26 memberikan pandangannya terkait dengan penggunaan istilah Sistem
Peradilan Pidana Terpadu integrated criminal justice system, dimana Beliau menegaskan bahwa makna Integrated Criminal Justice System atau
Sistem Peradilan Pidana Terpadu adalah sinkronisasi atau keserempakan dan keselarasan, yang dapat dibedakan dalam:
26
a sinkronisasi
struktural structural
synchronization adalah
keserempakan dan keselarasan dalam kerangka hubungan antar lembaga penegak hukum.
b sinkronisasi substansial substantial synchronization adalah
keserempakan dan keselarasan dan keselarasan yang bersifat vertikal dan horizontal dalam kaitannya dengan hukum positif.
c sinkronisasi kultural cultural synchronization adalah keserampakan
dan keselarasan dalam menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem
peradilan pidana.
B. Hasil Penelitian: Pengaturan Kewenangan PPNS Kehutanan Dan
Penyidik Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan
Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan
dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya.
26
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1995, hal 1-2.
27 Kewenangan adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-
undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.
27
Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian kewenangan sebagai berikut :
“Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif diberi oleh
Undang-Undang atau dari Kekuasaan EksekutifAdministratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang
tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan atau bidang urusan tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya
mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk
melakukan sesuatu tindak hukum publik”.
28
Indroharto mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat yang masing-masing dijelaskan sebagai
berikut : Wewenang yang diperoleh secara “atribusi”, yaitu pemberian
wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkandiciptakan
suatu wewenang pemerintah yang baru”. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau
Jabatan TUN
yang telah
memperoleh suatu
wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN
lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu
pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.
29
Pejabat administrasi negara dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan berdasarkan asas legalitas legaliteitsbeginsel atau het
beginsel van wetmatigheid van bestuur. Asas legalitas sebagai prinsip
27
SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1997, hal 154.
28
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981, hal 29.
29
Indroharto, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Harapan, 1993, hal. 90.
28 utama dalam penyelenggaraan pemerintahn dalam setiap negara hukum,
berarti bahwa setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yakni kewenangan yang diberikan oleh undang-
undang.
30
Berdasarkan hal tersebut, maka kewenangan PPNS Kehutanan dan Penyidik Polri yang bersumber dari peraturan perundang-undangan,
baik pada pemerintahan pusat maupun daerah dapat diperoleh melalui
atribusi, delegasi dan mandat.
Kepolisian memperoleh atribusi berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sedangkan PPNS
Kehutanan memperoleh atribusi berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 jo UU Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan, UU Nomor 18 Tahun
2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan PP Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. Atribusi dari undang-
undang tersebut melahirkan kewenangan PPNS Kehutanan Dan Penyidik Polri.
Kewenangan polisi sebagai penyidik diatur dalam Pasal 16 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
jo Pasal 6 KUHAP, yaitu: a.
Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka. d.
Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
30
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 100- 101.
29 e.
Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. f.
Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. g.
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara. i.
Mengadakan penghentian penyidikan. j.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Adapun kewenangan PPNS dalam sistem peradilan pidana dapat
dilihat dari ketentuan Pasal 1 ayat 1 KUHAP, yang menyatakan bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang untuk melakukan penyidikan.
31
KUHAP tidak memberikan wewenang secara rinci kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS
sebagaimana Penyidik Polri. Namun dalam ketentuan Pasal 7 ayat 2 KUHAP jo Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang
yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Sedangkan Penyidik Polri
dapat melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya vide
Pasal 14 ayat 1 huruf g Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
31
Lihat Pasal 1 ayat 1 KUHAP.
