Perspektif Teori Struktural Giddens

371 BAB VIII RESISTENSI PKL DALAM PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN Sebagaimana sudah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa pedagang kaki lima PKL melakukan perlawanan atau resisten terhadap pemerintah kota Semarang bukannya tanpa sebab. Mereka melakukan perlawanan karena untuk mempertahankan tempat berdagang dan lapak demi menyambung hidup dan kehidupannya. Tindakan perlawanan tersebut tentu saja bukan tindakan individual, tetapi merupakan tindakan kolektif. Secara individual jelas mereka tidak akan berani melakukan perlawanan, karena sumber daya personal yang mereka punyai tidak dapat digunakan sebagai modal untuk melawan. Untuk menganalisis bagaimana tindakan PKL berkaitan dengan perlawanan mereka terhadap pemerintah kota Semarang, akan dikaji substansi tindakan mereka secara individual maupun kolektif, dengan mengacu pada konsep agen dalam perspektif teori struktural dari Anthony Giddens. Tindakan PKL sebagai agen dalam struktur sosial juga akan dibahas menurut teori tindakan Weber dan Parsons. Setelah itu akan dikemukakan titik-titik simpul bahwa perlawanan atau resistensi PKL terhadap pemerintah kota Semarang merupakan tindakan rasional bertujuan.

A. Perspektif Teori Struktural Giddens

Analisis terhadap tindakan pedagang kaki lima PKL tidak menyangkut seluruh tindakan mereka, tetapi hanya tindakan perlawanan mereka terhadap kebijakan yang diambil Pemkot Semarang, yang telah menertibkan dan menggusur mereka dari tempat mereka berdagang dan menjalankan segala aktivitas 372 Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang ekonomi lainnya. Yang ingin dilihat adalah bagaimana tindakan PKL sebagai agen dalam kerangka struktur sosial, sebagaimana teori struktural yang dikembangkan oleh Giddens. Tindakan PKL bukan merupakan tindakan spontanitas, tetapi merupakan tindakan yang terjadi dalam suatu struktur sosial. Struktur sosial dimaksud adalah organisasi atau paguyuban internal yang dimiliki PKL dan organisasi eksternal yang menaungi aktivitas mereka, seperti PPKLS, LBH, dan lain- lain. Dalam perspektif teori struktural Giddens, ditegaskan pentingnya keseluruhan atau keutuhan sosial atas bagian- bagian atau aktor individual Giddens 2009; Giddens 2010; Giddens 2011. Tindakan PKL sebagai agen individual dapat dilihat dalam kerangka struktur sosial dalam perspektif strukturalisme Giddens. Itulah sebabnya, dapat dipahami bahwa aktivitas- aktivitas sosial, menurut perspektif teori ini tidak dihadirkan oleh para aktor sosial, melainkan diciptakan terus-menerus oleh mereka melalui sarana-sarana pengungkapan diri mereka sebagai aktor. Melalui aktivitas-aktivitas tersebut, para agen memproduksi kondisi-kondisi yang memungkinkan keberadaan aktivitas-aktivitas tersebut. Dalam pemahaman Giddens, tindakan manusia sebagai agen, merupakan tindakan disengaja, yang memiliki alasan- alasan atas aktivitas yang dilakukan dan jika diminta mampu mengelaborasi secara diskursif alasan-alasan tersebut. Semua aktor sosial mengetahui tentang kondisi dan akibat dari apa yang mereka kerjakan dalam kehidupan sehati-hari mereka Sztompka 2004. Tindakan aktor, menurut Giddens, terjadi dalam arus tindakan yang terus-menerus seperti halnya kesadaran cognition. Refleksi atas tindakan manusia ini tertanam dalam monitoring terus-menerus dari tindakan manusia yang diharapkan juga diperlihatkan kepada orang lain. Monitoring RESISTENSI PKL DALAM PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN 373 