Porositas Porocity Derajat Kejenuhan Degree of Saturation

21 dengan : e = Angka pori Vv = Volume pori Vs = Volume butir padat Perhitungan angka pori juga dapat dilakukan dengan persamaan berikut : 2.4 dengan : e = Angka pori Ho = Tinggi sampel awal cm Ht = Tinggi efektif sampel cm Tinggi efektif sampel Ht didapat dengan rumus : 2.5

2.5.5 Porositas Porocity

Porositas n p didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume ruang kosong dengan volume massa tanah. Porositas merupakan ukuran bagi kerapatan tanah dan banyak gunanya untuk perhitungan-perhitungan pada rembesan. Porositas dinyatakan dalam Persamaan 2.6 dan Persamaan 2.7 yaitu : x 100 2.6 atau 2.7 dengan : n p = Porositas Vv = Volume pori V = Volume massa tanah e = Angka pori 22

2.5.6 Derajat Kejenuhan Degree of Saturation

Derajat kejenuhan S dan massa tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air dengan volume pori. Umunya derajat kejenuhan ini dinyatakan dalam persen atau desimal. Derajat kejenuhan berkisar 0 – 100 atau 0 – 1. Berbagai macam klasifikasi tanah berdasarkan derajat kejenuhannya Hardiyatmo, 1992 dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Klasifikasi tanah berdarkan derajat kejenuhan Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan S Tanah kering Tanah agak lembab 0-0,25 Tanah lembab 0,26-0,50 Tanah sangat lembab 0,51-0,75 Tanah basah 0,76-0,99 Tanah Jenuh 1 Batas-batas antara masing-masing wujud tanah tersebut disebut Batas Atterberg, yang terdiri atas batas cair LL, batas plastis PL, dan batas susut SL menurut Das 1988, dapat dilihat pada Gambar 2.11 Basah Makin kering Kering Keadaan cair liquid Keadaan plastis plastic Keadaan semi beku semi solid Keadaan beku solid Batas cair Batas plastis Batas pengerutan liquid limit plastic limit shrinkage limit 23 2.9 Batas–batas konsistensi tanah Pengukuran batas-batas ini dilakukan secara rutin untuk sebagian besar penyelidikan yang meliputi tanah berbutir halus Bowles, 1997. Dua angka yang paling penting adalah batas cair dan batas plastis yang disebut batas-batas Atterberg. Penentuan batas-batas Atterberg ini dilakukan hanya pada bagian tanah yang melalui saringan no.40 Wesley, 1977. Beberapa percobaan untuk menentukan batas-batas Atterberg adalah: 1. Batas Cair Liquid Limit Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada keadaan batas cair. Batas cair LL adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dan keadaan cair menjadi keadaan plastis. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan batas cair, dapat digunakan data jumlah pukulan dan kadar air yang dihitung dengan persamaan: 2.8 dengan : LL = Batas cair Wc = Kadar air pada saat tanah menutup N = Jumlah pukulan pada kadar air Wc Nilai batas cair yang digunakan pada penelitian ini merupakan kadar air pada jumlah pukulan N adalah 25. Nilai batas cair dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori menurut Tabel 2.3 berikut ini : Tabel 2.3 Nilai batas cair tanah Kategori Persentase Low Liquid Limit 20-25 Intermediate Liquid Limit 25-50 High Liquid Limit 50-70 Very High Liquid Limit 70-80 Extra High Liquid Limit 80 24 2. Batas Plastis Plastic Limit Batas plastis PL didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana tanah apabila digulung sampai dengan diameter 18 in 3,2mm menjadi retak-retak. Batas platis merupakan batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah Das, 1988. Cara pengujiannya adalah sangat sederhana, yaitu dengan cara menggulung massa tanah berukuran elipsoida dengan telapak tangan di atas kaca datar hingga terjadi retak-retak rambut. 3. Indek Plastisitas Plasticity Index Indeks plastisitas PI suatu tanah adalah bilangan dalam persen yang merupakan selisih antara batas cair dengan batas plastis suatu tanah Das,1988. Pendekatan untuk menentukan indeks plastisitas suatu tanah adalah: IP = LL - PL 2.9 dengan: IP = Indek plastisitas LL = Batas cair PL = Batas plastis Besaran indeks plastis dapat digunakan sebagai indikasi awal swelling pada tanah lempung. Potensi mengembang didefinisikan sebagai persentase mengembang contoh tanah lempung yang telah dipadatkan pada kadar air optimum metode AASHTO, setelah direndam dengan tekanan 1 psi. Potensi mengembang tanah ekspansif sangat erat hubungannya dengan indeks plastisitas seperti terlihat dalam Tabel 2.4 berikut : Tabel 2.4 Hubungan potensi mengembang dengan indeks plastisitas Potensi Mengembang Indeks Plastisitas Rendah – 15 Sedang 10 – 35 Tinggi 20 – 55 Sangat Tinggi 55 25 4. Batas Susut Shrinkage Limit Suatu tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya secara perlahan-lahan hilang dalam tanah. Dengan hilangnya air secara terus- menerus, tanah akan mencapai suatu tingkat keseimbangan dimana penambahan kehilangan air tidak menyebabkan perubahan volume. Kadar air dinyatakan dalam persen dan perubahan volume suatu massa tanah berhenti didefinisikan sebagai batas susut shrinkage limit Das, 1988. Harus diketahui bahwa apabila batas susut ini semakin kecil, maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume, yaitu semakin sedikit jumlah air yang dibutuhkan untuk menyusut Bowles, 1997. Perhitungan batas susut ini dapat digunakan rumus: SL = 2.10 dengan : SL = Batas susut : V 1 = Volume tanah basah W = Berat tanah kering : V 2 = Volume tanah kering w = Kadar air tanah basah Acuan mengenai hubungan derajat mengembang tanah lempung dengan nilai persentase susut linier dan persentase batas susut Atterberg, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.5 berikut : Tabel 2.5 Klasifikasi potensi mengembang didasarkan pada batas Atterberg Batas Susut Atterberg Susut Linier Derajat Mengembang 10 8 Kritis 10 – 12 5 – 8 Sedang 12 – 8 Tidak kritis 26

2.5.7 Spesific Surface