Kesimpulan Aktor dan Pemilu 2014 di Kota Medan (Studi Tentang Bentuk Dukungan Saling Menguntungkan Organisasi Kemasyarakatan dengan Calon Anggota DPRD Kota Medan Daerah Pemilihan 2 pada Pemilu Legislatif 2014)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dinamika politik organisasi kemasyarakatan di Kota Medan sedikit berbeda dengan kota-kota lain yang ada di Indonesia, yang dikenal juga memiliki tradisi kekerasan itu sepeti di wilayah Banten dengan para Jawaranya, di Betawi dengan Jagoan, dan lain sebagainya. Di Kota Medan, tidak hanya Pemuda Pancasila yang kuat, namun ada juga Ikatan Pemuda Karya, sebuah organisasi yang lahir dari Pemuda Pancasila yang akhirnya justru menjadi saingan terbesar Pemuda Pancasila. Kepemimpinan Oloan Panggabean “godfather” di Ikatan Pemuda Karya membawa beberapa perubahan dalam konstalasi kekuasaan yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan di Kota Medan. Oleh karena kepiawaiannya dalam memainkan peran diantara tokoh-tokoh berpengaruh baik dari kalangan sipil dan militer, Ikatan Pemuda Karya yang didirikan oleh beliau bahkan menjadi lebih kuat daripada Pemuda Pancasila yang ditinggalkannya tahun 1978. Bentrokan sering terjadi diantara kedua organisasi kemasyarakatan yang paling dikenal di Kota Medan ini. Penyebabnya terjadi hanya perkara masalah kepentingan, eksistensi organisasi, perebutan lahan parkir on the rood hingga masalah saling ejek-ejekan. Meskipun para pengikut organisasi pemuda itu terlibat dalam aksi kekerasan seperti perkelahian untuk memperebutkan pengaruh atau akses atas dunia kriminal di Kota Medan, namun hal tersebut tidak terjadi di kalangan para elitnya. Kegiatan aktivitas Pemuda Pancasila dan Ikatan Pemuda Karya di Kota Medan dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan yang sering melakukan tindakan kekerasan seperti berkelahi, mengancam, menggunakan senjata tajam dan bahkan membunuh. Kebanyakan anggota dari organisasi kemasyarakatan itu adalah para preman Medan. Para preman itu, pada awalnya dijadikan sebagai penjaga keamanan bagi para pemilik toko, pabrik dan perusahaan perkebunan yang beroperasi di Medan. Kota Medan yang dijuluki sebagai “markasnya para preman” tersebut, berbagai tindak kekerasan yang dilakukan para preman, masih Universitas Sumatera Utara menjadi musuh kongkrit yang cukup menyita energi para aktivis organisasi non Pemerintah di Kota Medan. Preman dan premanisme saat ini telah merasuk ke segala lini kehidupan di Medan. Sejumlah tokoh preman Medan adalah pelaku “pembantaian” terhadap orang-orang kiri di Kota Medan pasca tahun 1965-an. Pada saat ini “peran kepahlawanan” tersebut, masih dijadikan bahan indoktrinasi untuk merekrut para calon preman baru yang bergabung dalam organisasi. Seperti melakukan indoktrinasi bagi generasi muda baru karena ikut ”menyelamatkan” Republik ini dari ancaman Komunis khususnya di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Berkembangnya berbagai macam organisasi kemasyarakatan di Kota Medan menandakan bahwa tingginya partisipasi dan perhatian masyarakat terhadap aktifitas sosial politik terutama pada saat kegiatan Pemilihan Umum. Provinsi Sumatera Utara memiliki 1700-an organisasi kemasyarakatan dan pemuda OKP telah terdaftar di Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kesbangpol Linmas Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013. Meskipun ada banyak organisasi kemasyarakatan yang terdaftar di Provinsi Sumatera Utara, tetapi hanya Pemuda Pancasila PP, dan Ikatan Pemuda Karya IPK yang lebih dikenal oleh mayoritas masyarakat di Kota Medan. Kedua organisasi kemasyarakatan tersebut kerap bentrok di sejumlah daerah Kota Medan yang dikarenakan hal perebutan lahan parkir, ejek-ejekan, melintas dengan memakai seragam di depan markas organisasi lawan ataupun lainnya. Pemuda Pancasila dan Ikatan Pemuda Karya adalah organisasi kemasyarakatan yang independen dan tidak terafiliasi dengan Partai Politik apapun. Pada Saat Pemilihan Umum Legislatif 2014 dilaksanakan pada 9 April 2014, di Kota Medan 5 Daerah Pemilihan dan diikuti 597 calon anggota legislatif yang berasal dari 12 Partai Politik berkompetisi untuk mendapatkan suara terbanyak dari 1.767.247 pemilih yang tersebar di 21 kecamatan di Kota Medan. Daerah Pemilihan 2 DPRD Kota Medan meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, Medan Sunggal, Medan Johor, Medan Maimun, Medan Polonia dan Medan Selayang, menampilkan 