Faktor genetik dan riwayat keluarga pada konstipasi fungsional

Tabel 1. Penyebab konstipasi berdasarkan usia. 16 Usia Penyebab konstipasi NeonatusBayi • Meconium plug • Penyakit Hirschsprung • Fibrosis kistik • Malformasi anorektal bawaan, ter masuk anus imperforate, stenosis ani, anal band • Chronic idiopathic intestinal pseudo-obstruction • Hipotiroid congenital • Alergi susu sapi • Diabetes insipidus, renal tubular asidosis • Retensi tinja • Perubahan diet Toddler usia 2 – 4 tahun • Fisura ani, retensi tinja • Toilet refusal • Alergi susu sapi • Penyakit Hirschsprung segmen pendek • Penyakit saraf sentral atau muscular dengan hipotoni • Medula spinalis: meningomielokel, tumor, tethered cord Usia sekolah • Retensi tinja • Ketersediaan toilet terbatas • Keterbatasan kemampuan mengenali rangsang fisiologis • Preokupasi dengan kegiatan lain • Tethered cord Remaja • Irritable bowel syndrome • Jejas medulla spinalis kecelakaan, trauma • Diet • Anoreksia • Kehamilan • Laxative abuse Segala usia • Efek samping obat, perubahan diet, pasca operasi • Riwayat operasi anal-rektum • Retensi tinja dan enkopresis akibat distensi tinja kronis • Perubahan aktifitas fisik, dehidrasi • Hipotiroid

2.4. Faktor genetik dan riwayat keluarga pada konstipasi fungsional

Pada tahun-tahun belakangan ini penelitian mengenai etiologi dan patogenesis konstipasi pada anak telah difokuskan kepada faktor lingkungan, tingkah laku, dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang mendasari terjadinya Universitas Sumatera Utara konstipasi fungsional mencakup kurangnya asupan serat dan cairan serta mobilisasi yang diduga sebagai penyebab. Faktor tingkah laku diduga bahwa pasien konstipasi tipe slow transit lebih sering berhubungan dengan stress psikososial, sehingga masalah psikologis sering dituding sebagai faktor penyebab, juga sering dijumpai konstipasi fungsional pada anak dengan gangguan perilaku seperti autisme. 18 Kemungkinan pengaruh genetik terhadap konstipasi telah diteliti pada beberapa studi. Dalam sebuah studi pada 686 saudara kembar, ditemukan 33 4.8 diantaranya mengalami gejala yang didiagnosis sebagai gangguan usus fungsional functional bowel disorders yang salah satu diantara gejalanya adalah konstipasi, juga ditemukan bahwa diagnosis tersebut lebih sering pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot. 11 Studi lainnya juga pada saudara kembar di Virginia AS tahun 2007, yang membandingkan prevalensi irritable bowel syndrome IBS, diketahui bahwa salah satu gejala IBS adalah konstipasi. Dari studi ini diperoleh hasil IBS lebih sering terjadi pada kembar monozigot dengan prevalensi 17.2 dibandingkan dizigot dengan prevalensi 8.4 P=0.030. 10 Pendapat umum yang telah berkembang sejak dahulu adalah bahwa konstipasi cenderung berkelompok atau menurun dalam keluarga. Konstipasi juga sering muncul sebagai gejala yang menyertai penyakit sindroma tertentu yang bersifat herediter. Fakta ini mengindikasikan adanya pengaruh faktor genetik dalam etiologi konstipasi pada anak. 19 Mekanisme penyebab yang Universitas Sumatera Utara mendasari belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa teori genetika telah diajukan. Perubahan polimorfisme fungsional pada gen yang mengatur protein reseptor serotonin atau serotonin reuptake transporter SERT diduga bertanggung jawab dalam terjadinya pelepasan 5-hidroksi triptamin 5-HT yang berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya IBS, yang bisa muncul sebagai diare atau konstipasi. 20 Studi lainnya membuktikan bahwa selain polimorfisme pada gen SERT juga terjadi polimorfisme pada gen alpha α 2A dan α 2C adrenoceptor norepinephrine transporter yang berhubungan kuat dengan gejala konstipasi dan skor keluhan somatik yang tinggi pada pasien dengan gangguan gastrointestinal bawah fungsional. 21 Kedua studi ini memperkuat hipotesis mengenai peran genetik dalam konstipasi fungsional. Sebuah studi di Hongkong tahun 2007 yang meneliti 132 pasien konstipasi yang mendatangi klinik konstipasi kemudian diberikan kuesioner kepada 677 orang keluarga tingkat pertama first degree relatives diperoleh hasil bahwa konstipasi juga timbul pada 16.4 keluarga penderita, ini lebih banyak daripada yang dijumpai pada kelompok kontrol 9.1. 22 Adanya riwayat keluarga menderita konstipasi berhubungan dengan peningkatan risiko konstipasi, dengan nilai Odds Ratio OR 2.02 jika satu orang anggota keluarga yang terkena, dan OR 3.99 jika setidaknya dua orang anggota keluarga terkena. 22 Studi lainnya yang dapat menjadi perbandingan yaitu pada anggota keluarga anak-anak yang menderita konstipasi fungsional Universitas Sumatera Utara berdasarkan kriteria ROME III, ternyata saudara kandung atau orangtua dari kelompok kasus lebih banyak menderita konstipasi daripada saudara kandung dan orangtua dari kelompok kontrol 32 dibandingkan 7 untuk saudara kandung dan 42 dibandingkan 9 untuk orangtua. 23 Konstipasi yang bersifat familial mempunyai ciri klinis yang berbeda dari konstipasi fungsional pada umumnya, ini terlihat pada sebuah studi yang membandingkan 118 pasien konstipasi dengan riwayat keluarga juga menderita konstipasi dan 114 pasien konstipasi tanpa riwayat keluarga. Ditemukan bahwa penderita konstipasi yang memiliki riwayat keluarga cenderung memiliki usia awitan penyakit lebih muda, lebih banyak komplikasi seperti hemoroid, fisura anal, dan prolapsus rektal, juga lebih sering melakukan evakuasi dengan jari. Tidak dijumpai perbedaan dalam hal gangguan psikologis, waktu transit kolon, dan hasil pengukuran manometrik. 9 Hasil studi ini cukup menarik namun belum dapat dijelaskan kemungkinan mekanisme penyebabnya dan masih harus dilakukan studi lebih lanjut yang dapat memperkuat hipotesis faktor riwayat keluarga pada konstipasi fungsional. Faktor etiologi dari konstipasi pada anak dan orang dewasa mungkin berbeda, namun belum ada studi kasus-kontrol yang besar yang sudah dilakukan, khusus untuk mencari prevalensi dan insidens konstipasi pada anggota keluarga tingkat pertama dari anak penderita konstipasi. Jika sebuah studi seperti ini dapat dilakukan dan dibandingkan dengan studi lain pada konstipasi dewasa, mungkin dapat diambil kesimpulan yang lebih tegas Universitas Sumatera Utara mengenai perbedaan etiologi genetiknya. Untuk itu diperlukan lebih banyak studi lainnya khususnya pada kelompok pediatrik untuk mengetahui faktor genetik atau familial tersebut pada konstipasi fungsional pada anak.

2.5. Diagnosis