refleksif terhadap tindakan bergantung pada rasionalisasi dan dipahami sebagai suatu proses daripada keadaan. Hal itu inheren dalam kompetensi para agen. Dalam teori strukturasi, tindakan bukan merupakan gabungan perbuatan-perbuatan. Monitoring refleksif, rasionalisasi, dan motivasi tindakan merupakan sederet proses yang melekat. Seperti halnya monitoring refleksif dan motivasi tindakan, rasionalisasi tindakan merujuk kepada kesengajaan sebagai proses. Rasionalisasi tindakan adalah upaya yang dilakukan oleh para aktor yang secara rutin mempertahankan suatu pemahaman teoretis yang terus menerus tentang aktivitas mereka Giddens 2010:8. Rasionalisasi tindakan dalam keanekaragaman keadaan interaksi merupakan basis utama bagi orang lain dalam mengevaluasi kompetensi umum para aktor. Dalam pandangan Giddens 2010, monitoring refleksif atas tindakan merupakan satu unsur tetap dari tindakan sehari-hari yang melibatkan tidak hanya perilaku si individu, tetapi juga perilaku dari individu-individu lain. Para aktor atau agen akan memonitor terus menerus arus aktivitas mereka dan berharap orang lain juga melakukan hal sama terhadap aktivitas mereka sendiri. Para aktor juga secara rutin memonitor aspek-aspek sosial dan fisik dari konteks di mana mereka bergerak. Rasionalisasi tindakan para aktor dalam sistem tindakan tidak dipahami sebagai alasan-alasan bagi suatu tindakan tertentu, tetapi lebih pada kompetensi bahwa para aktor akan mampu menjelaskan sebagian besar tindakannya jika diminta. Visualisasi tentang rasionalisasi tindakan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. 374 Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang Gambar 55. Rasionalisasi Tindakan dari Giddens Dalam gambar di atas, monitoring refleksif dan rasionalisasi tindakan memiliki perbedaan dilihat dari aspek motivasinya. Jika alasan-alasan merujuk pada dasar-dasar tindakan, motivasi mengacu pada keinginan-keinginan yang mendorongnya. Namun demikian, motif tidak dibatasi langsung oleh kesinambungan tindakan-tindakan seperti halnya monitoring refleksif atau rasionalisasinya. Motivasi mengacu pada potensi tindakan, bukan pada cara tindakan dilakukan terus menerus oleh agen bersangkutan Giddens 2010. Motif-motif cenderung memiliki hubungan langsung dengan tindakan hanya dalam keadaan-keadaan yang relatif tidak lazim, situasi-situasi yang terputus dari rutinitas. Kebanyakan perilaku agen sehari-hari tidak didasarkan pada motivasi langsung. Umumnya keberlangsungan kehidupan sehari-hari mengalir dari suatu tindakan yang disengaja. Namun demikian, ada juga tindakan yang memiliki konsekuensi yang tidak disengaja. Konsekuensi-konsekuensi tidak disengaja ini bisa secara sistematis memberikan umpan balik untuk menjadi konsekuensi-konsekuensi tidak terkenali dari tindakan selanjutnya. Agensi manusia hanya bisa ditetapkan berdasarkan maksud-maksud Giddens 2010. Artinya, bahwa agar sebuah perilaku dapat dianggap sebagai tindakan, siapa pun yang melakukan harus memiliki maksud untuk melakukan tindakan tersebut. Jika tidak, maka perilaku tersebut hanya merupakan RESISTENSI PKL DALAM PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN 375 respon reaktif saja. Hal ini masuk akal, karena terdapat sejumlah tindakan yang tidak bisa berlangsung kecuali jika si agen memang berkeinginan untuk melakukan tindakan tersebut. Misalnya konsep bunuh diri yang diintroduksi Durkheim. Bunuh diri tidak dapat dikatakan terjadi, kecuali apabila seseorang bermaksud untuk menimbulkan kematian bagi