143 calon anggota legislatif dari 12 partai politik peserta Universitas Sumatera Utara Pemilihan Umum 2014 yang akan dipilih oleh 422.945 pemilih. Hasil dari pelaksanaan Pemilihan Umum pada 9 april 2014 telah ditetapkan oleh KPU Kota Medan terpilih 12 orang dari 143 calon anggota legislatif di daerah pemilihan 2 Kota Medan. Bangkit Sitepu kembali terpilih sebagai anggota legislatif secara berturut-turut empat periode Pemilihan Umum. Suara terbanyak didapat oleh Partai Golkar, Iswanda Nanda Ramli mendapatkan 8.943 suara dan Ilhamsyah mendapatkan 7.770 Suara. Posisi kedua ditempati oleh PDIP, Daniel Pinem mendapatkan 7.558 Suara dan Henry Jhon Hutagalung 7.101 Suara. Hanya enam orang Daniel Pinem, Ilhamsyah, Salman Alfarisi, Burhanuddin Sitepu, Bangkit Sitepu, dan Kuat Surbakti yang terpilih dari dapil 2 kembali menjadi anggota DPRD Kota Medan Periode 2014-2019. Wajah baru anggota legislatif yang mewakili daerah pemilihan 2 Kota Medan yaitu Maruli Tua Tarigan, Henry Jhon Hutagalung, Iswanda Nanda Ramli, Waginto, Irsal Fikri dan Andi Lumbangaol. Analisis keterlibatannya adalah kebanyakan dari calon anggota legislatif berupaya bertemu dengan para tokoh organisasi kemasyarakatan untuk berharap mendapatkan dukungan dan suara dari anggota organisasi kemasyarakatan. Patronase yang dibangun dalam organisasi kemasyarakatan menjadikan tokoh- tokoh organisasi sebagai produsen suara untuk para calon anggota legislatif dalam Pemilihan Umum Legislatif 2014. Bentuk dukungan yang nyata di antaranya adalah tokoh dan pimpinan organisasi kemasyarakatan memerintahkan setiap anggotanya untuk memilih salah satu calon anggota legislatif yang telah menjalin hubungan dan mencari tambahan dukungan dan suara. Sistem komando yang dibangun oleh organisasi kemasyarakatan diyakini oleh para calon anggota legislatif untuk meminimalisir kecurangan yang terjadi di TPS dan menjaga perolehan suara serta mengupayakan suara bertambah untuk para calon anggota legislatif dengan cara apapun termasuk tindakan intimidasi. Calon anggota legislatif dari dapil 2 DPRD Kota Medan yang menjalin relasi dengan organisasi kemasyarakatan yaitu, Marulitua Tarigan Nasdem menjalin relasi dengan Pemuda Pancasila, Daniel Pinem PDIP jalinan relasinya adalah Pemuda Pancasila dan Ikatan Pemuda Karya, Iswanda Nanda Ramli Universitas Sumatera Utara Golkar jalinan relasinya adalah AMPI dan Pemuda Pancasila, Bangkit Sitepu Hanura jalinan relasinya adalah Pemuda Pancasila, Ilhamsyah Golkar jalinan relasinya adalah Pemuda Pancasila, Proklamasi Naibaho Gerindra jalinan relasinya adalah Ikatan Pemuda Karya. Irsal Fikri PPP jalinan relasinya adalah Pemuda Pancasila dan Ikatan Pemuda Karya, Henry Jhon Hutagalung PDIP menjalin relasi dengan Ikatan Pemuda Karya. Bentuk transaksional yang terjadi antara calon anggota legislatif dengan organisasi kemasyarakatan berdasarkan atas dasar saling menguntungkan berupa dukungan yang berbentuk kekuatan uang yang terjadi pada Pemilu Legislatif 2014. Pola relasi yang saling menguntungkan tersebut terjadi dengan tidak memperhatikan rekam jejak dari calon anggota legislatif yang akan didukung oleh tokoh organisasi kemasyarakatan. Mereka yang memiliki uang dan hubungan yang terjalin cukup lama adalah salah satu pihak yang menerima manfaat dari organisasi kemasyarakatan di Kota Medan. Tokoh organisasi kemasyarakatan hanya bermaksud membangun dan mempertahankan jaringan baru untuk berupaya mendapatkan akses kekuasaan dan sumber-sumber dari anggota legislatif Kota Medan yang terpilih. Beberapa dari calon anggota legislatif yang bertarung pada Pemilihan Umum Legislatif 2014 yang menjalin hubungan dengan para tokoh ataupun pimpinan dari organisasi kemasyarakatan mendapatkan hasil yang tidak maksimal. Oleh karena beberapa indikator tidak tercapainya hasil maksimal yang diperoleh calon anggota legislatif yang menjalin hubungan dengan organisasi kemasyarakatan. Salah satunya yaitu karena kurangnya memiliki hubungan emosional yang sangat dekat dan disertai dengan pemenuhan kebutuhan materi yang diperlukan bagi anggota organisasi kemasyarakatan. Selain dari hubungan emosional, tidak semua tingkatan-tingkatan organisasi kemasyarakatan itu menaati perintah dari struktur pimpinan dari atasnya dengan kata lain tidak semua arahan pimpinan anak cabang dapat dipastikan akan dijalankan oleh pengurus di tingkat ranting hingga anak ranting. Universitas Sumatera Utara

4.2 Implikasi Teori