30 Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan jo Pasal 29 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan menyatakan bahwa:
“Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, PPNS diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. ”
Adapun kewenangan PPNS Kehutanan dalam penyidikan tindak pidana kehutanan termuat pada Pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo Pasal 30 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Tabel 1. Kewenangan PPNS Kehutanan dan Penyidik Polri Penyidik
Kewenangan Berdasarkan Peraturan
PPNS Kehutanan
Pasal 1 ayat 1 KUHAP: Penyidik adalah pejabat polisi
negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan. Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan jo Pasal 29 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan: Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, PPNS diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Kewenangan PPNS Kehutanan dalam Pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan:
a.
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang
menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; b.
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan
hutan, dan hasil hutan; c.
memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;
d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti
tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
31 undangan yang berlaku;
e. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan
hukum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
f. menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan
penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
g. membuat dan menandatangani berita acara;
h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti
tentang adanya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
Kewenangan PPNS Kehutanan dalam Pasal 30 Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana perusakan hutan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum
yang diduga melakukan tindak pidana perusakan hutan; c.
meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak
perusakan hutan; d.
melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana perusakan
hutan; e.
melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan
dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak pidana perusakan hutan;
f. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan; g.
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana perusakan hutan;
h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat bukti
tentang adanya tindakan perusakan hutan; i.
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. membuat dan menandatangani berita acara dan surat-surat
lain yang menyangkut penyidikan perkara perusakan hutan; dan
k. memotret danatau merekam melalui alat potret danatau
alat perekam terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti tindak pidana yang
menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
32 Pasal 39 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
Tentang Perlindungan Hutan: Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kehutanan berwenang melakukan penyidikan
terhadap
tindak pidana
kejahatan dan
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Penyidik
Polri Pasal 1 ayat 1 KUHAP:
Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Kewenangan Polisi sebagai penyidik diatur dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia
jo Pasal 6 KUHAP, yaitu: a.
Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat
kejadian. c.
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan. e.
Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. f.
Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. g.
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara. i.
Mengadakan penghentian penyidikan. j.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Berdasarkan paparan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa PPNS Kehutanan merupakan penyidik di samping penyidik POLRI yang memiliki
kedudukan serta berperan penting dalam melakukan penyidikan, dalam kaitannya menegakkan hukum pidana kehutanan. Adapun PPNS Kehutanan
mendapatkan kewenangan untuk menyidik berdasarkan Undang-Undang Kehutanan yang menjadi dasar hukumnya, sehingga penyidikannya terbatas
33 sepanjang menyangkut tindak pidana kehutanan yang diatur dalam undang-
undang tersebut. Hal tersebut mengindikasikan bahwa PPNS Kehutanan pada waktu melaksanakan penyidikan atas tindak pidana kehutanan, apabila
menemukan adanya perbuatan yang patut diduga merupakan kejahatan atau pelanggaran yang bersifat pidana umum yang terkait dengan tindak pidana
kehutanan, harus segera menyerahkan kepada Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
32
Kewenangan PPNS Kehutanan berdasarkan Undang-Undang Kehutanan terbatas, sehingga ada poin-poin kegiatan penyidikan yang mau
tidak mau PPNS Kehutanan harus meminta bantuan Penyidik Polri antara lain :
1 PPNS Kehutanan bisa menangkap dan menahan tetapi dalam koordinasi
dan pengawasan Penyidik Polri sehingga untuk menangkap atau menahan seorang tersangka PPNS kehutanan harus meminta bantuan
atau setidaknya harus berkoordinasi dengan penyidik Polri vide Pasal 77 ayat 2 huruf f UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
2 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan SPDP yang dikirim
PPNS Kehutanan kepada Jaksa Penuntut Umum harus melalui Penyidik Polri vide Pasal 32 UU No 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan
32
Lihat Pasal 39 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan.
34 3
Penyerahan Berkas Perkara dan tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum harus melalui Penyidik Polri vide Pasal 77 ayat 3 UU No. 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan. Karena hal-hal tersebut diatas, sehingga PPNS kehutanan tetap
harus berkoordinasi dengan Penyidik Polri yang dalam pelaksanaan koordinasi tersebut.
C. Analisis