dirinya. Seseorang yang menyeberang jalan secara sembrono, kemudian tertabrak mobil lalu meninggal, tidak bisa dikatakan sebagai tindakan bunuh diri, karena kejadian tersebut adalah kecelakaan meskipun diawali dari kesembronoan si korban. Ini adalah kejadian kecelakaan atau accident, yakni sebagai sesuatu yang menimpa orang yang celaka, bukan karena orang itu sengaja melakukan supaya dirinya ditabrak mobil. Agar suatu kejadian yang melibatkan manusia dapat dianggap sebagai contoh agensi, maka perlu ada persyaratan bahwa apa yang dilakukan oleh seseorang adalah disengaja berdasarkan deskripsi, kendatipun agen keliru mengenai deskripsi tersebut. Seseorang bisa melakukan sesuatu secara sengaja, meskipun sesuatu itu tidak seperti yang diharapkan. Jika seseorang dengan sengaja menumpahkan kopi karena ia mengira kopi tersebut adalah teh, maka menumpahkan kopi tersebut sejatinya merupakan tindakan orang tersebut meskipun tidak dilakukan secara sengaja. Namun demikian, menumpahkan sesuatu dapat dikatakan sebagai kekhilafan di tengah-tengah tindakan seseorang yang hendak melakukan sesuatu yang berbeda. Freud mengatakan bahwa hampir semua perilaku khilaf seperti itu, memiliki motivasi tidak sadar Giddens 2010. Tindakan merupakan suatu proses berkesinambungan, yaitu suatu arus yang di dalamnya kemampuan introspeksi dan mawas diri yang dimiliki individu sangat penting bagi pengendalian terhadap tubuh yang biasa dijalankan para aktor 376 Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang dalam kehidupan mereka sehari-hari Giddens 2010. Seseorang acapkali melakukan banyak hal yang tidak ingin dilakukan, tetapi hal itu tetap terjadi. Seseorang bisa saja melakukan perbuatan yang tidak disengaja, meskipun hal itu tidak semata- mata ia yang melakukannya. Si A bermaksud iseng meletakkan secara tidak pas secangkir kopi di atas lepek, sehingga B mengambil cangkir itu bisa dipastikan akan tumpah. B benar-benar mengambil cangkir tersebut dan tumpah karenanya. B tentu tidak sengaja menumpahkan cangkir tadi, karena posisinya memang dimungkinkan akan tumpah ketika diambil. Siapa yang menumpahkan? Jelas B yang bertindak menumpahkan cangkir tersebut, tetapi perbuatan A juga dipandang turut mengakibatkan tumpahnya cangkir. Semua tindakan manusia dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis tindakan, yaitu tindakan disengaja dan tindakan yang tidak disengaja. Tindakan disengaja jelas maknanya, karena dilakukan untuk maksud-maksud tertentu. Orang membeli tiket pesawat Garuda untuk pergi ke Jakarta pada hari Senin, karena ada urusan tertentu, merupakan contoh dari tindakan disengaja. Apa arti melakukan sesuatu tindakan tidak disengaja? Giddens 2010 memberikan contoh sederhana mengenai hal ini. A menghidupkan lampu agar ruangan menjadi terang. Ternyata di dalam ruangan tersebut ada seorang pencuri dan ketahuan setelah lampu tersebut dihidupkan. Meskipun tindakan menghidupkan lampu disengaja oleh A, tetapi menghidupkan lampu yang memberitahukan keberadaan seorang pencuri bukanlah tindakan disengaja. Untuk mengetahui apakah suatu tindakan itu disengaja atau tidak, Giddens 2010 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tindakan disengaja adalah upaya menyifati sebuah tindakan yang diketahui atau diyakini oleh pelakunya akan memiliki kualitas atau hasil tertentu dan pengetahuan itu RESISTENSI PKL DALAM PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN 377 dimanfaatkan si pelaku untuk memperoleh kualitas atau hasil tertentu. Dari pengertian tindakan disengaja