTUN Semarang dan Agus Budi Susilo, Retno Nawangsih, Roni Erry Saputro dari PTUN Yogyakarta. Wawancara dalam penelitian empiris ini penting dilakukan, karena dari wawancara akan diperoleh sikap intervievee atau pemberi informasi informan atau responden terhadap permasalahan yang dihadapi. Wawancara dilakukan secara langsung dimaksudkan untuk memperoleh keterangan yang benar dan akurat, oleh karena itu sebelum wawancara dilakukan pewancara atau interviewer mempersiapkan pertanyaan- pertanyaan lebih dahulu secara sistematik. Dalam hal ini peneliti ingin memperoleh informasi dari hakim terutama dalam kaitannya dengan alasan-alasan yang dikemukakan dalam pertimbangan hukumnya atau ratio decidendi, untuk kemudian hakim menjatuhkan putusan. Soerjono Soekanto, mengemukakan metode wawancara digunakan oleh peneliti dengan tujuan, memperoleh data mengenai persepsi manusia, mendapatkan data mengenai kepercayaan manusia, mengumpulkan data mengenai perasaan dan motivasi seseorangkelompok manusia, memperoleh data mengenai ansipasi atau orientasi ke masa depan dari 293 Burhan Ashshofa, Op.cit., hlm., 95. commit to user 193 manusia, memperoleh informasi mengenai perilaku manusia pada masa lampu dan mendapatkan data mengenai perilaku yang sifatnya sangat pribadi atau sensitif 294 . c. Observasi atau pengamatan Observasi yang digunakan untuk mengungkap data dalam penelitian ini adalah observasi nonpartisipatif, yaitu peneliti atau pengamat berusaha untuk mengamati sikap dan perilaku dari observee dalam proses di muka sidang, namun tanpa ikut terlibat langsung. Hal ini dimaksudkan agar observee tidak akan terpengaruh dengan hadirnya pengamat dalam tindakannya untuk mengambil suatu keputusan. Soerjono Soekanto, sehubungan dengan penggunaan metode observasi, mengemukakan, apabila tujuan penelitian hukum tersebut adalah mencatat perilaku hukum sebagaimana terjadi di dalam kenyataan dan peneliti akan memperoleh data yang dikehendakinya secara langsung pada saat itu juga. Tujuan pengamatan terutama untuk membuat catatan atau deskripsi mengenai perilaku dalam kenyataan 295 . Perilaku yang dimaksud adalah suatu proses yang dilakukan hakim dimulai dari penerimaan sengketa, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sampai dengan pengambilan putusan, yang didasarkan pada alasan-alasan hukum yang dituangkan dalam pertimbangan hukumnya melalui penalaran hukum. Hakim sebagai aktor mempunyai banyak pilihan dari alternatif yang tersedia, dan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya, hakim akan mengambil putusan sesuai dengan tujuannya. Hakim dapat saja mengambil putusan dengan berpikir secara linear, mekanis, berdasarkan peraturan dan logikanya, tetapi dapat juga menggunakan hati nurani, perasaan dan putusannya bersifat membumi. 294 Soerjono Soekanto, Op., cit., hlm., 67 295 Soerjono Soekanto, Op., cit., hlm., 66. commit to user 194

E. Teknik Analisis Data