14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Penyidikan dan Penyidik Dalam Perkara Pidana
Dalam perkara pidana, penyelidikan adalah langkah-langkah untuk melakukan penelitian berdasarkan hukum dan peraturan perundang-
undangan untuk memastikan apakah peristiwa pidana itu benar-benar terjadi atau tidak terjadi.
1
Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
2
Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau
tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan
hasil penyelidikan. Berdasarkan rumusan Pasal 1 angka 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah:
3
1
Hartono. Penyelidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan Hukum Progresif. Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 18-19.
2
Lihat Pasal 1 angka 2 KUHAP.
3
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, 2005, hal.380-381.
15 a.
Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-tindakan yang antara satu dengan yang lain saling
berhubungan; b.
Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik; b.
Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang- undangan.
c. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya.
Berdasarkan keempat unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi
tindak pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari
penyelidikannya.
4
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidik Polri bertugas dan berkewajiban untuk membuat terang tentang dugaan tindakan
pidana yang terjadi. Maksudnya adalah harus Polri sebagai penyidik bukan harus menyatakan bahwa dugaan tindak pidana itu harus tetap dinyatakan
sebagai tindak pidana, tetapi bertugas berdasarkan ketentuan peraturan perundangan hukum yang berlaku menyatakan berdasarkan hasil
penyidikannya bahwa perkara itu adalah peristiwa pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, atau bukan merupakan tindak pidana setelah
4
Ibid. hal 381.
16 mendapatkan bahan keterangan yang cukup, bahwa perkara itu bukan
dalam ranah pidana tetapi dalam ranah perkara lain.
5
Mengenai Penyidik, Pasal 1 angka 1 KUHAP menyatakan bahwa:
Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
6
Kewenangan penyidik diatur dalam Pasal 6 KUHAP, yaitu:
7
a Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana. b
Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian. c
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
d Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan. e
Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. f
Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. g
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara. i
Mengadakan penghentian penyidikan. j
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Agar seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, maka harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu
ditegaskan dalam Pasal 6 ayat 2 KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6 ayat 2, kedudukan dan kepangkatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah,
diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum. Peraturan Pemerintah yang
5
Hartono, Op .cit, hal.36
6
Lihat Pasal 1 angka 1 KUHAP.
7
Lihat Pasal 6 KUHAP.
17 mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa PP Nomor 27 Tahun
1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagaimana telah diubah oleh PP Nomor 58 Tahun 2010.
Adapun kedudukan PPNS dalam sistem peradilan pidana dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 ayat 1 KUHAP, yang menyatakan bahwa
penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan. Selain itu terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing. Sehingga dapat dikatakan bahwa PPNS merupakan penyidik,
disamping penyidik POLRI yang memiliki kedudukan serta berperan penting dalam melakukan penyidikan, dalam kaitannya menegakkan hukum
pidana. Adapun PPNS mendapatkan kewenangan untuk menyidik berdasarkan Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya, sehingga
penyidikannya terbatas sepanjang menyangkut tindak pidana yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Di samping yang diatur dalam Pasal 1 butir ke 1 KUHAP dan Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik
18 pembantu disamping penyidik.
8
Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisan Negara Republik Indonesia
yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara menurut syarat-syarat yang diatur dengan peraturan pemerintah.
1. Tindak Pidana Kehutanan