inkontinensia fekal. Pemeriksaan ini tidak akan merubah keputusan awal seperti terapi apa yang akan diberikan.
17
Manometri anorektal juga tidak perlu dilakukan pada anak dengan konstipasi fungsional. Fungsi utama pemeriksaan ini adalah sebagai evaluasi
pada anak dengan konstipasi berat, untuk mengeksklusikan penyakit Hirschsprung. Juga berguna untuk menilai penyakit lain seperti defek spinalis
dan achalasia anal. Pada pemeriksaan manometri anorektal dapat dijumpai peningkatan ambang rangsang terhadap distensi rektal dan menurunnya
kontraktilitas rektal. Kelainan yang juga ditemukan yaitu kontraksi sfingter ani eksterna dan otot pelvis bukannya relaksasi selama proses defekasi.
15
2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana konstipasi meliputi edukasi orangtua, evakuasi tinja, terapi rumatan, modifikasi perilaku, obat, dan konsultasi.
2.6.1. Evakuasi tinja disimpaksi Massa tinja fecal impaction adalah skibala yang teraba pada palpasi region
abdomen bawah, rektum yang dilatasi dan penuh dengan tinja yang ditemukan pada pemeriksaan colok dubur atau tinja yang berlebihan dalam
kolon yang terlihat pada foto abdomen. Evakuasi skibala ini perlu dilakukan sebelum terapi rumatan. Dapat dilakukan dengan obat per oral atau rektal.
Program evakuasi tinja biasanya dilakukan selama 2 sampai 5 hari hingga terjadi evakuasi tinja secara sempurna.
16
Obat per oral yang dapat digunakan
Universitas Sumatera Utara
adalah minyak mineral paraffin liquid 15 – 30 mlusia tahun dosis maksimum 240ml per hari kecuali pada bayi. Larutan polietilen glikol PEG
20mlkgjam maksimum 1000mljam diberikan dengan pipa nasogastrik selama 4 jam per hari. Evakuasi dengan obat per rektal dapat dilakukan
menggunakan enema fosfat hipertonik 3mlkg 2 kali sehari maksimal 6 kali enema, enema garam fisiologis 600-1000ml atau 120 ml minyak mineral.
Pada bayi digunakan supositoria gliserin 2 – 5 ml.
15
2.6.2. Terapi rumatan Setelah proses evakuasi tinja berhasil dilakukan, terapi selanjutnya adalah
rumatan yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan. Terapi rumatan ini meliputi intervensi diet, modifikasi perilaku dan pemberian laksatif untuk
menjamin interval defekasi yang normal dengan evakuasi tinja yang sempurna.
15
Anak dianjurkan untuk banyak minum air putih dan mengkonsumsi serat. Buah-buahan seperti pepaya, semangka, bengkuang, dan melon
banyak mengandung serat dan air sehingga dapat digunakan untuk melunakkan tinja. Serat dan sorbitol banyak terkandung dalam buah prune,
pear, dan apel dapat dikonsumsi dalam bentuk jus sehingga dapat meningkatkan frekuensi defekasi dan melunakkan tinja.
24
Jumlah serat yang dianjurkan dikonsumsi anak adalah 19 sampai 25 gramhari. Pada kasus
konstipasi dianjurkan mengkonsumsi serat 25 sampai 38 gramhari.
24
Universitas Sumatera Utara
Komponen penting dalam terapi rumatan adalah modifikasi perilaku dan latihan berhajat atau toilet training. Segera setelah makan pagi dan
malam, anak dianjurkan untuk buang air besar. Tidak perlu terlalu terburu- buru, yang akan membuat anak semakin tertekan, berilah waktu 10 sampai
15 menit bagi anak untuk buang air besar. Toilet training yang dilakukan secara teratur akan mengembangkan refleks gastrokolik dan selanjutnya
akan membangkitkan refleks defekasi.
24
Selain toilet training, latihan dan aktifitas fisik secara teratur membantu melatih otot-otot yang mengatur defekasi. Aktifitas fisik juga berguna untuk
memperbaiki gerakan usus yang teratur, sehingga membantu feses melewati anus. Monitor terhadap pola defekasi dan penggunaan obat serta efek
samping dapat diperoleh dari catatan harian yang dibuat oleh orangtua. Salah satu cara untuk menjaga kepatuhan terapi adalah menstimulasi anak
yang telah berhasil dalam kegiatan ini dengan memberikan hadiah.
24
Pemberian asam palmitat, prebiotik oligosakarida dan whey protein yang terhidrolisa sebagian dapat melunakkan feses tetapi tidak membuat
perbedaan dalam frekuensi buang air besar. Probiotik seperti Bifidobacterium lactis dan Lactobacillus reuteri telah terbukti dapat meningkatkan frekuensi
buang air besar setelah pemberian selama 3 sampai 4 minggu.
24
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep Penelitian