ini, maka perilaku A menghidupkan lampu yang mengakibatkan si pencuri ketahuan berada di ruangan tersebut, tergolong sebagai tindakan tidak disengaja. Hal ini karena si pelaku tidak mengetahui kalau pencuri ada di dalam ruangan. Apakah jika si pencuri ketahuan lalu ditangkap polisi, merupakan konsekuensi yang disengaja dari tindakan A? Menurut konsep Giddens, segala hal yang menimpa si pencuri setelah A menghidupkan lampu, termasuk konsekuensi tidak disengaja dari tindakan menghidupkan lampu karena A tidak mengetahui keberadaan si pencuri. Semakin jauh rentang waktu konsekuensi-konsekuensi dari konteks tindakan pertama, maka akan semakin kecil kemungkinan konsekuensi-konsekuensi itu disengaja. Anggapan ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang dipunyai aktor dan daya kuasa dia untuk memobilisasinya. Kadangkala perilaku manusia bersifat irasional, tetapi aktivitas yang irasional atau yang kelihatannya tahayul, bisa saja dipandang rasional. Menurut Merton, hal ini terutama terjadi pada aktivitas atau praktik-praktik yang sudah berlangsung cukup lama. Jika ditemukan bahwa ada fungsi laten di balik aktivitas atau praktik tertentu, seperangkat konsekuensi yang tidak disengaja yang mengiringi atau mempertahankan keterulangan aktivitas atau praktik tersebut, dapat dipastikan praktik tersebut tidak irasional Giddens 2010. Sebagai contoh, sebuah upacara dapat memiliki fungsi laten, berupa penguatan identitas kelompok dengan memberikan kesempatan rutin kepada setiap anggota kelompok yang tersebar untuk berkumpul dengan melakukan aktivitas bersama. Aktivitas-aktivitas sosial kelompok mengadakan upacara bersama ini, selain untuk mempertahankan identitas 378 Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang kelompok juga untuk menjaga kelangsungan hidup survival mereka. Dalam konteks individu, relasi yang dibangun antara anggota kelompok yang satu dengan lainnya, ditengarai ada dorongan motivasional yang disengaja untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka. Dalam relasinya dengan orang lain, aktor atau agen dalam bertindak harus mampu menggunakan secara terus menerus kekuasaan kausal, termasuk dalam memengaruhi kekuasaan yang dijalankan oleh orang lain Giddens 2010. Tindakan agen tergantung pada kemampuannya untuk memengaruhi keadaan atau peristiwa yang telah ada sebelumnya. Menurut Giddens 2010:23, seorang agen tidak lagi mampu berperan demikian apabila ia kehilangan kemampuan untuk memengaruhi orang lain. Kekuasaan agen dipahami dalam kaitannya dengan maksud atau kehendak, yakni sebagai kemampuan untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan atau dimaksudkan. Dalam pandangan Parsons, kekuasaan merupakan sebuah kepemilikan masyarakat atau komunitas sosial. Kekuasaan berbeda dengan sumber daya, dan sebagaimana diungkapkan Giddens 2010 bahwa kekuasaan memang bukan sumber daya. Sumber daya itu sendiri merupakan sarana untuk menggunakan kekuasaan dalam sistem interaksi sosial. Dalam sistem sosial, kekuasaan mengandaikan adanya rutinisasi relasi kemandirian dan ketergantungan di antara para aktor atau kelompok dalam konteks interaksi sosial. Ketergantungan dalam keadaan tertentu dapat menawarkan sumber daya yang memberikan kemampuan kepada pengikut atau anggota kekompok untuk memengaruhi ketua atau pimpinan kelompok. Inilah yang oleh Giddens disebut dengan dialektika kendali dalam sistem sosial. RESISTENSI PKL DALAM PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN 379

B. Perspektif Teori Tindakan Weber